OLEH:
ASRI PUJI LESTARI
NIM. 0910720024
Kelompok 5
A. DEFINISI BBLR
Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) adalah seluruh bayi dengan berat badan
saat lahir <2500 gram (Reeder, 2003).
Bayi baru lahir ini dianggap mengalami kecepatan pertumbuhan intrauterine
kurang dari yang diharapkan atau pemendekan periode gestasi. Kelahiran
preterm dan BBLR umumnya terjadi bersamaan (misalnya, <32 minggu dan
berat lahir <1200 gram) (Bobak, 2004)
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Wong, 2004).
B. KLASIFIKASI BBLR
1. Cukup bulan ( 37 41 minggu ), post term ( > 42 minggu ) akan tetapi memiliki
berat badan 2500 SGA / KMK
2. Kurang bulan ( 28 - < 37 minggu ) dengan berat badan sesuai dengan usia
kehamilan prematur.
3. Kurang bulan ( 28 - < 37 minggu) dengan berat badan kurang dari usia
kehamilan prematur murni + KMK
4. Bila usia kehamilan tidak diketahui atau terjadi pada bayi besar (pada ibu
dengan diabetes melitus)
C. FAKTOR ETIOLOGI BBLR
1. Faktor Ibu
Gizi saat hamil yang kurang
Kekurangan gizi selama hamil akan berakibat buruk terhadap janin. Pertambahan
berat badan selama kehamilan rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu. Bila dikaitkan dengan
usia kehamilan, kenaikan berat badan selama hamil muda 5 kg, selanjutnya tiap
trimester (II dan III) masing-masing bertambah 5 kg. Pada akhir kehamilan,
pertambahan berat badan total adalah 9-12 kg. Bila terdapat kenaikan berat badan
yang berlebihan, perlu dipikirkan adanya risiko bengkak, kehamilan kembar,
hidroamnion, atau anak besar. Indikator lain untuk mengetahui status gizi ibu hamil
adalah dengan mengukur LLA. LLA adalah Lingkar Lengan Atas. LLA kurang dari
23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang kurang/ buruk. Ibu berisiko
untuk melahirkan anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Dengan
demikian, bila hal ini ditemukan sejak awal kehamilan, petugas dapat memotivasi ibu
agar ia lebih memperhatikan kesehatannya (Hidayati, 2009).
Umur Ibu
Berat badan lahir rendah juga berkolerasi dengan usia ibu. Persentase tertinggi bayi
dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok remaja dan wanita berusia
lebih dari 40 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik
belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda
masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu
muda berusia kurang dari 20 tahun. Remaja seringkali melahirkan bayi dengan berat
lebih rendah. Hal ini terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki
sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa. Pada ibu yang tua meskipun
mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah
mulai menurun sehingga dapat memengaruhi janin intra uterin dan dapat
menyebabkan kelahiran BBLR. Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran
BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar
usia 20 sampai 35 tahun.
Jarak Hamil Dan Bersalin Terlalu Dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang
baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim
belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat
berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap
terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa,
anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah.
Paritas Ibu
Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena
keadaan rahim biasanya sudah lemah.
Penyakit Menahun Ibu
Asma bronkiale
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (O2) atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh
pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan premature atau berat
anemia
dalam
kehamilan,
persalinan
premature,
gangguan
dan
penyebab
gangguan
pertumbuhan
janin
sehingga
Diabetes mellitus dan penyakit infeksi menjadi salah satu penyebab BBLR
karena janin tumbuh lambat atau memperpendek usia kehamilan ibu.
Gaya Hidup
Konsumsi obat-obatan pada saat hamil: Peningkatan penggunaan obat-obatan
(antara 11% dan 27% wanita hamil, bergantung pada lokasi (geografi) telah
mengakibatkan makin tingginya insiden kelahiran premature, BBLR, defek
kongenital, ketidakmampuan belajar, dan gejala putus obat pada janin (Bobak,
2004). Konsumsi alkohol pada saat hamil: Penggunaan alkohol selama masa hamil
dikaitkan dengan keguguran (aborsi spontan), retardasi mental, BBLR dan sindrom
alkohol janin.
2. Faktor Kehamilan
Komplikasi Hamil
Pre-eklampsia/ Eklampsia
Pre-eklampsia/ Eklampsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan
janin dalam kandungan atau IUGR dan kelahiran mati. Hal ini disebabkan
karena Pre-eklampsia/Eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di
daerah plasenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari
plasenta, dengan adanya perkapuran di daerah plasenta, suplai makanan
dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.
Hidramnion
Hamil ganda/Gemeli
Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada
kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30
minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan
tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil, mungkin karena
regangan
yang
berlebihan
menyebabkan
peredaran
darah
plasenta
mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000
gram lebih ringan daripada janin kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang
baru lahir umumnya pada kehamilan kembar kurang dari 2500 gram. Suatu
faktor penting dalam hal ini ialah kecenderungan terjadinya partus
prematurus.
Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pada kehamilan diatas 22
minggu hingga mejelang persalinan yaitu sebelum bayi dilahirkan (Saifuddin,
2002). Komplikasi utama dari perdarahan antepartum adalah perdarahan
yang menyebabkan anemia dan syok yang menyebabkan keadaan ibu
semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan ke plasenta yang
mengakibatkan anemia pada janin bahkan terjadi syok intrauterin yang
mengakibatkan kematian janin intrauterin (Wiknjosastro, 1999 : 365). Bila
janin dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom
gagal napas dan komplikasi asfiksia.
3. Faktor Janin
Cacat Bawaan (kelainan kongenital)
hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas ibu
dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar.
Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yag bertambah akibat dari kurangnya jaringan
lemak dibawah kulit, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan dengan
berat badan, otot yang tidak aktif,produksi panas yang berkurang oleh karena
lemak coklat (brown fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang
belum berfungsi sebagaimana mestinya.
2.
Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal
ini disebabkan kekurangan surfactan(rasio lesitin/sfingomielin kurang dari 2),
pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan
yang masih lemah yang tulang iga yang mudah melengkung(pliable thorak)
3.
Penyakit gangguan pernafasan yang sering pada bayi BBLR adalah penyakit
membran hialin dan aspirasi pneumoni.
4.
Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi, distensi abdomen akibat dari
motilitas
usus
berkurang,
volume
lambung
berkurang
sehingga
waktu
Kerja
dari
sfingter
kardio
esofagus
yang
belum
sempurna
6.
Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine
yang sedikit, urea clearence yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan
airtubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi edema dan
asidosis metabolik.
7.
8.
9.
badan
Otot yang tidak aktif
Produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat yang belum
cukup
Pusat pengaturan suhu yang blm berfungsi sebagaimana semestinya
2. Gangguan pernafasan, akibat dari:
Kurang surfaktan
Pertumbuhan dan perkembangan paru yang belum sempurna
Otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah
3.
melengkung
Gangguan alat pencernaan dan problemalnutrisi
Distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang
bertambah
Daya untuk mencernakan, mengabsorbsilemak, laktosa, vitamin yang
terjadi aspirasi.
4. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defisiensi vitamin K
5. Ginjal yang immatur baik secara anatomismaupun fungsinya:
Produksi urin yang sedikit
Urea clearence yang rendah
Tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan
6.
untuk mengetahui berat badan bayi dan kondisi janin, pemeriksaan lainnya:
Penilaian APGAR Score
Pengkajian spesifik
Pemeriksaan fungsi paru janin
Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
PENATALAKSANAAN MEDIS BBLR
Berikut ini dijelaskan penatalaksaan pada BBLR dari sisi keperawatan dan medis
(Nuraini, 2010)
10
7. Jika bayi sianosis atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau 60/menit)). Tarikan
dinding dada ke dalam atau merintih beri O2 melalui kateter hidung.
8. Cegah infeksi oleh karena rentan oleh pemindahan IgB dari ibu ke janin terganggu.
Bayi BBLR ditempatkan di ruang khusus, harus ada pengaturan izin masuk, mencuci
tangan sesudah dan sebelum menyentuh bayi serta gunakan gown dan masker.
9. Perika kadar gula darah tiap 8-12 jam.
10. Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan
melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya
lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori,
dibandingkan dengan bayi preterm. Petunjuk untuk volume susu yang diperlukan
Umur/hari
1
2
3
4
5
6
7
14
21
28
Jmlh ml/kg BB
50- 65
100
125
150
160
175
200
225
175
150
Sebaiknya dilakukan pada bayi yang berusia < 1jam dengan mengambil cairan
amnion yang tertelan dilambung dan bayi nelum diberikan makanan. Cairan
amnion 0,5 cc ditambah garam faal 0,5 cc, kemudian ditambah 1 cc alcohol 95
11
12
BALLARD SCORE
b. Square Window
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan
ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa
meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari
dengan lembut. Hasil sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari
13
c. Arm Recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur
sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil
dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi,
fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan
kedua lengan dan lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0:
tangan tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 , Skor 2:
fleksi parsial 110- 140 , Skor 3: fleksi parsial 90-100 , dan Skor 4: kembali ke
fleksi penuh (Gambar II.5).
d. Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan menguji
resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring
telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut
tertekuk penuh.
Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan
lembut dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan
14
yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini
dapat mengganggu interpretasi.
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur
sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat
bahwa pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara
aktif sebelum melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan
mengganggu manuver ini untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi
mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang
setelah pemulihan telah terjadi (Gambar II.6).
e. Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring
telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan
mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu
jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu
diangkat melewati badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di
permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi
dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada tingkat
leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris puting (1); prosesus
xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4) (Gambar
II.7).
15
f. Heel to Ear
Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan
memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor
pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan
telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan
panggul pada
permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat
ekstensi lutut ( bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Penguji mencatat
lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi
tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting
baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan femoralis (4) (Gambar II.8).
16
17
Bersamaan dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona
berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum datar, lembut, dan
kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus
matur hingga posmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat
menyentuh kasur ketika berbaring.
Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik,
dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi yang sehat atau sesuai
dengan usia kehamilan yang sama.
g. Genital (wanita)
Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus
diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45o dari garis
horisontal.
Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak
lebih menonjol sedangkan aduksi menyebabkankeduanya tertutupi oleh labia
majora 9. Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris sangat
menonjol dan menyerupai penis. Sejalan dengan berkembangnya maturitas fisik,
klitoris menjadi tidak begitu menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol.
Mendekati usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan
cenderung tertutupi oleh labia majora yang membesar.
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi
intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi
besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia
majora cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan
labia minora serta klitoris cenderung lebih menonjol.
3. Interpretasi Hasil
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik
disesuaikan dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya.
18
I.
J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BBLR SECARA UMUM
PENGKAJIAN
1. Prematuritas murni
Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis,
telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, pada laki-laki testis belum turun.
Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami
apnea, otot masih hipotonik
Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna
2. Dismaturitas
Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
INTERVENSI KEPERAWATAN
19
No
Diagnosa Keperawatan
1.
tidak
Tujuan/Kriteria
Pola nafas yang efektif
adekuatnya
ekspansi paru
Rencana Tindakan
Kriteria :
sesuai
Kebutuhan oksigen
menurun
Nafas spontan,
adekuat
2.
Gangguan
pertukaran
gas
kurangnya
b/d
ventilasi
alveolar
Tidak sesak.
Kriteria :
sekunder
terhadap
defisiensi surfaktan
Tidak sianosis.
normal
Saturasi oksigen
normal.
pernafasan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
20
Rencana Tindakan
3.
Hidrasi baik
keseimbangan
keseimbangan
dan
cairan
elektrolit
Kriteria:
b/d
ginjal
ketidakmampuan
mempertahankan
keseimbangan
cairan
dan elektrolit
cc/kgbb/jam
Elektrolit darah
dari
kebutuhan
berhubungan
tubuh
adekuatnya
persediaan
zat
besi,
Kriteria :
Berat badan naik 10-
30 gram / hari
metabolisme
dengan
tidak
kalsium,
Nutrisi adekuat
atau
hipertermi
imaturitas
b/d
fungsi
termoregulasi
atau
perubahan
suhu
C
Akral hangat
lingkungan
dingin/panas
21
No
Diagnosa Keperawatan
6.
Resiko
tinggi
gangguan
terjadi
Tujuan/Kriteria
perfusi
Rencana Tindakan
Tekanan
darah
normal
Pengisian
kembali
Akral
hangat
dan
tidak sianosis
Produksi
urin
1-2
obatan
cc/kgbb/jam
Kesadaran
composmentis
7.
Resiko
tinggi
injuri
Kriteria :
Kesadaran
composmentis
ataupun twitching
terkoordinasi
22
8.
fungsi
imunologik
Kriteria :
inkubator
No
9.
Diagnosa Keperawatan
kulit
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan
b/d
Tidak plebitis
10.
23
Ortu kooperatif dg
perawatan bayinya.
Pengetahuan ortu
bertambah
merawat bayi di
rumah
DAFTAR PUSTAKA
1. Abraham, Rudolph. 2006. Buku Ajar Rudolph Volume 1. Jakarta: EGC.
2. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:
EGC.
3. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta:
EGC.
4. Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
5. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
6. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. Jakarta: EGC.
24