Anda di halaman 1dari 6

sumber : http://ibrahimlubis.wordpress.

com/2009/03/10/potensi-coal-bed-methane-cbm-sebagaienergi-alternatif-di-indonesia/
Coal bed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini
merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang
diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan
manusia. Walaupun dari energi fosil yang tidak terbaharukan, tetapi gas ini terus terproduksi bila
lapisan batubara tersebut ada. Kenapa? Yuk kita bahas sedikit.
Sebagaimana kita ketahui, batubara di Indonesia cadangan dan produksinya cukup menjanjikan.
Dapat kita lihat pada gambar 1, dimana Indonesia termasuk negara produsen batubara dunia.

Gambar 1. Negara dengan cadangan dan produksi batubara terbesar di dunia.

Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk listrik dan transportasi, negara-negara
berkembang seperti Indonesia juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus
dikembangkan. Dapat kita lihat pada gambar 2, dimana kebutuhan akan energi untuk pembangkit
listrik terus berkembang. Salah satu pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari
energi batubara.

Gambar 2. Sumber pemakaian energi untuk konsumsi listrik di dunia.


Berdasarkan perkiraan dari sebuah institusi di Prancis, maka konsumsi energi di dunia tetap akan
memakai minyak, batubara dan gas sebagai energi primer (gambar 3). Projeksi ini memberikan
gambaran sebagaimana pentingnya peran energi fosil sebagai energi yang harus terbarukan.
Kata-kata harus disini mungkin tidak masuk akal, karena energi tersebut memang habis dipakai
(tidak dapat diperbaharui). Dengan adanya teknologi, riset dan pemikiran baru, maka sebuah
lapisan batubara dapat memberikan sebuah energi baru berupa gas yang dapat kita pakai.
Bentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri
kecil, hingga industri besar. CBM biasanya didapati pada tambang batu bara non-tradisional, yang
posisinya di bawah tanah, di antara rekahan-rekahan batu bara.

Gambar 3. Energi primer yang dipakai di dunia.


Untuk memproduksi CBM, lapisan batubara harus terairi dengan baik sampai pada titik dimana gas
terdapat pada permukaan batubara. Gas tersebut akan teraliri melalui matriks dan pori, dan keluar
melalui rekahan atau bukaan yang terdapat pada sumur (gambar 4).
Air dalam lapisan batubara didapat dari adanya proses penggambutan dan pembatubaraan, atau

dari masukan (recharge) air dalam outcrops dan akuifer. Air dalam lapisan tersebut dapat mencapai
90% dari jumlah air keseluruhan. Selama proses pembatubaraan, kandungan kelembaban
(moisture) berkurang, dengan rank batubara yang meningkat.

Gambar 4. Kaitan antara lapisan batubara, air dan sumur CBM.


Gas biogenik dari lapisan batubara subbituminus akan dapat berpotensi menjadi CBM. Gas biogenik
tersebut terjadi oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, dimana hasilnya berupa methanogens, bakteri
anaerobik yang keras, menggunakan H2 yang tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2
menjadi metane sebagai by produk dari metabolismenya. Sedangkan beberapa methanogens
membuat amina, sulfida, dan methanol untuk memproduksi metane.
Aliran air, dapat memperbaharui aktivitas bakteri, sehingga gas biogenik dapat berkembang hingga
tahap akhir. Pada saat penimbunan maksimum, temperatur maksimum pada lapisan batubara
mencapai 40-90C, dimana kondisi ini sangat ideal untuk pembentukan bakteri metane. Metane
tersebut terbentuk setelah aliran air bawah tanah pada saat ini telah ada.
Apabila air tanah turun, tekanan pada reservoir turun, pada saat ini CBM bermigrasi menuju
reservoir dari sumber lapisan batubara. Perulangan kejadian ini merupakan regenerasi dari gas
biogenik. Kejadian ini dipicu oleh naiknya air tanah atau lapisan batubara yang tercuci oleh air. Hal
tersebut yang memberikan indikasi bahwa CBM merupakan energi yang dapat terbaharui.
Lapisan batubara dapat menjadi batuan sumber dan reservoir, karena itu CBM diproduksi secara
insitu, tersimpan melalui permukaan rekahan, mesopore, dan mikropore (gambar 5). Permukaan
tersebut menarik molekul gas, sehingga tersimpan menjadi dekat. Gas tersebut tersimpan pada
rekahan dan sistem pori pada batubara sampai pada saat air merubah tekanan pada reservoir. Gas
kemudian keluar melalui matriks batubara dan mengalir melalui rekahan sampai pada sumur. Gas
tersebut sering kali terjebak pada rekahan-rekahan.

Gambar 5. Kaitan antara porositas mikro, meso dan makro.


CBM juga dapat bermigrasi secara vertikal dan lateral ke reservoir batupasir yang saling
berhubungan. Selain itu, dapat juga melalui sesar dan rekahan. Kedalaman minimal dari CBM yang
telah dijumpai 300 meter dibawah permukaan laut.
Gas terperangkap pada lapisan batubara sangat bergantung pada posisi dari ketinggian air bawah
tanah. Normalnya, tinggi air berada diatas lapisan batubara, dan menahan gas di dalam lapisan.
Dengan cara menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoir berkurang, sehingga dapat
melepaskan CBM (gambar 6).

Gambar 6. Penampang sumur


CBM.
Pada saat pertama produksi, ada fasa dimana volume air akan dikurangi (dewatering) agar gas
yang dapat diproduksi dapat meningkat. Setelah fasa ini, fasa-fasa produksi stabil akan terjadi.
Seiring bertambahnya waktu, peak produksi akan terjadi, saat ini merupakan saat dimana produksi
CBM mencapai titik maksimal dan akan turun (decline).
Volume gas yang diproduksi akan berbanding terbalik dengan volume air. Bila volume gas yang
diproduksi tinggi, maka volume air akan berkurang. Setelah peak produksi, akan terjadi fasa

selanjutnya, yaitu fasa penurunan produksi (gambar 7). Seperti produksi minyak dan gas pada
umumnya, fasa-fasa tersebut biasa terjadi. Namun demikian, seperti yang telah diuraikan, CBM
dapat terbaharukan.

Gambar 7. Volume vs time dalam


produksi CBM.

Gambar 8. Cadangan CBM Amerika.


Cadangan Coal Bed Methane (CBM) Indonesia saat ini cukup besar, yakni 450 TCS dan tersebar
dalam 11 basin. Potensi terbesar terletak di kawasan Barito, Kalimantan Timur yakni sekira 101,6
TCS, disusul oleh Kutai sekira 80,4 TCS. Bandingkan dengan gambar 8, Amerika yang memiliki
cadangan batubara cukup luas dan tersebar, hanya memiliki cadangan CBM yang relatif kecil.
Berdasarkan data Bank Dunia, konsentrasi potensi terbesar terletak di Kalimantan dan Sumatera. Di
Kalimantan Timur, antara lain tersebar di Kabupaten Berau dengan kandungan sekitar 8,4 TCS,
Pasir/Asem (3 TCS), Tarakan (17,5 TCS), dan Kutai (80,4 TCS). Kabupaten Barito, Kalimantan
Tengah (101,6 TCS). Sementara itu di Sumatera Tengah (52,5 TCS), Sumatera Selatan (183 TCS),
dan Bengkulu 3,6 TCS, sisanya terletak di Jatibarang, Jawa Barat (0,8 TCS) dan Sulawesi (2 TCS).

Sebagai informasi, sumber daya terbesar sebesar 6,49 TCS ada di blok Sangatta-1 dengan operator
Pertamina hulu energi methane Kalimantan A dengan basin di Kutai. Disusul Indragiri hulu dengan
operator Samantaka mineral prima dengan basin Sumatera Selatan yang mempunyai sumber daya
5,50 TCS, dan sumber daya paling rendah terlatak di blok Sekayu yang dioperatori Medco SBM
Sekayo dengan basin Sumatera Selatan, dengan sumber daya 1,70 TCS.

Anda mungkin juga menyukai