Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORI
1. Perdarahan Uterus Abnormal/Abnormal Uterine Bleeding
(AUB)
A. Definisi
Abnormal Uterine Bleeding (AUB) atau perdarahan
uterus abnormal dikenal juga sebagai Dysfunctional uterine
bleeding (DUB) didefinisikan sebagai perubahan pada siklus,
lama atau jumlah kehilangan darah pada saat menstruasi
yang tidak disebabkan oleh patologi pelvis, obat, penyakit
sistemik atau kehamilan. Di mana perdarahan dikatakan
abnormal di antaranya pada keadaan berikut ini :

Pendarahan yang terjadi di antara dua siklus menstruasi


Pendarahan yang terjadi setelah berhubungan seks
Spotting yang terjadi di dalam siklus menstruasi
Pendarahan yang lebih berat atau lebih lama dari biasanya
Perdarahan setelah menopause
Siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari atau kurang dari

21 hari
Amenorhea yang terjadi 3-6 bulan

Pola dari perdarahan uterus abnormal


Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan
menjadi 7 :
1) Menoragia
menstruasi

(hipermenorea)
yang

banyak

dan

adalah

perdarahan

memanjang.

Adanya

bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat


menandakan adanya perdarahan yang banyak. Mioma
submukosa, komplikasi

kehamilan,

adenomiosis, IUD,

hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan


disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea

(kriptomenorea)

adalah

perdarahan

menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa


bercak darah. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral
terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini
tidak apa-apa.
3) Metroragia (perdarahan

intermenstrual)

adalah

perdarahan yang terjadi pada waktu-waktu diantara


periode

menstruasi.

Perdarahan

ovulatoar

terjadi

di

tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan


dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal. Polip
endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi
terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan dengan
anovulasi

dan

pemendekan

fase

luteal

pada

siklus

menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada
interval yang iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga
bervariasi.
perdarahan

Kondisi

intermenstrual

menometroragia.
perdarahan

apapun

Onset

yang

yang

menyebabkan

dapat

menyebabkan

tiba-tiba

dari

episode

dapat mengindikasikan adanya keganasan

atau komplikasi dari kehamilan.


6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi
lebih dari 35 hari. Amenorea didiagnosis bila tidak ada
menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan
biasanya berkurang

dan biasanya berhubungan dengan

anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan,


pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan
berat

badan

yang

terlalu

mengekskresikan estrogen

banyak).

Tumor

yang

menyebabkan oligomenorea

terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

B. Etiologi
Kelebihan atau kekurangan hormon yang mengatur
siklus menstruasi dapat menyebabkan perdarahan uterus
abnormal ini. Ketidakseimbangan dapat disebabkan oleh
banyak hal, termasuk masalah tiroid atau beberapa obat.
Penyebab lainnya termasuk berikut ini :
Kehamilan
Keguguran
Kehamilan ektopik
Masalah terkait dengan beberapa metode pengendalian
kelahiran, seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

atau pil KB
Infeksi pada rahim atau leher rahim
Fibroid
Masalah dengan pembekuan darah
Polip
Beberapa jenis kanker, seperti kanker rahim, leher rahim,

atau vagina
kondisi medis

kronis

(misalnya,

masalah

tiroid

dan

diabetes)
C. Klasifikasi
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM
COEIN yakni ; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia,
coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet
classified.
Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai
dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi.
Kelompok COEIN merupakan kelinan non strruktural yang tidak dapat
dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut
disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu
atau lebih faktor penyebab AUB.

I. Polip (AUB P)
Definisi :
-

Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik


bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.

Gejala :
-

Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan


PUA.

Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas.

Diagnostik :
-

Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan atau


histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi.

Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma


endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel
endometrium

II.

Adenomiosis (AUB-A)
Definisi :
-

Dijumpai jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada lapisan


miometrium
Gejala :

Nyeri haid, nyeri saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri
saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik

Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai dengan perdarahan uterus


abnormal.

Diagnostik :
-

Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan


endometrium pada hasil histopatologi

Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan


pemeriksaan MRI dan USG

Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk


mendiagnosis adenomiosis

Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada


miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium.

Hasil histopatologi menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma


endometrium ektopik pada jaringan miometrium.

III.

Leiomioma (AUB-L)
Definisi :
-

Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium

Gejala :
-

Perdarahan uterus abnormal

Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan dinding


abdomen

Diagnostik :
-

Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya bukan


penyebab tunggal PUA

Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri yakni


hubungan mioma uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran,
serta jumlkah mioma uteri.

Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :


a. Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri
b. Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium
(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.
c. Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan
subserosum.

IV.

Malignancy and hyperplasia (AUB-M)


Definisi :
-

Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan


endometrium

Gejala :
-

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :
-

Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan


merupakan penyebab penting PUA

Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi


FIGO dan WHO

V.

Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi.

Coagulopathy (AUB-C)
Definisi :
-

Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan


uterus

Gejala :
-

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :
-

Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatis sistemik


yang terkait dengan PUA

Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki


kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah
penyakit von Willebrand

VI.

Ovulatory dysfunction (AUB-O)


Definisi :
-

Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus

Gejala :
-

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :
-

Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan


manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang
bervariasi

Dahulu termasuk dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD)

Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan jarang,


hingga perdarahan haid banyak

Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik,


hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan,
anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.

VII.

Endometrial (PUA-E)
Definisi :

Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat


dengan terjadinya perdarahan uterus.

Gejala :
-

Perdarahan uterus abnormal

Diagnostik :
-

Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus


haid teratur

Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan hemostatis


lokal endometrium

Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi seperti


endothelin-1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan aktifitas
fibrinolitik

Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau perdarahan


yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium

Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain


pada siklus haid yang berovulasi

VIII.

Iatrogenik (AUB-I)
-

Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi


medis seperti penggunaan estrogen, progestin, AKDR.

Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan


estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela
atau breakthrough bleeding.

Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam


sirkulasi yang disebabkan oleh sebagai berikut :

o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi


o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan ( warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C

IX.

Not yet classified (AUB-N)


-

Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang
atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi

Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis


kronik atau malformasi arteri-vena

Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA

D. Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk
diagnosis. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan,
apakah

didahului

siklus

oligomenorea/amenorea,

sifat

yang

pendek

perdarahan

atau
(banyak

oleh
atau

sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan


sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan
tanda-tanda yang menunjuk ke arah kemungkinan penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lainlain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut
hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan
dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada
pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada
kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan

abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam


hubungan dengan pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di
negeri kita keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan
dalam pada wanita yang belum kawin, meskipun kadangkadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat
dipertimbangkan untuk

melakukan pemeriksaan dengan

menggunakan anestesia umum.


Berdasarkan gejala, tes lain mungkin diperlukan. Di
antaranya:

USG-gelombang suara yang digunakan untuk membuat

gambar dari organ panggul.


Biopsi endometrium-menggunakan kateter kecil atau tipis
(tabung),

jaringan

diambil

dari

lapisan

rahim

(endometrium) dan diperiksa di bawah mikroskop.


Histeroskopi-Sebuah perangkat tipis dimasukkan melalui

vagina dan pembukaan serviks.


Histerosalpingografi-Dye dengan disuntikkan ke dalam

rahim dan saluran tuba. Kemudian mengambil X-ray.


Dilatasi dan kuretase (D & C)-Pembukaan leher rahim
diperbesar. Jaringan yang lembut dikerok atau disedot

darilapisan rahim. Hal ini diperiksa di bawah mikroskop.


Laparoskopi-Sebuah perangkat tipis seperti teleskop
dimasukkan melalui luka kecil tepat di bawah atau melalui
pusat untuk melihatdalam perut.
Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak

perlu dilakukan kuretase guna pembuatan diagnosis. Pada


wanita berumur antara 20 dan 40 tahun kemungkinan besar
ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan
sebagainya. Disini kuretase diadakan setelah dapat diketahui
benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan
yang memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita

dalam pramenopause dorongan untuk melakukan kuretase


ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.
E. Penanganan
Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan
disfungsional sangat banyak, dalam hal ini penderita harus
istirahat

baring

dan

diberi

transfusi

darah.

Setelah

pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan


berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus,
perdarahan

untuk

sementara

waktu

dapat

dipengaruhi

dengan hormon steroid. Dapat diberikan:


a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah
meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan
secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau
benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg.
Keberatan

terapi

ini

ialah

bahwa

setelah

suntikan

dihentikan, perdarahan timbul lagi.


b. Progesteron : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian
besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga
pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen
terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksiprogesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat
diberikan per os sehri norethindrone 15 mg atau asetas
medroksi-progesterone

(Provera)

10

mg,

yang

dapat

diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa


pubertas.
Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang
paling baik ialah dilatasi dan kuretase. Tindakan ini penting,
baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini
banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada

penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, dan


lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit
itu harus ditangani.
Apabila

setelah

dilakukan

kuretase

perdarahan

disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan terapi hormonal.


Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian
besar

perdarahan

disfungsional

disebabkan

oleh

hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna apabila


produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan
dengan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan
progesteron

dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk

keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini


dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus untuk 21
hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk

7 hari, mulai

hari ke-21 siklus haid.


Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap
perdarahan disfungsional yang berulang. Terapi per os
umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat
diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi
androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan
sependek mungkin.
Terapi

dengan

menimbulkan

klomifen,

ovulasi

pada

yang

bertujuan

perdarahan

untuk

anovulatoar,

umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih


tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai
sebab.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan
perdarahan disfungsional terus-menerus (walaupun sudah
dilakukan

kuretase

beberapa

kali,

dan

mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

yang

sudah

Penanganan perdarahan uterus abnormal berdasarkan penyebab


A. Polip
Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :
o Reseksi secara histeroskopo
o Dilatasi dan kuretase
o Kuret hisap
o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
B. Adenomiosis
o Diagnosa adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau
MRI
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog GnRH +
addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada
pasien yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm)
o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan

Bagan
1.
Adenomiosis

Penanganan

C. Leiomioma uteri
o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan

o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila


pasien menginginkan kehamilan
Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm
Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1
Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan dilakukan bila respon
pengobatan tidak cocok
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan
untuk mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia
o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan
embolisasi arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan.

Bagan
2.
Leiomioma uteri

Penanganan

D. Malignancy and hyperplasia


o Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan
penilaian histopatologi

o Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan


o Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D&K dilanjutkan
dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6
bulan
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histrektomi
merupakan pilihan
o Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histopatologi pada
akhir bulan ke 6 pengobatan
o Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histrektomi

Bagan 3. Penanganan Malignancy and


hyperplasia

E. Coagulopathy
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik
yang berkaitan dengan AUB.
o Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
o Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil
estrogen-progestin dan LNG-IUS pada kasus ini meberikan hasil yang
sama bila dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi

o Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam trneksamat atau PKK dapat


diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur
pasien
o Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit
von willebrand

Bagan
4.
Coagulopathy

Penanganan

F. Ovulatory dysfunction
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah
yang bervariasi
o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada
keadaan

oligomenorea

bila

dijumpai

hiperprolaktinemia

yang

disebabkan oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi


o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan
pengambilan sampel endometrium
o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium
lakukan penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak
o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur
tatalaksana infertilitas

o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi


hormonal dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap
PKK
o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A)
o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai
3x siklus
o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan
o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan
atau di stop sesuai keinginan pasien
o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau progestin
dosis tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti
atau dosis maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek
samping sepert sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan
USG TV atau SIS untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip
endometrium atau mioma uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk
menyingkirkan

keganasan

endometrium.

Bila

pengobatan

medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi


mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan ablasi
endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada
uterus dengan ukuran < 10 minggu.

G. Endometrial
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
haid yang teratur
o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan untuk
menilai kavum uteri

o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak


lanjutkan ke point 4
o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka
o
o
o
o

pilihan lini pertama dalam tatalaksana menoragia


Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi
Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7
Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan
pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja,

selanjutnya pada hari pertama siklus menstruasi


o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat
diberikan preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari
tanpa obat. Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan
penggunaan LNG-IUS
o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma
submukosum segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan
histeroskopi
o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10
mm, lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia
o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi
dengan progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi
o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal
atau terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif
maka dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya
o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat
dilakukan ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih
ingin mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk
mencatat siklus haidnya dengan baik dan memantau kadar HB

Bagan
5.
Endometrial

Penanganan

H. Iatrogenik
- Penanganan karena efek samping PKK
o Penanganan efek sampaing AUB-E disesuaikan dengan algoritma
AUB-E
o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3
bulan pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan
penggunaan PKK dilanjutkan dengan mencatat siklus haid

o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap


selama > 3 bulan lanjutkan ke point 5
o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila
positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan
pasien

minum

PKK

secara

teratur. Pertimbangkan

untuk

menaikkan dosis estrogen jika usia pasien lebih dari 35 tahun


dilakukan biopsi endometrium
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau
histeroskopi untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan
PKK, lanjutkan ke point 5
o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9
o Singkirkan kehamilan
o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang
sama

Bagan 6. Penanganan Iatrogenik (Perdarahan karena efek


samping PKK)

Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin


o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point 2
o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4

o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6
o Biopsi endometrium
o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke 7.
Jika tidak lanjutkan ke 9
o Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
Ganti kontrasepsi dengan PKK ( jika tidak ada kontraindikasi)
Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke point 9
o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7 hari)
yang dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali.
Pertimbangkan pemilihan metoda kontrasepsi lain

Bagan 7. Penanganan Iatrogenik (Perdarahan karena efek samping


kontrasepsi progestin)

Perdarahan karena efek samping AKDR


o Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjukan ke point 2

o Berikan doksisiklin 2x100mg sehari selama 10 hari karena perdarahan


pada penggunaan AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika ridak
ada perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR
o Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan
pertama lanjutkan ke point 4. Jika tidak lanjutkan ke point 5
o Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika
setelah 6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati
lanjutkan ke point 5
o Berikan PKK untuk 1 siklus
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila
usia pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium

Bagan 8. Penanganan Iatrogenik (Perdarahan karena efek


samping penggunaan AKDR)

DAFTAR PUSTAKA

Baziad, Ali; Hestiantoro,Andon; Wiweko,Budi. Panduan Tatalaksana Perdarahan


Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta.2011
Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive
Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier
2003 : pp 587-599
Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John
Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, 2nd Edition , 2002 : p.42
Karkata Kornia Made, et al, Perdarahan Uterus Disfungsional, dalam: Pedoman
Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : p 68 71
Malcom G munor, Geffen David. 2011. Abnormal uterine Bleeding. Diunduh dari
http://cambridgemedicine.wordpress.com/2011/02/15/907/, 10 November
2015.
Malcom G Munro, Hilary O.D. Critchley, Michael S Broder, Ian S Fraser. 2011.
FIGO Classification System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal
Uterine Bleeding in Nongravid Women of Reproductive Age. Diunduh
dari
http://gineteca.com/app/download/5784622793/FIGO+classification+syst
em+(PALM-COEIN)+for+causes+of+abnormal+uterine+bleeding.pdf.
10 November 2015.
Oriel KA, Schrager S. Abnormal Uterine Bleeding. American Academy Family
Physician. 1999. http://www.aafp.org/afp/1999/1001/p1371.html Diakses tanggal 10 November 2015.
Perdarahan
Uterus
Abnormal.
2012.
Diunduh
http://perdarahanuterusabnormal.com/article/manifestasi-klinis/.
November 2015.

dari
10

Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.


Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric &
Gynecologic Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles:Lange
Medical Books/McGraw-Hill; 2003 : p 623-630
Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro
GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 : p 223228

Anda mungkin juga menyukai