BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Janin atau bayi yang baru lahir dengan berat badan secara nyata berada di
atas atau di bawah nilai normal akan menghadapi peningkatan resiko untuk
meninggal ataupun gangguan jasmaniah maupun intelegensi di kemudian hari. Dua
mekanisme yang berperan terhadap resiko ini adalah usia gestasional dan
pertumbuhan janin yang tidak sesuai atau terganggu.
Pada neonatus dengan berat badan lahir rendah mungkin berhubungan
dengan usia kehamilan yang pendek atau janin gagal dalam mempertahankan laju
pertumbuhan yang normal. Sedangkan pada neonatus yang besar dan berat badan
lahir berlebih bisa disebabkan oleh usia gestasional memanjang atau janin yang
memiliki kecepatan pertumbuhan yang melampaui keadaan normalnya.
Pada kehamilan harus diketahui mengenai batas usia gestasi janin. Hal ini
penting, terutama apabila kehamilan tersebut mengalami komplikasi. Sayangnya
dengan berbagai alasan, usia gestasional tidak diketahui atau yang lebih parah lagi
adalah kesalahan dalam menentukan usia gestasional.
Kehamilan pada umumnya berlangsung sekitar 40 minggu atau lebih
tepatnya 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah
usia kehamilan antara 37 sampai 42 minggu dan ini merupakan periode dimana
terjadi persalinan normal. Kehamilan di luar periode tersebut di atas dapat
digolongkan ke dalam kelainan dalam lamanya kehamilan.
Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu sejak awal
periode haid yang diikuti ovulasi 2 minggu kemudian disebut sebagai postterm atau
kehamilan lewat waktu. Perhitungan masa kehamilan ini biasanya menggunakan
rumus Naegele tetapi haruslah memperhatikan siklus haid yang berbeda-beda pada
setiap orang.
2
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 7%, namun hal ini bervariasi
pada tempat yang berbeda. Perbedaan yang lebar disebabkan perbedaan dalam
menentukan usia kehamilan karena seorang wanita lupa akan tanggal haid terakhir
atau tidak pernah memperhatikan/menghitung siklus haidnya. Oleh karena itu perlu
diingat bahwa para ibu sebanyak 10% lupa akan tanggal haid terakhir disamping
sukar menentukan secara tepat saat ovulasi karena siklus haid yang tdak teratur.
Selain pengaruh faktor di atas masih ada faktor siklus haid dan kesalahan
perhitungan. Boyce mengatakan dapat terjadi kehamilan lewat waktu yang tidak
diketahui akibat masa proliferasi yang pendek.
Perhitungan usia kehamilan dengan menggunakan pengukuran fundus uteri
serial dapat membantu menentukan usia kehamilan dengan cukup baik. Kini
dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat
terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6-11 minggu sehingga
penyimpangan hanya 1 minggu. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat
waktu ialah meningkatnya resiko mortalitas dan morbiditas perinatal.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu dapat menjadi 3 kali
dibandingkan kehamilan aterm. Di samping itu ada pula komplikasi yang lebih
sering menyertai seperti letak defleksi, posisi oksiput posterior persisten, distosia
bahu dan perdarahan postpartum turut mengancam kesejahteraan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEHAMILAN POSTTERM
Terminologi post term, prolonged, postdates, dan post matur seringkali
digunakan bersama-sama untuk mengartikan kehamilan yang melewati batas waktu
yang normal. Terminologi post matur seharusnya digunakan untuk menjelaskan bayi
baru lahir dengan penampakan klinis yang menunjukkan kehamilan lewat waktu
yang patologis. Sedangkan terminologi postdates, atau lewat tanggal, sebaiknya
tidak digunakan lagi. Oleh karena itu, post term atau prolonged atau lewat waktu,
adalah terminologi yang paling tepat untuk masa kehamilan yang memanjang
melewati batas waktu yang normal.
1,2
4
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan
rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991). 2
Gambar di bawah ini menyatakan bahwa 8% dari 4 juta bayi yang dilahirkan
di Amerika Serikat sepanjang tahun 1997, diperkirakan dilahirkan pada usia gestasi
42 minggu sedangkan yang dilahirkan preterm (usia gestasi 36 minggu) hanya
sebesar 11%.2 Sedangkan kepustakaan lainnya menyatakan bahwa perbedaan yang
lebar juga disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam menentukan usia
kehamilan. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid terakhirnya sehingga terjadi
kesukaran dalam menentukan secara tepat saat ovulasi. 1,4,6
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI), insidens kehamilan
lewat waktu sangat bervariasi antara lain :8
Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 14 %, 43 minggu lengkap 2 7
%.
Insidens kehamilan post-term
pendidikan masyarakat,
frekuensi
mortalitas dan
dengan distosia akibat makrosomia. Sekitar 10-25% janin yang lahir lewat waktu
memiliki berat badan lebih dari 4000 gram dan 1,5% janin dengan berat badan
sekitar 4500 gram. Insidens distosia bahu pada kehamilan lewat waktu adalah
sebesar 2%. Resiko mengalami distosia akibat makrosomia adalah 3 kali lipat dan
peningkatan insiden distosia bahu sebesar 2 kali lipat pada kehamilan lewat waktu
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan bayi pada kehamilan 40 minggu.
2,9
5
Penyebab kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Akan tetapi, terdapat beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan post
maturitas, yaitu; faktor herediter, hormonal, kesalahan penentuan HPHT, kurangnya
stimulus pada serviks dan siklus haid yang tidak teratur. Dan angka kejadian
kehamilan lewat waktu lebih tinggi pada wanita yang mempunyai riwayat
kehamilan lewat waktu pada kehamilan sebelumnya. 1,2,3
Beberapa teori diajukan, yang pada umumnya menyatakan bahwa terjadinya
KLB sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori
diajukan antara lain :
1. Pengaruh progesterone : Penurunan hormon progesterone dalam kehamilan
dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu
proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya KLB adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori oksitosin : Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada KLB memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalian dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
penyebab KLB.
3. Teori Kortisol/ACTH janin : Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi
tanda untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tibatiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta,
sehingga produksi progesterone berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada
cacad bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan tak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi
dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Syaraf uterus : Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih
tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya KLB.
5
6
5. Heriditer. Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
KLB, mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa
bilamana seorang ibu mengalami KLB saat melahirkan anak perempuan maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami KLB.
Postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu sehingga diduga
mempunyai hubungan dengan faktor herediter. Suatu penelitian menyatakan bahwa
terjadi peningkatan resiko kehamilan lewat waktu pada wanita yang juga dilahirkan
melalui kehamilan postterm1,2,3
Faktor hormonal juga turut memegang peranan dalam terjadinya kehamilan
lewat waktu. Hormon-hormon yang turut berperan dalam persalinan normal adalah
progesterone, oksitosin, esterogen dan prostaglandin. 2
Penurunan kadar progesterone pada kehamilan cukup bulan akan
menyebabkan peningkatan kepekaan uterus terhadap oksitosin.
Produksi prostaglandin memiliki peranan yang paling penting dalam
menimbulkan kontraksi uterus.
Kadar esterogen yang rendah ditemukkan pada kehamilan postterm.
Hormon esterogen mempunyai hubungan erat dalam pembentukan
prostaglandin E2 dan prostaglandin E2 yang berperan dalam stimulasi
penipisan servix dan kontraksi ritmik uterus.
Gangguan dalam produksi maupun metabolisme hormone-hormon tersebut di
atas dapat menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan pematangan serviks
sehingga ikut berperan dalam terjadinya kehamilan lewat waktu. 2
Kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir merupakan penyebab
yang paling sering ditemukan. Bahkan dapat terjadi kesalahan perhitungan siklus
haid yang disebabkan akibat penggunaan kontrasepsi hormonal. 1
Penyebab lainnya adalah kurangnya stimulus pada serviks akibat kelainan
letak janin, misalnya pada letak sungsang. Pada letak sunsang tidak terjadi penekan
pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser yang terletak di belakang
serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan. 1,2,3
6
7
Penyebab lain yang turut berperan dalam terjadinya kehamilan lewat waktu
adalah ovulasi yang tidak teratur atau fase folikuler yang memanjang/memendek.
Ovulasi atau fertilisasi diduga terjadi pada 2 minggu sebelum hari haid pertama
siklus berikutnya karena setiap fase sekresi selalu tetap, yaitu 14 hari setelah
terjadi ovulasi, akan tetapi fase folikuler berbeda-beda pada individu yang berbeda.
Fase folikuler yang memanjang ataupun memendek akan mengakibatkan perkiraan
yang melewati masa gestasi yang sebenarnya. 2
Pemanjangan masa kehamilan sering ditemukan berkaitan dengan janin
ansefalik dan mungkin berkaitan dengan kurangnya faktor penginisiasi-persalinan
janin dari adrenal janin, yang hipoplastik pada janin ansefalik. Pemanjangan masa
persalinan juga mungkin disebabkan oleh defisiensi plasenta dan kehamilan
ekstrauterin, meskipun hal ini jarang ditemukan. 4
D. PATOFISIOLOGI
Seperti dijelaskan sebelumnya penyebab dari postmaturitas yang pasti belum
diketahui, diduga faktor yang berperan adalah faktor hormonal, dimana pada
kehamilan post term terjadi penurunan progesteron, peningkatan oksitosin dan
penurunan
reseptor
oksitosin
dan
gap
junction
serta
terjadinya
produksi
1,2,7
Pada kehamilan post term terjadi perubahan pada volume cairan amnion,
plasenta, fungsi ventrikular janin dan perubahan pada janin itu sendiri.
1. Volume Cairan Amnion
Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah cairan amnion sampai kehamilan
24 minggu dan kostan sampai kehamilan 37 minggu, sekitar 1000mL. Setelah
kehamilan 40 minggu terjadi penurunan cairan amnion sekitar 33% setiap
minggunya.4
Penurunan volume cairan amnion, penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan produksi urin janin terjadi pada kehamilan diatas 42 minggu. Hal ini
mengakibatkan
terjadinya
oligohidramnion.
Veille
dkk
(1993),
melakukan
pemeriksaan pada 50 wanita hamil dengan usia gestasi 40 minggu atau lebih.
7
8
Dengan menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan
bahwa aliran darah ginjal berkurang pada kehamilan lewat waktu. 1,2,3,4
.
Selain itu Leveno dan rekan-rekan (1984) melaporkan bahwa gawat janin
pada kehamilan lewat waktu merupakan konsekuensi dari kompresi tali pusat.
Terjepitnya tali pusat dapat menyebabkan stimulasi vagus yang menimbulkan
peningkatan peristaltik janin dan menyebabkan keluarnya mekonium. Selain itu
pengeluaran mekonium bisa disebabkan juga karena hipoksia janin, pada keadaan
tersebut menyebabkan terjadinya relaksasi otot sfingter ani. Dengan keluarnya
mekonium
di
dalam
uterus
dengan
keadaan
oligohidramnion
maka
akan
2. Plasenta
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian menurun setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan penurunan estriol
dan plasenta laktogen. Pada kehamilan lewat waktu terdapat penuaan plasenta
sehingga terjadi penurunan fungsi plasenta yang berakibat pasokan makanan dan
oksigen menurun. Sirkulasi utero-plasenta akan berkurang sampai dengan 50%
menjadi 250 ml/mnt. Hal ini juga disebabkan oleh adanya insufisiensi arteri spiralis.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin
dengan resiko 3 kali.1,2
Jayazeri dkk (1988) melakukan penelitian terhadap kadar eritropoetin plasma
tali pusat, pada 124 neonatus yang dilahirkan dari usia gestasi 37 43 minggu.
Mereka ingin menilai apakah oksigenisasi janin terganggu akibat penuaan plasenta
pada kehamilan lewat waktu. Disimpulkan bahwa terdapat penurunan oksigen janin
pada sejumlah kehamilan lewat waktu.
9
Pada kehamilan post term didapatkan kalsifikasi pada plasenta serta deposit
kalsium yang dapat mengganggu peredaran darah uteroplasenta. Gangguan pada
peredaran darah tersebut dapat memperburuk kondisi janin.
Selain itu plasenta pada kehamilan post term menunjukkan penurunan
diameter dan panjang vili korealis, terdapat fibrinoid dan nekrosis, akselerasi
atherosklerosis dari pembuluh darah desidua dan korion. Perubahan ini terjadi
secara simultan dengan atau diawali munculnya infark hemoragis. Infark terdapat
pada 10-25% plasenta pada kehamilan aterm dan 60-80% plasenta pada kehamilan
post term, dan umumnya terdapat pada tepi plasenta. Deposisi kalsium pada
plasenta postterm mencapai 10 gr/100gr dari berat jaringan kering, sedangkan
hanya 2-3 gr/100gr dari berat jaringan kering pada plasenta aterm. 5 Kalsifikasi pada
plasenta serta deposisi kalsium tersebut dapat mengganggu peredaran darah
uteroplasenta. Gangguan pada peredaran darah tersebut dapat memperburuk
kondisi janin.
2,4,6
perfusi
oligohidramnion.
ke
ginjal
berkurang,
yang
juga
akan
mengarah
ke
2,6
4. Perubahan Janin
Lingkungan intrauteri menjadi tidak optimal sehingga pertumbuhan janin
lebih lanjut akan terhenti dan janin postterm mengalami retardasi pertumbuhan.
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Pada saat lahir, bayi
telah kehilangan berat yang cukup banyak akibat hilangnya lemak subkutan dan
masa otot. Gambarannya dapat berupa kulit keriput, mengelupas lebarlebar,
badan kurus, sigap dan kuku yang biasanya cukup panjang. 2
Sehingga pada 5 10% janin pada kehamilan lewat waktu akan
mengalamai
pertumbuhan
yang
terhambat.
Hal
ini
disebabkan
terjadinya
10
darah uteroplasenta menurun. Pada saat lahir terlihat lapisan lemak subkutan
berkurang atau menghilang sehingga neonatus terlihat kurus. Tetapi sekitar hampir
40% janin terus tumbuh sehingga berat lahirnya lebih dari 4000 gram. Janin
makrosomia akan meningkatkan resiko pada saat persalinan. Pada usia kehamilan
38 40 minggu insiden janin makrosomia adalah 10% dan pada usia kehamilan 43
minggu adalah 43%.2
E. RESIKO
Resiko pada ibu terjadi berhubungan dengan ukuran badan bayi yang lebih
besar dan termasuk kesulitan dalam persalinan. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan trauma perineum (termasuk vagina, labia dan rektum) dan angka
sectio caesaria yang berhubungan dengan perdarahan dan infeksi. 5
A. Resiko bagi ibu1,3,5
Resiko resiko bagi ibu meliputi :
1. Ruptur serviks
2. Trauma yang disebabkan oleh makrosomia janin
3. SC pada gawat janin, kegagalan kemajuan persalinan atau CPD yang
disebabkan makrosomia. Terdapat juga peningkatan resiko kelahiran
dengan sectio caesarea yang disertai sequelae-nya, seperti komplikasi
intraoperatif, perdarahan karena atonia uteri, endometritis dan infeksi
pada luka operasi. Resiko kelahiran dengan sectio caesarea meningkat 2
kali lipat setelah 42 minggu usia gestasi.
4. Peningkatan perdarahan post partum yang disebabkan oleh janin yang
besar atau penggunaan oksitosin yang lama pada waktu induksi
persalinan
B. Resiko bagi janin
Abnormalitas pertumbuhan janin1,2,3
1.
a)
Makrosomia
Bayi postterm dapat terus bertambah beratya di dalam uterus dan
dengan demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat
lahir, hal ini terjadi pada 3 dari 7 atau lebih sering pada postterm
daripada kehamilan aterm. Kenyataan bahwa janin terus bertumbuh
10
11
merupakan indikasi tidak terganggunya fungsi plasenta dengan
implikasi bahwa janin seharusnya mampu menenggang samua
beban persalinan normal tanpa ada masalah.
b)
2.
1,2
Adanya
fetal
distress
karena
hipoksia
kehamilan post
janin
menyebabkan
12
4. Fetal Distress. Adanya keadaan ini terlihat dari pola denyut jantung saat
dilakukan pemeriksaan kardiotokografi dimana didapatkan deselerasi
lambat atau variabilitas yang menurun atau menghilang. Hal tersebut
dapat terjadi karena kompresi tali pusat akibat adanya oligohidramnion
dan insufisiensi plasenta
Resiko terberat yang dapat terjadi pada anak adalah kematian. Angka
kematian janin akibat kehamilan lewat waktu ialah 30% sebelum persalinan, 55%
dalam persalinan, dan 15% post natal.
F. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan lewat waktu, diperlukan ketelitian
dalam mengambil data. Sebagian besar diagnosis kehamilan lewat waktu sudah
dapat ditegakkan melalui anamnesis. Masalah timbul apabila pasien lupa HPHTnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diagnosis kehamilan lewat waktu masih dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1,3,4,5
1.
Anamnesis
Berdasarkan hari pertama haid terakhir dapat ditentukan taksiran partusnya
dengan menggunakan rumus Naegele apabila siklus haidnya 28 hari. Pada
kehamilan lewat waktu, usia kehamilan sudah lewat 2 minggu atau lebih dari
taksiran partusnya. Siklus menstruasi harus ditanyakan apakah teratur atau tidak.
Untuk mengatahui keteraturan tersebut, pemeriksa dapat menanyakan minimal
riwayat 3 sikus terakhirnya. Selain itu harus dipastikan tidak menggunakan
kontrasepsi terutama kontrasepsi hormonal dalam 3 bulan terakhir, sebab
kontrasepsi hormonal dapat menghambat ovulasi atau terjadinya haid. 1,3.Meskipun
demikian kadang kala hari pertama haid terakhir (HPHT) tidak dapat dipakai
sebagai data yang dapat diandalkan karena :
12
13
Melalui anamnesis dapat ditemukan keluhan berkurangnya gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif kurang dari 27 kali/20 menit
(normal rata-rata 10 kali/20 menit).1,3,4
Pemeriksaan fisik1,2
2.
Lingkar perut
Normal lingkar perut pada tingkat umbilikus adalah meningkat selama usia
kehamilan tersebut aterm. Pada kehamilan lewat waktu lingkar perut dapat
berkurang karena jumlah air ketuban yang berkurang.
Palpasi obstetrik
Pengalaman sangat diperlukan untuk memperkirakan maturitas dengan cara
palpasi. Pengukuran tinggi fundus uteri serial dengan sentimeter akan
memberikan informasi mengenai usia gestasi yang lebih tepat. Pada palpasi
akan lebih mudah teraba bagian bagian janin karena biasanya air ketuban
sudah berkurang. Selain itu gerakan janin menjadi lebih jarang. 1
Pemeriksaan dalam
Kematangan servik biasanya menunjukkan kematangan janin. Bila diraba
tulang tengkorak yang keras melalui servik biasanya menunjukkan suatu
maturitas, namun hal ini memiliki nilai diagnostik yang kecil.
3.
Pemeriksaan penunjang
Dalam
penetalaksanaan
kehamilan
lewat
waktu,
umumnya
sekarang
14
USG
Ukuran diameter biparietal, gerakan janin, dan jumlah air ketuban. Ukuran
diameter biparietal pada janin dengan kehamilan lewat waktu dapat lebih
besar dari normal yang menunjukan adanya makrosomia, akan tetapi pada
beberapa kasus justeru terjadi retardasi pertumbuhan yang diakibatkan oleh
insufisiensi utero-plasenta sehingga ukuran tubuh janin lebih kecil daripada
normal. Dengan menentukan nilai biofisik maka keadaan janin dapat
ditentukan dengan baik. Spesifitas dan sensitifitas pemeriksaan dengan cara
ini
bervariasi
tergantung
dari
keahlian
dan
rumus
yang
digunakan.
ketuban
diambil
dengan
amniosentesis
baik
transvaginam
dan
transabdominam. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel sel kulit yang
dilepaskan janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air
ketuban yang diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel-sel yang
mengandung lemak akan berwarna jingga. Nilai sensitifitas dan spesifitas
pemeriksaan dengan cara ini cukup tinggi
Aminoskopi
Melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut warnanya karena dikeruhi
mekonium. Kemungkinan besar pada kehamilan lewat waktu air ketuban
akan kental dan bercampur dengan mekonium.
4,9,11
Kardiotokografi
Mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufisiensi plasenta.
Tes ini mempunyai spesifitas 93,3% dan sensitifitasnya 66,7% dengan nilai
positif predictive value sebesar 53,5% untuk memperkirakan keadaan janin
yang akan lahir dengan apgar score < 5. Pemeriksaan dengan CTG juga
14
15
turut meningkatkan angka section caesaria karena nilai positif palsu yang
tinggi mencapai 50%. 1,2
PERMASALAHAN KEHAMILAN LEWAT BULAN
1. Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada KLB dan
meningkatnya resiko pada janin. Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah :
Penimbunan kalsium: Pada KLB terjadi peningkatan penimbunan kalsium, hal ini
dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intra uterine yang
dapat meningkat sampai 24 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat
sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta, namun beberapa vili mungkin
mengalami degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi
Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang,
keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport dari plasenta.
Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili dan infark vili.
Perubahan biokimia : adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta
dan kadar DNA di bawah normal sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport
kalsium tak terganggu, aliran natriun, kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan
bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin
biasanya
mengalami
gangguan
sehingga
dapat
mengakibatkan
gangguan
15
16
a. Berat janin: Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta maka
terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur
kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak
adanya penurunan sesudah 42 minggu . Namun seringkali pula plasenta masih
dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan
bertambahan umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin
lebih dari 3600 gram sebesar 44,5% pada KLB sedangkan pada kehamilan genap
bulan (KGB) sebesar 30,6 %. Vorherr menyatakan risiko persalinan bayi dengan
berat lebih dari 4000 gram pada KLB meningkat 2 4 kali lebih besar dari KGB.
b. Sindroma postmaturitas: dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukan
beberapa tanda seperti : gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput
seperti kertas ( hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang
tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit
terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala
banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus KLB menunjukkan tanda postmaturitas
tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12 20 % neonatus dengan
tanda postmaturitas pada KLB. Tergantung derajat insufisiensi plasenta yang terjadi
tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
Stadium I :
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas
Stadium II :
ditambah pewarnaan mekoneum pada kulit
Stadium III :
disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
c. Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya
16
17
yang kental
Hipoksia janin
dilakukan
terminasi
kehamilan.
Terdapat
penigkatan
angka
morbiditas
dan
17
18
mortalitas pada kehamilan diatas 42 minggu, sehingga tidak bijaksana untuk
membiarkan kehamilan melewati 42 minggu.2
Hal yang perlu penting diperhatikan adalah monitoring janin sebaik-baiiknya
dengan melakukan pemeriksaan serial yang ditunjukkan untuk menemukan
keadaan yang mengancam jiwa janin, sementara menantikan awal persalinan yang
spontan. Dengan timbulnya tanda-tanda gawat janin yang nyata atau dicurigai,
maka dapat dilakukan induksi persalinan ataupun pembedahan sesarea menurut
indikasi
obstetriknya.
Apabila
tidak
ada
tanda-tanda
insufisiensi
plasenta,
kita
akan
melakukan
induksi
persalinan
atau
dengan
penanganan
19
Induksi persalinan tampaknya merupakan sikap yang tepat untuk menangani
kehamilan post term, dengan metode standar, amniotomi dengan atau tanpa
pemberian oksitosin. Cara ini tidak selalu mudah apalagi bila dihadapkan dengan
serviks yang belum matang.2,4,13,15
Selain itu Cara terminasi ditentukan oleh tingkat kesejahteraan janin.
Penilaian kesejahteraan janin tersebut dilakukan dengan penilaian Fungsi Dinamik
Janin Plasenta.
Reaktifitas DJJ
<2
Akselerasi Stimulasi
<2
Rasio SDAU
<3
Gerak Nafas
2 episode
< 2 episode
10 cm
< 10cm
20
Dalam menentukan kesejahteraan janin kita harus menentukan berapa sering
pemeriksaan tersebut dilakukan atau kapan dimulainya pemeriksaan tersebut.
Semua tindakan sangat tergantung pada keadaan masing-masing pasien. Dokter
harus menentukan protokol pemeriksaan untuk pasien tergantung pada penilaian
resiko dan usia gestasi. Pada kehamilan lewat waktu pemeriksaan antepartum
dilakukan mulai usia kehamilan 41 minggu. Secara umum pemeriksaan tersebut
diulang 1 minggu sekali, namun beberapa peneliti menunjukkan hasil yang lebih
baik jika pemeriksaan dilakukan 2 kali seminggu dengan non stress test sebagai
modalitas utama. Apabila didapatkan nilai FDJP 5 maka cara persalinan dipilih
pervaginam kecuali jika didapat faktor-faktor lain yang tidak memungkinkan
persalinan tersebut. Jika nilai FDJP < 5 maka persalinan dilakukan dengan Seksio
Caesarea secepatnya karena kondisi janin yang telah memburuk. 1,2
Urin janin memberikan kontribusi pada volume cairan amnion. Dengan
berkurangnya fungsi plasenta maka perfusi menjadi lebih selektif ke organ otak dan
jantung serta mengurangi perfusi ke sistem organ lain termasuk ginjal. Hal tersebut
menyebakan
berkurangnya
produksi
urin
janin
dan
akhirnya
terjadinya
oligohidramnion. Oleh karena itu penurunan volume cairan amnion dapat digunakan
untuk memantau keadaan janin pada kehamilan lewat waktu. Apabila didapatkan
indeks cairan amnion < 5 maka kemungkinan terjadinya hal yang membahayakan
bagi janin saat ante dan intrapartum sangat besar. Pada kehamilan lewat waktu
sebaiknya penilaian cairan amnion dilakukan 2 kali seminggu.
Tindakan operasi seksio sesaria dapat dipertimbangkan pada: insufisiensi
plasenta dengan keadaan serviks belum matang, terdapat tanda gawat janin, pada
primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsia, hipertensi
menahun, CPD, infertilitas dan kesalahan letak janin. Dapat juga dengan
menggunakan system scoring fungsi dinamik janin plasenta untuk mengambil
keputusan tindakan persalinan.3,6
Gawat janin relatif cukup banyak dan terutama terjadi pada persalinan,
sehingga memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi. Sebaiknya seksio
sesaria dilakukan bila terdapat: 2,3
Deselerasi lambat berulang
20
21
Variabiliatas abnormal (<5 dpm)
Pewarnaan mekoniium
Gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit)
Kelainan obstetric
kelainan posisi
sangat merugikan bayi, janin post matur kadang-kadang besar, dan kemungkinan
disproporsi sefalopelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan.
1,2
2,9
Penanganan Intrapartum
Pada pasien yang mengalami kehamilan lewat waktu maka persalinan harus
dilakukan di RS. Dilakukan pengawasan ketat atas denyut jantung janin dan
kontraksi uterus sehingga gangguan pada janin dapat diketahui secepat mungkin.
Amniotomi dapat sebagai sarana diagnosis dini kemungkinan terjadinya aspirasi
mekonium sehubungan ditemukannya mekonium yang kental dan hijau, sehingga
dapat dilakukan antisipasi. Mekonium berhubungan dengan aspirasi peripartum,
akibat aspirasi saat persalinan.
Pada kehamilan ini juga harus diperhatikan pertumbuhan janin yang berlebih,
ditandai dengan berat badan janin yang besar, yang dapat menimbulkan trauma
saat persalinan. Jika perkiraan berat janin 4000-4500 gram maka persalinan
sebaiknya dilakukan pervaginam.1,2,4
GAWAT JANIN
21
22
DEFINISI
Yang dimaksud gawat janin adalah keadaan hipoksia janin
Patofisiologi
1. Dahulu diperkirakan bahwa janin mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena ia
hidup dalam lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik. Tetapi pemikiran itu tidak benar
karena bila tidak ada tekanan (stress), janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan dalam
kenyataan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa. Meskipun
tekanan oksigen parsial (pO2) rendah, penyaluran oksigen pada jaringan tetap memadai.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan
kecepatan arus darah lebih besar dari pada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen
melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relative baik.
Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, CO2 dan air diekskresi melalui
plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervilli yang
berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat
penurunan pH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin
harus mengolah glukosa menjadi energy melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan
menimbulkan asidosis janin asam organik yang menambah asidosis metabolik. Pada umumnya
asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus darah tali pusat.
3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia,
karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan
vital (otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan
22
23
jaringan perifer. Bradikardia merupakan suatu mekanisme perlindungan agar jantung bekerja
lebih efisien sebagai akibat hipoksia. Yang akan dibahas disini adalah diagnosis gawat janin
dalam persalinan yang dapat diketahui dengan teknik pengawasan atau pemantauan elektronik
jantung janin dan teknik pemeriksaan darah janin (PDJ).
Gawat Janin Iatrogenik
Gawat janin iatrogenic ialah gawat janin yang timbul akibat tindakan medis atau kelalaian
penolong. Resko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin
iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
Kejadian berikut dapat menimbulkan gawat janin iatrogenik
1. Posisi tidur ibu. Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada aorta dan vena kava
sehingga timbul hipotensi. Oksigenasi dapat diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi
miring ke kiri atau semilateral.
2. Infus oksitosin. Bila kontraksi uterus menjadi hipertonus atau sangat kerap, maka relaksasi
uterus terganggu, yang berarti penyaliran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut
sebagai hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti
kontraksi fisiologi.
3. Anestesi epidural. Blokade sistem simpatik dapat berakibat penurunan arus darah vena, curah
jantung dan penyaluran darah uterus. Obat anestesi lokal dapat menimbulkan kelainan pada
denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi lambat.
Diperkirakan obat-obat tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot-otot jantung janin dan
vasokonstriksi arteri uterina. Obat-obat yang banyak mempengaruhi hal tersebut ialah
23
24
janin
(bradikardia).
Respon
janin
pertama
kali
terhadap
hipoksia
adalah bradikardi sehingga akan terjadi penghematan penggunaan konsumsi oksigen. Selain
bradikardi, akan terjadi pengalihan pasokan darah dari organ yang kurang penting (usus dan
ginjal) sampai organ yang penting (otak dan jantung). Dengan demikian maka hipoksia akan
menyebabkan iskemia usus dan ginjal serta perdarahan intraventrikuler di otak. Hipoksia berat
akan menyebabkan penurunan curah jantung sehingga terjadi iskemia miokardium dan serebral.
Hipoksia juga menyebabkan terjadinya metabolisme anerobik sehingga menyebabkan asidosis
(penurunan pH darah janin).
PENANGANAN
RESUSITASI INTRAUTERUS
1. Meskipun gawat janin memerlukan tindakan segera untuk melahirkan bayi, tetapi seringkali
cukup waktu untuk bertindak memberikan terapi untuk menolong bayi yang dalam keadaan
gawat tersebut agar terhindar dari pengaruh yang lebih buruk. Tindakan tersebut ialah resusitasi
24
25
intrauterus yang telah dilaporkan mempunyai dampak yang positif, sebagaimana tampak dalam
tabel.3
Tabel.3 terapi resusitasi intauterus
a. meningkatkan arus darah uterus dengan cara :
i) hindarkan tidur terlentang
ii) kurangi kontraksi uterus
iii) pemberian infus
b. Tingkatkan arus darah tali pusat dengan : mengubah posisi tidur miring ke kiri
c. Tingkatkan pemberian oksigen
Bila pasien dalam infus oksitosin, maka upaya pertama kali ialah menghentikan
pemberian infus tersebut dan dilanjutkan dengan pemberian obat tokolisis. Pasien ditidurkan
miring kiri dan diberi oksigen 4-6 liter/menit.
2. Kontraksi yang terlalu kuat atau sering akan memperburuk sirkulasi uteroplasenta. Dengan
menghilangkan kontraksi diharapkan sirkulasi menjadi lebih baik. Dengan pemberian oksigen
telah dibuktikan meningkatkan tekanan oksigen parsial janin, meskipun hanya sedikit.
3. Bila pasien akan dilakukan seksio sesaria maka menjelang operasi pasien tetap dalam posisi
miring. Tindakan cunam atau vakum dapat dilakukan bila terdapat syarat untuk melakukan
tindakan tersebut.
Tindakan definitif
25
26
1. Tindakan definitif pada gawat janin dapat dilakukan secara pervaginam atau seksio sesaria,
tergantung kepada syarat pada saat itu. Bila akan dilakukan ekstraksi cunam, maka ada
keuntungan dalam hal waktu yang lebih singkat. Masih diragukan akan manfaat ekstraksi cunam
tinggi, terutama pada janin yang sudah mengalami asidosis. Meskipun demikian ada pula penulis
yang menemukan hasil yang tidak berbeda dalam hal kelainan neurologik dan mortalitas bayi
dibandingkan dengan yang dilahirkan dengan seksio sesaria. Tindakan seksio sesarea yang
dilakukan pada kasus yang sudah dipastikan mengalami asidosis, harus dapat terlakssana dalam
waktu singkat, bila mungkin dalam 10 menit. Bila tidak dilakukan intervensi, maka
dikhawatirkan terjadi kerusakan neurologik akibat keadaan asidosis yang progresif.
2. Kecepatan dan ketepatan tindakan memerlukan pengembangan sistem yang meliputi
organisasi, menejemen, kemampuan medis dan sarana. Dalam menangani gawat janin maka tim
perinatal perlu dipersiapkan terutama dalam menghadapi kemungkinan resusitasi bayi dan
perawatan intensif
3. Setiap kamar bersalin yang lengkap harus memiliki instrument bedah, inkubator, meja
resusitasi (dengan pemanas radiasi) dan laboratorium. Bila bayi lahir, segera dilakukan
pengisapan jalan napas agar lebih bersih dan dilakukan penilaian apgar untuk menentukan
klasifikasi asfiksia (tabel4). Hal ini dilakukan dalam 1 menit pertama
Tabel 4. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi
Nilai apgar
Denyut
jantung
respirasi/menit
I. normal
7-10
120
Bayi sehat
26
27
4-8
80-120;napas irregular
Asfiksia livida
0-3
Asfiksia palida
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Pasien
Nama
: Ny.G
: Medan/ 25/November/1984
Usia
: 32 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Alamat
: Tunawisma
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: IRT
Status
: Menikah
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien wanita 32 tahun hamil datang ke RSUD Budhi Asih rujukan dari
Puskesmas kec Cakung karena kaki dan tangan tidak bisa digerakkan.
27
28
Riwayat penyakit sekarang : Pasien baru datang ke RSUD Budhi Asih rujukan dari Puskesmas
kec Cakung Pasien merupakan orang terlantar yang ditemukan oleh petugas puskesmas dirujuk
ke RSUD Budhi Asih karena karena kaki dan tangan tidak bisa digerakkan kehamilan lewat
waktu dan hipokalemia
Mules-mules di sangkal. Keluar air-air disangkal. Keluar lendir dan darah di sangkal.
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 1 Februari 2015 sesuai kehamilan 42-43 minggu. Keluar
air-air (-). Mules (-). Darah-lendir (-). Gerak janin(+). Fluor (-). Pasien pernah memeriksakan
kehamilannya 1 kali di puskesmas. USG (-).
RIWAYAT HAID
Menarche : 12 tahun, siklus: 28 hari, banyaknya : 2-3 pembalut, tidak nyeri
RIWAYAT PERKAWINAN
Kawin : 1 kali, usia perkawinann I : tidak ingat, status masih kawin
RIWAYAT KEHAMILAN: kehamilan ini yang keempat
Anak I lahir normal 2003 laki-laki 3500gram
Anak II lahir normal 2005 laki-laki 3000gram
Anak III keguguran 2012
RIWAYAT KONTRASEPSI : (-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : HT (-), DM(-), Asma(-), Hepatitis(-)
RIWAYAT OPERASI : (-)
28
29
Status Generalis
Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Suhu
: 36,5 oC
RR
: 20 x/mnt
Kepala
Mata
: CA -/-, SI -/-
THT
Leher
Cor
Pulmo
Mammae
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia
30
Bloody Show ( - )
B. Status Ginekologis
1. Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
: TFU 33 cm
Leopold I
tidak melenting.
Leopold II :Kanan : teraba bagian-bagian kecil janin.
Kiri: teraba bagian keras seperti
Leopold III
papan.
: negatif
: 109-112 dpm
Pemeriksaan dalam
Vaginal toucher : portio tebal lunak tidak ada, ket(+), kepala HI-II
II.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin : 10,3gr/dl
Hematokrit: 32 %
Leukosit: 10.000 ul/ml
Trombosit : 324.000 ul/ml
30
31
dengan postterm dan hipokalemia elektrolit darah 2,2 mmol/L. Pasien mengeluh
tidak bisa menggerakkan kedua tungkai sejak kemarin. Kedua kaki bengkak. Gerak
janin (+). Riwayat USG tidak ada, Selama hamil periksa kehamilan hanya 1 kali.
Mules-mules di sangkal. Keluar air-air disangkal. Keluar lendir dan darah di sangkal.
Pemeriksaan Fisik :
Status generalis
: Ku/kes
: baik/cm
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Suhu
: 36,5 oC
RR
: 20 x/mnt
His
Auskultasi
: negatif
: 109-112 dpm
31
32
Pemeriksaan dalam
Vaginal toucher : portio tebal lunak tidak ada, ket(+), kepala HI-II
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :
1.USG tidak dilakukan
2.Laboratorium tgl 25 november 2015
Hemoglobin : 10,3gr/dl*
Hematokrit: 32 %*
Leukosit: 10.000 ul/ml
Trombosit : 324.000 ul/ml
Eritosit : 3,8 juta/ml
Elektrolit:Na darah : 1142 mmol/L
K darah : 2,2 mmol/L *
Cl darah : 106 mmol/L
Anti HIV Non Reaktif
HbsAg Kualitatif Non reaktif
hipokalemia
Janin
VII. PROGNOSIS
Ibu
Janin
: Dubia
: Dubia
32
33
DAFTAR MASALAH :
hipokalemia
PENATALAKSANAAN:
Rdx/Observasi tanda vital, his, djj
Cek DPL, UL, GDS, BT, CT, PT, LDH, Cr, Alb, , CTG
23.19 Konsul dr. Elba
-naikkan ke VK
-jika kepala sudah masuk PAP induksi
-koreksi kalium
34
35
36
37
Paru : SN vesicular +/+, Rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : NT (-), BU (+) lemah
Ekstremitas : akral hangat
Status Obstetrikus
TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
ASI -/Lokia positif
A: P3A1 post SC nifas hari I atas indikasi gawat janin+gagal induksi+hipokalemia
P : Rdx/ Obs tanda vital, kontraksi dan perdarahan
RTh/
amoxicillin 3x500mg
metronidazole 3x500mg
asam mefenamat 3x500mg
28/11/15
S : Demam (-), batuk(-),Sakit kepala(-),sesak (-), BAK(+), BAB (-)
O :KU baik
Kes Compos mentis
37
38
39
40
RTh/
amoxicillin 3x500mg
metronidazole 3x500mg
asam mefenamat 3x500mg
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pasien 32 tahun di diagnosis sebagai G4P3A1 hamil 42-43 minggu dengan
gawat janin Suspek hipoksia janin, kehamilan postterm, hipokalemia. Yang pertama
akan dibahas menegenai kehamilan postterm dimana pada pasien ini didapatkan
usia kehamilan 42-43 minggu yang dapat dikatakan bahwa pasien melewati usia
40
41
kehamilan yg seharusnya. Berdasarkan standar internasional yang dikeluarkan oleh
the American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) , pada tahun
1997, definisi kehamilan post term atau prolonged atau lewat waktu adalah suatu
kehamilan dengan umur kehamilan
dihitung dari hari pertama haid terakhir, pada siklus menstruasi 28 hari. Definisi ini
berasumsi bahwa onset siklus menstruasi akan diikuti ovulasi 2 minggu kemudian.
Kehamilan lewat waktu adalah suatu kehamilan dengan umur kehamilan melewati
42 minggu atau 294 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir, pada siklus
menstruasi 28 hari. Penentuan usia kehamilan merupakan hal yang penting untuk
mencegah terjadinya intervensi yang tidak diperlukan jika ternyata belum lewat
waktunya. Pemeriksaan usia kehamilan dengan USG pada trimester I sangat akurat
dan dapat digunakan jika ibu tidak ingat hari haid terakhirnya atau siklus yang tidak
teratur.1,3,4
Penyebab kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Akan tetapi, terdapat beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan post
maturitas, yaitu; faktor herediter, hormonal, kesalahan penentuan HPHT, kurangnya
stimulus pada serviks dan siklus haid yang tidak teratur. Dan angka kejadian
kehamilan lewat waktu lebih tinggi pada wanita yang mempunyai riwayat
kehamilan lewat waktu pada kehamilan sebelumnya. 1,2,3
PERMASALAHAN KEHAMILAN LEWAT BULAN
1. Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada KLB dan
meningkatnya resiko pada janin. Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah :
Penimbunan kalsium: Pada KLB terjadi peningkatan penimbunan kalsium, hal ini
dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intra uterine yang
dapat meningkat sampai 24 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat
sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta, namun beberapa vili mungkin
mengalami degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi
Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang,
keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport dari plasenta.
41
42
Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili dan infark vili.
Perubahan biokimia : adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta
dan kadar DNA di bawah normal sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport
kalsium tak terganggu, aliran natriun, kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan
bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin
biasanya
mengalami
gangguan
sehingga
dapat
mengakibatkan
gangguan
43
tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12 20 % neonatus dengan
tanda postmaturitas pada KLB.
c. Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya
yang kental
Hipoksia janin
44
kehamilan 42 minggu yang dihitung dari HPHT dan TFU
2.
Menilai fungsi plasenta yang menurun, maka kita harus waspada terhadap
adanya tanda-tanda insufisiensi plasenta dan atau tanpa hipoksia janin
melalui pemeriksaan CTG.
3.
waktu adalah kehamilan 42 minggu atau lebih dari 294 hari sejak hari
pertama haid terakhir yang diikuti dengan ovulasi pada dua minggu setelahnya.
Pasien ini telah hamil 42 minggu sehingga diagnosis kehamilan lewat waktu
sesuai, namun diagnosa kehamilan lewat waktu juga dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan fisik bayi jika terdapat tanda-tanda post maturitas.
Hipokalemia
(< 3 mEq/L)
etiologi
1. Pergeseran ion K+ ke dlm sel
Ex: alkalosis, terapi insulin, B12, paralisis, periodik tirotoksikosis,
bronkodilator, kafein
2. Kehilangan ion K+
Ex: ekskresi ginjal (diuretik, amfoterisin B, penisilin, cisplatin),
muntah, diare, keringat berlebih,
3. Asupan kalium kurang
Ex: anoreksia & alkoholisme
Sign & Symptoms
1. Anamnesis & PF: kelumpuhan
sementara, lelah, nyeri otot,
restless leg, TD , aritmia
jantung, poliuria, polidipsia,
alkalosis metabolik
2. PP: K+ serum < 3 mEq/L, EKG:
gelombang T datar, depresi
segmen ST, long QT, gelombang
U (bila berat)
44
45
Tata Laksana
1. Pemberian pengganti kalium dgn rumus:
(dalam mEq/L)
( 3,52,2 ) x 50
3
500 cc
BAB V
45
46
PENUTUP
A. KESIMPULAN
KESIMPULAN KASUS
B. SARAN
Dengan
perkembangan
penyebab
pasti
ilmu
kehamilan
pengetahuan
lewat
waktu
yang
dapat
pesat,
diharapkan
ditemukan
untuk
kepentingan penatalaksanaan.
46
47
SARAN KASUS
waktu
sehingga
dapat
mengantisipasi
kemungkinan-
menginjak
usia
41
minggu
harus
dilakukan
untuk
47
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2007
2. Hanretty, K. Obstetric Illustrated. 6th ed. Syndney: Elsevier, 2003
3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Williams Obstetrics. Edisi ke 21. New York: Mc Graw Hill
2001.h.1517-28
4. www.gawat janin.Bambang Widjonarko. PENDIDIKAN KLINIK OBSTETRI
GINEKOLOGI.htm
48