Anda di halaman 1dari 8

Nama :Ratnanita

Kelas :1 B
Fakultas :Ilmu Kesahatan Masyarakat
Mata Kuliah :Agama Islam

Bab 1
Fungsi dan Peranan Manusia Dimuka
Bumi
Dari sekian banyaknya makhluk ciptaan Allah, hanya ada satu golongan
makhluk ciptaan yang sempurna. Yang mempunyai akal pikiran, akhlak dan pengetahuan,
bahkan lebih mulia dibanding makhluk ciptaan Allah yang lain. Tidak lain dan tidak bukan,
yaitu manusia.
Allah berfirman dalam QS. Al-Isra:70 yang artinya.
Dan sungguh Kami telah muliakan keturunan Adam, dan Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan dan Kami beri rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka
dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kesempurnaan tersebut Allah menjadikan
manusia sebagai khalifah di muka bumi. Pengertian khalifah disini adalah penguasa atau
pengganti Allah yang mengatur segala sesuatu yang terkandung di bumi. Agar bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia.
Dalam QS. Al-Baqarah:30 Allah berkata,
Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepaada malaikat, Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi. Mereka berkata,Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan
menumpahkan darah padanya, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan
mensucikan Engkau? Rabb berfirman, Sesungguhnya aku lebih mengetahui yang tidak
kamu ketahui.

Dengan demikian, Allah telah memilih manusia untuk dijadikan khalifah di


muka bumi. Walaupun manusia itu dikenal sebagai perusak yang akan selalu menumpahkan
darah di muka bumi, Dibanding malaikat yang selalu memuji, bertasbih, kepada Allah Sang
Pencipta. Semua ini hanya Allah lah yang tahu, kehendak Allah tak terbatas, meliputi langit,
bumi dan seluruh alam semesta. Selain itu Allah hanya meridhoi bahwa kehalifahan itu
dipegang oleh hamba-Nya yang shalih, yang dapat mengemban tugasnya dengan baik.

1. Memakmurkan Bumi (al'imarah)


Berupa pembangunan materi, dengan memanfaatkan kekayaan alam yang telah
disediakan Allah di muka bumi tercinta ini dengan arahan dan syariat yang lurus, yaitu
berdasarkan Al-Quran (hikmah) dan As-Sunah (hadist). Khalifah pun berupaya untuk
menjadikan umatnya atau manusia pada zamannya yang bermoral dan memiliki peradaban
yang baik.

2. Memelihara Bumi (arri'ayah


Khalifah dalam menjalankan tugasnya harus memilki tujuan yaitu dengan menciptakan
akidah dan akhlakulkarimah. Selain menciptakan juga agar selalu terpeliharanya akidah dan
akhlakulkarimah tersebut. Menjaga bumi dari kerusakan atau kehancuran alam, baik itu yang
disebabkan alam sendiri maupun oleh tangan-tangan jahil para manusia.

3. Perlindungan
Khalifah memiliki fungsi untuk melindungi bumi dan seisinya, yang terkandung atas lima
pokok kehidupan yaitu, agama (aqidah), jiwa manusia,harta kekayaan,akal pikiran, dan
keturunan (kehormatan). Tugas yang ketiga ini sangat berat diembannya, dan apabila dapat
dilaksanakan, jika seorang khalifah tersebut dapat menunjukkan suatu kebenaran sebagai
kebenaran dan dapat menegakkan di tengah-tengah kehidupan umat manusia. Serta dapat
menunjukkan kepada umat manusia, bahwa kebatilan adalah kebatilan dan dapat mengajak
seluruh umat manusia untuk menumbangkannya bersama demi mencapai tujuan bersama
yang diharapkan.

Ada 3 hal yang menjadi tujuan penciptaan manusia sebagai kahlifah di muka bumi, di
antaranya:

1. Manusia diciptakan untuk beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla.


Hal ini terdapat dalam QS. Adz-Dzariyat(51):56, artinya, Dan Aku (Allah)
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.
Berarti, semua kehidupan yang dilakukan oleh manusia itu, dalam rangka peribadahannya
kepada Sang Pencipta, dan juga ketaatannya yang dapat membimbingnya ke surganya Allah.
Karena itulah, jika kita dalam setiap melakukan aktivitas selalu merujuk pada konsepnya.

2. Manusia diciptakan untuk mempersembahkan amal-amal terbaik dalam


rangka ketaatan kepada Allah.
Inilah proses penghambaan kepada Allah swt. Seorang hamba dituntut untuk
memberi yang terbaik kepada Sang Khalik. Dalam QS Al Mulk, 67:2, Allah berfirman,
(Dialah Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa yang
lebih baik amalny, Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Jadi, manusia sepatutnya memiliki amal yang sholeh dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

3. Manusia diciptakan menjadi khalifah di muka bumi.


Amanah ini diberikan hanya kepada manusia, kekhalifahan ini adalah suatu
amanah yang berat. Menjadi khalifah manusia berkedudukan sebagai wakil Allah, yang
bertugas mengatur atau pun mengelola alam raya sebaik mungkin. Sesuai keinginan Allah
yang memberikan amanah kepada setiap manusia serta yang diwakili.
dari penjelasan-penjelasan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa manusia dituntut untuk
mengembangkan potensi yang ada. Menjalankan fungsi dan tujuan yang diberikan dengan
baik. Dan hal itu merupakan amanah yang tidak bisa dikatakan mudah untuk dijalaninya.
Mengajak kepada setiap umat tertuju pada satu dzat, yaitu Allah swt, yang senantiasa
memberikan perlindungan-Nya kepada setiap hamba yang selalu patuh pada perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan berpedoman pada Al Quran dan As Sunah, serta
menegakkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

FUNGSI MANUSIA SEBAGAI


KHALIFAH DI MUKA BUMI
ALLAH SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari setiap
elemen alam ini. Mata hari punya fungsi, bumi punya fungsi, udara punya fungsi, begitulah
seterusnya; bintang-bintang, awan, api, air, tumbuh-tumbuhan dan seterusnya hingga
makhluk yang paling kecil masing-masing memiliki fungsi dalam kehidupan. Pertanyaan kita
adalah apa sebenarnya fungsi manusia dalam pentas kehidupan ini? Apakah sama fungsinya
dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan? atau mempunyai fungsi yang lebih istimewa ?
Bagi seorang atheis, manusia tak lebih dari fenomena alam seperti makhluk yang lain. Oleh
karena itu, manusia menurut mereka hadir di muka bumi secara alamiah dan akan hilang
secara alamiah. Apa yang dialami manusia, seperti peperangan dan bencana alam yang
menyebabkan banyak orang mati, adalah tak lebih sebagai peristiwa alam yang tidak perlu
diambil pelajaran atau dihubungkan dengan kejahatan dan dosa, karena dibalik kehidupan ini
tidak ada apa-apa, tidak ada Tuhan yang mengatur, tidak ada sorga atau neraka, seluruh
kehidupan adalah peristiwa alam.
Bagi orang atheis fungsi manusia tak berbeda dengan fungsi hewan atau tumbuhtumbuhan, yaitu sebagai bagian dari alam.
Bagi orang yang menganut faham sekuler, manusia adalah pemilik alam yang boleh
mengunakannya sesuai dengan keperluan. Manusia berhak mengatur tata kehidupan di dunia
ini sesuai dengan apa yang dipandang perlu, dipandang baik dan masuk akal karena manusia
memiliki akal yang bisa mengatur diri sendiri dan memutuskan apa yang dipandang perlu.
Mungkin dunia dan manusia diciptakan oleh Tuhan, tetapi kehidupan dunia adalah urusan
manusia, yang tidak perlu dicampuri oleh agama. Agama adalah urusan individu setiap orang
yang tidak perlu dicampuri oleh orang lain apa lagi oleh negara.
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah
(`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi. Sebagai hamba Allah,
manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya hanya
menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya.
Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha
Besar maka manusia sebagai wakil-Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas
yang sangat besar.Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta
untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Tuhan untuk
manusia. Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat
Tuhan, menegakkan kebenaran, membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan
diberi otoritas untuk menghukum mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi
sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendisendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia dilengkapi Tuhan dengan
kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang
kesemuanya sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat
dan mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah
dibanding binatang.

BAB II
Islam Nusantara menurut pandangan
Quran dan Assunnah
Istilah Islam Nusantara akhir-akhir ini mengundang banyak perdebatan sejumlah pakar ilmuilmu keislaman. Sebagian menerima dan sebagian menolak. Alasan penolakan mungkin
adalah karena istilah itu tidak sejalan dengan dengan keyakinan bahwa Islam itu satu dan
merujuk pada yang satu (sama) yaitu Al-Quran dan As-Sunah.Kadang suatu perdebatan
terjadi tidak karena perbedaan pandangan semata, tetapi lebih karena apa yang dipandang itu
berbeda. Tulisan singkat ini mungkin menjadi jawaban bagi mereka yang menolak

1. Islam menurut pandangan al Quran


Islam Nusantara menurut apa yang saya pahami dan saya maksudkan dengan istilah
tersebut.Seperti jamak diketahui, Al-Quran sebagai sumber utama Agama Islam memuat tiga
ajaran. Pertama, ajaran akidah, yaitu sejumlah ajaran yang berkaitan dengan apa yang wajib
diyakini oleh mukallaf menyangkut eksistensi Allah, malaikat, para utusan, kitab-kitab Allah,
dan hari pembalasan. Kedua, ajaran akhlak/tasawuf, yaitu ajaran yang berintikan takhalli dan
tahalli, yakni membersihkan jiwa dan hati dari sifat-sifat tercela dan menghiasinya dengan
sifat terpuji. Ketiga, ajaran syariat, yaitu aturan-aturan praktis (al-ahkam al-amaliyah) yang
mengatur perilaku dan tingkah laku mukallaf, mulai dari peribadatan, pernikahan, transaksi,
dan seterusnya.Yang pertama dan kedua sifatnya universal dan statis, tidak mengalami
perubahan di manapun dan kapanpun. Tentang keimanan kepada Allah dan hari akhir tidak
berbeda antara orang dahulu dan sekarang, antara orang-orang benua Amerika dengan benua
Asia. Demikian juga, bahwa keikhlasan dan kejujuran adalah prinsip yang harus
dipertahankan, tidak berbeda antara orang Indonesia dengan orang Nigeria. Penipuan selalu
buruk, di manapun dan kapanpun. Dalam segmen keyakinan dan tuntunan moral ini, Islam
tidak bisa di-embel-embeli dengan nama tempat, nama waktu, maupun nama
tokoh.Sementara yang ketiga, yaitu ajaran syariat, masih harus dipilah antara yang
tsawabith/qathiyyat dan ijtihadiyyat. Hukum-hukum qathiyyat seperti kewajiban shalat lima
kali sehari semalam, kewajiban puasa, keharaman berzina, tata cara ritual haji, belum dan
tidak akan mengalami perubahan (statis) walaupun waktu dan tempatnya berubah. Shalatnya
orang Eropa tidak berbeda dengan salatnya orang Afrika. Puasa, dari dahulu hingga Kiamat
dan di negeri manapun, dimulai semenjak Subuh dan berakhir saat kumandang azan Maghrib.

1. Menurut assunah
Penjelasan As-Sunah dalam hukum qathiyyat ini cukup rinci, detil, dan sempurna demi
menutup peluang kreasi akal. Akal pada umumnya tidak menjangkau alasan mengapa,
misalnya, berlari bolak-balik tujuh kali antara Shafa dan Marwa saat haji. Oleh karena itu
akal dituntut tunduk dan pasrah dalam hukum-hukum qathiyyat tersebut.
Sementara itu, hukum-hukum ijtihadiyyat bersifat dinamis, berpotensi untuk berubah seiring
dengan kemaslahatan yang mengisi ruang, waktu, dan kondisi tertentu. Hukum kasus tertentu
dahulu boleh jadi haram, tapi sekarang atau kelak bisa jadi boleh.
Para tabiin berpendapat bahwa boleh menetapkan harga (tasir), padahal Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya. Tentu saja mereka tidak menyalahi As-Sunah.
Perbedaan putusan itu karena kondisi pasar yang berubah, yaitu bahwa pada masa Nabi SAW
harga melambung naik karena kelangkaan barang dan meningkatnya permintaan, sedangkan
pada masa tabiin disebabkan keserakahan pedagang.
Dalam pengertian hukum yang terakhir ini kita sah dan wajar menambahkan pada Islam
kata deiksis, seperti Islam Nusantara, Islam Amerika, Islam Mesir, dan seterusnya. Makna
Islam Nusantara tak lain adalah pemahaman, pengamalan, dan penerapan Islam dalam
segmen fiqih muamalah sebagai hasil dialektika antara nash, syariat, dan urf, budaya, dan
realita di bumi Nusantara

BAB III
Perbedaan Islam Berkembang dan Islam
Nusantara
Islam berkemajuan "Kemajuan yang dimaksudkan adalah Islam yang mampu
beradaptasi, mengakomodasi serta menyesuaikan diri secara tegas dengan dinamika zaman,
kata Din dalam Pengajian Ramadhan 1436 H PP Muhammadiyah di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bulan juni lalu.
Merujuk kemanakah ide ini? sebatas pengetahuan saya, Islam Nusantara kabarnya
merujuk ke model dakwahnya para Wali atau yang populer dengan sebutan Walisongo.
Ditambah konsep pribumisasinya Abdurahman Wahid alias Gus dur. Adapun "Islam
Berkemajuan" versi Muhammadiyah, menurut Dr. Najib Burhani di koran Sindo edisi 3 Juli
2015 merupakan perpaduan dari pemikiran Muhammad Abduh dan KH. Ahmad Dahlan.
Dosen Tetap Fakultas Aagama Islam (FAI) Unmuh Yogyakarta, Muhsin hariyanto
dalam artikelnya di situs resmi Muhammadiyah menulis, KH Mas Mansur kabarnya pernah
memakai ide ini juga. kata beliau, bahwa untuk mencapai Islam yang berkemajuan, umat
Islam harus maju dalam semua bidang. Selain itu, Bapak Muhsin juga mempertanyakan
apakah gagasan "Islam yang Berkemajuan" yang pernah dipraktikkan oleh KH Ahmad
Dahlan dan juga KH Mas Mansur ini sudah benar-benar dipahami oleh warga
Muhammadiyah, utamanya para pemimpinnya?

Hingga artikel ini terbit, saya berpandangan jika "Islam Nusantara" ala NU dikritik
habis-habisan oleh kalangan Muslim modernis, entah kenapa ide yang diusung
Muhammadiyah belum ada yang berani mengkritisi. Tokoh-tokoh dari Hizbut Tahrir, Persis,
FPI dan lain-lain masih tidak bereaksi sebagaimana mereka bereaksi keras kepada ide yang
dimunculkan NU.
Bagaimana perbedaan antara dua ide tersebut? Jawabnya, Islam Nusantara coraknya
sinkretik. Sedangkan Islam berkemajuan coraknya mereformasi sesuatu yang dipandang
jumud. Islam Nusantara bersifat Jawa sentris dan itu belum tentu diterima oleh umat Islam di
luar pulau Jawa seperti Sumatera dan Aceh. Islam berkemajuan tidak terpaku pada batas
teritorial atau unsur kedaerahan seperti sebutan Islam Timur Tengah, Islam Eropa, Islam
Melayu, dan lain-lain.
Jadi, secara individu, muslim-muslim harus membekali dirinya dengan ilmu vermak
menvermak ini. Lebih-lebih secara stuktur. Peran dari struktur atau organisasi atau bahkan
negara pada tingkat yang paling tinggi adalah seperti gardu utama yang mentransfer arus
listrik semangat, fasilitas pendukung, dan kebijakan kepada individu-individu, yang berperan
seperti komponen sebuah sistem.
Islam Nusantara kemudian menawarkan keberislaman yang kaffah: tidak hanya
mengambil dalil-dalil Islam berdasarkan terjemahan DEPAG, atau main comothadis tanpa
tahu syarah dan seterusnya. Melainkan harus mengetahui alat-alat kelengkapan keberislaman
seperti Ushul Fiqh, Ulumul Quran, Ulumul Hadis, kitab-kitab Syarah, kitab-kitab Fiqih, dan
seterusnya. Sehingga seseorang tidak dengan seenaknya menghukumi orang sebagai kafir,
bidah, dan seterusnya hanya berdasarkan satu dua hadis yang dihafalnya.
Padahal apa yang terlihat belum tentu seperti yang terjadi. Satu hadis dengan makna
yang terlihat sangat clear, tetapi pada kenyataannya dia memiliki banyak hidden meaning:
harus melihat konteks atau asbabul wurud-nya, harus dilihat sanad dan matan-nya, dan seterusnya.
Ini semua memerlukan kedalaman ilmu.
Konsep Islam Nusantara, dengan demikian, memperkuat Individu muslim dan struktur atau
organisasi keislaman. Karena Individu muslim yang kuat adalah individu yang inklusif, egaliter,
humanis, dan berakhlak tinggi. Individu seperti ini sudah pasti terlahir dari kedalaman ilmu dan
kebijaksanaan.

Islam Berkemajuan

Berangkat dari term globalisasi, yang pengaruhnya semakin besar, mungkin term Islam
Berkemajuan yang diajukan oleh Muhammadiyah adalah kelanjutan dari term yang sama yang
digagas oleh pendirinya, KH. Ahmad Dahlan. Maka, maksud berkemajuan adalah Islam yang tidak
jumud atau mandeg.Persis seperti yang ditulis oleh Muhsin Hariyanto yang mengutip pernyataan
Sarlito Wirawan bahwa kondisi mental dan psikologi umat Islam Indonesia setelah zaman reformasi
tak kunjung berubah. Umat Islam seperti terkepung (under siege) oleh pelbagai isu
Maka, term Islam Berkemajuan menolak puritanisme atau liberalisme. Karena dua pandangan
ini sangat bertolak belakang dengan spirit Islam yang dikenalkan oleh Nabi SAW sebagai rahmatan lil
alamin. Ini seperti prinsip al-Syafii al-hukmu yataghayyaru bitaghayyuri al-azminah wa al-amaakin:
hukum Islam itu berubah mengikuti perubahan zaman bahkan lokus. Bahwa Islam itu tidak boleh
jumud, mandeg, galau, dan seterusnya. Karena jumud dan kemandegan adalah kontraditif dengan sifat
Islam rahmatan lil alamin.

Adagiumnya begini: umat Islam yang berteriak-teriak tentang idealisme Islam, malah orangorang non-Islam di belahan dunia yang melaksanakannya. Seperti kasus anti riba di Jepang. Jepang
yang bukan negara Islam sudah ber-Islam lebih dahulu daripada kita yang ngakunya Islam.
Maka, Islam berkemajuan seharusnya memperkuat kedalaman Islam individu-individunya
dengan membentuk sumberdaya manusia yang kompetitif dan religius. Setelah itu lalu menginstall
jiwa ekonomi yang berkeislaman. Alih-alih mengikuti kapitalisme dunia, Muhammadiyah akan
memengaruhi ekonomi dunia dengan visi Islamnya.
Anak-anak muda NU menawarkan apa yang oleh Anthony Giddens dikatakan sebagai
Strukturasi: memperkuat individu dan struktur. Sementara anak-anak muda Muhammadiyah
menawarkan beyond modernitas, yang untuk mencapainya diperlukan penciptaan sumberdaya
manusia yang mumpuni dan berkualitas, berjiwa ekonomi berkeislaman.Berbeda cara pandang: yang
satu menekankan penguatan individu dan struktur, yang lain menekankan penguatan individu dengan
jiwa ekonomi Islam yang tinggi. Namun, perbedaan cara pandang ini bertemu pada satu alur, yaitu
penguatan keberislaman dan kualitas sumber daya manusia.

Anda mungkin juga menyukai