Anda di halaman 1dari 26

Bias, Confounding

and Fallacies in
Epidemiology

Jenis error (kesalahan) dalam


epidemiologi:
1. Differential/systematic error (kesalahan sistematik)
kesalahan yang dilakukan peneliti dan/atau
subjek
bj k penelitian,
liti disengaja
di
j atau
t tidak,
tid k yang
menyebabkan distorsi penaksiran parameter
populasi sasaran.

2. Non-differential/random error (kesalahan acak)


kkesalahan
l h yang disebabkan
di b bk peran peluang,
l
yang
mengakibatkan ketidak tepatan penaksiran
parameter p
p
populasi
p
sasaran.
(c/ ukuran sampel tidak besar, ketidak ajegan
dalam pengukuran variabel, kesalahan manusiawi)

What is Bias?

Bias:
kesalahan sistematik pada studi epidemiologi
yang menyebabkan distorsi estimasi
hubungan antara paparan dan
hasil/outcome.
Distorsi

Memperbesar
Memperkecil
Meniadakan

Hubungan
paparan-outcome
yang sebenarnya

Tipe Bias
1. Selection bias (bias seleksi); sampel tidak
representatif
2. Information/misclassification bias (bias
informasi); kesalahan dalam pengukuran
paparan
3. Confounding bias (bias kerancuan);
distorsi/penyimpangan hubungan antara
paparan-penyakit oleh faktor lain
(confounder/perancu)

1. Bias Seleksi
Kesalahan sistematis dalam pemilihan subjek
Contoh penyebab:
- Kelompok pembanding tidak berasal basis studi yang sama
- Kelompok pembanding tidak merepresentasikan populasi

Jenis:
J
i
1. Bias publisitas
2. Bias p
pekerja
j sehat
3. Bias diagnostik (Berksons bias)
4. Bias lost to follow-up
5. Bias
Bi prevalensi
l
i dan
d insidensi
i id
i (Neymans
(N
bias)
bi )

1. Bias publisitas

2. Bias pekerja
k
sehat
h

Sampel yang diambil dalam penelitian lebih sehat dari populasi sebenarnya.
Terjadi akibat dari penggunaan para pekerja sehat sebagai kelompok kasus dan
penggunaan populasi umum sebagai kelompok kontrol.

3 Bias diagnostik (Berkson bias)


3.

Contoh: Penelitian case


case-control
control dengan outcome: penyakit paru dan paparan: rokok.
Radiologis yang aware akan smoking status pasien akan lebih teliti mengamati
adanya abnormalitas pada gambaran x-ray pasien, tidak utk sebaliknya.

4.
4 Bias loss to follow
follow--up

Contoh: Studi kohort terhadap efektifitas CT untuk mengukur insiden kanker paru pada populasi
beresiko tinggi (perokok) dan bukan perokok.
perokok Setelah penelitian berlangsung sekian tahun,
tahun
kontrol subjek akan menurun motivasinya untuk terus terlibat. Sementara, perokok mungkin
menderita comorbid diseases, sehingga tidak lanjut berpartisipasi dalam studi.

4 Bias prevalensi dan insidensi (Neyman Bias)


4.

Contoh: Penelitian cross


cross-sectional
sectional pada pasien penyakit jantung di RS akan
melewatkan pasien yang meninggal karena penyakit jantung dalam perjalanan ke
RS, sehingga kesimpulan akan tingkat keparahan penyakit berkurang.

2. Bias Informasi
Kesalahan sistematis dalam :
mengamati,
ti memilih
ilih instrumen,
i t
mengukur,
k membuat
b t
klasifikasi,mencatat informasi, dan membuat
interpretasi
p
tentang paparan maupun penyakit, sehingga
mengakibatkan distorsi penaksiran pengaruh paparan
terhadap penyakit.
penyakit
Jenis:
1. Recall bias
2. Interviewer bias (Bias Pewawancara)
3. Follow-up bias
4. Efek Hawthone

1. Recall Bias
Pengetahuan akan status penyakit mempengaruhi penentuan
status paparan.
Contoh:
Controls have less potential for exposure than cases
Outcome = brain tumour; exposure = overhead high voltage
power lines
Cases
C
chosen
h
ffrom province
i
wide
id cancer registry
it
Controls chosen from rural areas
Systematic differences between cases and controls

2 Bias
2.
Bi Pewawancara
P
Bias p
pewawancara/Interviewer
/
bias terjadi
j jjika subjek
j
diwawancara (c/ dalam survey studi) atau pada medical
records yang diinterpretasi oleh investigator.
Cara untuk mengurangi bias pewawancara adalah investigator
yyangg mengumpulkan
g p
informasi berbeda dengan
g yyangg
melakukan interpretasi hasil test.

3 Bias Follow
3.
Follow--up
Follow-up
p bias dapat
p terjadi
j jjika subjek
j menjalani
j
langkah
g
yang berbeda setelah muncul dugaan status penyakit.
Contoh:
Screening studies (eg, mammography)
When patients with positive study test results undergo more
intensive follow-up.
On the other hand
hand, patients with negative results perhaps do
not undergo a specific reference test, or an imperfect
reference test is used, and are subject to this bias if not
f ll
followed
d up as dili
diligently
tl as patients
ti t with
ith positive
iti ttestt results.
lt

4. Efek Hawthorne
Terjadi bila ada perubahan psikologi pada subjek penelitian
karena menjadi partisipan penelitian, sehingga akan terjadi
perubahan perilaku pada subjek.
Untuk mengatasi efek ini, maka dibuat kelompok kontrol
sebagai pembanding.
pembanding

Mengontrol bias informasi


Blinding
prevents investigators and interviewers from knowing
case/control or
exposed/non-exposed status of a given participant
Form of survey
mail may impose less white coat tension than a phone or faceto face interview
to-face
Questionnaire
use multiple questions that ask same information
acts as a built in double-check
Accuracyy
multiple checks in medical records
gathering diagnosis data from multiple sources

Confoundingg (Kerancuan
(Kerancuan))
Distorsi dalam menaksir pengaruh paparan terhadap penyakit
akibat tercampurnya pengaruh sebuah atau beberapa
variabel luar

Confounder (Perancu):

Faktor ketiga
g y
yang
g berhubungan
g
dengan
g
paparan
p
p
dan
outcome, dan mempengaruhi sebagian/seluruh hubungan
antara keduanya
Confounder not a result of the exposure
e.g., association between childs birth rank (exposure) and Down
syndrome (outcome); mothers age a confounder?
e.g.,
e g association between mother
mothers
s age (exposure) and Down
syndrome (outcome); birth rank a confounder?

C f
Confounding
di
To be a confounding factor, two conditions must be met:

Exposure (E)

Outcome (D)

Third variable (F)


1. Be associated with exposure (mempunyai hubungan
dengan paparan)
- without being the consequence of exposure
2. Be associated with outcome (mempunyai hubungan
dengan penyakit)
- independently of exposure (not an intermediary)

C f
Confounding
di

Birth Order

Down Syndrome

Maternal Age
Maternal age (usia ibu) is correlated with birth order
(urutan kelahiran) and a risk factor even if birth order is
low

Confounding
C f
di ?

Maternal Age

Down Syndrome

Birth Order
Birth order is correlated with maternal age but not a risk
factor in younger mothers

C f
Confounding
di

Coffee

CHD

Smoking
Smoking is correlated with coffee drinking and a risk
factor even for those who do not drink coffee

Confounding
C f
di ?

Smoking

CHD

Coffee
Coffee drinking may be correlated with smoking but is
not a risk factor in non
non-smokers
smokers

Strategi pengendalian kerancuan:


1. Mencegah sebelum data dikumpulkan
Randomisasi, restriksi
2. Memperhitungkan pengaruhnya dalam
analisis data
analisis strata (stratified analysis), analisis
multivariat (multivariate analysis).

Contamination Factor
(Pengotor
Pengotor))
Kejadian dalam kelompok kontrol, di mana kelompok
tersebut menerima perlakuan selain yang sudah
ditentukan dalam penelitian
Contoh: inisiatif subjek sendiri mengkonsumsi obat bebas

Cointervention
(Kointervensi
Kointervensi))
Subjek menerima obat lain selain yang diberikan dalam
penelitian
Perbedaan antara faktor pengotor dengan kointervensi:
faktor pengotor hanya dialami oleh kelompok kontrol, sedangkan
kointervensi dapat terjadi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Anda mungkin juga menyukai