I.
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indra dari panca indra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata
mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf
mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit
sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri,
kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas,
kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga
dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,
tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan
sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria
3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di
bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai
jaringan mata : palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa retina, papil saraf optik, dan orbita.
Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata, perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan dan kehilangan mata, karenanya cara
penanganannya diklasifikasikan tiga macam yaitu :
1. Kasus gawat sangat.
2. Kasus gawat.
3. Kasus Semi gawat.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma ( trauma oculi ) bisa hanya berupa kelainan ringan
saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda
tajam / trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai
dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non
ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya
benda asing kedalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
1. Gawat Sangat
Adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan yang harus sudah diberikan dalam
waktu beberapa menit. Terlambat sebentar saja dapt mengakibatkan kebutaan.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk didalam kategori ini adalah :
a. Trauma kimia mata yang bersifat : asam.
Merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata
yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan PH < 7. Beberapa zat asam yang sering
mengenai mata adalah asam sulfat, asam acetat, hidroflorida dan asamklorida. Jika mata
terkena zat kimia bersifat asam maka akan terlihat iritsi berat yang sebenarnya kibat
akhirnya tidak berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya
koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata yaitu sebagai barrier yang
cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Koagulasi juga menyebabkan
kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa penyembuhan akan terjadi perlengketan
antara konjungtiva bubi dan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron. Penatalaksanaan
yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan menggunakan salin isotonic steril dan
memeriksa PH permukaan mata dengan meletakkan seberkas kertas indikator di forniks.
Ulangi irigasi apabila PH tidak terletak antara 7,3 7,7.
b. Trauma kimia mata yang bersifat : basa.
Trauma akibat bahan kimia basa akan menembus kornea, camera oculi anterior, dan
sampai retina dengan cepat sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan
terjadi penghancuran jaringan colagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Zat-zat basa atau alkali yang dapat
menyebabkan trauma pada mata antara lain : semen, soda kuat, amonia, NaOH, CaOH,
cairan pembersih dari rumah tangga.
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi :
Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea.
Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
Tindakan pembedahan.
3. Fase pemulihan dini ( early repair : hari ke 7 21 ). Tujuannya adalah membatasi penyulit
lanjut setelah fase 2. Yang menjadi masalah adalah : hambatan re-epitelisasi kornea,
gangguan fungsi kelopak mata, hilangnya sel Goblet, ulserasi stroma yang dapat menjadi
perforasi kornea.
4. Fase pemulihan akhir ( late repair : setelah hari ke 21 ). Tujuannya adalah rehabilitasi
fungsi penglihatan dengan prinsip :
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata ( kornea,lensa dan seterusnya ) untuk penglihatan.
b. Pembedahan.
Yang menjadi masalahnya adalah : disfungsi sel goblet, hambatan re-epitelisasi kornea,
ulserasi stroma ( gradasi III dan IV ), katarak.
3
Kesimpulan :
-
Trauma kimia basa merupakan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
camera okuli anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan.
Walaupun asam tidak berbahaya dibandingkan basa akan tetapi asam yang keras akan
memberikan kerusakan seperti kerusakan yang ditimbulkan basa atau alkali.
Tindakan yang harus dilakukan irigasi dengan garam fisiologis selama mungkin ( minimal
60 menit setelah taouma ).
Sikloplegik, anti biotik, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu
trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk hari ke 7.
Prognosa : tidak terlalu baik dan tergantung pada kerusakan yang terjadi
2. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan gawat adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan
penegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu atau
beberapa jam.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk didalam kategori ini adalah :
1. Laserasi kelopak mata
2. Konjungtivitis ganorhoe.
3. Erosi kornea.
4. Laserasikornea.
5. Benda asing didalam mata
6. Descemetokel.
7. Tukak kornea.
8. Hifema.
9. Skleritis ( peradangan pada sklera ).
10. Iridosiklitis akut.
11. Endoftalmitis.
12. Glaukoma kongestif.
13. Glaukoma sekunder.
14. Ablasi retina ( retinal detachment ).
15. Selulitis orbita.
16. Trauma tembus mata.
4
Keadaan kelopak mata, kornea, BMD pupil, lensa, fundus, gerakan bola mata, tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop, loupe, slit lamp, oftalmoskop.
Zalf mata.
Koagulantia.
Anti fibrotik supaya bekuan darah tidak terlalu cepat diserap, untuk memberi kesempatan kepada
pembuluh darah menyembuh, supaya tidak terjadi perdarahan sekunder. Pemberiannya tidak boleh
melewati 1 minggu, karena dapat mengganggu aliran humor akeous, menimbulkan glaukoma dan
imbibisi kornea. Dapat diberikan 4 kali 250 mg transamic acid / transamin.
b. Jika tekanan intra okuler menjadi normal, dimox tetap diberikan dan dinilai setiap hari.
Bila tekanan ini tetap normal dn darah masih trdapat sampai hari ke 5 9, lakukan parasentese.
Jadi parasentese dilakukan :
a. Jika tekan intra okulernya tidak turun dengan diamox.
b. Jika darah masih tetap terdapat didalam bilik mata depan, pada hari 5 -9
c. Benda Asing Dalam Mata
Benda asing yang masuk mata dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu
1.
benda logam contoh : emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi.
2.
bukan logam contoh : batu, kaca, porselin, karbon, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian
dan bulu mata.
Pemeriksaan oftalmoskop.
Pemeriksaan radiologi.
Slit lamp.
Sehingga trauma perforasi yang sangat kecil tanpa pemeriksa dengan alat-alat ini akan luput dari
pengamatan. Haruslah diingat bahwa pada setiap luka perforasi bagaimanapun kecilnya, kemungkinan
suatu benda asing didalam bola mata tidak dapat disingkirkan. Benda asing yang tidak sampai
7
menembus masuk bola mata, sudah langsung dapat dilihat. Bila pada konjungtiva bulbi, kornea, sklera
tidak tampak benda asing atau luka perforasi, selalu benda asing pada forniks atau konjungtiva
palpebra. Untuk hal ini haruslah kelopak mata dibuka dan dilipat keluar.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop
Bila tidak ada kekeruhan pada badan kaca dengan pemeriksaan oftalmoskop dapat dilihat benda asing
didalam badan kaca dan retina, juga dengan oftalmoskop dapat meramalkan prognosis fungsi
penglihatan.Misalnya : kekeruhan badan kaca, perdarahan retina atau ablatio retina, maka prognosis
penglihatan kurang baik.
Pemeriksaan radiologi
Pada setiap luka perforasi, selalu dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi ini
penring untuk mengetahui ada tidaknya suatu benda asing yang radiopaque serta letak benda asing
tersebut dalam mata. Pemeriksaan yang paling sederhana ro photo orbita dengan posisi Postero
Anterior ( PA ) dan lateral.
Bila benda asing non radiopaque diperlukan pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan
letaknya. Pemeriksaan yang lebih teliti tapi mahal adalah pemeriksaan CT-Scan Orbita dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, segmen posterior, retina,
retrobulbar, extraokuler atau extra orbital.
Akibat Benda Asing pada Mata :
Benda asing dapat mengakibatkan trouma
-
Erosi konjungtiva atau kornea. Benda asing yang masuk tidak sampai menembus bolamata tetapi
hanya tertinggal pada konjungtiva atau kornea.
Apabila trauma mengenai sebagian atau seluruh lapisan kornea dan sklera dan benda asing tertinggal
di lapisan tersebut dan tidak terjadi luka terbuka sehingga organ didalam bola mata tidak mengalami
kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus lapisan sklera, kornea serta jaringan lain
didalam bolamata serta menimbulkan perforasi akhirnya benda asing tersebut bersarang didalam
rongga orbita atau bahkan dapat mengenai tulang orbita.Dalam hal ini ditemukan suatu luka terbuka
dan biasanya terjadi prolaps iris, lensa ataupun badan kaca.
Reaksi Jaringan mata
Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut, apakah benda inert atau reaktif. Benda
inert tidak memberikan reaksi atau kalau ada hanya ringan saja. Benda reaktif memberikan reaksi
reaksi tertentu dalam jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda asing tersebut didalam mata. Benda
organik kurang dapat diterima oleh jaringan mata dibanding benda anorganik :
-
Siderosis : reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi keseluruh mata dengan konsentrasi
terbanyak pada jaringan yang mengandung epithel yaitu : epitel kornea, epitel pigmen iris, pigmen
kapsul lensa, epitel pigmen retina.
Gejala timbul 2 bulan sampai 2 tahun setelah trauma. Gejala klinik berupa gangguan penglihatan,
mula-mula berupa buta malam, penurunan tajam penglihatan, penyempitan lapang pandang pada
mata : tampak endapan karat besi pada kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil lebar reaksi
lambat, bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa dan iris berubah warna.
Kalkalosis :
Reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion tembaga didalam jaringan terutama jaringan yang
mengandung membran seperti membran descement kapsul anterior lensa, iris, badan kaca dan
permukaan retina.a
Memberikan reaksi purulen, gejala klinik timbul lebih dini dari sclerosis yaitu beberapa hari sesudah
trauma. Tembaga dalam badan kaca dapat menimbulkan ablatio retina.
Tindakan pengobatan
Benda asing pada permukaan mata
-
Benda lunak biasanya menempel saja pada permukaan mata sehingga untuk mengeluarkannya
cukup dengan kapas steril.
Benda yang keras biasanya mengakibatkan luka. Pengeluarannya dengan menggunakan jarum
suntik secara hati-hati untuk menghindari perforasi. Setelah benda asing dikeluarkan, mata dibilas
dulu dengan larutan garam fisiologis sampai bersih kemudian diberi tetes midriatik ringan berupa
skopolamin 0,25 % atau homatropin 2 % disusul dengan antibiotik lokal. Mata ditutup kasa sampai
tidak terdapat tanda-tanda erosi kornea.
Akibat yang dapat timbul waktu mengeluarkan benda asing tersebut apabila benda asing tersebut
inert maka haruslah dilihat apakah benda tersebut menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu
fungsi mata atau tidak. Bila tidak menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu, maka sebaiknya
dibiarkan saja dan perhatian ditunjukkan pada perawatan luka perforasi yang diakibatkannya. Bila
benda tersebut reaktif harus dikeluarkan.
Bila iris dan badan kaca prolaps, bagian yang prolaps dipotong. Jangan direposisi kembali kecuali
bila yakin tidak ada infeksi.
Bila benda asing dapat dilihat langsung, mungkin dapat dikeluarkan dengan pinset atau magnit
melalui luka perforasi, luka perforasi dijahit dengan benang yang halus.
Sebelum penderita dikirim ke pusat, mata ditutup kasa steril dan dop mata untuk mencegah isi
bolamata prolaps lebih banyak.
d. Glaukoma Akut
Differensial Diagnosis
Keluhan
Sekret
Pupil
Injeksi
Kornea
Tekanan
Bilik Depan
Iritis
Sakit, fotofobia
Mengalir
Miosis
Limbal
Presipitat keratik
Biasanya rendah
Flare dan sel-sel
Konjungtivitis
Seperti berpasir, gatal
Pus, mukosa, atau mengalir
Normal
Difus
Jernih
Normal
Normal
Glaukoma Akut
Sakit ( sering berat ), fotofobia
Mengalir
Setengah melebar
Difus & Limbal
Kornea berkabut
Tinggi
Dangkal
3. Semi Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan semi gawat adalah keadan atau kondisi pasien memerlukan
pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu.
Adapaun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk didalam kategori ini adalah :
10
Definisi Vitamin A :
-
Setiap tahun lebih dari 60.000 anak pra sekolah di Indonesia yang terancam menderita
kebutaan akibat kekurangan vitamin A.
Berkelompok
di pedesaan
penyakit G.E
-
XO : hemeralopia
X1
X2
: xerosis kornea
X3
: keratomalasia
X4
X3 sampai X4 : ireversibel
11
X1 A : xerosis conjungtiva
X2
: xerosis kornea
X3
X3 b : keratomalasia
difisiensi protein
Retardasi mental
Apatia
Kulit kering
Keratinisasi kornea
Kadar vitamin A dalam darah ( kadar < 20 mcg / 100 ml menunjukkan kekurangan intake ).
Pengobatan :
-
Vitamin A 50.000 i.u / KG BB tidak melebihi 300.000 i.u yang diberikan 100.000 i.u setiap
minggu.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
American Academy Of Opthalmology. 1982. Opthalmology Study Guide. Fourth Edition. SanFransisco.
Ilyas, Sidarta, 2011. Ilmu Penyakit Mata. edisi keempat cetakan kesatu. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta
Ilyas, Sidarta, 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
edisi kedua, CV Sagung Seto, Jakarta.
J. Kanski, Jack. 2009, Clinical Opthalmology A Synopsis. Edisi kedua. Butterworth Heinemann, USA.
James, B. Chris, C. Anthony, B. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta.
Leitman, Mark W. 1993. Panduan Diagnosis dan Pemeriksaan Mata. edisi ketiga. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Perkins ES, 1986. An Atlas Of Diseases Of The Eye. Third Edition. Edinburgh London Melbourne.
Vaughan, D.G. Asbury, T. 2008, Oftalmologi Umum., edisi ketujuh belas, Widya Medika,
Jakarta.
14
Dekan FK
Direktur RSUD Panembahan
Senopati Bantul
PD 3 FK
BAKORDIK
RS
Pendidikan
Dosen Klinik
Pembimbing Klinik
Tim Administratif
15
Komite Medis
Manajemen RSUD
Panembahan Senopati
Bantul
DAFTAR PUSTAKA
American Academy Of Opthalmology. 1982. Opthalmology Study Guide. Fourth Edition. SanFransisco.
Ilyas, Sidarta, 2011. Ilmu Penyakit Mata. edisi keempat cetakan kesatu. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta
Ilyas, Sidarta, 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
edisi kedua, CV Sagung Seto, Jakarta.
J. Kanski, Jack. 2009, Clinical Opthalmology A Synopsis. Edisi kedua. Butterworth Heinemann, USA.
James, B. Chris, C. Anthony, B. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta.
Leitman, Mark W. 1993. Panduan Diagnosis dan Pemeriksaan Mata. edisi ketiga. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Perkins ES, 1986. An Atlas Of Diseases Of The Eye. Third Edition. Edinburgh London Melbourne.
Vaughan, D.G. Asbury, T. 2008, Oftalmologi Umum., edisi ketujuh belas, Widya Medika,
Jakarta.
16