Anda di halaman 1dari 16

KEDARURATAN PADA MATA

I.

PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indra dari panca indra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata
mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat
trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf
mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit
sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri,
kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas,
kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga
dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin,
tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan
sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria
3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di
bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai
jaringan mata : palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa retina, papil saraf optik, dan orbita.
Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata, perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan dan kehilangan mata, karenanya cara
penanganannya diklasifikasikan tiga macam yaitu :
1. Kasus gawat sangat.
2. Kasus gawat.
3. Kasus Semi gawat.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma ( trauma oculi ) bisa hanya berupa kelainan ringan
saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda
tajam / trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai

dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non
ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya
benda asing kedalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata.
1. Gawat Sangat
Adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan yang harus sudah diberikan dalam
waktu beberapa menit. Terlambat sebentar saja dapt mengakibatkan kebutaan.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk didalam kategori ini adalah :
a. Trauma kimia mata yang bersifat : asam.
Merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata
yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan PH < 7. Beberapa zat asam yang sering
mengenai mata adalah asam sulfat, asam acetat, hidroflorida dan asamklorida. Jika mata
terkena zat kimia bersifat asam maka akan terlihat iritsi berat yang sebenarnya kibat
akhirnya tidak berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya
koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata yaitu sebagai barrier yang
cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Koagulasi juga menyebabkan
kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa penyembuhan akan terjadi perlengketan
antara konjungtiva bubi dan konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron. Penatalaksanaan
yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan menggunakan salin isotonic steril dan
memeriksa PH permukaan mata dengan meletakkan seberkas kertas indikator di forniks.
Ulangi irigasi apabila PH tidak terletak antara 7,3 7,7.
b. Trauma kimia mata yang bersifat : basa.
Trauma akibat bahan kimia basa akan menembus kornea, camera oculi anterior, dan
sampai retina dengan cepat sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan
terjadi penghancuran jaringan colagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan
terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Zat-zat basa atau alkali yang dapat
menyebabkan trauma pada mata antara lain : semen, soda kuat, amonia, NaOH, CaOH,
cairan pembersih dari rumah tangga.
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi :
Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea.
Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.

Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50 %.


Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya
neovaskularisasi kedalamkornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu
sembuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Tindakan
Tindakan yang dilakukan tergantung dari 4 fase peristiwa yaitu :
1. Fase kejadian ( Immediate ). Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi
penyebab sebersih mungkin, yaitu berupa : Irigasi bahan kimia meliputi : pembilasan yang
dilakukan segera, dengan anestasi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dengan larutan nontoxic ( NaCl 0,9 %, Ringer Lactat dsb )sampai pH air mata kembali normal ( dinilai dengan
kertas Lakmus ). Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis harus
dibuang ( pada anak-anak, jika perlu dalam pembiusan umum ). Bila diduga telah terjadi
penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan ( BMD ), dilakukan irigasi BMD dengan
larutan RL.
2. Fase Akut ( sampai hari ke 7 ) Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit
dengan prinsip sebagai berikut :
a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea.
b. Mengontrol tingkat peradangan :
-

Mencegah infiltasi sel-sel radang.

Mencegah pmbentukan enzim kolagenase.

c. Mencegah infeksi sekunder.


d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata.
e. Suplemen / anti-oksidan.
f.

Tindakan pembedahan.

3. Fase pemulihan dini ( early repair : hari ke 7 21 ). Tujuannya adalah membatasi penyulit
lanjut setelah fase 2. Yang menjadi masalah adalah : hambatan re-epitelisasi kornea,
gangguan fungsi kelopak mata, hilangnya sel Goblet, ulserasi stroma yang dapat menjadi
perforasi kornea.
4. Fase pemulihan akhir ( late repair : setelah hari ke 21 ). Tujuannya adalah rehabilitasi
fungsi penglihatan dengan prinsip :
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata ( kornea,lensa dan seterusnya ) untuk penglihatan.
b. Pembedahan.
Yang menjadi masalahnya adalah : disfungsi sel goblet, hambatan re-epitelisasi kornea,
ulserasi stroma ( gradasi III dan IV ), katarak.
3

Kesimpulan :
-

Trauma kimia basa merupakan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
camera okuli anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan.

Walaupun asam tidak berbahaya dibandingkan basa akan tetapi asam yang keras akan
memberikan kerusakan seperti kerusakan yang ditimbulkan basa atau alkali.

Tindakan yang harus dilakukan irigasi dengan garam fisiologis selama mungkin ( minimal
60 menit setelah taouma ).
Sikloplegik, anti biotik, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu
trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk hari ke 7.

Penyulit : simblefaron, kekeruhan kornea edema, neovaskularisasi kornea, katarak, ptisis


bulbi.

Prognosa : tidak terlalu baik dan tergantung pada kerusakan yang terjadi

2. Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan gawat adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan
penegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu atau
beberapa jam.
Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk didalam kategori ini adalah :
1. Laserasi kelopak mata
2. Konjungtivitis ganorhoe.
3. Erosi kornea.
4. Laserasikornea.
5. Benda asing didalam mata
6. Descemetokel.
7. Tukak kornea.
8. Hifema.
9. Skleritis ( peradangan pada sklera ).
10. Iridosiklitis akut.
11. Endoftalmitis.
12. Glaukoma kongestif.
13. Glaukoma sekunder.
14. Ablasi retina ( retinal detachment ).
15. Selulitis orbita.
16. Trauma tembus mata.
4

17. Trauma radiasi.


Keadaan gawat pada mata dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Trauma mata oleh
benda tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi . Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma
demikian bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui
kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat terdiri atas anamnesis dan
pemeriksaan.
Anamnesis
Mengenai proses terjadi trouma benda apa yang mengenai mata. Arah datang benda tersebut.
Kecepatan, besar dan bahan benda. Bila tajam penglihatan berkurang : terjadi sebelum atau sesudah
kecelakaan. Kapan terjadi trouma apakah disertai keluar darah dan rasa sakit. Apakah sudah
mendapatkan pertolongan sebelumnya.

Pemeriksaan pada kasus trouma mata dilakukan baik

subyektif maupun obyektif.


Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan tajam penglihatan.
Pemeriksaan Obyektif
-

Peradangan sekitar mata.

Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan lain-lain.

Keadaan kelopak mata, kornea, BMD pupil, lensa, fundus, gerakan bola mata, tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop, loupe, slit lamp, oftalmoskop.

a. Laserasi pada palpebra


Kalau pinggiran palpebra luka dan tidak diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma palpebra
akwisita. Bila besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tidak dapat menutup
dengan sempurna. Oleh karena itu, tindakan harus dilakukan secepatnya. Kalau tidak kotor dapat
ditunggu sampai 24 jam.Pada tindakan tersebut harus diperbaiki kontinuitas margo palpebra dan
kedudukan bulu mata, jangan sampai menimbulkan trikiasis. Bila robekan mengenai margo palpebra
inferior bagian nasal, dapat memotong kanalikuli lakrimal inferior, sehingga airmata tidak dapat
melalui jalan yang seharusnya dan mengakibatkan epifora. Rekanalisasi harus dikerjakan
secepatnya, bila ditunggu 1 2 hari sukar untuk mencari ujung-ujung kanakuli tersebut.

b. Perdarahan bilik mata depan = hifema.


Perdarahan disini berasal dari iris-iris capusciliaris sebaiknya dirawat, karena takut terjadi
perdarahan sekunder yang lebih hebat daripada perdarahan primer, karena biasanya timbul pada hari
kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap,
sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan
perdarahan lagi. Adanya darah didalam bilik mata depan, dapat menghambat aliran humor akueus
kedalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk
hemosiderosis yang dapat meresap masuk kedalam kornea menyebabkan kornea berwarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan pada hifema adalah :
glaucoma, uveitis dan hemosiderosis atau imbibisi kornea.
Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak.
Bila sedikit : ketajaman penglihatan mungkin masih baik-baik tekanan intra okuler normal.
Perdarahan mengisi setengah atau seluruh bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan
kenaikan tekanan intraokuler.
Pengobatan :
-

Semua hifema harus dirawat.

Istirahat ditempat tidur dengan elevasi kepala 30 45 derajat.

Dipertahankan selama minimal 5 hari.

Kedua mata / satu mata ditutup.

Zalf mata.

Koagulantia.

Anti fibrotik supaya bekuan darah tidak terlalu cepat diserap, untuk memberi kesempatan kepada
pembuluh darah menyembuh, supaya tidak terjadi perdarahan sekunder. Pemberiannya tidak boleh
melewati 1 minggu, karena dapat mengganggu aliran humor akeous, menimbulkan glaukoma dan
imbibisi kornea. Dapat diberikan 4 kali 250 mg transamic acid / transamin.

Selama dirawat perhatikan :


- Hifema penuh / tidak.
- Tekanan intraokuler naik / tidak.
- Fundus terlihat / tidak, pada perdarahan yang berasal dari badan siliar dapat masuk kedalam badan
kaca menutupi fundus.
Hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intraokuler, perlu pemberian diamox, gliserin yang
harus dinilai selama 24 jam.
a. Jika tekanan intra okulernya tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasintesa.
6

b. Jika tekanan intra okuler menjadi normal, dimox tetap diberikan dan dinilai setiap hari.
Bila tekanan ini tetap normal dn darah masih trdapat sampai hari ke 5 9, lakukan parasentese.
Jadi parasentese dilakukan :
a. Jika tekan intra okulernya tidak turun dengan diamox.
b. Jika darah masih tetap terdapat didalam bilik mata depan, pada hari 5 -9
c. Benda Asing Dalam Mata
Benda asing yang masuk mata dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu
1.

benda logam contoh : emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi.

2.

bukan logam contoh : batu, kaca, porselin, karbon, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian
dan bulu mata.

Cara Pemeriksaan dan Pemantauan Lokasi


-

Riwayat terjadinya trauma.

Pemeriksaan keadaan mata akibat trauma.

Pemeriksaan oftalmoskop.

Pemeriksaan radiologi.

Riwayat terjadinya trauma :


Hal ini diperlukan untuk dapat membantu mengetahui kemungkinan serta letakdari benda asing
tersebut. Trauma karena suatu ledakan, akan menimbulkan suatu perforasi karena benda tersebut
masuk dengan kecepatan yang sangat tinggi dan biasanya benda tersebut dapat mencapat segmen
posterior. Trauma waktu sedang menggunakan palu dan pahat selalu harus dipikirkan kemungkinan
benda-benda didalam segmen posterior. Trauma karena pecahan kaca waktu kecelakaan, bila pecahan
kaca dapat masuk biasanya akan berada di segmen anterior yang mempunyai kemungkinan jatuh di
sudut bilik mata depan.
Pemeriksaan keadaan mata akibat trauma :
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik diperlukan :
-

Lampudan penerangan yang baik ( sentolop )

Kaca pembesar ( loupe ).

Slit lamp.

Sehingga trauma perforasi yang sangat kecil tanpa pemeriksa dengan alat-alat ini akan luput dari
pengamatan. Haruslah diingat bahwa pada setiap luka perforasi bagaimanapun kecilnya, kemungkinan
suatu benda asing didalam bola mata tidak dapat disingkirkan. Benda asing yang tidak sampai
7

menembus masuk bola mata, sudah langsung dapat dilihat. Bila pada konjungtiva bulbi, kornea, sklera
tidak tampak benda asing atau luka perforasi, selalu benda asing pada forniks atau konjungtiva
palpebra. Untuk hal ini haruslah kelopak mata dibuka dan dilipat keluar.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop
Bila tidak ada kekeruhan pada badan kaca dengan pemeriksaan oftalmoskop dapat dilihat benda asing
didalam badan kaca dan retina, juga dengan oftalmoskop dapat meramalkan prognosis fungsi
penglihatan.Misalnya : kekeruhan badan kaca, perdarahan retina atau ablatio retina, maka prognosis
penglihatan kurang baik.
Pemeriksaan radiologi
Pada setiap luka perforasi, selalu dilakukan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi ini
penring untuk mengetahui ada tidaknya suatu benda asing yang radiopaque serta letak benda asing
tersebut dalam mata. Pemeriksaan yang paling sederhana ro photo orbita dengan posisi Postero
Anterior ( PA ) dan lateral.
Bila benda asing non radiopaque diperlukan pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan
letaknya. Pemeriksaan yang lebih teliti tapi mahal adalah pemeriksaan CT-Scan Orbita dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, segmen posterior, retina,
retrobulbar, extraokuler atau extra orbital.
Akibat Benda Asing pada Mata :
Benda asing dapat mengakibatkan trouma
-

Erosi konjungtiva atau kornea. Benda asing yang masuk tidak sampai menembus bolamata tetapi
hanya tertinggal pada konjungtiva atau kornea.

Apabila trauma mengenai sebagian atau seluruh lapisan kornea dan sklera dan benda asing tertinggal
di lapisan tersebut dan tidak terjadi luka terbuka sehingga organ didalam bola mata tidak mengalami
kontaminasi.
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus lapisan sklera, kornea serta jaringan lain
didalam bolamata serta menimbulkan perforasi akhirnya benda asing tersebut bersarang didalam
rongga orbita atau bahkan dapat mengenai tulang orbita.Dalam hal ini ditemukan suatu luka terbuka
dan biasanya terjadi prolaps iris, lensa ataupun badan kaca.
Reaksi Jaringan mata

Reaksi yang timbul tergantung jenis benda tersebut, apakah benda inert atau reaktif. Benda
inert tidak memberikan reaksi atau kalau ada hanya ringan saja. Benda reaktif memberikan reaksi
reaksi tertentu dalam jaringan mata.
Bentuk reaksinya tergantung macam serta letak benda asing tersebut didalam mata. Benda
organik kurang dapat diterima oleh jaringan mata dibanding benda anorganik :
-

Siderosis : reaksi jaringan mata akibat penyebaran ion besi keseluruh mata dengan konsentrasi
terbanyak pada jaringan yang mengandung epithel yaitu : epitel kornea, epitel pigmen iris, pigmen
kapsul lensa, epitel pigmen retina.
Gejala timbul 2 bulan sampai 2 tahun setelah trauma. Gejala klinik berupa gangguan penglihatan,
mula-mula berupa buta malam, penurunan tajam penglihatan, penyempitan lapang pandang pada
mata : tampak endapan karat besi pada kornea berwarna kuning kecoklatan, pupil lebar reaksi
lambat, bintik-bintik bulat kecoklatan pada lensa dan iris berubah warna.

Kalkalosis :
Reaksi jaringan mata akibat pengendapan ion tembaga didalam jaringan terutama jaringan yang
mengandung membran seperti membran descement kapsul anterior lensa, iris, badan kaca dan
permukaan retina.a
Memberikan reaksi purulen, gejala klinik timbul lebih dini dari sclerosis yaitu beberapa hari sesudah
trauma. Tembaga dalam badan kaca dapat menimbulkan ablatio retina.

Tindakan pengobatan
Benda asing pada permukaan mata
-

Mata ditetes dengan anestetik tetes mata.

Benda lunak biasanya menempel saja pada permukaan mata sehingga untuk mengeluarkannya
cukup dengan kapas steril.

Benda yang keras biasanya mengakibatkan luka. Pengeluarannya dengan menggunakan jarum
suntik secara hati-hati untuk menghindari perforasi. Setelah benda asing dikeluarkan, mata dibilas
dulu dengan larutan garam fisiologis sampai bersih kemudian diberi tetes midriatik ringan berupa
skopolamin 0,25 % atau homatropin 2 % disusul dengan antibiotik lokal. Mata ditutup kasa sampai
tidak terdapat tanda-tanda erosi kornea.

Benda asing didalam bolamata.


Prinsip : setiap benda asing dimata harus dikeluarkan.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah :
-

Jenis benda asing, apakah inert atau benda reaktif.


9

Akibat yang timbul apabila benda tersebut tidak dikeluarkan.

Akibat yang dapat timbul waktu mengeluarkan benda asing tersebut apabila benda asing tersebut
inert maka haruslah dilihat apakah benda tersebut menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu
fungsi mata atau tidak. Bila tidak menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu, maka sebaiknya
dibiarkan saja dan perhatian ditunjukkan pada perawatan luka perforasi yang diakibatkannya. Bila
benda tersebut reaktif harus dikeluarkan.

Perawatan terhadap luka perforasi :


-

Pemberian tetes mata anestetik.

Pembersihan luka dengan garam fisiologis.

Bila iris dan badan kaca prolaps, bagian yang prolaps dipotong. Jangan direposisi kembali kecuali
bila yakin tidak ada infeksi.

Bila benda asing dapat dilihat langsung, mungkin dapat dikeluarkan dengan pinset atau magnit
melalui luka perforasi, luka perforasi dijahit dengan benang yang halus.

Fasilitas tidak memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.

Sebelum penderita dikirim ke pusat, mata ditutup kasa steril dan dop mata untuk mencegah isi
bolamata prolaps lebih banyak.

Beri obat penenang, analgesik, antilmetik.

Dalam perjalanan ke pusat, posisi berbaring, pemberian ATS dapat dipertimbangkan

d. Glaukoma Akut
Differensial Diagnosis

Keluhan
Sekret
Pupil
Injeksi
Kornea
Tekanan
Bilik Depan

Iritis
Sakit, fotofobia
Mengalir
Miosis
Limbal
Presipitat keratik
Biasanya rendah
Flare dan sel-sel

Konjungtivitis
Seperti berpasir, gatal
Pus, mukosa, atau mengalir
Normal
Difus
Jernih
Normal
Normal

Glaukoma Akut
Sakit ( sering berat ), fotofobia
Mengalir
Setengah melebar
Difus & Limbal
Kornea berkabut
Tinggi
Dangkal

3. Semi Gawat
Yang dimaksud dengan keadaan semi gawat adalah keadan atau kondisi pasien memerlukan
pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu.
Adapaun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk didalam kategori ini adalah :

10

1. Defisiensi ( kekurangan ) vitamin A.


2. Trakoma yang disertai dengan entropion.
3. Oftalmia simpatika.
4. Katarak kongenital.
5. Glaukoma kongenital.
6. Glaukoma simpleks.
7. Perdarahan badan kaca.
8. Retinoblastoma ( tumor ganas retina ).
9. Neuritis optika / papilitis.
10. Eksoftalmus ( bola mata menonjol keluar ) atau lagoftalmus ( kelopak mata tidak dapat
menutup sempurna ).
11. Tumor intraorbita.
12. Perdarahan retrobulbar.

Definisi Vitamin A :
-

Penyebab utama kebutaan di negara berkembang selain infeksi mata luar.

Setiap tahun lebih dari 60.000 anak pra sekolah di Indonesia yang terancam menderita
kebutaan akibat kekurangan vitamin A.

Berkelompok

di pedesaan

Kehidupan sosial yang rendah.

Keluarga dengan penghasilan cukup

kurangnya pengertian dan kesalahan gizi

penyakit G.E
-

Insiden tertinggi : golongan umur 2 5 tahun.

Klasifikasi defisiensi Vitamin A di Indonesia


-

XO : hemeralopia

X1

: hemaralopia + xerosis konjungtiva + bitot

X2

: xerosis kornea

X3

: keratomalasia

X4

: stafiloma, ptisis bulbi

X0 sampai X2 : masih reversibel

X3 sampai X4 : ireversibel
11

Klasifikasi menurut WHO :


-

X1 A : xerosis conjungtiva

X1 B : bercak bitot dengan xerosis konjungtiva.

X2

: xerosis kornea

X3

: xerosis dengan tukak kornea

X3 b : keratomalasia

difisiensi protein

Xerosis yang terjadi pada defisiensi vitamin A :


Xerosis epitel

- Khas konjungtiva bulbi yang terdapat pada


celah kelopak mata.
- Disertai pergerasan dan penebalan epitel.
- Celah kantus externus
- Mata digerakkan : lipatan yang timbul pada
konjungtiva bulbi
- Konjungtiva kering dan kurang mengkilat
- Bercak bitot di pangkal lumbus dan ada
busa diatasnya.
- Mengenai kedua mata

Defiensi vitamin A akan memberikan gejala sistemik


berupa :
-

Retardasi mental

Terhambatnya perkembangan tubuh

Apatia

Kulit kering

Keratinisasi kornea

Pemeriksaan tambahanpada penderita difiensi vitamin A


-

Tes adaptasi gelap.

Kadar vitamin A dalam darah ( kadar < 20 mcg / 100 ml menunjukkan kekurangan intake ).

Pengobatan :
-

Vitamin A 50.000 i.u / KG BB tidak melebihi 300.000 i.u yang diberikan 100.000 i.u setiap
minggu.
12

Pemberian vitamin A memberikan perbaikan nyata dalam : 1 2


minggu, berupa :
-

Mikrovilli kornea akan timbul kembali sesudah 1 hari.

Keratitis yang terjadi menghilang.

Sel goblet konjungtiva kembali normal 2 4 minggu .

Tukak kornea memperlihatkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan keratoplasti.

Pencegahan dan penanggulangan :


-

Memberikan minyak kelapa sawit 4 cc / hari pada anak balita.

Pemberian vitamin A bentuk emulsi 200.000 i.u / 2x / tahun.

Makanan yang banyak mengandung koroten

13

DAFTAR PUSTAKA
American Academy Of Opthalmology. 1982. Opthalmology Study Guide. Fourth Edition. SanFransisco.
Ilyas, Sidarta, 2011. Ilmu Penyakit Mata. edisi keempat cetakan kesatu. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta
Ilyas, Sidarta, 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
edisi kedua, CV Sagung Seto, Jakarta.
J. Kanski, Jack. 2009, Clinical Opthalmology A Synopsis. Edisi kedua. Butterworth Heinemann, USA.
James, B. Chris, C. Anthony, B. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta.
Leitman, Mark W. 1993. Panduan Diagnosis dan Pemeriksaan Mata. edisi ketiga. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Perkins ES, 1986. An Atlas Of Diseases Of The Eye. Third Edition. Edinburgh London Melbourne.
Vaughan, D.G. Asbury, T. 2008, Oftalmologi Umum., edisi ketujuh belas, Widya Medika,
Jakarta.

14

HIRARKI HUBUNGAN KERJA


BADAN KOORDINASI RS PENDIDIKAN
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Dekan FK
Direktur RSUD Panembahan
Senopati Bantul

PD 3 FK

BAKORDIK
RS
Pendidikan

Dosen Klinik
Pembimbing Klinik
Tim Administratif

15

Komite Medis
Manajemen RSUD
Panembahan Senopati
Bantul

DAFTAR PUSTAKA
American Academy Of Opthalmology. 1982. Opthalmology Study Guide. Fourth Edition. SanFransisco.
Ilyas, Sidarta, 2011. Ilmu Penyakit Mata. edisi keempat cetakan kesatu. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta
Ilyas, Sidarta, 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
edisi kedua, CV Sagung Seto, Jakarta.
J. Kanski, Jack. 2009, Clinical Opthalmology A Synopsis. Edisi kedua. Butterworth Heinemann, USA.
James, B. Chris, C. Anthony, B. 2006. Lecture Notes Oftalmologi. edisi kesembilan, Erlangga, Jakarta.
Leitman, Mark W. 1993. Panduan Diagnosis dan Pemeriksaan Mata. edisi ketiga. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Perkins ES, 1986. An Atlas Of Diseases Of The Eye. Third Edition. Edinburgh London Melbourne.
Vaughan, D.G. Asbury, T. 2008, Oftalmologi Umum., edisi ketujuh belas, Widya Medika,
Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai