Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomielitis, dan dapat timbul akut atau
kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun
manifestasi local yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali
timbul sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring
(faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus
aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran darah
menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke
dalam sinusoid.
Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat
peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali
mendiagnosis osteomielitis ini sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga
pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai
dapat dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan
untuk mencegah jangan sampai seluruh tulang mengalami kerusakan yang dapat
menimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang salah pada anak-anak yang menderita
osteomilitis dapat mengakibatkan keterlambatan dalam memberikan pengobatan yang
memadai.
Pada orang dewasa, osteomilitis juga dapat awali oleh bakteri dalam aliran
darah, namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi.
Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan
baik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomielitis sangat resisten terhadap
pengobatan dengan antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan
tindakan drainase dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak
cukup untuk menghilangkan penyakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur) (Kishner et al, 2015); suatu proses
inflamasi akut atau kronis pada tulang dan strukturnya akibat infeksi sekunder
suatu mikroorganisme piogenik (King et al, 2015).
B. Etiologi
Penyebab tersering infeksi pada tulang adalah bakteri khususnya
Staphylococcus aureus (Kishner et al, 2015).
C. Patogenesis
Tulang normal memiliki resistensi tinggi terhadap infeksi. Dibutuhkan
bakteri dalam jumlah inokulum yang besar untuk menyebabkan osteomyelitis.
Bakteri memiliki faktor virulensi yang berkontribusi pada perkembangan dan
kronisitas osteomyelitis, seperti protein yang disebut adhesin dapat memfasilitasi
perlengkatan ke tulang, dan kemampuan untuk membentuk biofilm, suatu lapisan
tipis yang melindungi bakteri dari agen antimikroba. Selain itu, reaksi sistem imun
tubuh terhadap infeksi dapat merusak tulang. Beberapa sitokin memiliki
komponen osteolitik dan fagosit yang memproduksi (komponen toksik) radikal
oksidan dan enzim proteolitik yang dapat merusak sel host. Respon inflamasi
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraosseus yang mengganggu aliran
darah dan akan menyebabkan nekrosis iskemik. Tulang yang mati ini (nekrosis),
yang dikenal sebagai sekuestrum, dapat bertindak sebagai permukaan untuk
perlengkatan biofilm menyebabkan bakteri dapat mengadopsi kecepatan
metabolisme yang lebih rendah serta dapat bertahan pada lingkungan dengan
tekanan oksigen rendah. Aliran darah yang terganggu dan biofilm dapat
menyebabkan agen antimikroba dan sel imun sulit mengakses bakteri (Fritz and
McDonald, 2008).
D. Klasifikasi
Klasifikasi Woldvagel
1. Osteomyelitis hematogen; infeksi tulang yang penyebarannya melalui
pembuluh darah.
2. Osteomyelitis yang disebabkan oleh kontak infeksi tanpa disertai
insufisiensi vaskuler, yang sering terjadi setelah trauma atau pembedahan
dan disebabkan oleh bakteri yang dapat mencapai tulang dengan inokulasi
2

langsung (contoh : komponen fraktur yang terkontaminasi) atau bagian


tulang yang berdekatan dengan jaringan yang terkontaminasi (contoh :
bagian sendi prostetik yang terkontaminasi saat implantasi).
3. Osteomyelitis yang disebabkan oleh kontak infeksi dengan insufisiensi
vaskuler, paling sering terjadi di ekstremitas bawah yaitu pada infeksi pada
kaki diabetik (ulkus diabetikum).
Ketiga klasifikasi tersebut dapat mucul pada fase akut atau kronik, disebabkan
oleh berbagai jenis bakteri, terkadang jamur.
(Fritz and McDonald, 2008)
Klasifikasi Cierny-Mader

(Calhoun et al, 2009)


E. Manifestasi Klinis
Osteomyelitis akut dapat muncul sebagai infeksi supuratif yang disertai
edema, kongesti vaskuler, dan trombosis pembuluh darah kecil. Pada awal fase
akut, vaskularisasi ke tulang berkurang oleh karena infeksi menyebar ke jaringan
lunak di sekitarnya. Area tulang mati (sekuestra) dapat terbentuk ketika
vaskularisasi ke meduler dan periosteal terjamin. Osteomyelitis akut dapat
ditangani sebelum tulang mati berkembang jika ditata laksana dengan baik dengan
antibiotik dan pembedahan (jika perlu). Pada infeksi yang berlanjut, jaringan
3

fibrosa dan sel inflamasi kronik dapat terbentuk di sekitar jaringan granulasi dan
tulang mati. Setelah infeksi, terdapat penurunan vaskularisasi yang mencegah
respon efektif sel inflamasi. Osteomyelitis kronis merupakan akibat berdampingan
dengan jaringan yang terinfeksi dan mudah mati, dan respon tubuh yang tidak
efektif (Calhoun et al, 2009).
Gejala dan tanda osteomyelitis bervariasi berdasarkan kategori infeksi,
organisme penyebab, lokasi anatomis dan daya tahan tubuh.
1. Osteomyelitis hematogen; sering terjadi pada anak-anak prepubertas
dan sering melibatkan metafisis tulang panjang. Gejala dan tanda :
demam, menggigil, nyeri, dan tanda lokal inflamasi. Pada dewasa
sering terjadi pada vertebrae diikuti tulang panjang, pelvis, dan
klavikula. Vertebrae divaskularisasi oleh arteri segmental, yang mana
memvaskularisasi dua vertebrae berdekatan. Oleh karena itu,
osteomyelitis vertebrae sering melibatkan dua vertebrae yang
berdekatan dan satu diskus intervertebralis.
2. Osteomyelitis akibat fokus infeksi tanpa insufisiensi vaskuler. Gejala
dan tanda : nyeri, demam, dan drainase purulen dari luka trauma atau
luka pembedahan.
3. Osteomyelitis akibat fokus infeksi dengan insufisiensi vaskuler;
sering terjadi pada tulang kecil kaki. Pada pasien ini biasanya
mengalami neuropati sehingga nyeri yang dirasakan minimal.
Pemeriksaan fisik mendukung temuan neuropati dengan gangguan
vaskularisasi (pulsasi tidak teraba, CRT buruk). Biasanya fokus
infeksi berupa ulkus neuropatik, meskipun bisa juga paronikia,
selulitis atau luka tusuk.
(Fritz and McDonald, 2008)
F. Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik rutin jika terdapat ulkus, diduga osteomyelisis jika
tulang tampak, atau jika teraba tulang jika ulkus tertutup instrumen steril.
Namun jika tak teraba tulang tidak menyingkirkan diagnosis osteomyelitis.
2. Laboratorium darah tidak spesifik. Leukosit sering dalam batas
normal meskipun fase akut. Hematokrit dan CRP meningkat, namun
keduanya memiliki spesifitas rendah jika tidak ada data dari radiologi
maupun mikrobiologi. Pada kasus yang terbukti osteomyelisis, keduanya
digunakan untuk melihat respon terap dan kekambuhan. CRP lebih baik
daripada hematokrit untuk melihat respon terapi pada pasien anak.
4

3. Pemeriksaan mikrobiologi kultur darah. Gold standar pemeriksaan


osteomyelitis dengan biopsi tulang disertai pemeriksaan histopatologis dan
kultur jaringan. Jika pasien stabil, pemberian antimikroba empirik dapat
ditunda hingga dilakukan biopsi tulang. Pengambilan spesimen dengan
pembukaan jaringan dipertimbangkan jika ada komponen prostetik di
dalamnya. Spesimen yang diambil harus melalui kultur bakteri aerob dan
anaerob, bisa ditambah fungi dan mikobakterial. Jika tidak ada pus, tidak
perlu kultur.
4. Pemeriksaan radiologi
a. Foto rontgen polos sebagai langkah awal; terdapat destruksi
tulang dan reaksi periosteal yang baru muncul pada 10-21 hari post
infeksi.
b. Scintigrafi tulang (scan tulang) kontras akan berakumulasi pada
area vaskularisasi yang meningkat dan formasi tulang reaktif. Pada
infeksi jaringan lunak tanpa infeksi tulang, tiga fase tulang hanya
dapat menggambarkan dua fase pertama, dengan pengambilan
gambar maksimal 3 jam; pada kasus osteomyelitis tergambarkan
pada ketiga fase. Alternatif lain adalah scan sel daarah putih, jika
pada kasus trauma atau pembedahan, adanya alat ortopedi, atau
diabetes.
c. CT scan dan MRI. Kelebihan keduanya adalah detail dalam
menggambarkan

anatomi

termasuk

destruksi

kortiakal

dan

perluasan jaringan lunak. Hasil CT scan sulit diinterpretasikan


dengan adanya artefak karena implan logam. MRI tidak dapat
dilakukan pada pasien dengan impaln logam, meskipun beberapa
prostetik kompatibel terhadap MRI.
(Fritz and McDonald, 2008)

(Fritz and McDonald, 2008)


5

G. Tata Laksana
Prinsip dasar :
1. Kombinasi medikamentosa dan tindakan bedah (debridement) sering
dibutuhkan.
2. Jaringan yang mati harus diangkat.
3. Jaringan dengan vaskularisasi buruk tidak mungkin disembuhkan.
4. Terapi empirik (antimikroba) yang tidak berdasarkan kultur lebih sering
gagal.
5. Dengan beberapa pengecualian, infeksi sangat sulit dimusnahkan dari materi
prostetik.
(Fritz and McDonald, 2008)

DAFTAR PUSTAKA
Fritz JM and McDonald JR (2008). Osteomyelitis : Approach to Diagnosis and
Treatment. Phys Sportsmed, 36(1) : 1-9.
Calhoun JH, Manring MM, Shirtliff M (2009). Osteomyelitis of the Long Bones.
Seminars in Plastic Surgery, 23(2) : 59-71.
King RW (2015). Osteomyelitis in Emergency Medicine. Medscape. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview (tanggal 12 Januari
2016).
Kishner
S
(2015).
Osteomyelitis.
Medscape.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview (tanggal 12 Januari
2016).

Anda mungkin juga menyukai