Anda di halaman 1dari 26

1

Laporan Kasus

MENINGOENSEFALITIS

Oleh:
Lalu Dedy Rusman
H1A 006 023

Pembimbing:
dr. I Nyoman Budastra, Sp.A
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM
MATARAM
2012

BAB I
PENDAHULUAN
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih
merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih
cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan
Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis.1
Meningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan
arakhnoid, piamater dan cairan sereberospinalis. Peradangan ini dapat meluas melalui
ruang subaraknoid, otak, medula spinalis dan ventrikel.
Penyakit ini menyebabkan angka kematian cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%
diantara pasien meningitis mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan
defisit neurologis. Meningitis harus ditandai sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan
klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi dan
diobati, dapat mengakibatkan kematian.2
Sekitar 600.000 kasus meningitis terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, dengan
180.000 kematian. Setidaknya 25.000 kasus baru meningitis bakterial muncul tiap
tahunnya di Amerika Serikat, tetapi penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di negaranegara sedang berkembang. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-anak dibawah usia 5
tahun.1
Ensefalitis adalah infeksi jaringan parenkim otak. Angka kematian yang
disebabkan oleh ensefalitis masih tinggi berkisar 35%-50%. Dengan gejala sisa pada
pasien yang cukup tinggi sekitar 20%-40%. Penyebab tersering adalah virus. Berbagai
macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan
khas, akan tetapi hanya ensefalitis herpes simpleks dan varisela yang dapat diobati.2
Meningoensefalitis berarti peradangan pada parenkim otak (ensefalon) dan selaput
pembungkusnya (meningen). Keadaan ini adalah akibat infeksi meningen yang meluas
ke jaringan otak. Penatalaksanaannya adalah dengan memberikan terapi medikamentosa
dan suportif. 1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. MENINGITIS
BATASAN
Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan
selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang
menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik/non
spesifik atau virus.3
ETIOLOGI
Penyebab dari berbagai tipe meningitis dapat dilihat pada tabel 14 :

Tabel 1. Etiologi meningitis


KLASIFIKASI
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak sebagai berikut :
1. Meningitis purulenta
Radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medulla
spinalis. Penyebabnya adalah bakteri non spesifik, berjalan secara hematogen
dari sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia, endokarditis, dll.)

2. Meningitis serosa
Radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lain seperti lues,virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
PATOGENESIS
1.

Meningitis bakteri
Meningitis bakteri merupakan salah satu infeksi serius pada anak-anak.

Infeksi ini berhubungan dengan komplikasi dan risiko kematian. Kebanyakan kasus meningitis
akibat dari penyebaran hematogen yang masuk melalui celah subarachnoid.
Mikroorganisme masuk ke cerebral nervous system melalui 2 jalur potensial. Bakteri
masuk kedalam kavitas intrakranial melalui sirkulasi darah atau berasal dari infeksi
primer pada nasofaring, sinus, telinga tengah, sistem kardiopulmonal, trauma atau
kelainan kongenital daripada tulang tengkorak. Frekuensi terbanyak berasal dari
sinusitis. Organisme juga dapat menginvasi meningens dari telinga tengah. Meningitis
yang diikuti terjadinya otitis media merupakan proses bakteriemia, walaupun bukan
kongenital atau adanya post traumatic fistula pada tulang temporal yang mensuplai
akses ke CSS.
2.

Meningitis viral
Pada umumnya virus masuk melalui sistem limfatik, melalui saluran pencernaan

disebabkan oleh Enterovirus, pada membran mukosa disebabkan oleh campak,


rubella, virus varisela-zoster (VVZ), Virus herpes simpleks (VHS), atau dengan
penyebaran hematogen melalui gigitan serangga. Pada tempat tersebut, virus melakukan
multiplikasi dalam aliran darah yang disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini febris
sistemik sering terjadi. Propagasivirus sekunder terjadi jika menyebar dan multiplikasi
dalam organ-organ. VHS mencapai otak dengan penyebaran langsung melalui akson-akson
neuron. Kerusakan neurologis disebabkan oleh ; (1) Invasi langsung dan perusakan
jaringan saraf oleh virus yang bermultiplikasi aktif. (2) Reaksi hospes terhadap antigen
virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes mengakibatkan demielinasi
dan penghancuran vascular serta perivaskuler.

DIAGNOSIS
Anamnesis
-

2,6

Seringkali didahului infeksi pada saluran nafas atas atau saluran cerna, seperti:
demam, batuk, pilek, diare, dan muntah.

Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala, meningismus dengan atau tanpa
penurunan kesadaran, letargi, malaise, mialgia, artalgia, anoreksia, kejang, dan
muntah merupakan hal yang sangat sugestif meningitis tetapi tidak ada satu gejala
pun yang khas.

Banyak gejala meningtis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak kurang dari 3
tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya berupa demam,
iritabel, letargi, malas minum, dan high piched-cry.

Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan apakah ditemukan: 2,5,6
-

Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas.

Tanda rangsang meningeal ( kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig). Tanda
rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 1
tahun.

Kejang

Ubun-ubun cembung (bulging fontanelle)

Ruam: petekiae atau purpura

Bukti adanya trauma kepala yang menunjukkan kemungkinan fraktur tulang


tengkorak yang baru terjadi.

Selain itu apakah ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti pupil
anisokor, spastisitas, paralisis ekstremitas, napas tidak teratur.
Pemeriksaan Penunjang
-

Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika
ada indikasi. 2

Pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal. Jika CSS keruh dan reaksi
Nonne dan Pandy positif, pertimbangkan meningitis dan segera mulai berikan
pengobatan sambil menunggu hasil laboratorium. Pemeriksaan mikroskopik CSS
pada sebagian besar meningitis menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih
(PMN) di atas 100 sel/mm3. Selanjutnya dilakukan pengecatan Gram. Tambahan

informasi bisa diperoleh dari kadar glukosa CSS (rendah: < 1.5 mmol/liter),
protein CSS (tinggi: > 0.4 g/L), dan biakan CSS (bila memungkinkan). Jika
terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial oleh lesi desak ruang, penyakit
jantung berat dan infeksi pada lokasi fungsi, tunda tindakan pungsi lumbal tetapi
tetap lakukan pengobatan.5,6
Tabel 2. Interpretasi analisis cairan sereberospinal
Kriteria

Meningitis

Tekanan LP

Bakterial
Meningkat

Warna

Meningitis Virus

Meningitis

Biasanya normal

TBC
Bervariasi

Keruh

Jernih

Xanthochromia

Jumlah sel

> 1000/ml

< 100/ml

Bervariasi

Jenis sel

Predominan PMN

Predominan MN

Predominan MN

Protein

Sedikit meningkat

Normal/meningkat

Meningkat

Glukosa

Normal/menurun

Biasanya normal

Rendah

CT scan dengan kontras atau MRI kepala pada kasus berat dan curiga ada
komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak. Pada
pemeriksaan EEG dapat ditemukan perlambatan umum.2

PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
o seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau
o sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:
o Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam ditambah ampisilin: 50
mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama
sedikitnya 5 hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan
absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan
secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
Jika tidak ada perbaikan:

Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses
serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.

Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis
pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.

Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 35 hari,
ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS

Steroid
-

Prednison 12 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 24 minggu,


dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan
deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 23 minggu. Tidak ada
bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin deksametason pada
semua pasien dengan meningitis bakteri.

Terapi suportif
-

Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke 3-4. Tanda vital
dan evaluasi neurologis harus dilakukan secara teratur. Guna mencegah muntah
dan aspirasi sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu pada awal sakit.

Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan ubn-ubun besar
yang masih terbuka.

Peningkatan tekanan intrakranial, SIADH. Kejang dan demam harus dikontrol


dengan baik. Retriksi cairan atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan
pada setiap anak dengan meningitis bakterial.

Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosis SIADH ditegakkan jika


terdapat kadar Na serum < 135 mEq/L, osmolaritas serum <270 mOsm/kg,
osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas serum, natrium urin > 30 mEq/L tanpa
adanya tanda-tanda dehidrasi atau hipovolemi.

Pemantauan

Terapi
Untuk memantau efek samping penggunaan antibiotik dosis tinggi, dilakukan
pemeriksaan darah perifer secara serial, uji fungsi hati, dan uji fungsi ginjal bila
ada indikasi.

Tumbuh Kembang

Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa meningitis bakterialis terjadi pada 30%
pasien karena itu uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang. Gejala
sisa lain seperti retardasi mental, epilepsi , kebutaan, spastisitas, dan hidrosefalus.
Pemeriksaan penunjang dan konsultasi ke departemen terkait disesuaikan dengan
temuan klinis pada saat follow up.
KOMPLIKASI

Kejang5
Kejang yang terjadi lebih dari hari ke 4 setelah onset penyakit merupakan suatu
prognosis yang buruk.

Edema otak4
Edema otak adalah peningkatan kadar air di dalam jaringan otak baik intra
maupun ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal
ataupun pengaruh-pengaruh umum yang merusak.
Ada 3 tipe edema otak :
1. Edema Vasogenik
Terjadi karena kenaikan permeabilitas kapiler dan kerusakan sawar darah otak,
sehingga cairan dari pembuluh darah masuk ke ruang ekstraselular terutama
terletak dalam white matter. Penyebabnya adalah tumor otak, trauma, abses
otak, perdarahan otak dan meningitis bakteri.
2. Edema Sitotoksik
Terjadi karena gangguan permeabilitas membran sel sehingga terjadi
penumpukan cairan di ruang intraselular dan penumpukan cairan tersebut
terletak di dalam white dan grey matter. Penyebabnya adalah hipoksia,
hipoosmolar, iskemia, meningitis bakteri dan sindrom Rey.
3. Edema Hidrostatik
Terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik di sistem ventrikel yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dari cairan serebrospinal, cairan tersebut
terletak di interstitial daerah periventrikular. Penyebabnya adalah obstruksi
hidrosefalus.

PROGNOSIS
Penderita meningitis dapat sembuh, sembuh dengan cacat motorik/mental atau
meninggal, hal tergantung dari :

Umur penderita

Jenis kuman penyebab

Berat ringan infeksi

Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan

Adanya dan penanganan penyulit

II.

ENCEPHALITIS

BATASAN
Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan
oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan
masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
kondisi neurologis anak.
ETIOLOGI
Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah
Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis.
Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackiedan Echovirus), parotitis, Lassa virus,
rabies, cytomegalovirus (CMV).
PATOGENESIS
Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus
dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam
tubuh dengan beberapa cara:
1.

Setempat
Virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.

2.

Penyebaran hematogen primer.


Virus masuk ke dalam darah menyebar ke organ dan berkembang biak di organorgan tersebut.

3.

Penyebaran hematogen sekunder.


Virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir)
kemudian menyebar ke organ lain.

4.

Penyebaran melalui saraf.

10

Virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem
saraf.
Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh :
1.

Invasi dan pengrusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembang biak.

2.

Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri
sudah tidak ada dalam otak.

3.

Reaksi aktivitas virus neurotopik yang bersifat laten.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Ensefalitis mempunyai pelbagai penyebab, namun gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas. Gejala berupa2 :

Suhu mendadak naik dan seringkali ditemukan hiperpireksia.

Kesadaran dengan cepat menurun.

Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala sebelum kesadarannya


menurun.

Kejang dapat bersifat umum, fokal, dapat berupa status konvulsivus.

Pemeriksaan Fisik

Seringkali ditemukan hiperpireksia,

Kesadaran menurun dan kejang.

Gejala peningkatan tekanan intrakranial

Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, dapat timbul terpisah atau bersamasama, misalnya : paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.

Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer lengkap. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit dilakukan jika ada
indikasi.

Pungsi lumbal: pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bisa normal atau


menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang: peningkatan jumlah sel 50-

11

200/mm3, hitung jenis didominasi sel limfosit, protein meningkat tapi tidak
melebihi 200 mg/dl, glukosa normal.

CT scan atau MRI kepala menunjukkan gambaran edema otak baik umum
maupun fokal.

Pada pemeriksaan EEG secara umum didapatkan gambaran perlambatan atau


gelombang epileptiform baik umum maupun fokal.

PENATALAKSANAAN

Tatalaksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tatalaksana


hiperpireksia,

keseimbangan

cairan

dan

elektrolit,

peningkatan

tekanan

intrakranial, serta tatalaksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang rawat


intensif.

Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat anti


epilepsi, kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang berulang dapat
diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi. Peningkatan tekanan
intrakranial dapat diatasi dengan pemberian diuretik osmotik manitol 0,5-1
gram/kg/kali atau furosemid 1 mg/kg/kali.

PEMANTAUAN PASCA RAWAT


Gejala sisa yang sering ditemukan adalah gangguan penglihatan, serebral palsi,
epilepsi, retardasi mental maupun gangguan perilaku. Pasca rawat pasien memerlukan
pemantauan tumbuh kembang.
KOMPLIKASI & PROGNOSIS
Dalam beberapa kasus, edema otak dapat menyebabkan kerusakan otak permanen
dan komplikasi tetap seperti, kesulitan belajar, masalah berbicara, kehilangan memori,
atau berkurangnya kontrol otot.
Prognosis tergantung dari keparahan penyakit klinis, etiologi spesifik, dan umur
anak. Jika penyakit klinis berat dengan bukti adanya keterlibatan parenkim otak, maka
prognosisnya jelek dengan kemungkinan defisit yang bersifat intelektual, motorik,
psikiatri, epileptik, penglihatan, dan pendengaran. Sekuele berat juga harus dipikirkan
pada infeksi yang disebabkan oleh virus Herpes simpleks.

12

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama Lengkap

: An. Z F

Umur

: 4 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Desa Banyumulek, Kec. Kediri Lombok Barat

Status dalam keluarga

: Anak kandung

Masuk RS tanggal

: 20/11/2012 pukul 15.00 wita

No. RM

: 056550

Identitas keluarga

Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan

Ibu
Fahrina, S. Pd.I
28 tahun
S1
Guru

Ayah
Muhammad Faizin, S. Pd
32 tahun
S1
Guru

II. Heteroanamnesis
Keluhan Utama: Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari RSP3 Gerung dengan diagnosis meningitis dan anemia.
Pasien dikeluhkan Kejang sejak 10 hari yang lalu (11 November 2012) diikuti
penurunan kesadaran. Kejang sebanyak 4 kali. Tiga kali di rumah, selama 1-2
menit dan satu kali saat di RSP3. Saat kejang pasien dalam keadaan tidak sadar,
posisi kedua tangan ditekuk, bola mata melirik ke atas, dan tidak berbusa. Setelah
kejang pasien tampak sadar kembali. Menangis (+), menyusu kuat (+). Riwayat
trauma (-).
Riwayat demam (+) sejak 12 hari yang lalu (10 November 2012). Demam
tinggi, terus menerus. Demam tidak membaik dengan pemberian obat penurun panas.
Demam tidak disertai menggigil. Kejang (+) sebanyak 2 kali. Pasien sempat berobat
ke Puskesmas, disarankan rawat jalan dan diberikan obat sirup penurun panas dan
obat dalam bentuk puyer. Satu hari dirumah demam tidak turun, os dibawa ke UGD
Puskesmas diberikan obat penurun panas melalui anus, demam turun dan pasien

13

diperbolehkan pulang. Selang dua hari kemudian, karena panas terus menerus dan
pasien kembali kejang dan tampak sesak pasien dibawa kembali ke UGD Puskesmas
kemudian disarankan untuk dirujuk ke RSP3 Gerung. Di RSP3 Gerung pasien
dirawat selama 4 hari dan mengalami kejang sebanyak satu kali. 1 hari dirawat di
RSP3 Gerung, pasien mulai tidak sadar. Karena kondisi semakin berat pasien
kemudian dirujuk ke RSUD Kota Mataram.
BAB berwarna kuning, ampas (+), lendir (-), darah(-). Saat pemeriksaan pasien
BAB 1x konsistensi lunak, warna kuning, darah (-), lendir (-). BAK pasien 4-5x/hari,
berwarna kuning jernih, darah(-), nyeri saat berkemih (-).
Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak 3 hari yang lalu. Minum
ASI berkurang. Lemas (+). Muntah (-). Riwayat keluar cairan dari hidung dan telinga
disangkal. Riwayat bintik-bintik merah pada kulit disangkal. Riwayat trauma
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah MRS sebelumnya. Pasien sering mengalami demam disertai
batuk dan pilek. Namun, tidak pernah lama, setelah minum obat dari puskesmas
pasien sembuh.
Riwayat kejang, batuk lama dan penyakit berat lainnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit DM(-), HT(-), penyakit jantung (-), Asma(-), kejang (-).
Kakak pasien pernah menderita TB paru dan diberi pengobatan selama 6 bulan.
Riwayat keluarga serumah selain kakak pasien yang menderita batuk lama (-), batuk
darah (-).
Riwayat Pengobatan:
Paracetamol sirup (+), Amoksisilin sirup (+), obat kejang (+).
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Ibu pasien mengaku rutin memeriksa kehamilan selama mengandung pasien.
Riwayat ANC> 4x selama hamil di posyandu. Riwayat sakit berat/ rawat inap selama
hamil tidak ada. Pasien dilahirkan di puskesmas, dibantu oleh bidan, lahir normal
dan langsung menangis, cukup bulan, berat badan lahir 2800 gram.
Riwayat nutrisi :
Pasien diberikan ASI oleh ibunya sejak lahir sampai saat ini . Susu formula (-)

14

Riwayat tumbuh kembang:


Pasien pada saat ini sudah merangkak dan mengucapkan beberapa kata.
Riwayat vaksinasi/imunisasi :
Menurut ibu pasien, pasien sudah mendapat imunisasi dasar lengkap kecuali
campak.
Riwayat Sosial dan lingkungan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama
kedua orang tuanya. Ayah dan ibu pasien berprofesi sebagai guru. Lokasi rumah
pasien jauh dari TPA. MCK (+). Air yang digunakan untuk masak dan mencuci
adalah sumur. Air yang digunakan untuk minum adalah air dalam kemasan.

15

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 22-11-2012)

KU

: Lemah

Kesadaran

: Sopor

GCS (Simpson Relly)

: E1V1M2

Nadi

: 89 x/menit

RR

: 23 x/menit (dengan nasal kanul 2 lpm)

T ax

: 38,0 oC.

CRT

: < 2 detik

Status Gizi
BB : 5,6 kg
PB : 58 cm
LK : 40 cm ( normocephali)
Umur

: 4 bulan

Z-Score (WHO 2007):


BB/PB : (-2) (+2) SD (gizi baik)

BB/U

: (-2) (+2) SD (gizi baik)

PB/U

: (-3) (-2) SD (pendek)

Status Generalis
Kepala/Leher
1. Bentuk :
normocephali, bulat lonjong, UUB terbuka menonjol.
2. Mata :
konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterus (-/-),pupil anisokor, ukuran 2 mm/3
mm, refleks cahaya pupil (-/-),edema palpebra (-/-), cowong (-/-)
3. THT :
Telinga: struktur dan ukuran telinga normal, otorhea -/Hidung : nafas cuping hidung (-), rinorhea(-)
4. Mulut:
Bibir sianosis (-), bibir kering (-), mukosa bibir tampak pucat (-).
5. Leher :

16

Pembesaran KGB servikal (-), pembesaran KGB supraklavikula (-),


pembesaran KGB aksiler (-). Kaku kuduk (-).

17

Thorax :
-

Inspeksi: bentuk normal, massa (-), retraksi (-), ictus cordis tidak
tampak.

Palpasi: pergerakan dinding dada simetris.

Perkusi:
o

Pulmo : sonor pada kedua lapang paru

Cor

: Batas atas: SIC 2

Batas bawah: SIC 5


Batas kanan: Garis Parasternal kanan
Batas kiri: Garis axilla anterior sinistra
-

Auskultasi:
o

Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-) , wheezing (-/-)

Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
-

Inspeksi : bentuk abdomen normal, distensi (-), massa (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba,
massa (-), turgor kulit menurun (-)

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

Ekstremitas :

Akral hangat
Pembengkakan sendi
Pucat
Edema
Kelainan bentuk
Nyeri tekan
Kekuatan
Tonus otot
Reflek fisiologis
Reflek patologis

Tungkai Atas
Kanan
Kiri
+
+
sde
spastik
+
-

sde
spastik
+
-

Tungkai bawah
Kanan
Kiri
+
+
sde
spastik
+
+

sde
spastik
+
+

18

Kulit :
Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-), sianosis (-)
Urogenital :
Tidak tampak kelainan
Vertebrae :
Tidak tampak kelainan
Pemeriksaan neurologis
NI

: sde

N II, III

: Pupil anisokor, RCP -/-

N III, IV, VI

: sde

N VII

: sde

N VIII

: sde

N IX, X

: sde

N XI

: sde

N XII

: sde

Kaku kuduk

:(-)

Brudzinski I

:(-)

Brudzinzki II

:(-)

Kernig

: (+)

Babinski

: (+)

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (20 November 2012)


WBC

: 11.9 x 103 m/l

RBC

: 4.86 x 106 m/l

Hb

: 11.3 gr/dl

HCT

: 36.7 %

PLT

: 492 x 103 m/l

GDS

: 69 mg%

19

CT scan
Kesan :
Subdural fluid collections di regio frontal kanan-kiri
Tak tampak hidrocephalus, tak tampak infark, perdarahan maupun SOL
intrakranial
Tak tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

III.RESUME
Pasien laki-laki, usia 4 bulan, status gizi baik, datang dikeluhan kejang sejak 10
hari yang lalu. Frekuensi kejang 3x. Durasi 1-2 menit. Saat kejang pasien dalam
keadaan tidak sadar. Riwayat demam (+). BAB (+), warna kuning, frekuensi 1x.
Pemeriksaan fisik pasien terjadi penurunan kesadaran; turgor normal;
pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang ditemukan
adanya penumpukan cairan dalam otak.
IV. DIAGNOSIS KERJA
Efusi subdural ec suspek meningoensefalitis
IV. RENCANA AWAL
Planning terapi :
Head up 30
O2 2 lpm (nasal kanul)
KAEN 3B 20 tpm mikro
Inj. Cefotaxim (50 mg/kgBB/pemberian) : 500 mg/ 12 jam
Inj. Gentamycin (7,5 mg/kgBB/hari) : 5 mg/ hari
Inj. Penthal (5mg/kgBB) : 25 mg/ 12 jam (K/P)
Inj. Extra Diazepam 2,5 mg dalam 5 cc NaCl 0,9% (K/P kejang)
Inj. Dexametasone 1-2 mg/kgbb/hari : 6 mg/hari : 1,5 mg/6 jam
Inj. Mannitol 20% 7cc/ 6 jam
Inj. Norages 60 mg/ 6 jam
Sonde susu 6 x 60 ml
Kompres air

20

Planning diagnostik :

Pungsi lumbal, Analisis CSS dan kultur CSS

Pemeriksaan elektrolit

Foto thorax

Monitoring :

Kesadaran, tanda vital, keluhan, urin output.

Untuk mencegah dekubitus, ubah posisi pasien setiap 2 jam, pasien harus
berbaring di alas yang kering, perhatikan titik-titik yang tertekan.

VII. PROGNOSIS
Dubia ad malam

21

FOLLOW UP
Tgl

23/11/

Kejang (-), 1 kali

12

O
KU: lemah Kes: Sopor

-Obs. Kejang susp. Head up 30

demam (+), spastik GCS : E1V1M3

Meningoencefalitis

(+), sesak nafas (-), N: 156x/mnt Tax= 38,9 C

-efusi

muntah (-), mencret RR: 28x/mnt

bifrontalis

(-), BAK (+)

O2 2 lpm (nasal kanul)

subdural KAEN 3B 20 tpm


mikro

K/L: an-/-, ikt-/-, rcp

Inj.Cefotaxim 500 mg/

anisokor 2mm/3mm,

12 jam

sianosis (-), mukosa bibir

Inj. Gentamycin 5 mg/

pucat dan kering (-)

hari

Thorax : retraksi (-), cor:

Inj. Penthal 25 mg/ 12

s1s2 tgl reg M(-), G(-),

jam (K/P)

pulmo: ves +/+, rh -/-, wh

Inj. Extra Diazepam

-/-

2,5 mg dalam 5 cc

Abdomen : distensi (-), BU

NaCl

(+) N, turgor kulit normal

kejang)

Ext : akral hangat (+),

Inj.

spastik +/+, edema (-),

1,5 mg/6 jam

sianosis (-)

Inj. Mannitol 20% 7cc/

0,9%

(K/P

Dexametasone

6 jam
Inj. Norages 60 mg/ 6
jam
Sonde susu 6 x 60 ml
Kompres air

22

24/11

Kejang(-),

2012

demam(+),

kali KU: lemah Kes: Sopor

spastik GCS : E3V2M4

Meningoencefalitis

Head up 30

post boor hole + O2 2 lpm (nasal kanul)

(+), sesak nafas (-), N: 112x/mnt Tax= 36,9C

drainage eksternal KAEN 3B 20 tpm

muntah(-),

RR: 48x/mnt

ventrikel H+1

mencret(-), BAK(+)

K/L:

Inj.Cefotaxim 500 mg/

Terpasang drain

12 jam

intraventrikel reg frontal

Inj. Gentamycin 5 mg/

D/S. Vol : 140 cc, cairan

hari

kuning jernih.

Inj. Penthal 25 mg/ 12

an-/-, ikt-/-, rcp anisokor

jam (K/P)

2mm/3mm, sianosis (-),

Inj. Extra Diazepam

mukosa bibir pucat dan

2,5 mg dalam 5 cc

kering (-)

NaCl

Thorax : retraksi (-), cor:

kejang)

s1s2 tgl reg M(-), G(-),

Inj. Norages 60 mg/ 6

pulmo: ves +/+, rh -/-, wh

jam

-/-

Sonde susu 6 x 80 ml

Abdomen : distensi (-), BU

Kompres air

(+) N, turgor kulit normal

Miring kiri - miring

Ext : akral hangat (+),

kanan

spastik +/+, edema (-),


sianosis (-)

mikro

0,9%

(K/P

23

25/11

Kejang(-),

2012

demam(+),

kali KU: lemah Kes: Sopor

spastik GCS : E112M3

Meningoencefalitis
post boor hole +

(+), sesak nafas (-), N: 112x/mnt Tax= 36,9C

drainage eksternal

muntah(-),

RR: 48x/mnt

ventrikel H+2

mencret(-), BAK(+)

K/L:
Terpasang drain
intraventrikel reg frontal
D/S. Vol : 100 cc, cairan
kuning jernih
an-/-, ikt-/-, rcp anisokor
2mm/3mm, sianosis (-),
mukosa bibir pucat dan
kering (-)
Thorax : retraksi (-), cor:
s1s2 tgl reg M(-), G(-),
pulmo: ves +/+, rh -/-, wh
-/Abdomen : distensi (-), BU
(+) N, turgor kulit normal
Ext : akral hangat (+),
spastik +/+, edema (-),
sianosis (-)

Terapi lanjut

24

BAB IV
PEMBAHASAN
Meningoensefalitis adalah infeksi pada meningen atau selaput otak dan parenkim
otak. Keadaan ini sebagai akibat infeksi meningen yang menyebar sampai ke parenkim
otak. Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan suspek meningoencefalitis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari heteroanamnesis didapatkan informasi bahwa
pasien mempunyai riwayat demam, kejang, dan penurunan kesadaran.
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkadian yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi

yang terletak pada hypothalamus

anterior. Demam pada anak didefinisikan sebagai temperaur rektal > 38 C, aksila diatas
37,5 C dan > 38,2 C pada pengukuran membran timpani. Sedangkan demam tinggi
adalah suhu > 39,5 C.7 Hiperpireksia adalah dimana kenaikan suhu diatas 41,1 C.
Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15% kunjungan ke poliklinik dan unit
emergensi dengan sebagian besar berusia kurang dari 3 tahun yang umumnya
disebabkan oleh virus yang dapat sembuh sendiri, hanya sebagian kecil dapat berupa
infeksi bakteri serius diantaranya meningitis bakterial, pneumonia bakteri, infeksi
saluran kemih, enteritis bakterial, infeksi tulang dan sendi. Penyebab demam dapat
diidentifikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.4 Secara umum demam yang
disebabkan oleh bakteri bersifat demam yang berangsur-angsur meningkat. Pada kasus
ini, kemungkinan demam disebabkan oleh suatu infeksi bakteri, dimana demam
berangsur meninggi. Hal ini didukung dengan pemeriksaan fisik, dimana pada
pengukuran suhu aksilar 38 C, dan pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit 11.9 x 103 m/l. Pada pasien ini, demam tinggi disertai dengan penurunan
kesadaran dan kejang. Hal ini menunjukkan bahwa ada suatu proses infeksi intrakranial.
Infeksi susunan saraf pusat yang sering mengenai anak dibawah 5 tahun adalah
meningitis bakterial, dimana dari gejala klinis didapatkan demam, kejang dan
penurunan kesadaran, yang dalam perjalanannya dapat menyebar sampai ke parenkim
otak sehingga menyebabkan penurunan kesadaran yang lebih berat (ensefalitis). Pada
kasus ini ditemukan adanya tanda-tanda rangsang meningeal dan peningkatan tekanan
intrakranial yaitu pupil anisokor, Kernig sign (+), dan spastisitas. Namun demikian,
untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan lumbal pungsi.

25

Kejang adalah kontraksi otot yang bersifat involuntar. Pada kasus ini terdapat
riwayat kejang sebanyak 3x dengan durasi 1-2 menit yang diawali dengan demam.
Kejang demam adalah kejang yang disertai dengan demam (suhu rektal diatas 38oC)
akibat proses ekstrakranial.8 Biasanya terjadi pada anak di atas 1 bulan dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Terjadi pada 2-4 % anak 6 bulan - 5 tahun.
Insiden tertinggi pada anak usia 18 bulan. Pada bayi sulit untuk membedakan kejang
karena meningitis dengan kejang demam karena gejala yang ditunjukkan tidak khas.
Untuk memastikan apakah kejang disebabkan oleh infeksi intrakranial atau
ekstrakranial perlu dilakukan lumbal pungsi.
Penatalaksanaan pasien pada kasus ini yaitu dengan pemberian antibiotik dimana
pada usia diatas 3 bulan antibiotik yang dapat diberikan adalah sefotaxim, atau
seftriaxon, atau ampicilin + kloramfenikol. Pada kasus ini antibiotik yang diberikan
adalah sefotaxim dan gentamicin. Sefotaxim adalah antibiotik golongan sefalosporin
generasi 3 yang efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif, sedangkan Gentamicin
merupakan antibiotik yang efektif terhadap bakteri gram negatif. Pemberian steroid dan
mannitol serta peninggian posisi kepala dilakukan untuk menurunkan tekanan
intrakranial, selain itu diberikan juga terapi suportif seperti pemberian oksigenasi,
pemberian cairan, dan nutrisi serta terapi simptomatis seperti pemberian antipiretik dan
antikejang. Penatalaksanaan pada kasus ini disesuaikan dengan Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010 dan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
(WHO, 2009).

26

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ritarwan, K., 2006.


Bagian Neurologi

Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis Otogenik.


FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.Available on

http://www. repository.usu.ac.id. Accesed October, 17th 2012.


2.

Pudjiadi, et al., 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia

3.

Saharso, D., 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK UNAIR/RSU dr. Soetomo Surabaya.

4.

Sunartini., 2006. Penatalaksanaan Meningitis dan Ensefalitis. Bagian/SMF Ilmu


Kesehatan Anak FK UGM/RSU Sardjito Yogyakarta.

5.

Kliegman, et al, 2007. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi 18. Philadelpia.

6.

World Health Organization, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.


Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.

7.

Soedarmo, et al, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi ke II. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

8.

IDAI, 2005. Konsensus Penanganan Kejang Demam. Unit Kerja koordinasi


neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

9.

Siregar, C., 1996. Pola Penyakit Anak Rawat Inap di RSU Panyabungan,
Tapanuli Selatan. SMF Anak RSU H. Adam Malik Medan. Available on
http://www.repository.usu.ac.id Accesed October 17th 2012

Anda mungkin juga menyukai