Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma kongenital merupakan glaukoma yang jarang ditemukan namun masih
menjadi masalah global dan tantangan bagi ophthalmologist dalam diagnosis dan tatalaksananya.
Glaukoma kongenital terbagi atas tiga, yaitu glaukoma kongenital primer, anomali
perkembangan segmen anterior (Sindrom Axenfeld, anomaly Peter, sindrom Reiger) dan
galukoma

kongenital

karena

berbagai

hal

lain

(aniridia,

sindrom

Sturge-Weber,

neurofibromatosis, sindrom Lowe dan Rubela Kongenital). Dari ketiga jenis glaukoma
kongenital tersebut, glaukoma kongenital primer adalah jenis yang paling sering ditemukan di
klinik.1
Glaukoma kongenital primer adalah glaukoma kongenital yang paling sering ditemukan
dengan persentase 50-70% dari seluruh kasus glaukoma kongenital dan merupakan penyebab
dari 5% kebutaan pada anak di dunia. 1 Secara global, insiden kejadian glaukoma kongenital
diseluruh dunia adalah 1: 10.000 hingga 68.000 tiap kelahiran hidup. Namun insiden glaukoma
kongenital pada dasarnya berbeda-beda di setiap populasi dunia, tergantung pada

etnisitas

seseorang. Insiden tinggi glaukoma kongenital primer ditemukan pada populasi Slovakian Roma
(Gipsi) yaitu 1: 1250 orang, Timur Tengah 1 : 2500 orang, dan India 1: 3300 orang. Sedangkan
pada populasi barat (western) insiden glaukoma kongenital primer ditemukan rendah yaitu 1:
18.500 hingga 1 : 30.000 orang. Rata-rata penderita glaukoma kongenital adalah laki-laki dan
70% dari seluruh kasus melibatkan kedua belah mata.2,3

Para ahli menduga glaukoma kongenital primer cenderung diturunkan melalui gen resesif
yang mengalami mutasi. Tiga lokus utama gen resesif yang diturunkan pada penderita glaukoma
kongenital primer adalah GLC3A, GLC3B dan GLC3C yang terletak pada kromosom 2 (2p21),
kromosom 1 (1p36) dan kromosom 14 (14q24.3). Gen CYP1B1 (Sebuah gen yang mengkode
enzim sitokrom P450) merupakan gen yang dapat menyebabkan glaukoma kongenital primer
apabila mengalami mutasi.2 Ekspresi gen CYP1B1 yang ditemukan pada badan siliar fetus dan
dewasa diketahui berperan dalam metabolisme molekul yang penting bagi perkembangan mata.
Mutasi pada gen ini diduga menjadi faktor yang memicu terhentinya perkembangan segmen
anterior pada usia janin sekitar 7 bulan di dalam kandungan. 1,4 Jumlah pasien glaukoma
kongenital yang memiliki mutasi gen CYP1B1 berbeda-beda, berkisar antara 100% pada
populasi Slovakian Roma hingga 20% pada orang Jepang yang menderita glaukoma kongenital
primer.2
Manifestasi klinis glaukoma kongenital sudah dapat dilihat sejak awal kelahiran pada
50% kasus, 70% pada bayi usia 6 bulan dan 80% pada akhir tahun pertama. 2 Terapi bedah
berupa goniotomi merupakan terapi pilihan utama pada penderita glaukoma kongenital yang
menghasilkan 85% kontrol terhadap tekanan intraocular pasca operasi. 1 Terapi bedah lain yang
dapat dilakukan apabila goniotomi gagal atau tidak mungkin dilakukan diantaranya
trabekulotomi, trabekulektomi, kombinasi trabekulotomi dan trabekulektomi, Glaucoma
Drainage

Implants

(GDIs),

cyclocryotherapy,

dan

transcleral

Diode

Laser

Cyclophotocoagulation.5
1.2 Batasan Masalah
Case report session ini membahas glaukoma kongenital mulai dari definisi, epidemiologi,
etiologi, patofiosiologi, gejala klinis, diagnosis klinis, dan diagnosis banding. Diskusi akan

dibahas pada bab diskusi berdasarkan temuan pemeriksaan dan pengobatan yang diberikan pada
pasien.

BAB 4
PEMBAHASAN
Telah dirawat seorang pasien Bayi J umur 5 bulan di bangsal mata RSUP dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 5 Januari 2015 dengan diagnosis glaukoma kongenital okuli dekstra dan
sinistra. Dari allo anamnesa terhadap ibu pasien didapatkan bahwa sejak lahir bayi J sudah
memiliki mata yang biru dan besar. Keluhan lain yang menyertai yaitu kedua mata bayi J juga
sering berair. Ibu lalu membawa bayi J berobat ke dokter spesialis mata dan dianjurkan dirujuk
ke RSUP

dr. M. Djamil Padang untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut. Dari riwayat

kehamilan ibu pasien tidak pernah menderita demam, tidak ada mengkonsumsi obat-obatan,
riwayat tekanan darah tinggi (Sistol 140 mmHg) dan pernah mengalami plasenta previa (keluar
flek darah) saat usia kehamilan 4 bulan. Bayi J sudah menjalani operasi trabekuloektomi okuli
dekstra pada bulan September 2015 lalu dan pada tanggal 5 Januari 2016 lalu baru saja menjalani
operasi kedua yaitu trabekulektomi okuli sinistra.
Dari status optalmikus kedua mata (post trabekulektomi OS) didapatkan visus reflek
cahaya (+), palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea edema pada ODS dengan
diameter yaitu 13 mm pada ODS, iris membayang coklat, pupil membayang bulat, tekanan intra
ocular normal (palpasi), lensa jernih dan funduskopi sulit dinilai. Diagnosis glaukoma kongenital
ditegakkan berdasarkan temuan klinis berupa buftalmos (mata biru dan besar), pengukuran
tekanan intraocular dan examination under general anastesia. Mata biru dan besar disebabkan
oleh abnormalitas struktur kamera okuli anterior yang terletak di depan kornea sehingga
menghambat aliran aqueus humor dan meningkatkan tekanan intraocular. Peningkatan tekanan
intraocular menyebabkan penekanan pada kornea sehingga kornea menjadi udem (kornea terlihat
keruh).

Pada

pasien

dilakukan

tindakan

trabekuloektomi

okuli

dekstra

dan

sinistra.

Trabekulektomi adalah tindakan mengangkat sebagian struktur kamera okuli anterior (termasuk
trabekular messwork) sehingga mempermudah akses aqueus humor memasuki kanalis schlemm.
Lancarnya aliran aqueus humor menuju kanalis schlemm akan menghasilkan penurunan tekanan
intra ocular yang memuaskan sehingga mencegah kerusakan nervus optikus pada stadium lebih
lanjut. Prosedur bedah goniotomi sebagai pilihan terapi bedah lini pertama (angle surgery) pada
glaukoma kongenital primer tidak dilakukan pada pasien karena adanya pertimbangan, yaitu
adanya kornea udema (kornea tampak keruh), manifestasi glaukoma kongenital yang cepat
(sudah tampak saat bayi baru lahir) dan diameter kornea yang besar (13-14 mm). Dalam
melakukan tindakan goniotomi, kornea yang jernih dibutuhkan oleh operator operasi agar dapat
melakukan insisi terhadap kornea sehingga didapatkan akses menuju kamera okuli anterior dan
kanalis schlemm. Manifestasi munculnya glaukoma pada bayi juga menjadi pertimbangan
pemilihan teknik operasi pada bayi J. Penelitian pada 50 orang pasien bayi yang didiagnosis
glaukoma kongenital saat lahir mendapatkan bahwa hanya 26% yang mendapatkan tekanan
intraocular terkontrol pada satu atau dua kali tindakan goniotomi, sedangkan 76% lainnya
membutuhkan tindakan lebih lanjut berupa goniotomi multipel, trabekulotomi, trabekulektomi
dan cyclocryotherapy.
Selama perawatan post operasi trabekulektomi, bayi J diberikan obat-obatan berupa
amoxicillin pulv 3x100 mg, paracetamol pulv 3x50 mg, prednisone 3x1 mg, LFX (Lefofloxacin)
tetes mata 4x1, Posop (Fluorometholon) tetes mata 4x1 dan Timol 0,25% tetes mata 2x1.
Amoxicilin pulv dan levofloxacin tetes mata diberikan untuk mencegah infeksi pada mata pasca
operasi, paracetamol diberikan sebagai analgetik ringan dan antipiretik. Prednison pulv diberikan
selain untuk mengurangi udem pada palpebra karena tindakan operasi juga untuk mencegah

penutupan saluran yang sengaja dibuat pada trabekulektomi sehingga aliran aqueus humor tetap
lancar menuju kanalis schlemm. Posop tetes mata diberikan untuk mencegah inflamasi pasca
operasi dan timol 0,25% diberikan untuk mengontrol tekanan intraocular pasca operasi
trabekulektomi. Sesuai anjuran dokter spesialis mata, pasien harus kontrol kembali ke rumah
sakit satu minggu kedepan untuk melihat perkembangan post operasi dan mengobati infeksi
sekunder bila ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Daniel, Vaughan dan Paul Riordhan. 2000. Glaukoma, dalam : Oftalmologi Umum.
Jakarta : EGC
2. Sing-Hui Lim et al. 2013. CYP1B1, MYOC, and LTBP2 Mutation in Primary
Congenital Glaucoma Patient in the United States. Am J Opthalmol. 155 (3). 508-17.
3. Solmaz A et al. 2015. Rare Disease Leading to Chilhood Galucoma : Epidemiology,
Pathophysiogenesis, and Management. BioMed Research International. Volume 2015.
Article ID 781294.
4. Aponte EP, Diehl N, Mohney BG. 2010. Incidence and clinical characteristics of
childhood glaucoma: A population-based study. Arch Ophthalmol. 128. 47882.
5. Jose Morales, Sami Al Shahwan, Sami Al Odhayb, Ibrahim Al Jadaan, dan Deepak P.
Edward. 2013. Current Surgical Options for the Management of Pediatric Glaucoma.
Journal of Opthalmology. Volume 2013. Article ID : 763735.

Anda mungkin juga menyukai