PENDAHULUAN
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah umumnya berhubungan dengan
kehilangan darah dalam jumlah besar yang disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak
berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Menurut penelitian, dilaporkan bahwa reaksi
transfusi darah yang tidak diharapkan ditemukan pada 6,6% responden, dimana 55% berupa
demam, 14% menggigil, 20% reaksi alergi terutama urtikaria, 6% hepatitis serum positif, 4%
reaksi hemolitik dan 1% overload sirkulasi (Sudoyo, 2006).
Reaksi transfusi darah yang paling berat adalah reaksi hemolitik yang berhubungan
dengan inkompatibilitas ABO, dimana antibodi yang didapat secara alami dapat bereaksi
melawan antigen dari transfusi (asing), sehingga mengaktifkan komplemen, dan
mengakibatkan terjadinya hemolisis intravascular (Morgan, 2005). Manifestasi klinis yang
dapat ditemui pada pasien yang mengalami reaksi hemolisis intravascular adalah demam,
menggigil, kemerahan, nyeri pada punggung bagian bawah, takikardi dan hipotensi, kolaps
pembuluh darah sampai henti jantung.
Mistransfusi, di mana terjadi kesalahan dalam pemberian transfusi darah kepada
penerima merupakan kesalahan yang paling sering mengakibatkan inkompatibilitas ABO.
Inkompatibilitas ABO umumnya terjadi karena kesalahan dalam pemberian label dan salah
mengidentifikasi darah atau pasien. Oleh karena itu, sebelum memberikan transfusi darah
dilakukan pemeriksaan pre tansfusi untuk memastikan bahwa semua yang akan dilakukan
sudah tepat. Tes kompatibilitas dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah antigenantibodi sebagai hasil transfusi sel darah merah. Tes kompatibilitas yang dapat dilakukan
antara lain Crossmatching dan Screening Anti body. Kedua pemeriksaan ini dapat
memberikan informasi mengenai jenis ABO dan Rhesus. Namun kelemahan pada kedua
pemeriksaan ini adalah keduanya membutuhkan waktu 5-45 menit untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan.
BAB II
ISI
I.
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke
sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena.4 Berdasarkan sumber darah atau
komponen darah, transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari
orang lain;
2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah resipien itu
sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.
II.
Golongan Darah
Membran sel darah merah berisi sedikitnya 300 faktor penentu antigenik berbeda.
Sedikitnya 20 antigen golongan darah terpisah dapat dikenal, tanda dari masing-masing
adalah di bawah kontrol genetik dari kromosom loci. Kebetulan, hanya ABO dan Rh Sistem
yang penting pada transfusi darah. Setiap orang biasanya menghasilkan antibody
(alloantibodies). Antibodi bertanggung jawab untuk reaksi-reaksi dari transfusi. Antibodi
dapat menjadi alami atau sebagai respon atas sensitisasi dari suatu kehamilan atau
transfusi sebelumnya.11
2.1 Sistem ABO
Kromosomal untuk sistem ABO ini menghasilkan dua allel: A dan B. Masing-masing
merepresentasikan suatu enzim yang merupakan modifikasi dari suatu permukaan sel
glycoprotein, menghasilkan antigen yang berbeda. (Sebenarnya, ada berbagai varian A dan
B.) Hampir semua individu tidak mempunyai A atau B " natural" yang menghasilkan antibodi
(sebagian besar immunoglobulin M) melawan antigens di dalam tahun pertama kehidupan.
Antigen H adalah precursor dari system ABO tetapi diproduksi oleh suatu kromosom tempat
berbeda. Tidak adanya antigen H (hh genotype, juga disebut Bombay pheno-type) mencegah
munculny gen A atau B; individu dengan kondisi sangat jarang ini akan mempunyai anti-A,
anti-B, dan anti-H antibodi.4,8
Bila sel darah merah (SDM) yang ditransfusikan tidak kompatibel, antibodi dalam
plasma resipien akan mengikat reseptor khusus di dinding SDM donor. Hal ini akan
mengaktifkan jalur komplemen yang akan menyebabkan lisis dinding SDM (intravaskular
hemolisis). Jalur komplemen ini akan melepaskan anafilatoksin C3a dan C5a yang akan
membebaskan sitokin seperti TNF, IL1 Dan IL8, dan menstimulasi degranulasi sel mast
dengan mengsekresikan mediator vasoaktif. Semua substansi ini bisa menyebabkan
inflamasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan hipotensi yang akan mengarah ke shock
dan gagal ginjal. Mediator juga akan menyebabkan agregasi platelet, oedema paru
peribronchial, dan kontraksi otot kecil.
2.2 Sistem Rh
Sistem Rh ditandai oleh dua gen yang menempati chromosome 1. Ada sekitar 46 Rhberhubungan dengan antigen, tetapi secara klinis, ada lima antigen utama ( D, C, c, E, dan e)
dan menyesuaikan dengan antibody.
Biasanya, ada atau tidak alel yang paling immunogenik dan umum, D antigen,
dipertimbangkan. Kira-Kira 80-85% tentang populasi orang kulit putih mempunyai antigen
D. Individu yang kekurangan alel ini disebut Rh-Negative dan biasanya antibodi akan
melawan antigen D hanya setelah terpapar oleh ( Rh-Positive) transfusi sebelumnya atau
kehamilan ( seorang Ibu Rh-Negative melahirkan bayi Rh-Positive).
2.3 Sistem Lain
Sistem lain ini meliputi antigen Lewis, P, li, MNS, Kidd, Kell, Duffy, Lutheran, Xg,
Sid, Cartright, YK, dan Chido Rodgers antigens. Kebetulan, dengan beberapa perkecualian
( Kell, Kidd, Duffy, Dan), alloantibodi melawan sistem ini jarang menyebabkan reaksi
hemolytic serius.
III.
Indikasi pemberian transfusi dengan sel darah putih : bila terjadi leukopeni yang berat
sehingga khawatir terjadi suatu reaksi. Transfusi dengan sel darah putih tidak efektif karena :
Umur leukosit yang pendek.
Jumlah leukosit yang sedikit. Untuk meningkatkan 1500 leukosit diperlukan sekitar 40 unit
darah segar. Transfusi dengan sel darah putih jarang sekali digunakan.
III.TRANSFUSI DENGAN TROMBSIT
Indikasi pemberian transfusi dengan trombosit adalah bila terjadi trombositopeni yang berat,
sehingga dikhawatirkan terjadi perdarahan. Terdapat 2 macam trombositopeni yang dapat
ditransfusikan :
PRP (Plathellet Rich Plasma)
PC (Platellet Concetrate)
Cara mendapatkan PRP dan PC adalah : darah disentrifuse selam 3 menit dengan kecepatan
2300 rpm, maka supernatan nya adalah PRP. Bila PRP tersebut disentrifuse lagi selama 3
menit dengan kecepatan 2300 rpm, maka endapan yang terjadi adalah PC. Untuk melakukan
transfusi dengan trombosit ini tidak perlu dilakukan reaksi silang terhadap gol.darah ABO,
sedangkan terhadap Rhesus masih tetap dilakukan. Pemberian 1 unit PC dapt meningkatkan
sekitar 15.000/mm3 trombosit. Setelah suatu transfusi dengan trombosit, maka umur
trombosit hanya sekitar 1-3 hari, sehingga dapat dilakukan transfusi sebanyak 2-3 kali dalam
seminggu.
IV. TRANSFUSI DENGAN KOMPONEN CAIR (PLASMA)
1. Transfusi dengan plasma :
Indikasi pemberian transfusi dengan plasma adalah :
Suatu keadaan dimana banyak plasma yang hilang, misalnya : luka bakar yang luas,
demam berdarah, dsb.
Dehidrasi
Perdarahan oleh karena defisiensi faktor pembekuan darah. Transfusi dengan plasma
ini ada 2 macam :
1) Single Donor Plasma
Dibuat dari 1 unit darah
Resiko hepatitis lebih kecil
Titer iso antibody tinggi
2) Pooled Plasma
Dibuat dari beberapa unit darah
Resiko terkena hepatitis tinggi
Titer iso antibody kecil
Volume yg didapat cukup tinggi
Kerugian pemberian tranfusi dengan plasma adalah bahwa transfusi ini tidak
dapat mengatasi anemia. Keuntungan pemberian transfusi dengan plasma,
dibanding transfusi dengan Whole Blood adalah :
Tidak perlu dilakukan reaksi silang.
Unit darah dipakai untuk beberapa macam transfusi.
Kemungkinan reaksi hemolitik kecil
2. Transfusi dengan plasma spesifik :
Albumin.
Cryoprecipitate (anti hemophili concetrate).
3. Transfusi dengan gamma globulin : pemberian antibodi.
4. Transfusi dengan fibrinogen.
IV.
Tes Kompatibilitas
Tujuan tes ini adalah untuk memprediksi dan untuk mencegah reaksi antigenantibody sebagai hasil transfusi sel darah merah. Donor dan penerima donor darah harus di
periksa adanya antibody yang tidak baik.
Tabel 9. Golongan darah ABO
TIPE
A
B
AB
O
* angka rata-rata
Insidensi*
45%
8%
4%
43%
Komponen Darah
Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik, dan bedah
mayor dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6
hari, dan biasa untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah jarang digunakan, para klinisi lebih
senang menggunakan produk komponen darah saja.
5.2 Sel darah merah
Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat eritrosit dari
whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis. Kandungan yang terdapat
dalam PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL
eritrosit murni), 147-dan 278 mg besi. Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30
hari.
Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan dicapai.
Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL. Pada neonatus,
dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin
akhir dapat diperkirakan dengan rumus = volume darah x hematokrit x 0,91.
Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik seperti
hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik, thalasemia.
Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target akhir 10 g/dL.
5.3 Platelet
Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010 platelet per
kantong, dan 50 mL plasma.
Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet
biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet sekitar 50-100.000/mm.
Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, dan fungsi
platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada dewasa,
dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.
Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopeniapurpura.
5.4 Frozen plasma
Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250 mL yang
dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam mengandung Faktor V dan
Faktor VIII.
Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada penyakit hati,
trombotik trombositopenia purpura.
Dosis: 10-20 mL/kg.
5.5 Cryoprecipitated AHF
Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan mencairkan
FFP pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor VIII:C, faktor VIII:vWF
(von Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-20 mL plasma.
Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1 kantong per
7-10 kgBB.
Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien dengan
hemofili A atau von Willebrands disease.
4.6 Granulosit
Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien
neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit
mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari
transfusi 1010 granulosit pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan
insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paruparu, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi
mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating
faktor, atau G-CSF) dan sargramostim (granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor,
atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.
VI.
Jika dicurigai suatu reaksi hemolisis, transfusi harus dihentikan dengan segera.
Darah harus di cek ulang dengan slip darah dan identitas pasien.
dengan leukoaglutinin. Perawatan Awal TRALI adalah sama dengan Acute Respiratory
distress syndrome (ARDS), tetapi dapat sembuh dalam 12-48 jam dengan terapi suportif.
Manajemen: atasi distres pernapasan dengan ventilator, dan berikan steroid.
6.6 Graft versus Host Disease
Reaksi jenis ini dapat dilihat pada pasien immune-compromised. Produk sel darah
berisi limfosit mampu mengaktifkan respon imun. Penggunaan filter leukosit khusus sendiri
tidak dapat dipercaya mencegah penyakit graft-versus-host. Iradiasi (1500-3000 cGy) sel
darah merah, granulocyte, dan transfusi platelet secara efektif menginaktifasi limfosit tanpa
mengubah efikasi dari transfusi.
6.7 Purpura Posttransfusi
Thrombositopenia jarang terjadi setelah transfusi darah dan ini berkaitan dengan
berkembangnya aloantibodi trombosit. Karena alasan yang tidak jelas, antibodi
menghancurkan trombosit. Hitung trombosit secara jelas menurun 1 minggu setelah tranfusi.
Plasmapheresis dalam hal ini dianjurkan.
6.8 Imunosupresi
Transfusi leukosit merupakan produk darah dapat sebagai immunosuppressi. Ini
adalah terlihat jelas pada penerima cangkok ginjal, di mana transfusi darah preoperatif
nampak untuk meningkatkan survival dari graft. Beberapa studi menyatakan bahwa rekurensi
dari pertumbuhan malignan mungkin lebih mirip pada pasien yang menerima transfusi darah
selama pembedahan. Dari kejadian yang ada juga menyatakan bahwa tranfusi leukosit
allogenik dapat mengaktifkan virus laten pada resipien. Pada akhirnya, transfusi darah dapat
meningkatkan timbulnya infeksi yang serius setelah pembedahan atau trauma.
VII. Komplikasi Infeksi
7.1 Infeksi Virus Hepatitis
Sampai tes rutin untuk virus hepatitis telah diterapkan, insidensi timbulnya hepatitis
setelah transfusi darah 7-10%. Sedikitnya 90% tentang kasus ini adalah dalam kaitan dengan
hepatitis C virus. Timbulnya hepatitis posttransfusi antarab 1:63,000 dan 1:1,600,000, 75%
tentang kasus ini adalah anikterik, dan sedikitnya 50% berkembang menjadi penyakit hati
kronis. Lebih dari itu, tentang kelompok yang terakhir ini, sedikitnya 10-20% berkembang
menjadi cirrhosis.
7.2 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini, HIV-1, ditularkan melalui transfusi
darah. Semua darah dites untuk mengetahui adanya anti-HIV-1 dan - 2 antibodi. Dengan
adanya FDA yang menguji asam nukleat memperkecil waktu kurang dari satu minggu dan
menurunkan resiko dari penularan HIV melalui tranfusi 1:1.900.000 tranfusi.
7.3 Infeksi Virus Lain
Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr Virus umumnya menyebabkan penyakit
sistemik ringan atau asimptomatik. Yang kurang menguntungkan, pada beberapa individu
menjadi pembawa infeksi asimptomatik; lekosit dalam darah dari donor dapat menularkan
virus. Pasien immunosupresif dan Immunocompromise (misalnya, bayi prematur dan
penerima transplantasi organ) peka terhadap infeksi CMV berat setelah tranfusi. Idealnya,
pasien - pasien menerima hanya CMV negatif.
Bagaimanapun, studi terbaru menunjukkan bahwa resiko transmisi CMV dari
transfusi dari darah yang leukositnya berkurang sama dengan tes darah yang CMV negatif.
Oleh karena itu, pemberian darah dengan leukosit yang dikurangi secara klinis cocok
diberikan pada pasien seperti itu. Human T sel virus lymphotropic I dan II ( HTLV-1 dan
HTLV-2) adalah leukemia dan lymphoma virus, kedua-duanya telah dilaporkan ditularkan
melalui transfusi darah; leukemia dihubungkan dengan myelopathy. Penularan Parvovirus
telah dilaporkan setelah transfusi faktor pembekuan. dan dapat mengakibatkan krisis
transient aplastic pada pasien immunocompromised. Penggunaan filter leukosit khusus
nampaknya mengurangi tetapi tidak mengeliminasi timbulnya komplikasi di atas.
7.4 Infeksi Parasit
Penyakit parasit yang dapat ditularkan melalui transfusi seperti malaria,
toxoplasmosis, dan Penyakit Chagas'. Namun kasus-kasus tersebut jarang terjadi.
7.5 Infeksi Bakteri
Kontaminasi bakteri adalah penyebab kedua kematian melalui transfusi. Prevalensi
kultur positif dari kantong darah berkisar dari 1/2000 trombosit sampai 1/7000 untuk RBC.
Prevalensi sepsis oleh karena transfusi darah berkisar dari 1/25,000 tromobosit sampai
1/250,000 untuk RBC. Angka-angka ini secara relatif besar dibandingkan ke resiko HIV atau
hepatitis, yang adalah di sekitar 1/1-2 juta. Baik bakteri gram-positif (Staphylococus) dan
bakteri gram-negatif (Yersinia dan Citrobacter) jarang mencemari transfusi darah dan
menularkan penyakit. Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi dari bakteri, darah harus
berikan dalam waktu kurang dari 4 jam. Penyakit bakteri yang ditularkan melalui transfusi
darah dari donor meliputi sifilis, brucellosis, salmonellosis, yersiniosis, dan berbagai macam
rickettsia.
Manajemen: penanganan kasus ini adalah dengan memberikan antibiotik sesuai
bakteri penginfeksi. Bila jenis bakterinya tidak diketahui, kombinasi berikut dapat
dipertimbangkan:
- Bakteri gram negatif: piperacillin 4,5 g tds iv; atau ceftriaxone 1 g 1x/hari; atau
meropenem 1 g tds iv.
- Bakteri gram positif: teicoplain 400mg bd iv x2; atau vancomycin 1 g bd iv.
7.6 Overload Cairan
Overload cairan terjadi bila transfusi dilakukan terlalu cepat. Gagal jantung ventrikel
kiri akut sering terjadi disertai dyspnoe, tachypnoea, batuk kering, peningkatan JVP, ronki
basal paru, hipertensi, dan takikardi.
Manajemen: hentikan transfusi, dan berikan oksigen dan diuretik.
7.7 Iron Overload
Komplikasi ini sering terjadi pada resipien dengan kelainan yang hidupnya
bergantung pada transfusi darah seperti talasemia dan sickle cell. Komplikasi ini terjadi bila
transfusi sudah mencapai 10-50 kantong.
Manajemen: dilakukan iron chelation therapy dengan desferoxamine 30-50 mg
subkutan atau infus lambat saat malam, minimal 5x/minggu.11
VIII. Transfusi Darah Masif
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi satu
sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa, equivalent dengan
10-20 unit.
8.1 Koagulopati
mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi
yang berhubungan dengan kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan label,
pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi dapat terjadi dalam
kaitan dengan alergen (misalnya, ethylen oksida), dapat masuk kedalam darah dari tempat
pengumpulan dan gudang penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative autologous
dilakukan dengan frekuensi berkurang.
9.2 Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang
Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vaskular dan bedah tulang.
Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu pencegah pembekuan darah
(heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang
merah di konsentratkan dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian
di transfusikan kembali ke dalam pasien. Konsentrat darah tersebut umumnya mempunyai
hematokrit 50-60%. Untuk digunakan secara efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah
lebih besar dari 1000-1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk
dan tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan reinfusi sel
malignan via teknik ini tidak dibenarkan. Sistem lebih modern dan sederhana memungkinkan
reinfusion darah tanpa centrifuge.
9.3 Normovolemik Hemodilusi
Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika konsentrasi
sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah dapat dikurangi apabila darah
dalam jumlah besar ditumpahkan. Lebih dari itu, cardiac output tetap normal sebab volume
intravaskular terkontrol. Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter
intravena yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya pasien tetap
normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah yang dikeluarkan disimpan dalam
kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk menjaga fungsi dari trombosit. Darah di
transfusikan kembali ke pasien setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika diperlukan.
9.4 Donor Transfusi Langsung
Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang
mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak menyarankan hal ini dan
umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari sebelum operasi untuk memproses darah
dan mengkonfirmasikan kompatibilitas.
Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-langsung dengan donor secara
random tidak ada perbedaan, ataupun bank darah lebih aman.