Anda di halaman 1dari 3

TENTANG KAMI

Koran Jakarta | 26 January 2016

HUBUNGI KAMI

KARIR

BERLANGGANAN

Masukkan kata pencarian lalu tekan enter...

Search

Show option

NASIONAL

Kolom

MONDIAL

EKONOMI

PROPERTI

TELKO

OTOMOTIF

OLAHRAGA

KOLOM

RONA

MEGAPOLITAN

VIDEO

KUPAS

EDISI WEEKEND

Perada

Senin 25/1/2016 | 01:00

Membongkar Praktik Politik Uang


Lewat Novel

Populer

Terbaru

Benahi Pengelolaan Sumber Daya


Air di Indonesia
10648

Views

TNI Pamerkan Alutsista Di Monas


9297

Views

Djarot Saiful Hidayat Resmi


Dilantik jadi Wakil Gubernur DKI
Jakarta
9161

Views

Pemprov DKI Jakarta Berlakukan


Pembatasan Jalur Motor
9106

Views

Ahok akan BukaBukaan


4860

Views

Jessica Wongso Kurang Dikenali


Tetangga
3671

Foto : istimewa

AA

A Pengaturan Font

Judul : Namaku Subardjo


Penyusun : Hapsari Hanggraini
Penerbit : Metamind
Cetakan : I, Juli 2015
Tebal : 240 halaman
ISBN : 978-602-72834-0-4
Novel ini bercerita tentang kisah perjuangan Subardjo, sang juragan telur asin agar bisa menjadi wakil rakyat. Dia
yang buta politik dan terlalu polos akhirnya terseret pada permainan politik yang busuk. Memang tidak bisa
ditampik, uang masih menjadi senjata ampuh para calon legislatif . Taktik kotor itu mereka bungkus rapi. Novel
Namaku Subardjo mau membongkar kedok logika politik tersebut.

Kisahnya berawal dari pemuda bernama Subardjo, tokoh utama, yang mendadak nyaleg. Ketertarikan juragan
telur asin ini menjadi salah satu caleg DPRD dari Partai Peduli Amat hanya karena terprovokasi Rudy (hal 34).
Setelah bertemu Mas Parno, salah satu pengurus partai dan dicekoki soal politik, parpol, caleg, masa depan
bangsa, dan pemimpin, Jojo panggilan keren Subardjo yang sangat buta hal-hal gituan akhirnya mantap nyaleg
(hal 54).

Ia juga tak keberatan saat disuruh memilih paket hemat atau istimewa. Paket istimewa, caleg kursi DPR daerah
pilihan yang berpeluang besar mendulang suara dan mendapat nomor-nomor kecil. Paket hemat kebalikannya.
Tentu harga yang harus disumbangkan berbeda. Dengan uang semua bisa diatur, tandas Mas Parno (hal 64-65).

Views

Setelah nyaleg Jojo yang gaptik alias gagap politik berubah. Ia jadi gemar mengikuti berita seputar politik dan
pemilu. Sementara, Rudy yang ternyata jebolan jurusan komunikasi diangkat menjadi penasihat politik sekaligus
manajernya. Meskipun amatiran, semua yang dikatakan Rudy relevan dengan kebutuhan pasar politik sekarang.
Salah satunya masalah pencitraan (hal148).

Rudy memanfaatkan momen bencana demi menjaring suara konstituen dan membangun citra (hal160).
Bersama Rudy, Jojo rajin mendatangi lokasi bencana di Brebes, dapil Jojo. Sembari membagi-bagikan sembako,
tak henti-hentinya Rudy mengingatkan bahwa bantuan berasal dari Subardjo alias Jojo, caleg Partai Peduli Amat
dengan nomor urut enam (hal170-171).

Jojo sempat tidak nyaman dengan cara ini tapi Rudy selalu berhasil menyakinkan bahwa kehadiran caleg di
daerah-daerah bencana mahapenting. Mereka butuh uang untuk melanjutkan hidup. Caleg butuh suara mereka.
Dua kepentingan itu bertemu menjelang pemilu. Ini sebuah realita dan logika politik cantik, nasihat Rudy (hal
207).

Sementara di rumah, ibu dan bapak Jojo juga kewalahan menghadapi antrean warga, utusan lembaga, sampai
oknum desa yang menodong sumbangan dengan seribu alas an (hal 167). Bila tak dikasih mereka akan
mengancam tak memilih Jojo (hal 196).

Ternyata Jojo dan Rudy tak sendiri. Di salah satu lokasi bencana Jojo bertemu salah satu caleg untuk DPR dari
Partai Amatlah Rasional bernama John Arbyn. Mereka lalu bekerja sama mengubah setiap musibah menjadi
berkah. Kerja sama berdua kurang disukai Rudy.

Tiba saat kampaye terbuka Jojo masih juga gaptik. Biar pun kegiatan membaca koran dan menonton berita politik
diperbanyak tapi ternyata tidak berpengaruh banyak. Untuk menutupi kelemahan ini Rudy memakai taktik
simbiosis mutualisme. Ia memaksa Jojo gantian nebeng John Arbyn. Jagat politik tidak ada kawan atau lawan
abadi. Yng ada kepentingan abadi (hal 202).

Sayang taktik ini tidak membantu. Dalam kampanye dialogis, Jojo tetap tidak bisa menjawab pertanyaan dengan
baik. John kian berkibar, Jojo kian terpuruk. Beginilah nasib caleg jadi-jadian (hal 213).

Hasil bisa ditebak, Jojo gagal jadi DPRD Jateng. Semua terluka. Ibunya yang paling berduka karena tanpa
sepengetahuan Jojo, dia mengeluarkan 20 juta untuk mahar seutas kalung sakti dan secarik jimat potongan
kertas. Bagi ibu, kegagalan Jojo bukan karena apa-apa tapi lebih kecerobohannya menghilangkan kalung sakti
dan jimat itu (hal 222-229).

Novel ini memperlihatkan kehidupan politik dan masyarakat di wilayah abu-abu, tidak jelas yang benar dan
keliru. Semua mengabur dalam kepentingan sesaat, hingga orang superbaik dan kuat yang masuk ke dalam
sistem ini tidak akan bisa berbuat banyak. Dia harus diam di tempat atau ikut dalam permainan.

Diresensi Moh Romadlon, lulusan MAN 2 Kebumen, Jateng

Tags

buku

Namaku Subardjo

perada

Berita Sebelumnya

2016, Proyek Properti Kian


Inovatif

Copyright 2016 Koran Jakarta

Berita Selanjutnya

Bisa Dipastikan
Penerimaan Negara Akan
Terganggu

Anda mungkin juga menyukai