Anda di halaman 1dari 56

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanggal 1-7 Agustus tiap tahunnya ditetapkan sebagai pekan ASI (Air
Susu Ibu) sedunia. Pekan ASI ini menggambarkan betapa pentingnya
pemberian ASI sehingga menarik perhatian dunia. Pekan ASI ini digunakan
sebagai salah satu cara untuk mempromosikan ASI (Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014 ).
Air Susu Ibu adalah makanan terbaik untuk bayi disebabkan kandungan
gizi yang terkandung dalam ASI tersebut, sesuai dengan kebutuhan bayi yang
diperlukan

untuk

masa

pertumbuhannya.

ASI

sangat

efektif

utuk

menyelamatkan kehidupan seorang anak (Academy for Educational


Development, 2002).
Beberapa penelitian epidemiologi menyatakan bahwa ASI mampu
melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi misalnya diare, otitis media,
dan infeksi pernapasan akut bagian bawah seperti pneumonia, yang
merupakan penyebab salah satu kematian terbanyak pada bayi. Kolustrum
yang terkandung dalam ASI mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih
banyak dari susu lainnya dan dihasilkan hari pertama sampai keempat
kelahiran (Roesli, 2004).
Keterkaitan pemberian ASI eksklusif dan pengurangan angka kematian
anak dapat dipahami melalui hasil penelitian di 42 negara yang menunjukan
bahwa ASI eksklusif memiliki dampak terbesar terhadap penurunan angka
kematian balita yaitu 13% dibandingkan intervensi kesehatan masyarakat
lainnya. Angka ini naik menjadi 22%, jika pemberian ASI dimulai dalam 1
jam pertama setelah kelahirannya (Soraya, Purnaweni, dan Santoso, 2012).
Pentingnya ASI, World Health Organization (WHO) merekomendasikan
sebaiknya bayi hanya disusui ASI selama paling sedikit 6 bulan dan
meneruskan menyusui anak sampai umur 2 tahun. Pemerintah Indonesia
menganggap ASI merupakan makanan bayi yang terbaik dan setiap bayi
berhak medapatkan ASI, maka pada tahun 2004, dikeluarkan Surat Keputusan

Departemen Kesehatan No. 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian


ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia (Roesli, 2004).
Berbagai anjuran dan program telah dilakukan untuk meningkatkan
pemberian ASI eksklusif, namun kecenderungan para ibu untuk tidak
menyusui bayinya secara eksklusif semakin besar. Hal ini dapat dilihat dengan
semakin besarnya jumlah ibu menyusui yang memberikan makanan tambahan
lebih awal sebagai pengganti ASI.
Di Indonesia, penelitian dan pengamatan yang dilakukan diberbagai
daerah menunjukan dengan jelas ada kecenderungan semakin meningkatnya
jumlah ibu yang tidak menyusui bayinya. Berdasarkan Survey Demografi
Kesehatann Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3.7% bayi yang memperoleh ASI
pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi berumur kurang dari
2 bulan sebesar 64% antara 2-3 bulan 45.5%, antara 4-5 bulan 13.9% dan
anatara 6-7 bulan 7.8%. Bayi yang berusia dibawah 2 bulan, 13% diantaranya
telah diberikan susu dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi
makanan tambahan. Bayi berusia dibawah 6 bulan yang menggunakan susu
formula sejumlah 76.6% pada bayi yang tidak disusui dan 18.8% pada bayi
yang disusui (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014 ).
Berdasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan oleh
Menteri

Kesehatan

melalui

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang


Kesehatan di Kabupaten/Kota, target bayi yang mendapat ASI eksklusif
sebanyak 80% pada tahun 2010. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
menunjukan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia hanya 30.2%.
Angka ini masih jauh lebih rendah dari target dunia, yaitu 50%, dan target
SPM. Menurut data tersebut dinyatakan bahwa masalah utama rendahnya
pemberian ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya dan kurangnya
pengetahuan ibu hamil, keluarga, dan masyarakat.
Pada Puskesmas Perawatan Sungai Kupang didapatkan bahwa cakupan
ASI eksklusif pada tahun 2014 adalah sebesar 28,57% dari jumlah bayi 287
jiwa. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2013, sebesar 30,95%.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyatakan terdapat berbagai


alasan seorang ibu tidak memberikan ASI eksklusif, diantaranya adalah
pengaruh iklan/promosi pengganti pengganti ASI, ibu bekerja, lingkungan
sosial budaya, pendidikan, pengetahuan yang rendah serta dukungan suami
yang rendah (Saleh, 2011).
Rendahnya angka cakupan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas
Sungai Kupang dan besarnya manfaat ASI eksklusif membuat penting untuk
mengetahui penyebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang.
B.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah Apakah terdapat hubungan antara faktor usia ibu, tingkat pendidikan,
tingkat pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, jumlah paritas, dukungan
keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di
Puskesmes Perawatan Sungai Kupang ?
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang, Kelumpang Hulu,
Kalimantan Selatan dan Mengetahui penyebab tidak tercapainya cakupan
ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi hubungan faktor usia terhadap pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Perawatan Sei Kupang, Klumpang Hulu.
b. Mengidentifikasi hubungan faktor paritas ibu terhadap pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Perawatan Sei Kupang, Klumpang Hulu.
c. Mengidentifikasi hubungan faktor pengetahuan ibu terhadap
pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sei Kupang,
Klumpang Hulu.
d. Mengidentifikasi hubungan faktor pendidikan terhadap pemberian ASI
eksklusif pada di Puskesmas Perawatan Sei Kupang, Klumpang Hulu.
e. Mengidentifikasi hubungan faktor pekerjaan terhadap pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Perawatan Sei Kupang, Klumpang Hulu.
3

f. Mengidentifikasi hubungan faktor pendapatan terhadap pemberian ASI


eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang, Klumpang Hulu.
g. Mengidentifikasi hubungan faktor dukungan keluarga terhadap
pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang,
Klumpang Hulu.
h. Mengidentifikasi hubungan faktor dukungan tenaga kesehatan
terhadap pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang, Klumpang Hulu.
i. Mengidentifikasi faktor input yang mempengaruhi program ASI
eksklusif di Puskemas Perawatan Sungai Kupang
j. Mengidentifikasi faktor proses yang mempengaruhi program ASI
eksklusif di Puskemas Perawatan Sungai Kupang
k. Mengidentifikasi faktor output yang mempengaruhi program ASI
eksklusif di Puskemas Perawatan Sungai Kupang
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
a.

Institusi Pendidikan
Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
masukan atau perbandingan serta sumber informasi bagi penelitian
berikutnya dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatan khususnya gizi-ASI Eksklusif.

b.

Peneliti
Penulis dapat memahami lebih dalam mengenai hubungan faktor
usia, paritas, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dukungan keluarga,
dukungan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di
Puskesmas Perawatan Sungai Kupang, Kecamatan Kelumpang Hulu,
Kalimantan Selatan.

2. Manfaat Praktis
a. Puskesmas

1. Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi


pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang.
2. Memberikan masukan untuk bahan referensi dalam pengambilan
keputusan program pemberian ASI eksklusif di Puskesmas
Perawatan Sungai Kupang.
b. Masyarakat
Meningkatkan pemahaman ibu menyusui mengenai factor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan pentingnya ASI eksklusif
c. Peneliti
1. Memenuhi rasa ingin tahu peneliti mengenai faktor pemberian ASI
eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang, Kecamatan
Klumpang Hulu, Kalimantan Selatan.
2. Menjadi bahan kajian pustaka untuk peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian lanjutan atau penelitian sejenis.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ASI Eksklusif


Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa,
dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu yang
berguna sebagai makanan bagi bayi (WHO, 2015).

World Health Organization juga menyatakan bahwa ASI sedini mungkin


diberikan setelah persalinan, tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain,
walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan (WHO, 2015)
B. Data Epidemiologi ASI Eksklusif
Cakupan pemberian ASI eksklusif berfluktuatif. Hasil SDKI (2007)
menunjukan cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan sebesar 32% yang
menunjukan kenaikan yang bermakna menjadi 42% pada tahun 2012.

Gambar 1. Kecenderungan Cakupan Pemberian ASI Eksklusif

Berikut akan disajikan cakupan pemberian ASI eksklusif seluruh


provinsi di Indonesia.

Gambar 2. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif 0-6 Bulan Menurut Provinsi


Tahun 2013 (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014)

Berdasar data tersebut cakupan Provinsi Kalimantan Selatan adalah


58.7%, diatas rerata Indonesia yaitu 54.3%, namun masih dibawah target
nasional tahun 2013 sebesar 75%. Cakupan ASI eksklusif Puskemas
Perawatan Sungai Kupang pada tahun 2014 adalah 32,58% sedangkan pada
tahun 2013 sebesar 30.95%.
C. Pedoman pemberian ASI Eksklusif
1. Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan
Pasal 28 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa selama pemberian ASI,
pihak keluarga, pemerintahan daerah dan masyarakat harus mendukung
ibu secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana disebut pada ayat 2 diadakan di
tempat kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 200 sanksi pidana dikenakan bagi setiap orang yang dengan
sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 128 ayat 2. Ancaman pidana yang diberikan adalah
pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000, 00.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pasal 6 berbunyi Setiap ibu yang
melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkan
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tentang
Pemberian ASI secara Eksklusif di Indonesia
Menetapkan ASI eksklusif di Indonesia selama 6 bulan dan
dianjurkan dilanjutkan sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih
dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai.
Tenaga kesahatan agar menginformasikan kepada semua ibu yang
baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif dengan mengacu pada
10 langkah keberhasilan menyusui. Sepuluh langkah menuju keberhasilan
menyusui, yaitu:

a. Sarana pelayanan kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan peningkatan


pemberian air susu ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas.
b. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
c. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan
penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir
sampai umur dua tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui
d. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah
melahirkan yang dilakukan di ruang persalinan
e. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisahkan dari bayi atas
indikasi medis
f. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada
bayi baru lahir
g. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi
24 jam sehari
h. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu tanpa pembatasan dan
frekuensi menyusui
i. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI
j. Mengupayakan terbentuknya kelompok pendukung ASI dan rujuk ibu
kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/ Rumah
bersalin/ Sarana Pelayanan Kesehatan.
Dalam mendukung sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui,
maka diperlukan manajemen laktasi. Manajemen laktasi diantaranya
dilakukan dengan penyuluhan dan konseling kepada ibu melahirkan agar
ibu mau dan mampu menyusui dengan benar. Manajemen ini dilakukan
mulai dari kehamilan (Antenatal care) yang diteruskan pada menyusui
selanjutnya (Post natal) (Soraya, Purnaweni, & Santoso, 2012).
D. Kandungan ASI
ASI mengandung berbagai komponen diantaranya adalah
1. Protein dan Asam Amino
Nutrisi ini dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan fungsi otak serta
pelindungan anak dari infeksi. Asam amino yang terkandung dalam ASI
adalah Tyrosine dan Triptophan yang dapat berguna sebagai penghantar

rangsang saraf. Selain itu kandungan ini juga berfungsi sebagai pengendali
prilaku, meningkatkan konsentrasi, serta emosi.
2. Lemak dan Asam Lemak
Lemak dan asam lemak dibutuhkan untuk energi dan pertumbuhan sel-sel
otak. Ada beberapa jenis lemak dan asam lemak yang terkandung dalam
ASI yang berguna untuk ketajaman penglihatan dan kecerdasan otak.
Sphyngomyelin yang berfungsi untuk kecepatan hantar rangsang saraf
(kecepatan berpikir dan kecerdasan), Sialic acid untuk kecepatan belajar
daya ingat, dan gangliosida sebagai pemproses dan penyimpanan
informasi.
3. Karbohidrat
Karbohidrat membantu penyerapan kalsium dan mempertahankan faktor
lobidus di usus (faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri yang
berbahaya). Selain itu Fructo Oligi Sacharida (FOS) berguna sebagai
sumber energi sel-sel otak dan prebiotik sebagai aktivitas sel.
4. Mineral
Meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi, namun mencukupi kebutuhan
bayi. Zat besi berguna untuk pembentukan myelin yang berfungsi untuk
kecepatan hantas saraf untuk kecepatan, pemprosesan informasi dan
kecerdasan. Zat besi dan kalsium pada ASI merupakan mineral yang
sangat stabil dan mudah diserap.
5. Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap dan dapat mencukupi kebutuhan
bayi hingga berusia 6 bulan. Vitamin juga dibutuhkan untuk pertumbuhan
sel-sel otak.
Air Susu Ibu mempunyai kandungan bahan larut yang rendah. Salah satu
fungsi air adalah menurunkan kelebihan bahan-bahan larut melalui air seni.
Ginjal bayi yang pertumbuhannya belum sempurna hingga usia tiga bulan,
mampu mengeluarkan kelebihan bahan larut lewat air seni untuk menjaga
keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya. Oleh karena ASI mengandung
sedikit bahan larut, maka bayi tidak membutuhkan air sebanyak anak-anak
atau orang dewasa (Academy for Educational Development, 2002).
E. Manfaat ASI

Keuntungan menyusui meningkat seiring lama menyusu eksklusif


hingga 6 bulan. Setelah itu dengan tambahan makanan pendamping ASI pada
usia enam bulan, keuntungan menyusui meningkat seiring dengan
meningkatnya lama pemberian ASI sampai dua tahun.
Menyusui bermanfaat baik bagi ibu dan bayinya. Bahkan ketika ibu
tidak sehat, kurang gizi, atau hamil, payudara ibu akan mengeluarkan ASI
yang terbaik bagi bayinya.
Manfaat ASI bagi bayi adalah ASI memiliki nilai gizi yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi. ASI dapat melindungi
tubuh dari infeksi karena mengandung antibodi berupa immunoglobulin,
lysozyme, komplemen C, antistapilococcus, lactobacillus, dan lactoferin, ASI
tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi, ASI
dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan bayi serta meningkatkan
jalinan kasih saying ibu dan anak. Selain itu, ASI steril, tidak terkontaminasi
oleh bakteri atau kuman penyakit lainnya, menyusui mencegah terjadinya
anemia pada bayi karena zat besi yang terkandung dalam ASI dapat diserap
secara lebih baik daripada sumber zat besi lainnya (Purnawati, 2003).
Manfaat ASI untuk ibu diantaranya adalah mempercepat berhentinya
perdarahan postpartum dan pengembalian rahim ke ukuran sebelum hamil.
ASI dapat digunakan untuk menunda haid dan kehamilan sehingga dipakai
sebagai alat kontrasepsi alamiah, dan mengurangi angka kejadian kanker
payudara (Pertiwi, 2012). ASI juga meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan
anak. Selain itu, dengan menyusui secara eksklusif ibu tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan.
Dengan demikian menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu
formula dan peralatannya (Academy for Educational Development, 2002).
F. Anatomi Payudara
Roesli (2004) menyatakan payudara terdiri dari bagian luar (eksternal)
dan bagian dalam (internal)

10

Gambar 3. Anatomi Payudara (Anonim, 2015)

Bagian luar terdiri dari sepasang buah dada yang terletak di dada, areola
mamae, puting susu. Bagian dalam terdiri dari 4 jaringan utama, yaitu aleoli
mammary yang merupakan pabrik susu, sinus lactiferous berfungsi
menampung ASI terletak dibawah areola mamae, ductuc lactiferous
mengalirkan ASI dari aleoli mammary ke sinus lactiferous, serta jaringan ikat
dan sel lemak yang melindungi.
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI
Pada payudara terutama pada puting susu terdapat banyak ujung saraf
sensoris. Perangsangan pada payudara akibat hisapan bayi saat menyusui akan
menimbulkan implus yang menuju hipotalamus, salah satu organ dalam otak,
implus dari hipotalamus selanjutnya akan diteruskan ke hipofisis anterior yang
mengeluarkan hormon prolaktin dan ke hipofisis posterior yang berfungsi
mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon prolaktin dialirkan oleh darah ke
kelenjar payudara, maka terjadilah refleks pembentukan ASI.
Air Susu Ibu diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin
menghasilkan ASI dalam alveolar dan kerja prolaktin ini dipengaruhi oleh
lama dan frekuensi penghisapan. Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar
pituaria sebagai respon adanya isapan yang menstimulasi mioepitel untuk
mengeluarkan ASI atau refleks milk ejection yaitu mengalirkan ASI dari
simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi melalui puting
susu (Roesli, 2004).
H. Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
1. Usia ibu
Ibu yang berumur 35 tahun atau lebih tidak dapat menyusui bayinya
dengan ASI cukup sehingga terdapat hubungan bermakna antara umur
dengan pemberian ASI eksklusif.
11

2. Pendidikan ibu
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu mempunyai
hubungan dengan pola pemberian ASI eksklusif.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih cepat
memberikan Prelaktal dan MP-ASI (makanan pendaping ASI) lebih dini
dibandingkan subyek dengan tingkat pendidikan lebih rendah yang
memberikan MP-ASI kepada bayinya setelah bayi berumur 4 bulan.
Tingkat pendidikan yang semakin tinggi namun tidak disertai dengan
pengetahuan tentang praktik ASI eksklusif dapat mempengaruhi
pemberian ASI Eksklusif.
Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu
menyusui dalam memberikan ASI eksklusif, hal ini dihubungkan dengan
tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah.

3. Pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu berhubungan dengan perilaku pemberian ASI
eksklusif yang mana semakin tinggi pengetahuan ibu semakin tinggi
prilaku pemberian ASI eksklusif.
Tingkat pengetahuan subyek tentang ASI hanya sebatas pernah
mendengar, yang mana subyek dapat menjelaskan tentang manfaat ASI
berdasar informasi dari tenaga kesehatan, namun tidak dapat melakukan
ASI eksklusif (Saleh, 2011).
Pengetahuan tentang ASI eksklusif serta motivasi pemberian ASI
eksklusif yang kurang, mempengaruhi prilaku atau sikap ibu yang
diakibatkan oleh masih melekatnya pengetahuan budaya lokal tentang
pemberian makan pada bayi.
4. Pekerjaan ibu
Subrata menyatakan bahwa kelompok ibu yang bekerja mempunyai
peluang 7.9 kali untuk tidak menyusui bayi secara eksklusif dibandingan
dengan kelompok ibu yang tidak bekerja. Hal serupa juga disampaikan
oleh Marini yang menyatakan bahwa ibu yang tidak bekerja, lebih

12

memungkinkan untuk memberikan ASI secara eksklusif dibandingkan ibu


yang bekerja (Dahlan, Mubin, dan Mustika, 2011).
Status ibu bekerja dan pemberian susu formula adalah satu-satunya
alternatif dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan di
rumah. Oleh sebab itu, pemberian ASI tidak bisa dilakukan secara
maksimal.
5. Paritas
Keneko

menyatakan

dalam

penelitiannya

bahwa

prevalensi

menyusui eksklusif meningkat dengan bertambahnya jumlah anak yang


mana prevalensi anak ketiga atau lebih lebih banyak yang disusui eksklusif
dari pada anak kedua dan pertama sehingga terdapat hubungan yang
bermakna antara paritas dengan pemberian ASI eksklusif.
6. Ekonomi keluarga
Aispassa mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
status ekonomi dengan pemberian ASI eksklusif. Faktor ekonomi
mempengaruhi pemberian ASI dikarenakan status gizi yang baik didukung
oleh tingkat ekonomi yang tinggi.
Tingkat pendapatan mempunyai hubungan yang nyata dengan
pemberian ASI eksklusif. Dengan penghasilan rendah kecenderungan
untuk memberikan MP-ASI dini lebih besar dibandingkan susu formula,
diberikan susu formula dengan frekuensi kecil karena tidak mampu
membeli susu. Dengan penghasilan yang cukup, pemberian MP-ASI dan
susu formula lebih besar karena didukung dengan ekonomi yang baik serta
anggapan bahwa susu formula merupakan pilihan terbaik untuk bayi
(Saleh dan Noer, 2011 ).
7. Dukungan Keluarga
Keputusan unntuk memberikan ASI eksklusif dipengaruhi oleh
keluarga seperti suami dan orang tua, teman, dan lingkungan sosial ibu.
Dukungan mereka telah terbukti berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif. Suatu penelitian menunjukan dalam memutusan pemberian ASI
atau susu formula, 13% responden dipengaruhi oleh ibunya, saudara
perempuannya, teman, dan lingkungan sosial (Malau, 2010).
Peran suami berupa perhatian kepada istri sangat dibutuhkan dalam
suatu proses produksi ASI yaitu reflex oksitosin melalui pikiran positif ibu
akan merangsang kontraksi otot sekeliling kelenjar alveoli hingga

13

mengalirkan ASI ke duktus laktiferus yang kemudian diisap bayi (Roesli,


2004).
Dukungan para suami dalam pemberian ASI eksklusif sangat kurang.
Sebaliknya suami memberikan dukungan kepada ibu untuk memberikan
makanan dan susu formula kepada bayinya.
Asmijati (2000) dalam penelitiannya meyatakan bahwa pemberian
ASI Eksklusif 4.70 kali lebih besar dilakukan oleh responden yang
mendapatkan dukungan keluarga atau masyarakat.
8. Peran tenaga kesehatan
Peran tenaga kesehatan terutama bidan dalam memberikan dukungan
terhadap subyek sangat menunjang keberhasilan menyusui secara
eksklusif. Tenaga kesehatan sangat dominan memberikan pengaruh negatif
terhadap subjek dalam pemberian prelaktal dan MP-ASI sejak dini.
Peranan tenaga kesehatan terutama bidan dalam memberikan
dukungan terhadap subyek sangat menunjang keberhasilan menyusui
secara eksklusif. Sebaliknya tenaga kesehatan juga sangat kuat
memberikan pengaruh negatif terhadap subyek dalam pemberian prelaktal
dan MP-ASI sejak dini.
9. Promosi Susu Formula
Widodo (2008) menyatakan bahwa pergeseran perilaku pemberian
ASI ke susu formula terjadi karena susu formula dianggap lebih bergengsi.
Beliau mengemukakan hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh media yang
didominasi oleh televisi. Banyaknya iklan susu formula di televisi yang
bersaing dalam memberikan nutrisi unggulan untuk bayi, memberikan
dampak negatif bagi pemberian ASI eksklusif. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang mengemukakan akses informasi memiliki dampak negatif
yang dapat menurunkan penggunaan ASI.
Faktor
internal:
I. Kerangka
Teori
Usia ibu
Pendidikan ibu
Pekerjaan
Pengetahuan
Jumlah paritas

Status kesehatan ibu


Status kesehatan anak

Pemberian ASI Eksklusif


Faktor eksternal:
Dukungan Keluarga
Dukungan Tenaga Kesehatan
Akses Pelayanan Kesehatan
8. Budaya

14

Gambar 4. Kerangka Teori Penelitian


Keterangan : ------------------------->

Variabel antara
Variabel yang diteliti

J. Kerangka Konsep
Faktor internal:
Usia ibu
Pendidikan ibu
Pekerjaan
Pengetahuan
Jumlah paritas

Pemberian ASI Eksklusif

Faktor eksternal
Dukungan Keluarga
Dukungan tenaga kesehatan

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian


K. Hipotesis
Faktor usia, jumlah paritas, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan,
pendapatan, pekerjaan, dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan
mempengaruhi

pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai

Kupang.

15

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan rancangan mixed methodology. Data
dikumpulkan dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dilakukan
dengan metode analitik-non eksperimental dengan pendekatan cross-sectional.
Penelitian cross-sectional adalah jenis penelitian yang menekankan pada
waktu pengukuran/observasi data variabel hanya satu waktu, pada satu saat.
Alat pengumpulan data yang adalah wawancara dan pengisian kuesioner. Data
kualitatif dilakuan dengan indepth interview.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
a. Populasi Target Penelitian
Populasi target yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini
adalah seluruh wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas
Perawatan Sungai Kupang.
b. Populasi Terjangkau Penelitian
Populasi terjangkau yang digunakan untuk pengumpulan data
penelitian ini adalah seluruh wanita hamil dan menyusui di wilayah
kerja Puskesmas Perawatan Sungai Kupang.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil secara acak dengan menggunakan acak
sederhana (simple random sampling). Semua sampel yang didapat dan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian hingga jumlah
sampel yang dibutuhkan terpenuhi.
Kriteria Inklusi :
a. Wanita yang bersedia mengisi kuesioner
b. Wanita yang mempunyai anak usia 6 bulan-5 tahun
Kriteria Eksklusi :
a. Wanita menolak untuk dijadikan sampel

b. Wanita yang mempunyai penyakit yang mempengaruhi produksi ASI

16

c. Wanita yang mempunyai riwayat gangguan selama hamil dan


persalinan, seperti preklamsia, diabetes melitus, dan lain-lain.
Jumlah minimal sampel yang dibutuhkan ditentukan dengan
menggunakan rumus:
Keterangan:

= jumlah sampel

Z12- /2 = konstanta derajat kepercayaan (1,96)


d

=3.84 x 0.286x0.714

= tingkat ketetapan absolut yang

dikehendaki

(0.1)2

78,8

= proporsi ASI eksklusif di Puskesmas


Sei Kupang 28.57%

Berdasarkan rumus tersebut dengan presisi mutlak 10% dan derajat


kepercayaan 90%, ditentukan jumlah sampel minimal dalam penelitian ini
sebanyak responden 79 orang.
Informan yang dijadikan nara sumber adalah pemegang program ASI
eksklusif, koordinator Kesehatan Ibu Anak, dan bidan desa.
C. Variabel Penelitian
Jenis variabel dalam penelitian ini
1. Variabel Bebas
Pemberian ASI eksklusif
2. Variabel Tergantung
a. Pengetahuan ibu
b. Pendidikan ibu
c. Pekerjaan ibu
d. Usia ibu
e. Jumlah Paritas
f. Pendapatan
g. Dukungan Suami
h. Dukungan Tenaga Kesehatan

D. Definisi Operasional
Definisi operasional masing-masing variabel dijelaskan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Definisi Operasional
No
1.

Variabel
ASI Eksklusif

Definisi Operasional
Skala
Ibu yang memberikan hanya Air Nominal
17

2.

3.

4.

5.

6.
7.

8.

10.
11.
12

susu ibu selama 6 bulan


usia
ibu
saat
dilakukan
pengisian kuesioner berdasar
bukti identitas.
Dibagi menjadi:
< 18 tahun
18-35 tahun
>35 tahun
Pengetahuan ibu
Dibagi menjadi tiga:
Kurang (20-40%)
Sedang (60-80%)
Tinggi (100%)
Pendidikan ibu
Tingkat pendidikan terakhir
pasien
< 9 tahun
9 -12 tahun
>12 tahun
Jumlah anak
Jumlah anak yang dimiliki oleh
ibu
2 anak
lebih dari 2 anak
Pekerjaan ibu
Ibu rumah tangga
Ibu Bekerja
Dukungan suami, Dukungan
keluarga
yang
orang tua, atau dimaksud adalah melarang
kerabat terdekat
pemberian asi dan menyarankan
susu formula, jika salah satu
diatas
dinyatakan
sebagai
mendukung.
Mendukung
Tidak mendukung
Tenaga kesehatan Peran tenaga kesehatan dalam
menghimbau perilaku
pemberian ASI ekskusif dibagi
menjadi. Himbauan tenaga
kesehatan berupa penyampaian
informasi mengenai lama,
manfaat, factor yang
mempengaruhi ASI eksklusif.
Mendukung
Tidak mendukung
Penyakit ibu
Penyakit yang diderita ibu
sehingga mengganggu proses
ibu menyusui anaknya
Penyakit anak
Penyakit yang di derita anak
sehingga anak tidak dapat
menyusui
Akses Pelayanan Jarak antara tempat tinggal
Usia ibu

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Nominal

Nominal
Nominal

Nominal

Nominal
Nominal
Nominal

18

Kesehatan

penduduk dengan Pelayanan


Kesehatan terdekat
Terjangkau
Tidak terjangkau

E. Pengumpulan Data
1. Data penelitian
Data penelitian yang dipakai yaitu data primer yag diperoleh dari hasil
tanya jawab kuesioner, wawancara mendalam, dan data sekunder dari
profil puskemas.
2. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan buku profil
tahunan.
3. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab mengenai karakteristik
subyek, mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif ibu di wilayah kerja Puskesmas Perawatan Sungai Kupang, serta
komponen masukan, proses, dan keluaran yang mempengaruhi program
pemberian ASI eksklusif.
F. Tata Urutan Kerja
1. Persiapan Penelitian
Penyusunan rencana penelitian meliputi data mengenai ASI eksklusif di
Puskesmas, penetapan variabel, jumlah sampel, definisi operasional, dan
penyusunan rencana analisis hasil penelitian
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Melakukan informed concent pada subyek penelitian
b. Membagikan kuesioner
3. Tahap Penyelesaian
Melakukan pengolahan data dan penyusunan laporan hasil penelitian
dengan cara :
a. Editing, yaitu memeriksa adanya kesalahan atau ketidaklengkapan data
b. Coding, yaitu memindahkan data ke dalam kartu kode
c. Entry, yaitu memindahkan data ke dalam komputer
d. Cleaning, yaitu memeriksa adanya kesalahan waktu melakukan coding
dan entry
e. Analisis, yaitu menganalisis data yang ada
G. Analisis Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat pola distribusi frekuensi
pada variabel independen dan dependen. Analisa univariat dilakukan
dengan melihat frekuensi kejadian dalam bentuk persentase ataupun

19

proporsi yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisa univariat bertujuan


untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah usia, paritas, tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,
pendapatan, dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan. Variabel
independen ini termasuk ke dalam data kategorik. Analisa bivariat ini
dilakukan dengan uji chi square untuk menguji hipotesis yang signifikan
antara faktor-faktor risiko dengan pemberian ASI eksklusif. Dasar
pengambilan keputusan penerimaan hipotesis penelitian berdasarkan
tingkat signifikansi (nilai p) adalah jika nilai p > 0,05 maka hipotesis
penelitian ditolak. Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.
H. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di lokasi Posyandu wilayah kerja Puskemas
Perawatan Sungai Kupang. Penelitian dilaksanakan pada 22 April-18 Mei
2015.

20

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Komunitas Umum


1. Data Geografi
Puskemas Perawatan Sungai Kupang secara administrasi terletak di
ibukota Kecamatan Kelumpang Hulu yaitu Jalan P. Adipati RT 06 Desa
Sungai Kupang yang merupakan satu satunya puskesmas di Kecamatan
Kelumpang hulu, yang mempunyai luas wilayah kerja kurang lebih 533,44
km persegi yang terdiri dari 10 buah desa, yaitu Desa Sungai Kupang,
Desa Banua Lawas, Desa Sidomulyo, Desa Karang Payau, Desa Karang
Liwar, Desa Bangkalaan Melayu, Desa Bangkalaan Dayak, Desa Cantung
Kiri Hilir, Desa Mangkirana, dan Desa Laboran.
Puskesmas Sungai Kupang terletak pada 30 mil arah barat laut dari
ibukota Kabupaten Kotabaru. Wilayah kerja puskesmas perawatan sungai
kupang berbatasan langsung dengan wilayah sebelah utara dengan
Kecamatan Sungai Durian, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan
Kelumpang Barat, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan
Kelumpang Selatan dan Kecamatan Batulicin, dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Hampang.
2. Demografis
Jumlah penduduk diwilayah kerja Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang tahun 2014 adalah sebesar 14.331 jiwa, balita 1.305 jiwa, bayi
287 jiwa, jumlah KK 4.125 jiwa sedang distribusi penduduk tiap desa
dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 2. Data Jumlah Penduduk Perdesa di Wilayah Kerja Puskesmas
Perawatan Sungai Kupang Tahun 2014

21

No

Desa

Jumlah
Penduduk

KK

Balita

Bayi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Sungai Kupang
Sidomulyo
Mangkirana
Cantung Kiri Hilir
Banua Lawas
Karang Payau
Karang Liwar
Bangkalaan Melayu
Bangkalaan Dayak
Laboran
JUMLAH

4921
1023
256
861
925
1163
774
2242
1601
565
14331

1.363
303
70
251
258
330
230
650
542
128
4125

439
91
57
77
77
103
61
207
141
52
1305

97
20
11
17
17
23
14
46
31
11
287

Luas
wilayah
( Km2 )
52,68
25,16
29,59
52,68
40,55
43,21
47,94
81,09
164,26
51,79
533,44

Sumber : Data Puskesmas Perawatan Sungai Kupang


3. Keadaan Sumber Daya
a. Tenaga Kesehatan
Upaya kesehatan membutuhkan sumber daya manusia yang
memadai, kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan akan
memberikan

dampak

kepada

peningkatan

derajat

kesehatan

masyarakat.
Berdasarkan data yang ada di Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang, jumlah tenaga yang ada sebanyak 34 orang yang terdiri dari
32 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang Pegawai Tidak
Tetap (PTT). Untuk melihat jenis tenaga dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini.
Tabel 3. Data Jumlah Tenaga Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Perawatan Sungai Kupang Tahun 2014
Status
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Ketenagaan
Dokter Umum
Dokter Gigi
Sarjana
Kes.Masyarakat
Apoteker
Asisten Apoteker
Perawat ( D3)/SPK
D3 Bidan

PNS
2
1
2
1
1
11
7
1

PTT

1
1

Jumlah
2
1
2
1
1
12
8
1

22

9
10
11
12
13

D3 Kesling
Perawat Gigi
Tenaga Labolatorium
Pekarya Kesehatan
D3 Gizi
SPPH
Jumlah

2
1
1
1
2

2
1
1
1
2
35

b. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan sebagai salah satu sumber daya kesehatan
dewasa ini terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Adapun sarana kesehatan di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang
Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Jumlah Puskesmas Pembantu, Poliklinik Desa, dan Pos Pelayanan
Terpadu Tahun 2014
NO

NAMA SARANA KESEHATAN

JUMLAH

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Polindes

Posyandu

16

Sumber : Data Puskesmas Perawatan Sungai Kupang


B. Karakteristik Responden
Berikut adalah karakteristik responden yang dinilai adalah usia ibu, usia
anak, tingkat usia ibu, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, pekerjaan,
pendapatan, dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan. Berikut
adalah table karakteristik responden.
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasar Usia Ibu dan Usia Anak
No
.
1.
2.

Karakteristik
Usia Ibu
Usia Anak

Jumlah
(n)
81
81

Rata-rata

Minimum

Maksimum

26,85 tahun
20.31 bulan

17 tahun
7 bulan

43 tahun
57 bulan

Berdasar data tersebut didapatkan bahwa usia ibu yang menjadi


responden rata-rata adalah 26,85 tahun dengan usia termuda adalah 17 tahun

23

dan tertua adalah 43 tahun. Usia anak yang dijadikan responden adalah berusia
rerata 20.31 bulan dengan usia bayi termuda 7 bulan dan tertua 57 bulan.
Tabel 6. Hasil Data Univariat Karakteristik Responden
Kategorikal
Tingkat Usia
18 Tahun
19-34 Tahun
35 Tahun
Tingkat Pendidikan
< 9 Tahun
9-12Tahun
> 12 Tahun
Tingkat Pengetahuan
Kurang
Cukup
Tinggi
Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Pekerja
Pendapatan
< 2juta
2 juta
Jumlah Paritas
2 anak
> 2 anak
Dukungan Keluarga
Mendukung
Tidak mendukung
Dukungan Tenaga Kesehatan
Mendukung
Tidak mendukung
ASI Eksklusif
Ya
Tidak

Frekuensi

Persentase (%)

7
64
10

8.6
79
12.3

29
41
11

35.8
50.6
13.6

11
30
40

13.6
37
49.4

64
17

79
21

28
53

34.6
65.4

68
13

84
16

71
10

87.7
12.3

65
15

81.5
18.5

39
42

48.1
51.9

Berdasar data tabel hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan


tingkat usia ibu 18 tahun adalah sebanyak 7 responden (8.6%), 19-34 tahun
sebanyak 64 responden (79%)

dan 35 tahun sebanyak 10 responden

(12.3%) . Responden dengan tingkat pendidikan kurang dari 9 tahun sebanyak


29 (35.8%), tingkat pendidikan 9-12 tahun sebesar 41 responden (50.6%),
sedangkan tingkat pendidikan lebih dari 12 tahun sebesar 11 responden
(13.6%). Pada penelitian ini tingkat pendidikan terbanyak terdapat pada
tingkat pendidikan 9-12 tahun. Pada penelitian ini sebagian besar responden
24

mempunyai pendidikan sedang, hal ini disebabkan karena ibu tinggal di


daerah pedesaan sehingga tuntutan untuk mempunyai pendidikan yang lebih
kecil dibandingkan jika ibu tinggal di perkotaan. Tingkat pendidikan yang
rendah atau sedang akan mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman
responden tentang ASI eksklusif.
Berdasar tabel diatas juga didapatkan bahwa tingkat pengetahuan
responden paling banyak adalah tingkat pengetahuan tinggi dengan besar
49.4% (40 responden), dan terkecil tingkat pendidikan kurang yaitu 13.6% (11
responden). Pekerjaan responden paling banyak adalah ibu rumah tangga
dengan 79% (64 responden), sedangkan dan pekerja sebanyak 21% (17
responden).
Karakteristik responden berdasar pendapatan didapatkan responden
dengan pendapatan 2 juta yaitu sebesar 65.4 % (53 responden), dan pekerja
< 2 juta sebanyak 34.6% (28 responden). Responden dengan jumlah paritas
kurang sama dengan dua sebanyak 68 responden (84%), sedangkan ibu
dengan paritas lebih dari dua adalah sebanyak 13 responden (16%).
Berdasar tabel diatas responden yang mendapat dukungan keluarga
sebesar 71 orang (87.7%), dan yang tidak mendapat dukungan keluarga
sebesar 10 orang atau 12.3%. Responden yang menyatakan mendapat
dukungan dari tenaga kesehatan sebanyak 81.5% (65 responden), sedangkan
yang menyatakan tidak mendapat dukungan adalah sebesar 18.5% (15
responden). Dukungan dari tenaga kesehatan yang dinilai adalah berupa
pemberian informasi mengenai ASI beserta perawatannya
Jumlah responden yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 39
responden (48.1%), sedangkan yang tidak memberikan ASI eksklusif
sebanyak 42 responden (51.9%)
C. Hasil dan Pembahasan Bivariat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif
1. Usia Ibu
Berikut adalah tabel hasil data bivariat tingkat usia ibu.
Tabel 7. Hasil Data Bivariat Hubungan antara Tingkat Usia Ibu
dengan Pemberian ASI Eksklusif
ASI

Tingkat Usia

25

Eksklusif
Kurang
Cukup
Ya
0
34
Tidak
7
30
Total
7
64
Pearson Chi Square 0.028
Koefisien Kontiensi 0.028

Tinggi
5
5
10

Total
39
42
81

Berdasar tabel diatas didapatkan bahwa ibu yang memberikan ASI


eksklusif paling banyak yang berusia 19-34 tahun, sedangkan yang paling
rendah adalah yang berusia dibawah sama dengan 18 tahun. Ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif paling banyak juga adalah yang berusia 19-34
tahun dan yang paling sedikit adalah usia diatas 35 tahun yaitu 5
responden.
Hasil bivariat didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat usia ibu,
dengan nilai p yaitu 0.028 (p < 0.05). Nilai kekuatan hubungan dengan
menggunakan Koefisien Kontingensi didapatkan 0.028 yang berarti
bahwa semakin tinggi usia ibu semakin tinggi pemberian ASI eksklusif
dengan kekuatan hubungan lemah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ayu (2010) yang
dilakukan dengan 46 responden yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan bermakna antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada
bayi dengan nilai p=0.026.
Hal ini dimungkinkan karena semakin tinggi usia mempunyai
pengalaman dan keyakinan dalam menyusui. Keyakinan atau kepercayaan
diri ibu yang kuat merupakan faktor determinan yang penting terhadap
keberhasilan ASI eksklusif. Keyakinan ibu yang kuat mendorong ibu
untuk mempelajari hal-hal baru termasuk teknik menyusui yang belum
dikuasai benar oleh ibu primipara. Selain itu, ibu dengan keyakinan kuat
mempunyai lebih sedikit permasalah dalam menyusui dan persepsi yang
baik mengenai kepuasan bayi menyusui (Dennis, 1999). Amirudin (2008)
pada penelitian menyatakan bahwa ibu dengan usia kurang dari 30 tahun
belum mempunyai pengetahuan tentang pemberian ASI eksklusif,
sedangkan ibu yang berusia 30 tahun ke atas mempunyai pengalaman
dalam pemberian ASI eksklusif
26

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Purnamawati


(2003) yang menyatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara
usia dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p=0.963 (OR 1.1,
95%CI (0.659-1.774)). Pada penelitiannya Purnamawati menggunakan
data sekunder hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 dengan
populasi adalah ibu dengan bayi berusia 4 bulan.
Hasil ini juga tidak sesuai dengan penelitian Kurniawan (2013)
dengan 150 responden menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik
antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Semakin tinggi usia ibu
meningkatkan frekuensi kegagalan ASI dengan nilai p 0.016 dan nilai r
-0.196. Namun pada penelitian ini peneliti membagi tingkat usia menjadi
empat, yaitu 20-25 tahun, 26-30 tahun, 31-35 tahun, dan lebih dari 36
tahun.
2. Tingkat Pendidikan Ibu
Berikut adalah tabel hasil analisis bivariat hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif
Tabel 8. Hasil Analisis Bivariat Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan
pemberian ASI Eksklusif
Tingkat Pendidikan
ASI
Eksklusif
Kurang
Cukup
Tinggi
Ya
12
21
6
Tidak
17
20
5
Total
29
41
11
Pearson Chi Square 0.648

Total
39
42
81

Ibu yang memberikan ASI eksklusif paling banyak mempunyai


tingkat pendidikan cukup, yaitu 9-12 tahun pendidikan dan terendah ibu
yang mempunyai pendidikan tinggi, yaitu diatas 12 tahun dengan 6
responden. Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif paling banyak juga
mempunyai tingkat pendidikan cukup sebanyak 20 repsonden, terkecil
juga ibu dengan pendidikan tinggi. Berdasar hasil analisis bivariat
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik

27

antara pemberian ASI eksklusif dengan tingkat pendidikan ibu dengan


nilai p= 0.648.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kiki (2009)
dengan nilai p 0.134. Pada penelitian tersebut tingkat pendidikan sedang
mempunyai jumlah responden terbanyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Syamsianah, Mufnaetty, dan
Mahardikha (2010) juga mendapatkan hasil serupa dengan nilai p=0.299
atau > 0.05. Ibu yang tingkat pendidikannya tinggi (> 12 tahun
pendidikan) justru memberikan ASI eksklusif kurang dari 6 bulan. Pada
pembahasannya dinyatakan bahwa hal itu terjadi karena adanya
pendidikan berhubungan dengan faktor ekonomi dan daya beli
masyarakat. Ibu balita dengan pendidikan menengah sampai tinggi
cenderung

bekerja

mencari

nafkah

untuk

menompang

ekonomi

keluarganya, dan ketika daya beli mulai meningkat menyebabkan ibu


balita memilih memberikan susu formula sebagai pengganti ASI agar lebih
praktis dan derajat sosial keluarga di mata masyarakat semakin meningkat.
Hal inilah yang diduga memberikan pengaruh kuat sehingga tingkat
pendidikan tidak berhubungan dengan lama pemberian ASI eksklusif.
Pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih cepat memberikan
prelaktal dan MP ASi lebih dini dibandingkan subyek dengan tingkat
pendidikan lebih rendah yang memberikan MP ASI kepada bayinya
setelah bayi berumur 4 bulan. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi
namun tidak disertai pengetahuan tentang praktik ASI eksklusif dapat
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif (Baharuddin, Rosmawar, dan
Munazar, 2008)
Namun hasil penelitian tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Widiyanto, Aviyanti, dan Tyas (2008) yang dalam
penelitiannya menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu,
semakin tinggi jumlah ibu yang tidak memberikan ASI pada bayinya
dengan nilai Korelasi Rank Spearman= 0.691. Hal ini dikarenakan ibu
yang berpendidikan rendah lebih banyak tinggal di rumah sehingga
memiliki lebih banyak kesempatan untuk menyusui, sedangkan ibu yang

28

berpendidikan tinggi umumnya memiliki kesibukan di luar rumah


sehingga cenderung meninggalkan bayinya.
3. Tingkat Pengetahuan Ibu
Berikut adalah tabel data mengenai hasil bivariat hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif.

Tabel 9. Hasil Data Bivariat Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan
Pemberian ASI Eksklusif
Tingkat Pengetahuan
ASI
Eksklusif
Kurang
Cukup
Tinggi
Ya
5
13
21
Tidak
6
17
19
Total
11
30
40
Pearson Chi Square 0.736

Total
39
42
81

Berdasar data diatas didapatkan bahwa ibu yang memberikan asi


eksklusif mempunyai tingkat pengetahuan tinggi, namun ibu yang tidak
memberikan asi eksklusif juga paling banyak mempunyai tingkat
pengethuan tinggi. Setelah dianalisis dengan chi square didapatkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian
ASI eksklusif dengan tingkat pengetahuan ibu dengan nilai p=0.736
(>0.05).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Agustin (2010) dengan jumlah sampel 30. Pada penelitian tersebut
didapati nilai p=0.713.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
merawat

payudara

untuk

mempelancar

ASI.

Handerson

(2005)

menyatakan alasan yang diberikan ibu kerika berhenti menyusui adalah


ASI mereka tidak cukup, payudara bengkak dan nyeri, bayi tidak mau
menghisap, dan menyusui melelahkan.
Hal yang sama dijumpai pada penelitian ini yang mana dari 81
responden, rerata mengeluhkan bahwa air susu yang dikeluarkan sedikit
serta anak tidak mau menyusu lagi. Walaupun rerata tingkat pengetahuan
ibu tinggi, namun jika ditanya mengenai sikap, khusunya dalam perawatan
29

payudara, rerata tidak melakukan perawatan payudara secara tepat.


Pengetahuan ibu yang menjadi responden tentang ASI masih terbatas
pernah mendengar sehingga tidak begitu mendalam dan tidak memiliki
keterampilan untuk memperaktikannya. Notoatmojo (2010) menyatakan
bahwa tingkat pengetahuan ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai
dengan Notoatmodjo (2010) yaitu oleh faktor internal seperti intelegensia,
minat, dan kondisi fisik.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lestari, Zuraida, dan Larasati ( 2013) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang
ASI dengan pemberian ASI eksklusif nilai p=0.001. Pada penelitian ini
menggunakan 86 responden dengan teknik quota sampling.
Pengetahuan merupakan perilaku paling sederhana dalam urutan
perilaku kognitif. Seseorang dapat mendapatkan pengetahuan dari fakta
atau informasi baru dan dapat diingat kembali. Selain itu pengetahuan juga
diperoleh dari pengalaman hidup yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang dalam mempelakari informasi yang penting (DeLaune dan
Ladner, 2002).
Informasi maupun pengalaman yang didapat seseorang terkait
pemberian ASI eksklusif dapat mempengaruhi perilaku orang tersebut
dalam memberikan ASI eksklusif hal ini telah dibuktikan oleh Yuliandarin
(2009) dalam penelitiannya, yaitu ibu yang memiliki pengetahuan yang
baik berpeluang 5.47 kali lebih besar untuk menyusui secara eksklusif.
Asmijati (2000) juga mendapatkan hasil serupa pada penelitiannya. Ibu
yang memiliki pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 6.79 kali
lebih besar untuk menyusui secara eksklusif dari ibu yang memiliki
pengetahuan rendah. Teori Lawrence Green menyatakan bahwa salah atu
yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan, yangmana
merupakan factor presdiposisi seseorang untuk bertindak (Lestari, Zuraida,
dan Larasati, 2013).
4. Pekerjaan

30

Berikut adalah hasil data analisis bivariat hubungan antara pekerjaan


dengan pemberian ASI eksklusif

Tabel 10. Hasil Data Bivariat Hubungan antara Pekerjaan dengan Pemberian
ASI Eksklusif
Pekerjaan
ASI
Eksklusif
IRT
Pekerja
Ya
31
8
Tidak
33
9
Total
11
30
Pearson Chi Square 0.919

Total
39
42
81

Berdasar data tersebut didapatkan bahwa ibu yang memberikan ASI


eksklusif paling banyak adalah ibu rumah tangga dan ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif paling banyak juga ibu rumah tangga. Berdasar
analisis chi square didapatkan p=0.919 yang berarti tidak terdapat
hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan pekerjaan ibu.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari,
Zuraida, dan Larasati (2013) yang menyatakan tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif dengan
nilai p=0.754. Hal ini dimungkinkan bahwa faktor kebebasan waktu tidak
menjamin seorang ibu memiliki waktu dan kesempatan menyusui bayinya.
Faktor lainnya yag mungkin berpengaruh adalah pengetahuan dan
keinginan untuk menyusui bayinya secara eksklusif. Pada penelitian
responden rerata mempunyai pengetahuan tinggi mengenai ASI eksklusif
namun keinginan ibu untuk menyusui tidak diteliti.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dahlan (2007)
yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan status pekerjaan dengan
pemberian ASI eksklusif dengan nilai p-0.000. Pada penelitian ini
menggunakan sampel 47 ibu yang mempunyai bayi 6-12 bulan. Salah satu
alasan seorang ibu tidak menyusui anaknya adalah karena ASI tidak
cukup, ibu bekerja, dan takut ditinggal suami (Roesli, 2004). Pada ibu
yang bekerja, waktu untuk merawat bayinya lebih sedikit, beban kerja

31

tinggi, serta adanya stress. Pada penelitian ini ibu yang bekerja ada yang
dapat memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 8 orang.
5. Pendapatan
Berikut adalah hasil data analisis hubungan anatara pendapatan
dengan pemberian ASI eksklusif.
Tabel 11. Hasil Data Analisis Bivariat Hubungan antara Pendapatan dengan
Pemberian ASI Eksklusif
Pendapatan
ASI
Eksklusif
< 2 juta
2 juta
Ya
13
26
Tidak
15
27
Total
28
53
Pearson Chi Square 0.822

Total
39
42
81

Berdasar data tersebut diketahui bahwa baik ibu yang memberikan


ASI eksklusif maupun tidak memberikan ASI eksklusif mempunyai
pendapatan rumah tangga > 2.000.000 yang mana diatas Upah Minimum
Kalimanatan Selatan, yaitu Rp. 1.870.000,00. Pada analisis bivariat
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
antara pemberian ASI eksklusif dengan pendapatan rumah tangga dengan
nilai p =0.822.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan
(2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendapatan dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p=0.800.
Riskesdas (2010) menyatakan semakin tinggi pengerluaran perkapita
rumah tangga, semakin menurun pemberian ASI eksklusif. Pada penelitian
ini tidak dinilai pengeluaran per kapita rumah tangga (Wulansari dan
Pramono, 2013).
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Purnamawati (2003) yang menyatakan bahwa ibu dengan sosio ekonomi
rendah mempunyai peluang 4.6 kali untuk memberikan ASI dibandingkan
dengan sosial ekonomi tinggi.
Tingkat pendapatan mempunyai hubungan yang nyata dengan
pemberian ASI eksklusif. Penghasilan rendah mempunyai kecendrungan

32

untuk memberikan MP-ASI dini lebih besar dibandingkan susu formula.


Diberikan susu formula dengan frekuensi kecil karenakan tidak mampu
membeli susu.

6. Jumlah Paritas
Berikut adalah tabel hasil analisis hubungan antara jumlah paritas
dengan pemberian ASI eksklusif
Tabel 12. Hasil Data Bivariat Hubungan antara Jumlah Paritas dengan Pemberian
ASI Eksklusif
Jumlah Paritas
ASI
Eksklusif
2
>2
Ya
34
5
Tidak
34
8
Total
68
53
Pearson Chi Square 0.446

Total
39
42
81

Berdasar data diatas didapatkan bahwa ibu yang memberikan ASI


eksklusif

maupun tidak memberikan ASI eksklusif, masing-masing

sebanyak 34 orang. Hasil bivariat didapatkan bahwa tidak terdapat


hubungan bermakna secara statistik antara jumlah paritas dengan
pemberian ASI eksklusif dengan nilai p 0.446.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah paritas
dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p=0.713.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wadud
(2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara paritas
dengan pemberian ASI eksklusif pada bayinya dengan nilai p= 0.004. Pada
penelitian ini diambil 46 responden pada ibu yang mempunyai bayi
berusia 7-12 bulan. Ibu yang mempunyai paritas tinggi berhubungan
dengan pengalaman dalam menyusui bayinya. Namun pada penelitian ini
rerata ibu yang menyusui secara eksklusif bayinya mempunyai paritas
kurang sama dengan dua. Pada penelitian di Thailand dinyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan kesuksesan dalam menyusui baik dengan atau
tanpa pengalaman

menyusui sebelumnya. Keberhasilan menyusui

33

kemungkinan disebabkan oleh dukungan keluarga, budaya yang


mendukung menyusui tanpa ibunya mempunyai pengalaman menyusui
(Amatayakul, dkk., 1999).
7. Dukungan Keluarga
Berikut adalah tabel hasil analisis hubungan antara dukungan
keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif.
Tabel 13. Hasil Data Bivariat Hubungan antara Dukungan Keluarga terhadap
Pemberian ASI Eksklusif
Dukungan Keluarga
ASI
Eksklusif
Mendukung Tidak Mendukung
Ya
35
4
Tidak
36
6
Total
71
10
Pearson Chi Square 0.582

Total
39
42
81

Berdasar data di atas didapatkan bahwa ibu yang memberikan ASI


eksklusif dan mendapat dukungan keluarga adalah sebesar 35 responden,
sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dan mendapat
dukungan adalah 36 responden. Hasil bivariat didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian ASI
eksklusif dengan dukungan keluarga dengan nilai p=0.582.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ayu (2010)
dengan responden 70 orang didapatkan bahwa terdapat hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan pekerjaan dengan nilai p 0.016. Hasil
analisis data uji korelasi Pearson menunjukan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan suami dan kemauan ibu memberikan ASI
eksklusif dengan kekuatan hubungan sedang (r=0/38) dan p =0.01
(p<0.05) yang berarti semakin besar dukungan suami maka semakin besar
kemauan ibu memberikan ASI eksklusif (Malau, 2010)
8. Dukungan Tenaga Kesehatan
Berikut adalah tabel hasil analisis hubungan antara dukungan tenaga
kesehatan terhadap pemberian ASI eksklusif.
Tabel 14. Hasil Data Bivariat Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan
Dukungan Tenaga Kesehatan
Dukungan Tenaga Kesehatan
ASI
Total

34

Ya
Tidak
Total

36
3
30
12
66
15
Pearson Chi Square 0.016

39
42
81

Berdasar data tersebut didapatkan bahwa ibu yang memberikan ASI


eksklusif dan mendapatkan dukungan tenaga kesehatan sebanyak 36
responden, sedangkan yang tidak memberikan ASI eksklusif dan mendapat
dukungan tenaga kesehatan adalah sebanyak 30 orang.
Hasil uji statistik dengan mengunakan Chi-Square menunjukan ada
hubungan bermakna secara statistic antara dukungan tenaga kesehatan
dengan pemberian ASI eksklusif dengan nilai p 0.016.
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menilai
pengaruh petugas kesehatan terhadap pemberian makan yang dilakukan
ibu yang menunjukan hasil signifikan. Sebanyak 90% responden yang
menerima konseling dari petugas dari petugas kesehatan tentang metode
pemberian makan pada bayi, baik ASI maupun susu formula, menunjukan
adanya pengaruh petugas kesehatan dalam pemberian makan. Wanita yang
memperoleh informasi mengenai ASI eksklusif dari petugas kesehatan
memiliki kecendrungan untuk menyusui secara eksklusif dalam waktu
yang lama.
Penelitian di Afrika Selatan juga menunjukan bahwa edukasi
mengenai pemberian makan yang dilakukan di klinik berperan penting
dalam pemilihan menyusui secara dini. Edukasi mengenai pemberian ASI
sangat penting dilakukan sebelum atau selama kehamilan dan dilanjutkan
setelah melahirkan.
Pada penelitian lainnya oleh Ariwati, Rosyidi, dan Pranowati (2014)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan
bidan tentang ASI Eksklusif dengan perilaku pemberian ASI eksklusif
dengan nilai ratio prevalence 2.48.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa ibu menyusui membutuhkan
dukungan dan pertolongan, baik ketika memulai maupun melanjutkan

35

menyusui. Sebagai langkah awal mereka mambutuhkan dukungan


pemberian ASI hingga 2 tahun (Proverawarti, 2010).
D. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian kuantitatif, keterbatasan penelitian meliputi
1. Sampel pada penelitian ini diambil dari posyandu dan poli umum. Tidak
semua posyandu terdapat perwakilan sampel sehingga dapat kurang
mengawali data desa lain.
2. Kuesioner dibagikan dan diisi secara mandiri oleh responden sehingga
dapat menimbulkan bias dikarenakan perbedaan persepsi pertanyaan
kuesioner.

36

V. RENCANA KEGIATAN
A. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah didapatkan dari hasil penelitian, data sekunder, dan
wawancara informan. Masalah program atau kegiatan pemberian ASI
eksklusif dapat diidentifikasi berdasar komponen input, komponen proses, dan
komponen output.
1. Komponen Input
Komponen input yang dilihat adalah jumlah sumber daya manusia
(SDM) program ASI eksklusif, keikutsertaan pelatihan, lama berkerja
sebagai petugas ASI eksklusif, tugas rangkap, serta pendanaan.
Karakteristik personil yang terlibat dalam program ASI eksklusif,
yaitu, jumlah tenaga kerja yang bertanggung jawab memegang program
ASI eksklusif berjumlah 1 orang. Petugas tersebut merangkap program
gizi keseluruhan, yang mana didalamnya ada program ASI eksklusif.
Petugas telah menjabat tugas ini selama 5 tahun, yaitu dari tahun 2010.
Pelatihan mengenai ASI eksklusif yang diikuti terakhir pada tahun 2014.
Selama menjabat, petugas telah melakukan pelatihan selama 6 kali.
Rahmawati (2007) menyatakan bahwa SDM sangat penting untuk
dikaji dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan yang efektif dan
efisien. SDM berhubungan dengan hasil kegiatan ASI eksklusif sehingga
dapat berdaya guna dan berhasil guna sesuai keterbatasan sumber daya
yang ada di puskesmas. Berdasar wawancara didapatkan bahwa petugas
yang bertanggung jawab mengenai ASI eksklusif juga merangkap
pekerjaan lainnya. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya yang
ada.
Pelatihan sangat penting untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan kerja dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai.

37

Petugas telah melakukan pelatihan yang diadakan di dinas kabupaten dan


provinsi. Petugas dalam melaksanakan programnya bekerja sama dengan
KIA dan bidan desa. Pelatihan yang diadakan juga mengikutsertakan
bidan, kader, dan dokter.
Pendanaan ASI eksklusif bersumber dari dana BOK (Bantuan
Operasional Kesehatan). Berdasar wawancara dinyatakan bahwa pada
tahun 2013, bagian gizi mendapatkan dana untuk ASI eksklusif, namun
pada tahun 2014 tidak mendapatkan.
2. Komponen Proses
Komponen proses yang dinilai adalah mekanisme peyelenggaraan
pemberian ASI eksklusif, pencatatan, pelaporan data ASI eksklusif
Mekanisme penyelenggaraan ASI eksklusif berkaitan dengan
program peningkatan ASI eksklusif. Berdasar data dari wawancara
didapatkan bahwa program peningkatan ASI eksklusif di Puskemas Sungai
Kupang dilakukan dengan penyuluhan. Selama dua tahun terakhir
penyuluhan dilakukan ditiap desa dengan bekerjasama dengan bidan desa.
Namun angka cakupan ASI eksklusif tetap tidak tercapai.
Penyuluhan kesehatan diartikan sebagai kegiatan pendidikan
kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan
menanamkan keyakinan sehingga dapat melakukan anjuran yang
berhubungan dengan kesehatan. Wawancara dengan informan menyatakan
penyuluhan terkadang dilakukan secara accidental, yaitu ketika pasien
melakukan perawatan antenatal care. Informan lain menyatakan selama ia
bertugas di desa x, belum melakukan penyuluhan dikarenakan baru
bertugas di desa x selama 5 bulan. Selain itu, pembagian informasi melalui
leaflet ataupun poster, hanya dilakukan pada tahun 2013, pada tahun 2014
tidak dilakukan.
Berdasar wawancara didapatkan bahwa pencatatan dilakukan setiap
enam bulan sekali, yaitu pada bulan Februari dan Agustus, dengan data
yang didapat tiap bulan dari laporan KIA serta pendataan langsung dari
empat desa yang tidak mempunyai bidan desa. Pencatatan meliputi jumlah
bayi berusia 0-6 bulan, menyusui atau tidak menyusui.

38

Pelaporan ASI eksklusif dilakukan dengan langkah sebagai berikut


Data Hasil ASI Eksklusif di tiap desa

Pelaporan Bidan Desa tiap bulan


Desa yang tidak ada desa (Posyandu)

KIA (Koordinator Bidan)

Data Hasil ASI Eksklusif di tiap desa

Gambar 6. Bagan Pelaporan ASI Eksklusif


Petugas ASI eksklusif akan meminta data tiap bulan ke KIA berupa
data bayi yang mendapat ASI eksklusif. KIA tiap bulan akan mendapat
laporan dari bidan desa mengenai jumlah bayi serta bayi yang mendapat
ASI eksklusif dengan format yang dibuat secara mandiri oleh KIA.
Petugas ASI eksklusif akan menyesuaikan data dengan jumlah ibu nifas.
Bagi desa yang tidak mempunyai bidan desa, petugas mengambil sendiri
data ASI eksklusif ketika posyandu, yang data itu kemudian disesuaikan
per desa. .
Berdasar data-data komponen proses didapatkan bahwa penyuluhan
yang dilakukan meningkatkan pengetahuan, namun tidak kemauan untuk
melakukan ASI eksklusif, sehingga perlu intervensi dalam bentuk lain.
Pencatatan dan pelaporan merupakan hal terakhir dari proses pelaksanaan
pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pencatatan
ASI eksklusif Puskesmas Perawatan Sungai Kupang masih kurang akurat.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya penduduk luar wilayah kerja
puskemas yang ikut serta dalam pelaporan, serta tidak adanya format

39

khusus perbulan tentang ASI eksklusif di tiap posyandu. Tidak tercapainya


cakupan ASI eksklusif juga dapat dikarenakan kurang perhatian khususnya
mengenai pendanaan program ASI eksklusif.
3. Komponen Output
Komponen output yang dilihat adalah cakupan ASI eksklusif pada
tahun 2013 dan 2014 yang mengalami penurunan. Pada tahun 2013
dengan jumlah bayi 349 didapatkan yang ASI eksklusif sebanyak 106 bayi
sehingga didapatkan persentasi 30, 95%. Pada tahun 2014 didapatkan
menurun menjadi 28.57% dengan jumlah bayi 287 bayi dan ASI eksklusif
82 bayi.
B. Analisis SWOT

40

Gambar 7. Analisis SWOT

C. Plan of Action
Berdasar evaluasi singkat program ASI dan hasil penelitan factor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang, peneliti berencana melakukan kegiatan guna meningkatkan cakupan
ASI eksklusif. Rencana kegiatan berupa
1. Penyuluhan dan Konseling
Penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman ibu menyusui. Pada hasil identifikasi dan analisis masalah
didapatkan pengetahuan ibu tidak mempunyai hubungan dengan
pemberian ASI eksklusif. Namun rerata ibu tersebut mempunyai
pengetahuan sedang, hal ini mencerminkan bahwa selain pengetahuan
terdapat faktor kemauan atau motivasi yang kurang dalam pemberian ASI
eksklusif. Oleh sebab itu, peneliti melakukan penyuluhan dan konseling.
Penyuluhan telah dilakukan di setiap desa tiap tahunnya, namun
keberhasilan belum maksimal tercapai. Kegiatan penyuluhan ditambahkan
dengan konseling ASI bertujuan untuk berusaha mengulang kembali
pemahaman tentang ASI serta meningkatkan pengetahuna. Konseling
bermaksud untuk mengetahui alasan serta memotivasi ibu untuk
menyusui.
Setelah dilakukan penyuluhan dilakukan konseling bagi ibu yang
menyusui.
Tempat

: Posyandu Batu lasung dan Mangkirana

Waktu

: 20 Mei 2015

Materi

: Pengertian ASI eksklusif, manfaat ASI eksklusif bagi


ibu dan bayi, factor yang mempengaruhi produksi ASI,
dan cara menyusui yang tepat.

Sasaran

: ibu hamil dan menyusui

Alur kegiatan

: Pembukaan, penyuluhan, review materi, penutupan, dan


konseling

2. Program perawatan payudara

41

Kegiatan perawatan payudara dimaksudkan untuk meningkatkan


pemahaman ibu serta kemampuan ibu untuk merawat payudara sehingga,
produksi ASI meningkat. 80% ibu yang yeng tidak memberikan ASI
memberikana alasan produksi ASI sedikit. Program perawatan payudara
dilakukan dengan cara mendemontrasikan cara perawatan payudara yang
baik.
Perawatan payudara direncanakan pada awalnya di kelas ibu hamil,
namun dalam pelaksanannya dilakukan setelah penyuluhan dengan cara
mendemonstrasikan
Tempat: Posyandu Batu lasung dan Mangkirana
Waktu

: 20 Mei 2015

Materi

: Perawatan Payudara

Sasaran

: ibu hamil dan menyusui

Alur kegiatan : Pembukaan, penyuluhan, review materi, penutupan, dan


konseling
Alat dan bahan: Alat peraga payudara, baby oil, handuk, kapas, serta air
hangat dan air dingin dalam baskom.
C. Evaluasi Kegiatan
Kegiatan Penyuluhan, konseling, dan Perawatan Payudara dihadiri oleh
45 ibu hamil dan menyusui di Desa Batu lasung dan 11 ibu hamil dan
menyusui di Mangkirana. Kegiatan secara keseluruhan berjalan dengan lancar,
walaupun kegiatan dimulai 30 menit lebih lambat dari jadwal yang ditentukan
(09.30 WITA).
Evaluasi keberhasilan kegiatan, hanya dilakukan secara observasional.
Pada kegiatan ini antusias ibu tinggi. Hal ini dapat dilihat dari ibu yang aktif
bertanya saat penyuluhan. Jumlah ibu yang melakukan konseling 3 orang.
Namun mengenai evaluasi perawatan payudara masih kurang. Hal ini dilihat
dari ibu yang belum bisa melakukan peragaan perawatan payudara secara
mandiri.

42

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Faktor-faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna secara statistik
dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai Kupang,
adalah usia ibu dan dukungan tenaga kesehatan.
b. Faktor-faktor risiko yang tidak memiliki hubungan bermakna secara
statistik dengan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang adalah tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu,
jumlah paritas, pendapatan, dan dukungan keluarga.
c. Komponen input program ASI eksklusif didapati bahwa jumlah tenaga
kerja untuk program ASI eksklusif masih kurang memadai dikarenakan
petugas memiliki tugas rangkap, tidak adanya dana khusus untuk ASI
eksklusif pada tahun 2014, tidak adanya leaflet ataupun alat bantu
penerangan ASI eksklusif pada tahun 2014
d. Komponen proses program ASI eksklusif didapati bahwa penyuluhan
dilakukan secara mandiri, tanpa panduan baik dari Dinas Kesehatan Kota
Baru ataupun Puskesmas dan pencatatan laporan yang tidak akurat
e. Komponen output program ASI eksklusif, tidak tercapainya target ASI
eksklusif dan menurunya pencapaian cakupan ASI eksklusif pada dua
tahun terakhir.
B. Saran
1.

Instansi Terkait
a. Melaksanakan upaya promotif terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ASI eksklusif dengan cara, seperti kelompok
pendukung ASI.

43

b. Memasukan program perawatan payudara pada kelas ibu hamil dan


mengadakan kelas ibu menyusui, serta sosialisasi inisiasi menyusui
dini.
c. Melakukan loka karya, khususnya tentang ASI eksklusif, yang
diadakan oleh puskemas dan dihadiri oleh kader serta bidan desa.
d. Mengajukan pembuatan leafeat, bahan dan alat penyuluhan ataupun
sarana pemberian informasi ASI eksklusif ke Dinas kesehatan
e. Meningkatkan pencatatan data ASI eksklusif
2.

Bagi Peneliti Lain


a. Melakukan penelitian lanjutan dengan mengambil jumlah responden
lebih luas.
b. Melakukan penelitian yang menilai secara khusus tentang motivasi ibu
dalam pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Perawatan Sungai
Kupang

44

DAFTAR PUSTAKA

Academy for Educational Development. (2002). Pemberian ASI Eksklusif atau


ASI saja: Satu-satunya Sumber Cairan yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini.
LINKAGES , 1-4.
Amatayakul, K., Wongsawasdi, L., Mangklabruks, A., Tansuhaj, A.,
Ruckphaopunt, S., Chiowanich, P., et al. (1999). Effects of Parity on
Breastfeeding: A Study in The Rural Setting in Northern Thailand. Jurnal
Human Lactation, Volume 15, Nomor 2; 121-124.
Amiruddin, R., dan Rostia. (2006). Promosi Susu Formula Menghambat
Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-11 Buln di Kelurahan Pa'baengBaeng. Makasar: Bagian Epidemiologi FKM Unhas.
Anggrita, K. (2009). Hubungan Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian
ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas. Medan: FK
USU; 1-55.
Ariwati, V. D., Rosyidi, M. I., dan Pranowati, P. (2014). Hubungan Dukungan
Bidan Tentang Pemberian ASI Eksklusif dengan Perilaku Pemberian SI
Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Mbarawa Kabupaten Semarang.
STIKES Ngudi Waluyo Ungaran; 1-15.
Asmiyati. (2000). Hubungan Karakteristik Petugas Kesehatan dan Dukungan
Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif di Banten. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional .
Ayu, I. P. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI
Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Cibolerang Kota Bandung. Unpad;
1-10.
Baharuddin, Rosmawar, dan Munazar. (2008). Hubugan Tingkat Pendidikan Ibu
terhadap Pemberian MP ASI pada Bayi (0-6 Bulan) di Puskesmas Uteun
Pulo Kecamatan Seunang Timur Kabupaten Nagan Raya; 1-9.
.
Dahlan, A., Mubin, F., dan Nintyasari, D. (2010). Hubungan Status Pekerjaan
dengan Pemberian ASI di Kelurahan Palebon Kecamatan Pedurung Kota
Semarang. Jurnal Unimus; 1-5.

45

Dennis, C. (1999). Theoretical Underpinnings of Breastfeeding Confidence: A


Self-Efficacy Framework. Journal of Human Lactation, Volume 15, Nomor
3, 195-201.
Handerson. (2001). Buka Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Kurniawan, B. (2013). Dererminan Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif. Jurnal Kedokteran Brawijaya , Volume 27, Nomor 4, 235-241.
Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. [terhubung
berkala]. www.litbang.depkes.go.id [28 September 2014
Lestari, D., Zuraida, R., dan Larasati, T. (2013). Hubungan tingkat Pengetahuan
Ibu tentang Air Susu Ibu dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kelurahan Fajar Bulan. Medical Journal of Lampung University, Volume
2, Nomor 4; 88-100.
Malau, A. e. (2010). Hubungan Dukungan Suami dan Kemauan Ibu Memberikan
ASI Eksklusif di Puskesmas Teladan Medan. Skripsi Fakultas Keperawatan
USU, 1-79.
Notoadmodja, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Air Susu Ibu Eksklusif.
Pertiwi, P. (2012). Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Eksklusif di Kelurahan Kunciiran Indah Tangerang. Fakultas Ilmu
Keperawatan , 1-84.
Purnawati, S. (2003). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Pemberian
ASI pada Bayi Usia Empat Bulan. Media Litbang Kesehatan , Volume XIII
Nomor, 29-38.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014).
Situasi dan Analisis Asi Eksklusif. 1-8.
Puskesmas Perawatan Sungai Kupang. (2013). Laporan Tahunan Puskesmas
Perawatan Sungai Kupang Kabupaten Kotabaru Tahun 2013
Puskesmas Perawatan Sungai Kupang. (2014). Laporan Tahunan Puskesmas
Perawatan Sungai Kupang Kabupaten Kotabaru Tahun 2014
Saleh, L. O., & Noer, E. R. (2011 ). Faktor-Faktor yang Menghambat Praktik ASI
Eksklusif Pada Bayi Usia 0-6 Bulan (Studi Kualitatif di Desa Tridana
Mulya, Kec. Landono, Kab. Kanowe Selatan, Sulawesi Tenggara). Skripsi
Program Studi Gizi Fakultas Kedokteran Undip, 1-39.

46

Soraya, I., Purnaweni, H., & Santoso, R. S. (2012). Implementasi Program


Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif di Kota Salatiga. Salatiga: Undip.
Utami, R. (2002). ASI Eksklusif: Tinjauan dari Aspek Medis. Jakarta: Konas XII
Persagi.
Wadud, M. A. (2013). Hubungan Umur Ibu dan Paritas dengan Pemberian ASI
Eksklusif pada Bayi Berusia 0-6 Bulan di Puskesmas Pembina Palembang
Tahun 2013. Poltekkes Kemenkes Palembang , 1-6.
Widiyanto, S., Aviyanti, D., dan Tyas, M. (2012). Hubungan Pendidikan dan
Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif dengan Sikap terhadap Pemberian
ASI Eksklusif. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah , Volume I Nomor 1, 2530.
World Health Organization. (2015). Exclusive Breastfeeding. Geneva: WHO.
Wulansari, S., dan Pramono, S. (2013). Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi
Keluarga dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanah Kali Kedinding Surabaya. Buletin Sistem Kesehatan, Volume 17,
Nomor 1; 9-15.
Yuliandarin, E. M. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Eksklusid di Wilayah UPTD Puskesmas Keluhan KOtabaru Kecamatan
Bekasi Barat . FKM UI .

47

Lampiran 1
Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
1. Nama ibu
:
2. Umur ibu
:
3. Alamat tempat tinggal
:
4. Pendidikan terakhir ibu :
a. Tidak sekolah atau tidak tamat SD
d. SMA
b. SD
e. Perguruan Tinggi
c. SMP
5. Pekerjaan
:
a. Ibu rumah tangga
b. Ibu pekerja ()
6. Pendidikan terakhir suami :
a. Tidak sekolah atau tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SMP
7. Pendapatan rumah tangga perbulan
a. Rp. 100.000-500.000
b. Rp 600.000-1.000.000
8. Berapa jumlah anak kandung?
a. 1
b. 2
9. Apakah kepanjangan ASI
a. Air Susu Ibu

d. Tamat SMA
e. Perguruan Tinggi
:
c. Rp 1.000.000- 2.000.000
d. > Rp. 2.000.000
c. 3
d. lebih dari 3
b. Anak Sayang Ibu

10. Apakah yang dimaksud dengan ASI eksklusif?


a. Air susu ibu yang diberikan kepada bayi selama 0-6 bulan tanpa diberikan
makanan atau minuman tambahan apapun
b. Air susu ibu yang diberikan kepada bayi setelah lahir
c. Tidak tahu
11. Apakah penting bayi ibu diberikan ASI eksklusif?
a. Penting
b.Tidak penting
12. Dibawah ini yang merupakan manfaat dari memberikan ASI eksklusif adalah
a. Agar bayi dapat minum susu formula
b. Agar bayi mendapatkan cukup gizi, bayi terhindar dari penyakit, dan bayi
menjadi cerdas, serta pempererat ikatan batin antara ibu dan anak
c. Tidak tahu

48

a.

13. Berapa lama bayi ibu mendapatkan ASI eksklusif (tanpa bubur, air putih,
madu, atau makanan lainnya)?
a. 0-1 bulan
c. 0-6 bulan
b. 0-4 bulan
d. 2-4 bulan
14. Jika ibu tidak memberikan ASI eksklusif (ASI saja) selama 6 bulan alasannya
apa?
a. Bekerja
b. Produksi ASI sedikit atau tidak ada sama
sekali
c. Gaya hidup
d. Lain-lain
15. Apakah bayi ibu mendapatkan susu yang pertama kali keluar (kolustrum) ?
Ya
b. Tidak
16. Jika tidak, apa alasannya?
----------------------------------------------------------------------------------------------17. Apakah yang mempengaruhi produksi ASI?
a. Kekuatan isapan bayi, pola makan ibu, keadaan psikologis
b. Tidak tahu

a.
a.

18. Apakah ibu melakukan perawatan khusus pada payudara ibu untuk
memperlancar ASI
Ya
b. Tidak
19. Bila jawaban ya, dengan cara apa ibu melakukannya
Pemijatan payudara
b.Perawatan tradisional
c. Obat-obatan, suplemen
20. Apakah selama kehamilan anda rutin melakukan pemeriksaan kehamilan?
a. Ya
b. Tidak
21. Jika iya, dimana?
a. Di bidan, dokter, atau Puskesmas
b. Dukun
22. Darimanakah ibu mengetahui informasi mengenai ASI eksklusif?
a. Keluarga
b. Televisi, surat kabar, dan majalah
c. Dokter, bidan atau tenaga kesehatan
23. Apakah keluarga anda mendukung pemberian ASI?
a. Ya
b. Tidak
24. Jika tidak, apa alasannya?

25. Apakah budaya di tempat ibu menganjurkan untuk memberikan makanan


tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan?
a. Ya
b. Tidak
26. Apakah ibu menderita penyakit tertentu selama kehamilan dan setelah hamil
(payudara lecet, tekanan darah tinggi, dll)?
49

a. Ya
b. Tidak
27. Apakah bayi Ibu menderita sakit tertentu?
a. Ya
b.Tidak
28. Jarak antara rumah anda dengan pelayanan kesehatan terdekat?
a. Terjangkau
b. tidak terjangkau

Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama

Umur

Alamat

No.Telp

Setelah mendapat keterangan secukupnya tentang prosedur penelitian, tujuan, dan


manfaat penelitian, maka dengan sukarela menyetujui untuk menjadi peserta
penelitian

berjudul

Faktor-faktor

yang

Mempengaruhi

Rendahnya

Pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Perawatan Sei Kupang yang akan


dilakukan oleh Aprilia Christisiwi, dokter internship di Puskesmas Perawatan Sei
Kupang.
Cantung,

April 2015

()

50

Lampiran 3
Dokumentasi kegiatan

pengambilan kuesioner dan


wawancara

penyuluhan ASI eksklusif

51

Peragaan Perawatan Payudara

Kiswati. 2011. Evaluasi pelaksanaan Manajemen Program (PIK-KRR) Pusat


Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja Oleh Penyuluh Keluarga
Berencana di Kabupaten Jember Tahun 2011. Semarang. Diakses pada tanggal 1
Maret 2013.
Kusumayanti. 2008. Analisis Kepatuhan Ketepatan Waktu Pelaporan Penanggung
Jawab Program Di Puskesmas Kota Surabaya. Program Pasca Sarjana FKM
Universitas Indonesia. (http:/www. adln.lib.unair.ac.id/go) diakses pada tanggal 10
November 2012.
Rahmawati, Sri Pinti. 2007. Analisis Faktor Sumber Daya Manusia Yang
Berhubungan dengan Hasil Kegiatan Imunisasi Dasar Bayi oleh Petugas Imunisasi
Puskesmas di Kabupaten Blora Tahun 2006. Tesis. S2 Universitas Diponegoro,
Semarang. http://eprints.undip.ac.id/18303/1/SRI_PINTI_RAHMAWATI.pdf diakses
pada 10 November 2012.

3.1 Pelaksanaan tahapan program


Dalam setiap implementasi sebuah program ataupun kebijakan, terdapat sebuah
tahapan yang telah diuraikan baik itu tersirat maupun tersurat dalam regulasi yang
mendasari program atau kebijakan tersebut. Secara terinci terdapat dua belas tahapan
dalam implementasi program pemberian ASI Eksklusif berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Untuk
memudahkan penyajian data dan analisisnya, keduabelas tahapan tersebut
dikelompokan menjadi 3 (tiga) tahapan besar di dalam proses implementasi program
pemberian ASI Eksklusif ini. Ketiga tahapan itu ialah:
1. Tahap persiapan, pada tahap ini upaya yang harus dilakukan yaitu sosialisasi
mengenai program pemberian ASI eksklusif pada lintas sektoral (SKPD), tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat umum, dan masyarakat;
memberikan pelatihan teknis konseling menyusui kepada konselor ASI pada sarana
kesehatan dan sarana umum; mendorong pembentukan Kelompok Pendukung Air
Susu Ibu (KP ASI) dan merujuk ibu kepada Kelompok Pendukung ASI (KP ASI)
setelah ibu melahirkan; dan menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan
edukasi mengenai ASI eksklusif.
2. Tahap pelaksanaan pada tahap ini upaya yang dilaksanakan yaitu Melakukan
penyuluhan, konseling, atau pendampingan kepada ibu dan/atau keluarganya sejak
pertama kali memeriksakan kandungan hingga ibu melahirkan dan setelah ibu

52

melahirkan hingga periode pemberian ASI selesai (anak berusia 2 tahun); melakukan
Inisiasi Menyusi Dini (IMD)

53

segera setelah ibu melahirkan; dan melakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya.
3. Tahap monev (monitoring dan evaluasi), pada tahap ini upaya yang harus
dilakukan adalah melakukan pengawasan terhadap produsen atau distributor susu
formula bayi dan/atau produk lainnya yang melakukan kegiatan pengiklanan di media
massa baik itu cetak maupun elektronik dan media luar ruang; dan melakukan
monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif.
Pada tahap persiapan. sosialisasi dan advokasi program pemberian ASI eksklusif pada
SKPD telah dilakukan sebanyak tiga kali pada 24 Juni 2013, 17 September 2013, dan
pada tanggal 5 dan t anggal 8 Desember 2013oleh Dinas Kesehatan. Sosialisasi dan
advokasi pada sarana kesehatan dan tenaga kesehata juga telah dilakukan melalui
evaluasi program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan Pelatihan Peningkatan
Penggunaan ASI bagi petugas kesehatan yang dilaksanakan pada tanggal 24 Maret
2012 di Aula Dinas kesehatan. Terkait dengan sosialisasi dan advokasi program
pemberian ASI eksklusif pada tempat kerja dan sarana umum juga telah dilakukan
oleh Dinas Kesehatan. Beberapa tempat kerja yang telah mendapatkan sosialisasi dan
advokasi ialah Bapermas Perempuan, KB, dan Ketahahan Pangan; PLN; PT Daya
Manunggal (Damatex), PT. Unza Vitalis, PT. Kievit, PT. Agric Amarga Jaya, Bank
BPD, Bank BRI, dan Bank BCA. Sedangkan sosialisasi dan advokasi untuk tempat
umum, Dinas Kesehatan hanya mengundang SKPD pengelolanya bersamaan pada
saat sosialisasi dan advokasi untuk SKPD. Namun sosialisasi dan advokasi terhadap
sarana umum yang telah dilakukan masih sebatas sarana umum milik pemerintah
dengan mengundang SKPD pengelolanya, untuk sarana umum milik swasta belum
dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Sosialisasi dan advokasi pada masyarakat juga telah
dilakukan melalui PKK tingkat Kelurahan, PKK tingkat kecamatan, dan PKK tingkat
Kota, Kader Kelsi (Kelurahan Siaga), maupun Dharma Wanita. Selain Dinas
Kesehatan, Puskesmas juga telah melakukan sosialisasi dan advokasi kepada
masyarakat melalui posyandu.
Walaupun sosialisasi dan advokasi telah dilakukan beberapa kali, sayangnya
pelaksanaan sosialisasi dan advokasi tersebut belum berjalan secara efektif. Hal ini
terbukti dari masih rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di Kota Salatiga
sehingga Dinas Kesehatan belum dapat mencapai target pemberian ASI eksklusif
yang ditetapkan oleh Dinas Keseharan sendiri
Upaya selanjutnya yang harus dilakukan ialah memberikan pelatihan teknis konseling
menyusui kepada konselor ASI pada sarana kesehatan dan sarana umum. Sejauh ini
Dinas Kesehatan telah melaksanakan pelatihan teknis konseling menyusui pada 42
orang konselor ASI di Kota Salatiga, namun sebarannya belum merata pada seluruh
sarana kesehatan. Konselor ASI terbanyak berada di Dinas Kesehatan Kota Salatiga
yaitu sebanyak 21,43 %, sedangkan Puskesmas Tegalrejo hanya memiliki satu orang
konselor ASI atau hanya 2,38% dari total konselor ASI yang ada, padahal sarana
kesehatan yang langsung berinteraksi dengan masyarakat membutuhkan lebih banyak
konselor. Selain itu, belum terdapat konselor ASI bagi sarana umum.

54

Selanjutnya, Dinas Kesehatan harus mendorong pembentukan KP ASI. Sejauh ini


sudah terdapat satu KP ASI yaitu AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) Kota
Salatiga. Namun keberadaan AIMI belum banyak diketahui oleh masyarakat umum,
bahkan terdapat beberapa tenaga kesehatan yang juga belum mengetahui keberadaan
AIMI. Selain itu, usaha untuk merujuk ibu setelah melahirkan ke KP ASI juga belum
dilaksanakan. Akses terhadap informasi dan edukasi mengenai ASI eksklusif juga
telah disediakan oleh Dinas Kesehatan, namun penyediaanya perlu dilakukan secara
berkelanjutan karena sasaran program selalu berubah setiap waktu.
Pada tahap pelaksanaan, upaya penyuluhan, konseling, atau pendampingan kepada
ibu dan/atau keluarganya sejak pertama kali memeriksakan kandungan hingga ibu
melahirkan dan setelah ibu melahirkan hingga periode pemberian ASI selesai telah
dilaksanakan melalui bidan atau tenaga kesehatan saat ibu melakukan konseling, dan
melalui kelas hamil yang diadakan baik oleh Dinas Kesehatan maupun Puskesmas.
IMD juga telah dilaksanakan oleh bidan meskipun pelaksanaannya terkadang tidak
dapat sesegera setelah ibu melahirkan. Rawat gabung antara ibu dan bayinya juga
telah dilaksanakan kecuali untuk bayi dengan indikasi tertentu misalnya seperti
BBLR yang mengharuskan bayi dirawat secara khusus diruangan yang berbeda.
Pada tahap monev, masih terdapat kerancuan siapa yang memiliki wewenang untuk
melakukan pengawasan terhadap produsen atau distributor susu formula. Hingga kini,
pengawasan tersebut belum berjalan dengan efektif, hal ini terbukti dari masih adanya
Rumah Sakit Bersalin yang merekomendasikan susu formula merek tertentu pada
salah seorang informan pada saat melakukan penyuluhan. Pelaksanaan monitoring
selama ini dilakukan melalui forum pemantauan dari posyandu yang kemudian
melaporkan pada Puskesmas. Ditingkat Puskesmas, data diolah lalu setiap bulan
dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Sedangkan evaluasi biasanya dilakukan setahun
dua kali pada saat bintek dan disetiap akhir periode program pada saat evaluasi
program gizi secara keseluruhan.
3.2 Ketepatan tujuan program
Pengetahuan mengenai apa sebenarnya tujuan dari adanya program pemberian ASI
eksklusif menentukan tercapai tidaknya tujuan dari adanya program ini. Pengetahuan
yang salah mengenai tujuan program akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
program tersebut. Pada Pasal 2 PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI
Eksklusif telah dikemukakan tujuan dari adanya program pemberian ASI eksklusif,
yaitu untuk :
1. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan
sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya;
2. memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada
bayinya; dan
3. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

55

Sayangnya hampir seluruh informan tidak mengetahui dengan tepat tujuan adanya
program pemberian ASI eksklusif. Disamping itu, jika dilihat dari sisi ketercapaian
tujuan program ini, tujuan pertama yaitu menjamin pemenuhan hak bayi untuk
mendapatkan ASI eksklusif belum sepenuhnya tercapai. Hal ini nampak dari
rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di Kota Salatiga yaitu sebesar 46,60%
dari total bayi berusia 0-6 bulan pada tahun 2013.
Tujuan kedua program ini ialah untuk memberikan perlindungan kepada ibu dalam
memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sampai sejauh ini sebenarnya sudah
terdapat upaya untuk melindungi ibu dalam pemberian ASI eksklusif, hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa regulasi yang berkaitan dengan pemberian ASI
eksklusif salah satunya ialah adanya Peraturan Bersama Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri
Kesehatan Nomor 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan
1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama
Waktu Kerja di Tempat Kerja. Sayangnya, sanksi bagi yang melanggar segala
ketentuan dalam regulasi tentang ASI eksklusif belum diterapkan di Kota Salatiga
sehingga perlindungan bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif belum maksimal.
Tujuan terkahir yaitu untuk meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat,
dan pemerintah daerahpun sudah ada meskipun untuk masyarakat yang belum
mengetahui mengenai pemberian ASI eksklusif cenderung kurang mendukung
program ini.

56

Anda mungkin juga menyukai