Anda di halaman 1dari 22

Gerakan Anti Jokowi: Kajian Tentang Ranah Publik Jurgen Habermas pada

Media Sosial Facebook


Prasetyo Adi Nugroho. 2015. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, program
pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. E-mail: adhiprasetya7@gmail.com

Abstract
Konsep ranah publik yang dibicarakan habermas terus menglami
transformasi mengikuti perkembangan budaya manusia. budaya modern
kini menciptakan dunia mutakhir dengan segala keunggulannya dalam
memenuhi kebutuhan manusia. facebook sebagai salah satu produk ciptaan
budaya modern menjadi sebuah arena yang menyerupai ranah publik.
Melalui perdebatan-perdebatan dan diskusi kritis sosial politik facebook
juga berperan sebagai pengawas bagi berlangsungnya suatu pemerintahan.
Namun opini yang dihasilkan menjadi fiksi hukum konstitusional, belum
sampai pada bentuk praktis yaitu hukum.

Pendahuluan
Artikel ini berusaha memaparkan penemuan ranah publik yang
dikonsepsikan habermas pada perkembangan budaya modern yang mutakhir.
Dengan mengkonstruk konsep ranah publik yang ditulis dalam buku the structural
transformation of public sphere artikel ini berusaha menampilkan dimensi ruang
yang menjadi perwujudan ranah publik pada era kontemporer saat ini. Tidak
hanya sebatas pada pertemuan tatap muka kemudian melakukan diskusi sosial
politik untuk menghasilkan kesepakatan pada bidang kenegaraan yang berdimensi
pada kepentingan bersama namun menemukan ranah baru bagi berlangsungnya
diskusi kritis seperti yang diungkapkan habermas sebagai budaya pada abad 18.
Gaung globalisasi sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah
membuat masyarakat dunia harus bersiap-siap menerima masuknya pengaruh dari
luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Lahirnya internet menciptakan
dunia baru, hingga menjadikan-nya dalam satu kemasan praktis di depan mata.
Semua informasi terangkum dengan sekali kedipan mata, jarak antar benua di
perpendek ke-dalam sebuah jendela dunia, melalui internet semua orang
terhubung dan berkomunikasi bertukar informasi. Menuju hitungan genap abad
21, gaung globalisasi terus mengalami pengembangan.
Modernitas dalam masyarakat kota menganggap internet adalah hal wajib.
Mengingat beragam informasi yang terangkum di dalamnya hingga seolah dunia
maya di internet hampir menyerupai dunia nyata. Lahirnya media-media sosial di
internet mempercepat penyebaran informasi yang menyangkut berbagai aspek
kehidupan diantaranya kehidupan sosial, budaya, ekonomi-pembangunan,
pendidikan, ilmu pengetauhan, kesehatan, hingga sosial-politik. Pada lingkup
yang lain, melalui media sosial masyarakat menciptakan sebuah realitas

keruangan yang diisi dengan berbagai pendapat atau isi pikiran menyangkut
berbagai aspek kehidupan tersebut.
Melalui websites dan blogs informasi disajikan kepada masyarakat.
Facebook, twiter dan media sosial lainnya menyajikan hal yang sama untuk
disampaikan kepada masyarakat luas. Sebuah realita saat ini bahwa media-media
sosial tersebut sebagai jembatan informasi sehingga masyarakat luas bisa
mengambil peran dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pada posisi ini media
sosial di internet menjadi suatu ruang untuk masyarakat, atau separti dikataan
Jurgen Habermas sebagai public sphere. Berfungsi untuk membuat opini dan
mengaspirasikan pemikiran pengguna kepada publik.
Pemikir sosial yang acapkali dikaitkan dengan konsep public sphere,
Habermas. Karya habermas tentag ranah publik telah banyak menghasilkan
diskusi-diskusi yang produktif. Diskusi-diskusi dalam bidang ilmu sosial dan
berbagai disiplin ilmu sebagi aspek yang mendapat pengaruh besar. Selain itu
konsep ranah publik juga menerima berbagai kritik yang rinci dari para ilmuwan.
Namun konsep ranah publik yang dikemukakan habermas juga berhasil membuka
wawasan bagi banyak orang. Tidak hanya itu, kritik yang dilontarkan kepada
habermas ternyata juga mendorong munculnya diskusi-diskusi tentang demokrasi
liberal, masyarakat sipil, kehidupan politik, dan perubahan-perubahan sosial pada
abad ke 20. Demikianlah berbagai aspek yang mendapat pengaruh dari konsep
ranah publik.
Habermas telah berhasil mengkonstruksi struktur masyarakat yang baik,
yang bisa membantu mewujudkan nilai-nilai egalitarian dan demokratis melalui
karyanya yang berjudul The Structural Transformation of Public Sphere. Namun,
berbagai kritik dilontarkan kepada habermas, sebagian besar menganngap
konstruk masyarakat yang dikonsepsikan habermas tersbut tidak pernah terjadi.
Mungkin hanya sedikit masyaakat borjuis barat yang telah mengembangkan
konsep ranah publik dalam cirri-ciri ideal yang dinyatakan habermas.
Menganggap bahwa ranah publik dengan cirri-ciri ideal yang dinyatakan
habermas tidak pernah terjadi, merupakan sebuah ungkapan yang bisa dikatakan
tidak menghargai. Melalui karya habermas tentang ranah publik, telah meluaskan
kajian ilmu sosial. Muncul kajian-kajian sosio-politik, entah itu sebagai
pembenaran atas konsep yang dikemukakan habermas, atau sebagai pementahan
terhadap pedapat habermas tentang ranah publik. Namun, satu hal yang harus
digaris bawahi yakni, habermas adalah penemu dari ranah publik, yang ditulis
dalam karya nya yang dianggap sebagai catatan sejarah dari kemunculan ranah
publik pada abad 18 dan catatan kehancuran ranah publik pada abad 20.
Melihat kondisi saat ini yang menawarkan kemutakhiran budaya modern.
Banyak pendapat yang mangatakan bahwa konsep ruag publik habermas terlalu
sederhana. Pada perkembangan budaya modern Douglas Kellner beranggapan,
pada masyarakat teknologi-tinggi kontemporer, muncul perumusan ulang dan
perluasan ranah publik, yang melampaui konsep Habermas. Ranah publik adalah
tempat bagi informasi, diskusi, kontestasi, perjuangan politik, dan organisasi,
yang mencakup media siaran dan ruang maya (cyberspace) baru, serta interaksi
face-to-face dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan-perkembangan ini, yang
2

terutama berhubungan dengan teknologi multimedia dan komputer, menuntut


perumusan ulang dan perluasan konsep ranah publik.
Memang perlu kiranya seperti demikian, namun pada artikel ini akan
menghadirkan ranah baru bagi berlangsungnya diskusi-diskusi kritis mengenai
kehidupan sosial politik. Dunia maya kini menjadi dunia yang mutakhir, yang
telah diciptakan menyeruapai dunia nyata. Dengan segala aktivitasnya,
mengindikasikan dunia maya sebagai dunia tiruan. Namun dunia maya adalah
maya, hanya interaksi sosial yang ada didalamya yang nyata. Kehadiran dunia
maya ini cukup menarik perhatian bagi peneliti ilmu sosial dalam
mengambangkan dan memperluas kajian tentang limu sosial. Tidak menutup
kemungkinan ilmu sosial juga berkembang melalui kajian-kajian pada dunia
maya. Fenomena kehidupan sosial dan interaksinya dalam dunia maya merupakan
fenomena yang hadir pada era budaya modern yang mutakhir. Ini adalah
fenomena, sebuah hal yang patut dikaji oleh ilmu sosial seperti kajian pada
fenomena yang terjadi di dunia nyata.
Facebook, twitter, whatsapps, blackberry masanger, dan masih banyak lagi
produk budaya modern yang mutakhir. Media-media tersebut menawarkan
interaksi antar individu yang tidak terikat oleh konsep ruang dan waktu. Pada
perkembangannya, interaksi dalam dunia virtual tersebut membentuk sebuah
interaksi yang menyerupai dunia nyata. Seperti pertemanan, hubungan antar
seseorang yang dikemas dalam bentuk admin. Kegiatan jual beli juga dilakukan
sebagai wujud perkembangan interaksi dunia maya. Selai itu pada media sosial
tertentu juga memberikan fasilitas bagi seseorang untuk menjalin hubungan
dengan orang lain, seperti menikah atau berstatus sebagai anak dari seseorang dan
sebagaian besar merupakan media pertemanan.
Pada perkembangannya, interaksi-interaksi yang dilakukan menghasilkan
sebuah feomena kehidupan sosial. Seperti diskusi-diskusi tertentu pada media
sosial facebook yang ditandai dengan hadirnya groub, atau dipostingnya status
kemudian disediakan fasilitas untuk mengomentari. Fenomena ini mendorong
muculnya interaksi sosial seperti yang terjadi pada interaksi dunia nyata, seperti
interaksi verbal dan sebagainya. Interaksi pada kolom komentar tersebut
mengahasilkan kesepakatan tertentu, seperti interaksi jual beli yang dilakukan di
dunia maya kemudian menemukan kesepakatan tentang harga, lalu penetapan
kapan akan ditransfer dan kapan akan dikirim barang tersebut.
Tidak hanya terbatas pada kegiatan jual beli, sebuah groub juga diciptakan
untuk mewadahi kepentingan bersama pada kelompok tertentu. Misalnya pada
groub Social Studies Education 2014 meruapakan contoh hasil interaksi yang
diciptakan oleh dunia maya. Mewadahi kepentingan suatu kelompok,
menyediakan keperluan-keperluan anggota kelompok, dan lain sebagainya. Hal
ini merupakan fenomena yang menarik, yang meucul pada abad 21. Cukup
menarik perhatian bagi para peneliti ilmu sosial untuk mengemnbangakan
penelitianya yang mutakhir. Kajian-kajian tentang interaksi seseorang pada dunia
maya perlu dihadirkan sebagai bentuk perkembangan dunia ilmu pengetahuan
yang berjalan berdampingan dengan perkembangan budaya modern. Tidak hanya
itu, ternyata kelompok-kelompok tertentu bermunculan hadir dalam dunia maya.

Artikel ini akan berusaha menyelami fenomena sosial yang terjadi di


media sosial facebook. Dimana media ini diindikasikan sebagai media yang
hampir menyerupai kehidupan sosial di dunia nyata. Didalamnya memuat
interaksi antar teman, menjalin hubungan suami-isteri, hubungan saudara, dan
sebagainya. Selain itu didalamya terdapat status pekerjaaan juga interaksi dalam
bidang perekonomian. Kelompok-kelompok tertetu juga diciptakan dalam bentuk
groub-groub dangan kepentingan tertentu seperti groub pada dunia nyata. Tidak
hanya itu, kegiatan menjelajah belahan dunia dan berbincang dengan orang asing
pada konteks lintas Negara juga tejadi di media sosial facebook. Sebuah fenomena
yang patut dikaji.
Konsep ranah publik yang dikemukakan habermas menjadi fokus
pembahasan pada artikel ini. Sebuah ranah yang didalamnya memuat diskusi
kritis bernuansa sosial politik dengan tujuan menentukan arah kebijakan Negara.
Memang diragukan bahwa hal semacam ini akan sulit dilakukan seperti yang
dikemukakan habermas pada masyarakat ideal pada abad 18. Kebenaranya
memenag perlu dipertanyakan. Namun keberadaan ranah publik patut di telusuri
dalam kemutakhiran budaya modern.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, artikel ini berusaha
mengakaji interaksi sosial pada dunia maya khususnya facebook dengan
perspektif konsep ranah publik yang dikemukakan habermas. Artikel ini berusaha
berjalan berdampingan dengan perkembangan budaya modern yang mutakhir.
Meskipun pendekatan yang diguakan dirasa belum mengalami kemutakhiran.
Pedekatan fenomenologi digunakan untuk menyelami realitas yang mendalam
tentang fenomena diskusi politik pada group di facebook dengan menggunakan
analisis wacana. Meskipun berusaha berjalan beriringan dengan kemutakhiran
budaya modern namun artikel ini masih menggunakan tradisi lama dalam
melakukan pendekatan.
Pendapat Habermas Tentang Ranah Publik
Konsep tentang ranah publik dikembangkan oleh Habermas dan sangat
berpengaruh. Aspek yang mendapat pengaruh besar adalah dalam bidang ilmu
sosial dan berbagai disiplin ilmu. Selain itu konsep ranah publik juga menerima
berbagai kritik yang rinci dari para ilmuwan. Namun konsep ranah public yang
dikemukakan habermas juga berhasil membuka wawasan bagi banyak orang
dalam berbagai bidang. Tidak hanya itu, kritik yang dilontarkan kepada habermas
ternyata juga mendorong munculnya diskusi-diskusi tentang demokrasi liberal,
masyarakat sipil, kehidupan politik, dan perubahan-perubahan sosial pada abad ke
20. Demikianlah berbagai aspek yang mendapat pengaruh dari konsep ranah
publik.
Ranah publik borjuis berfungsi menengahi kontradiksi antara kaum borjuis
dan pemerintah. Awalnya habermas berusaha mengenaralisasi perkembanganperkembangan di Inggris, Prancis, dan Jerman pada penghujung abad 18 dan 19,
kemudian ia mencoba meganalisis kemunduran ranah publik pada abad ke 20.
Ranah public yang dimaksud habermas menjadi sebuah perantara antara
keprihatinan privat individu dalam bentuk tuntutan-tuntutan. Ranah public
menjadi wadah bagi kepentingan-kepentingan dan opini privat yang diarahkan
4

untuk menemukan kepentingan-kepentingan bersama dan mencapai consensus


yang bersifat sosial, sehingga kontradiksi antara kaum borjuis dan pemerintah
ditengahi oleh ranah publik.
Habermas menjelaskan tentang muatan bukunya transformasi struktural ranah
publik, merupakan sebuah catatan sejarah sosial dari kemunculan ranah publik
pada kaum borjuis hingga perubahannya dan kehancuran dari ranah publik. Hal
ini diungkapkan habermas dalam bagian awal bukunya.
The Structural Transformation of the Public Sphere is a historicalsociological account of the emergence, transformation, and disintegration of
the bourgeois public sphere. It combines materials and methods from
sociology and economics, law and political science, and social and cultural
history in an effort to grasp the preconditions, structures, functions, and inner
tensions of this central domain of modern society. (Hal xi)
Buku tersebut mencakup sebuah catatan sejarah ranah public borjuis.
Didalamnya mencakup alat-alat dan metode ilmu sosiologi dan ekonomi, ilmu
hokum dan politik, dan sejarah budaya dan sosial untuk memasuki masyarakat
modern. Habermas mengusut perkembangan yang saling terkait, dari tulisan dan
kesadaran politik itu sendiri, menyusun laporan bersama dari naiknya novel dan
karya sastra dan jurnalis politik dan penyebaranya pada masyarakat pembaca,
salon-salon dan kedai kopi kedalam bildingsroom pada permulaan abad delapan
belas.
Habermas traces the interdependent development of the literary and
political self-consciousness of this new class, weaving together accounts of
the rise of the novel and of literary and political journalism and the spread of
reading societies, salons, and coffee houses into a Bildungsroman of this
child of the eighteenth century. (hal xi)
Ranah publik terdiri dari organ-organ informasi publik dan mencakup
perdebatan politik. Organ-organ tersebut menyediakan ranah untuk
berlangsungnya diskusi sosio-politik. Pada ranah publik yang diangkat habermas,
didalamnya adalah ranah bagi diskusi-diskusi kritis, dengan kata lain ranah publik
disatu sisi berfungsi sebagai pengawas terhadap kekuasaan Negara. Sebuah arena
persaingan antara kepentingan yang berlawanan, dalam hal ini oraganisasiorganisasi mewakili bermacam-macam negosiasi dan kompromi antara mereka
dan dengan pejabat tinggi pemerintah.
The public sphere of social-welfare-state democracies is rather a field of
competition among conflicting interests, in which organizations representing
diverse constituencies negotiate and compromise among themselves and with
government officials, while excluding the public from their proceedings. (hal
xii)
Namun, habermas menemukan sebuah bentuk perubahan; dimana pers dan
media penyiaran menghidangkan sedikit bagian dari informasi publik dan
perdebatan. Disini ranah publik telah berubah sebagai teknologi untuk memanage
consensus. Seperti yang dijelaskan bahwa, The press and broadcast media

serve less as organs of public information and debate than as technologies for
managing consensus and promoting consumer culture (hal xii). Selain itu pers dan
media penyiaran malah menciptakan budaya konsumtif sehingga menekan
pemikiran kritis terhadap kehidupan sosial-politik.
Strukur Sosial Ranah Publik
Konsep ranah publik yang dikemukakan habermas terdiri dari beberapa organ
yang saling mengait dan membentuk sebuah struktur. Pada halaman 30 dalam
bukunya dikemukakan tentang struktur sosial dalam ranah publik; yang terdiri
dari masyarakat dan Negara. Ketika berbicara ranah publik, didalamnya memuat
wewenang publik, pada posisi ini ranah publik berdampingan dengan wewenang
publik. Berbicara mengenai struktur sedikit sulit dipaparkan, dengan keterbatasan
pengetahuan tentang konsep yang diangkat habermas. Namun dapat ditarik sebuah
benang merah yang menandai konsep ranah publik habermas. Berikut habermas
mengungkapkan blueprint dari struktur sosial pada konsep ranah publik.
The line between state and society, fundamental in our context, divided the
public sphere from the private realm. The public sphere was coextensive with
public authority, and we consider the court part of it. Included in the private
realm was the authentic "public sphere," for it was a public sphere constituted
by private people. Within the realm that was the preserve of private people we
therefore distinguish again between private and public spheres. The private
sphere comprised civil society in the narrower sense, that is to say, the realm
of commodity exchange and of social labor; imbedded in it was the family
with its interior domain (Intimsphare). The public sphere in the political realm
evolved from the public sphere in the world of letters; through the vehicle of
public opinion it put the state in touch with the needs of society.(hal 30)
Dari paparan habermas tentang blueprint dari struktur sosial ranah publik
dapat ditangkap benang merah yang dimaksud habermas. Ranah publik berada
pada posisi sentral antara masyarakat dan Negara. Ranah publik berada ditengah
tengah masyarakat itu sendiri, didalamnya memuat otoritas publik. Dalam konsep
ranah publik habermas, menyediakan tempat bagi semua golongan masyarakat
untuk menjadi bagian dari ranah publik dan bebas mengeluarkan pendapat
menyangkut diskusi sosio-politik.
Ranah privat masyarakat sipil terdiri dalam arti sempit, yaitu, bidang
komoditas pertukaran dan kerja sosial; tertanam di dalamnya adalah keluarga
dengan domain interior (Intimsphare). Ranah publik di ranah politik berkembang
dari ranah publik di dunia literasi; melalui kendaraan opini publik itu
menempatkan Negara berhubungan dengan kebutuhan masyarakat.
To be sure, before the public sphere explicitly assumed political functions in
the tension-charged field of state-society relations, the subjectivity originating
in the intimate sphere of the conjugal family created, so to speak, its own
public. Even before the control over the public sphere by public authority

was contested and finally wrested away by the critical reasoning of private
persons on political issues, there evolved under its cover a public sphere in
apolitical form-the literary precursor of the public sphere operative in the
political domain. It provided the training ground for a critical public
reflection still preoccupied with itself-a process of self-clarification of private
people focusing on the genuine experiences of their novel privateness. Of
course, next to political economy, psychology arose as a specifically
bourgeois science during the eighteenth century. Psychological interests also
guided the critical discussion (Rasonnement) sparked by the products of
culture that had become publicly accessible: in the reading room and the
theater, in museums and at concerts. Inasmuch as culture became a
commodity and thus finally evolved into "culture" in the specific sense (as
something that pretended to exist merely for its own sake), it was claimed as
the ready topic of a discussion through which an audience-oriented
(publikumsbezogen) subjectivity communicated with itself. (hlm 29)
Sebelum ruang publik diasumsikan secara ekspisit kedalam konsep fungsi
politik di bidang diskusi-diskusi yang memiliki ketegangan pada persoalan yang
terjadi anatar hubungan negara dan masyarakat, habermas mengungkapkan
subjektivitas yang berasal dari lingkup intim keluarga yaitu antara suami-istri
diciptakan. Sebagai bentuk awal perbincangan publik itu sendiri. Bahkan sebelum
kontrol atas ruang publik oleh otoritas publik ditentang dan akhirnya merebut
nalar kritis dari orang pribadi pada isu-isu politik, ada berkembang di bawah nya
mencakup ruang publik di apolitis bentuk-prekursor sastra dari operasi ruang
publik di ranah politik.
Tentu saja, di samping ekonomi politik, psikologi muncul sebagai ilmu khusus
borjuis selama delapan belas abad. Kepentingan psikologis juga dipandu diskusi
kritis yang dipicu oleh produk budaya yang dapat diakses publik: yaitu di ruang
baca dan teater, di museum dan di konser. Karena budaya menjadi komoditas dan
dengan demikian akhirnya berkembang menjadi "budaya" dalam pengertian
tertentu (sebagai sesuatu yang berpura-pura ada hanya untuk kepentingan sendiri),
itu diklaim sebagai topik siap diskusi melalui subjektivitas penonton berorientasi
dikomunikasikan dengan dirinya sendiri.
Fungsi Politik Dalam Ranah Publik
Konsep ranah publik yang dimaksud habermas hidup sebagai budaya
dalam kehidupan yang demokratis. Konsep tersebut mengandaikan dalam Negara
demokrasi; dimana masyarakat sipil mempunyai wewenang untuk menentukan
kebijakan Negara. Mungkin pada posisi ini bisa dikatakan bahwa ranah publik
berfungsi sebagai pengawas kebijakan Negara. Pada satu sisi, opini publik yang
disuarakan pada ranah publik menjadi political power yang mengontrol kebijakan
sebuah Negara.
Pendapat habermas tentang ranah publik berasal dari pendapat kan tentang
moralitas. Habermas melihat publisitas sebagai jembatan antara politik dan
moralitas. Ini menjadi sebuah mekanisme dari beroperasinya ranah publik yang di
7

maksud habermas. Sebelum menjadi political power, opini publik yang telah
disepakati kemudian dijembatani oleh publisitas. Mengapa hal ini dikaitkan
dengan moralitas. Habermas menganggap bahwa opini yang dikeluarkan
masyarakat dalam sebuah ranah dan menaiki jembatan publisitas, ia telah berubah
bentuk menjadi opini yang rasional, yang membawa keputusan yang disepakati
bersama untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama dalam berjalannya suatu
Negara. Opini publik yang telah dirasionalkan menjadi kesepakatan politik ini lah
yang dinamakan moralitas.
Habermas mengkonsepkan sebuah ranah yang mewadahi opnini
masyarakat dari berbagai latar belakang. Didalamnya memuat perdebatan sosiopolitik yang bermuara pada kebijakan suatu Negara. Menyangkut perdebatan yang
bersifat kritis-rasional. Habermas menggunakan konsep yang dikemukakan oleh
Kant tentang public agreement dan oleh Hegel tentang public opinion. Kedua hal
tersebut berkolaborasi dalam sebuah ranah. Melahirkan otoriatas yang berkuasa,
dan akhirnya melahirkan kebijakan Negara yang memperjuangkan kesejahteraan
bersama.
Perubahan Struktur Sosial Ranah Publik
Dalam bukunya itu, Habermas juga mengkontraskan berbagai bentuk ranah
publik borjuis. Mulai dari ranah publik yang bersifat partisipatoris dan aktif di era
heroik demokrasi liberal, sampai dengan bentuk-bentuk ranah publik yang lebih
privat dari pengamat politik dalam masyarakat industri birokratis. Pada
masyarakat semacam itu, kalangan media dan elite mengontrol ranah publik.
Sesudah menyatakan gagasan tentang ranah publik borjuis, opini publik, dan
publisitas, Habermas menganalisis struktur sosial, fungsi-fungsi politis, dan
konsep serta ideologi ranah publik berurutan pada bab II, III, dan IV. Kemudian,
Habermas menggambarkan transformasi sosial-struktural ranah publik,
perubahan-perubahan dan fungsi publiknya, serta pergeseran-pergeseran dalam
konsep opini publik dalam tiga bab terakhir.
Dua tema utama dari buku Habermas ini mencakup analisis kelahiran historis
ranah publik borjuis, yang diikuti dengan ulasan tentang perubahan struktural
ranah publik di era kontemporer. Habermas menganalisis kemerosotan ranah
publik itu pada abad ke-20. Yaitu, dengan bangkitnya kapitalisme negara, industri
budaya, dan posisi yang semakin kuat pada pihak perusahaan ekonomi dan bisnis
besar dalam kehidupan publik. Dalam ulasannya ini, ekonomi besar dan
organisasi pemerintah telah mengambil alih ranah publik, di mana warga negara
hanya diberi kepuasan untuk menjadi konsumen bagi barang, layanan,
administrasi politik, dan pertunjukan publik. Seperti yang tetulis dalam Bab The
Social-Structural Transformation of the Public Sphere.
In the last third of the past century the restriction of competition in the
commodity market came to prevail on an international scale, be it through the
concentration of capital and the merger of larger companies enjoying
oligopolistic positions or through a dividing up of the market by way of price
and production agreements. The interplay between expansive and restrictive
tendencies, which already during the developmental period of commercial and

finance capital had ensured that there would never be a real chance for a
liberalization of the market, also determined the movements of industrial
capital and, contrary to the optical distortion of classical economics, made
the liberal era a mere episode. (hal 143)
Menurut Habermas, berbagai faktor akhirnya mengakibatkan kemerosotan
ranah publik. Salah satu faktor itu adalah pertumbuhan media massa komersial,
yang mengubah publik menjadi konsumen yang pasif. Mereka menjadi tenggelam
dalam isu-isu yang bersifat privat, ketimbang isu-isu yang menyangkut untuk
kebaikan bersama dan partisipasi demokratis. Faktor lain, adalah munculnya
negara kesejahteraan, yang menyatukan negara dan masyarakat sebegitu
mendalam, sehingga ranah publik menjadi tertekan habis. Negara mulai
memainkan peran yang lebih fundamental dalam kehidupan sehari-hari dan
lingkungan aktivitas privat, sehingga mengikis perbedaan antara negara dan
masyarakat sipil, serta antara ranah publik dan privat.
Menurut analisis Habermas, dalam Bab yang sama pada sub-bab From a
Culture-Debating (kulturrasonierend) to a Culture-Consuming Public sebuah
opini publik dari ranah publik borjuis dibentuk oleh konsensus dan perdebatan
politik, sedangkan dalam ranah publik yang sudah merosot kualitasnya di
kapitalisme negara kesejahteraan (welfare state capitalism), opini publik diatur
oleh para elite politik, ekonomi, dan media, yang mengelola opini publik sebagai
bagian dari manajemen sistem dan kontrol sosial. Seperti dikutip,
Professional dialogues from the podium, panel discussions, and round table
ashows-the rational debate of private people becomes one of the production
numbers of the stars in radio and television, a salable package ready for the
box office(hal 164).
Jadi, pada tahapan yang lebih awal dari perkembangan borjuis, opini publik
dibentuk dalam debat politik terbuka, berkaitan dengan kepentingan umum
bersama, dalam upaya membentuk sebuah konsensus yang menghargai
kepentingan umum. Sebaliknya, dalam tahapan kapitalisme kontemporer, opini
publik dibentuk oleh kalangan elite yang dominan, dan dengan demikian sebagian
besar mewakili kepentingan privat partikular mereka. Tidak ada lagi konsensus
rasional di antara para individu dan kelompok, demi kepentingan artikulasi
kebaikan bersama, yang dijadikan sebagai norma. Sebaliknya, yang terjadi adalah
pertarungan di antara berbagai kelompok untuk memajukan kepentingan privat
mereka sendiri, dan inilah yang menjadi ciri panggung politik kontemporer.
Karena itu, Habermas menjabarkan transisi dari ranah publik liberal, yang
berasal dari Pencerahan (Enlightenment) serta revolusi Amerika dan Perancis, ke
ranah publik yang didominasi media di era masa sekarang, yang disebutnya
kapitalisme negara kesejahteraan dan demokrasi massa. Transformasi historis
ini didasarkan pada analisis Horkheimer dan Adorno tentang industri budaya.
Yakni, kondisi di mana perusahaan-perusahaan raksasa mengambil alih ranah
publik, dan mengubah ranah publik itu dari ranah perdebatan rasional menjadi
ranah konsumsi yang manipulatif dan pasifitas.

Transformasi ini, opini publik bergeser dari konsensus rasional yang muncul
dari debat, diskusi, dan refleksi, menjadi opini yang direkayasa lewat jajak
pendapat atau pakar media. Jadi, perdebatan rasional dan konsensus telah
digantikan oleh diskusi yang diatur dan manipulasi lewat mekanisme periklanan
dan badan-badan konsultasi politik. Bagi Habermas, fungsi media dengan
demikian telah diubah dari memfasilitasi wacana dan perdebatan rasional dalam
ranah publik, menjadi membentuk, mengkonstruksi, dan membatasi wacana
publik ke tema-tema yang disahkan dan disetujui oleh perusahaan-perusahaan
media.
Maka, hubungan yang saling mengait antara ranah debat publik dan partisipasi
individu sudah patah, dan berubah bentuk ke dalam lingkungan aktivitas
informasi politik atau pertunjukan publik. Dalam lingkungan semacam itu, wargakonsumen menyerap dan mencernakan hiburan dan informasi secara pasif.
Warga negara dengan demikian sekadar menjadi penonton pertunjukan dan
wacana media, yang membentuk opini publik, dan menurunkan derajat
konsumen/warganegara itu menjadi sekadar obyek bagi berita, informasi, dan
urusan-urusan publik.
Konsep Ranah Publik
Pembahasan tentang Konsep Ranah Publik ini dibahas secara khusus di
dalam satu bab terakhir dari Ranah Publik, Bab VII: Perihal Konsep Ranah
Publik. Habermas dalam pembukaan bab ini langsung mendistingsikan
pembahasan dengan fokus pada peran Opini Publik sebagai Fiksi Hukum
Konstitusional dan Likuidasi Sosial-Psikologis Konsep Opini Publik.
Pembahasan yang memperlihatkan sisi kritis sosial dan sekaligus upayanya untuk
menunjukkan bahwa konsep kritis sosial semestinya dibawa menuju ke dalam
bentuk praxis. Dan menurut Habermas, adalah hukum.
Sepanjang kajiannya tentang kategori masyarakat borjuis dalam bukunya
Ranah Publik tersebut, Habermas berusaha menjelaskan konstinuitas semangat
pencerahan selepas Revolusi Perancis dalam konsistensinya tentang kajian
masyarakat modern. Dan yang terlihat jelas adalah bagaimana ia menceritakan
tentang proses pembauran kelas borjuis dengan warga terdidik yang memiliki
sikap kritis terhadap kerajaan (Inggris) melalui kafe-kafe atau salon-salon.
Melalui para kritikus sosial dengan latar belakang pendidikan yang baik inilah
mereka yang proletar mendapatkan pembelaan haknya untuk bersuara melalui
para terdidik ini, yang oleh Habermas lebih didefinisikan sebagai kelas menengah
terdidik.
Instead, the critical and the manipulative functions of publicity are clearly of
different orders. They have their places within social configurations whose
functional consequences run at cross-purposes to one another. Also, in each
version the public is expected to behave in a different fashion. Taking up a
distinction introduced earlier it might be said that one version is premised on
public opinion, the other on nonpublic opinion. (Hal 236)

10

Habermas membedakan publisitas berkaitan dengan opini publik, atau dengan


kata lain publisitas manipulatif dengan publisitas kritis. Ia menjelaskan bahwa
masing-masing memiliki tempatnya sendiri-sendiri di dalam konfigurasi sosial,
walaupun konsekuensi fungsionalnya bersilangan satu sama lain. Kendati
demikian, keduanya mengharapkan publik untuk bertindak dengan cara yang
berbeda satu sama lain. Dengan menggunakan distingsi seperti telah diuraikan
sebelumnya, bisa dikatakan bahwa salah satunya berpijak pada premis opini
publik, sementara yang lain pada premis opini nonpublik.
Within the framework of constitutional law and political science, the analysis
of constitutional norms in relation to the constitutional reality of large
democratic states committed to social rights has to maintain the
institutionalized fiction of a public opinion without being able to identify it
directly as a real entity in the behavior of the public of citizens. (hal 237)
Dalam kerangka hukum konstitusional dan ilmu politik, analisis mengenai
norma-norma konstitusional dalam kaitannya dengan realitas konstitusional
kebanyakan negara demokratis yang menjalankan hak-hak sosial harus
memelihara adat yang ada tanpa bisa mengidentifikasi secara langsung apakah
adat tersebut lahir sebagai sebuah kesatuan yang nyata dalam tindakan masyarakat
publik. Akan tetapi bagi beberapa negara kesejahteraan sosial maju yang
demokratis masih membutuhkan opini publik secara menyeluruh dengan
pertimbangan, karena opini publik masih merupakan satu-satunya basis yang bisa
diterima bagi legitimasi dominasi politis. Opini publik secara menyeluruh
kemudian menjadi kebutuhan sebuah negara demokrasi modern untuk
menerapkan konstitusi yang mengikat secara menyeluruh. Karena tanpa adanya
kesadaran akan peran substitutif dari opini publik dan bergantung kepada suasana
hati (mood) yang tidak tentu, maka jelaslah demokrasi modern akan kehilangan
substansi kebenarannya.
Habermas memberikan gambaran situasi pada saat keadaan ranah publik
ambruk maka disitulah jalan menuju pendefinisian konsep opini publik menjadi
terbentang jelas.
One of these leads back to the position of liberalism, which in the midst of a
disintegrating public sphere wanted to salvage the communication of an inner
circle of representatives capable of constituting a public and of forming an
opinion, that is, a critically debating public in the midst of one that merely
supplies acclamation. (hal 258)
Jalan pertama membawa kita kembali pada liberalisme, di pertengahan
terpecah-belahnya ranah publik, yang ingin menyelamatkan komunikasi internal
para wakil yang mampu mengangkat publik dan membentuk opini -sebuah
perdebatan kritis publik di tengah-tengah publik yang hanya memberikan
persetujuan. Di dalam proses ini kualifikasi yang dulunya milik masyarakat privat
di ranah perniagaan dan kerja sosial sebagai kriteria sosial bagi keanggotaan di
dalam publik, telah berubah menjadi kualitas perwakilan yang hirarkis dan
otonom sehingga basis lama publisitas tidak lagi terpahami. Habermas hendak
menjelaskan, bahwa saat ada kekacauan opini di dalam publik, yang tidak lagi
berbentuk opini-opini besar yang berdebat di ranah keterwakilan, tidak lagi
11

mudah dipahami dengan pengamatan. Oleh karena itu, Habermas mengembalikan


perdebatan itu kepada masyarakat dan memberikan kesempatan bagi opini publik
untuk berjuang lebih keras dalam memulihkan kesadaran komunikatif. Sehingga
hasil pasca-liberalisasi ini akan menjadi penyelamatan tindakan komunikasi dalam
lingkaran wakil rakyat. Akan tetapi liberalisasi ini tidak dapat mengembalikan
keadaan atau pola publisitas sebagaimana bentuk awalnya dalam ranah publik.
Hennis, of course, announces this state of affairs only for the sake of
demonstrating the urgency of special arrangements intended to procure
authority and obedience for the view adopted by the relatively best informed,
most intelligent, and most moral citizens. (hal 238)
Karena liberalisasi ini pastilah akan mengambil langkahnya yang lebih efektif,
yaitu untuk memperoleh otoritas kepatuhan lewat pandangan yang diadopsi hanya
dari mereka yang relatif cukup informatif, cerdas dan bermoral [kutipan dari
W.Hennis oleh Habermas]. Dan Habermas juga melihat indikasi tidak dapat
dikajinya keterwakilan yang semacam ini pada kondisi-kondisi yang ada
sekarang.
The other path leads to a concept of public opinion that leaves material
criteria such as rationality and representativeness entirely out of
consideration and confines itself to institutional criteria. (hal 238)
Jalan kedua mengarahkan kita kepada konsep opini publik yang meninggalkan
kriteria material seperti rasionalitas dan kurangnya perwakilan dari sebuah
pertimbangan dan membatasinya hanya kepada kriteria institusional saja. Opini
publik semacam ini bisa eksis menjadi publik jika diproses melalui partai.
Habermas sependapat bahwa opini publik memang berkuasa tetapi tidak
memerintah dan parlemen sebagai corongnya tidak secara tepat menjadi
corongnya karena aktor-aktor yang bertikai adalah selalu partai, baik partai
pemerintah maupun oposisi. Partai yang merangkul mayoritas dianggap mewakili
opini publik.
Both versions take into account the fact that independently of the
organizations by which the opinion of the people is mobilized and integrated,
it scarcely plays a politically relevant role any longer in the process of
opinion and consensus formation in a mass democracy. (hal 239)
Habermas menyimpulkan dari dua pendefinisian konsep tersebut, semakin
bebas sebuah organisasi yang mengerahkan dan menggabungkan opini publik,
maka semakin tidak mungkin ia memainkan peran politik yang relevan dalam
proses pembentukan opini dan konsensus dalam masyarakat demokrasi.
As a fiction of constitutional law, public opinion is no longer identifiable in
the actual behavior of the public itself; but even its attribution to certain
political institutions (as long as this attribution abstracts from the level of the
public's behavior altogether) does not remove its fictive character. (hal 239)
Dengan demikian, sebagai fiksi hukum konstitusional, opini publik tidak lagi
diidentikkan dengan tingkah laku aktual publik, meskipun opini publik ini

12

berhubungan dengan beberapa lembaga-lembaga politik tertentu (selama


hubungan in diabstraksikan bersama-sama dengan tingkah laku publik) tetap tidak
menghilangkan karakter fiktifnya. Optimisme Habermas dalam upayanya
membawa modernisme dan semangat pencerahan pasca-revolusi perancis, salah
satunya dengan mengembangkan kerangka kritisnya yang berkembang dari Kant,
Hegel, Marx, dan Freud sebagai basis pemikiran kritis Frankfurtnya. Yang
kemudian ia pertemukan dengan pemikiran-pemikiran politik serta sosial terkini
terutama dalam bahasan khusus mengenai opini publik.
In the case of the structural transformation of the bourgeois public sphere,
we can study the extent to which, and manner in which, the latter's ability to
assume its proper function determines whether the exercise of domination and
power persists as a negative constant, as it were, of history-or whether as a
historical category itself, it is open to substantive change. (hal 250)
Bagaimanapun juga, perihal perubahan struktural ranah publik borjuis, kita
dapat mengkaji pada tataran mana dan bagaimana cara ranah publik memperoleh
fungsi yang tepat untuk menentukan apakah penggunaan dominasi dan kekuasaan
yang berlangsung selama ini sebagai kesatuan yang negatif, ataukah sebagai
golongan historis itu sendiri: ini semua tergantung perubahan substantif (yang
sesungguhnya).
Benang Merah Ranah Publik Habermas
Terdapat benang merah yang berhasil ditemukan dari pendapat habermas
tentang ranah publik dan kemundurannya yang dicatat dalam buku The Structural
Transformation of The Public Sphere. Kita bisa meraba bagaimana mekanisme
ranah publik yang dimaksud habermas. Diskusi ini merupakan bagian dari
mekanisme berlangsungnya diskusi sosio-politik yang kritis tentang isu
kenegaraan. Publik tidak serta-merta melakukan diskusi, tapi diskusi ini
bersumber dari pikiran kritis publik yang berhasil dirasionalkan kemudian
diungkapkan pada ranah publik, kemudian didalamnya memainkan pergulatan
pendapat yang kritis. Akhirnya pergulatan tersebut bermuara pada public
agreement.
Publisitas yang dikatakan sebelumnya merupakan jembatan politik yang
berkaitan dengan opini publik. Dalam buku tersebut ditemukan bahwa ranah
publik yang dimaksud habermas, yang berkembang pada abad 18, dijembatani
oleh publisitas. Habermas bermaksud adanya publisitas kemudian mengasilkan
diskusi-diskusi kritis kenegaraan dalam ranah publik, kemudian akan terjadi
public agreement dari berbagai opini yang dikeluarkan oleh masyarakat pada
suatu ranah. Opini yang telah disepakati ini kemudian dinaikan pada jembatan
yang menghubungkan publik pada dunia politik yaitu publisitas.
Kemrosotan yang dimaksud habermas, terjadi pada abad 20 dengan ditengarai
lahirnya Negara industri. Bukan menghilangnya ranah publik, melainkan terjadi
perubahan pada dimensi publisitas, sehingga melahirkan masyarakat konsumtif
yang pasif karena publisitas telah me-manage discourse untuk kepentingan
komersial. Akibat yang ditimbulkan adalah diskusi-diskusi sosial politik yang
berfungsi sebagai pengawas aktivitas kenegaraan berhasil ditekan. Seperti yan
13

telah dipaparkan pada awal bab, pers dan media penyiaran malah menciptakan
budaya konsumtif sehingga menekan pemikiran kritis terhadap kehidupan sosialpolitik.
Opini publik bersifat abstrak dan otoritatif. Ranah publik yang dikosepsikan
habermas mewadahi berbagai opini publik dari berbagai kalangan masyarakat.
Melahirkan debat-debat kritis menyangkut kebijakan kenegaraan. Keabstrakan
opini publik tidak tidak bisa diabaikan begitu saja. Keabstakan opini publik
ternyata memiliki power, bersifat otoritatif. Maka pada bagian akhir buku the
structural transformation of the public sphere diungkapkan bahwa opini publik
menjadi sebuah fiksi hukum konstitusional. Hebermas berusaha menunjukan
bahwa konsep kritis dari opini publik semestinya dibawa menuju ke dalam bentuk
praktis, yaitu adalah hukum. Tidak meniggalkan sifat keabstrakannya, maka pada
posisi ini opini publik dikatakan sebagai fiksi hukum.
Gerakan Anti Jokowi di Media Sosial facebook
Gerakan anti Jokowi merupakan group yang dibuat oleh beberapa orang pada
salah satu media sosial yang sangat ramai, yaitu facebook. Group yang dibuat ini
apabila dilihat secara singkat, dapat diindikasikan sebagai bentuk penolakan,
kritik dan ketidak-setujuan terhadap kinerja Persiden Republik Indonesia Joko
Widodo yang menggantikan masa jabatan Susulo Bambang Yudoyono. Group
Gerakan Anti Jokowi dapat dicari pada alamat https://www.facebook.com/groups/
828588180540373/?fref=nf, pada group ini admin sebagai pengelola group
menampilkan berbagai kritik terhadap kinerja Presiden Jokowi yang dirasa kurang
membawa kesejahteraan bagi rakyat kecil. Group gerakan Anti Jokowi
beranggotakan 2.823 orang, pada bagian pofile ditulis oleh admin sebagai
pengelola group bahwa group ini adalah oragaisasi politik.
Seperti halnya pada dunia nyata, organisasi politik juga menjadi fenomena
yang hadir sebagai salah satu bentuk hasil dari interaksi sosial manusia yang
berorientasi pada kepentingan tertentu. Gerakan anti jokowi juga menjadi salah
satu bentuk hasil dari interaksi sosial manusia, dituangkan dalam sebuah group
media sosial facebook dengan membawa kepentingan tertentu. Kepentingan yang
telah jelas ditulis pada bagian profile yaitu sebagai pihak yang anti terhadap
pemerintahan jokowi, cukup radikal apabila dilihat tujuan dari group ini adalah
untuk menggulingkan pemerintahan Jokowidodo. Tidak disangkal lagi bahwa
fenomena berdirinya group gerakan anti jokowi menyerupai kelompok-kelompok
radikal pada dunia nyata. Seperti gerakan aceh merdeka, Republik Maluku
Selatan, Organisasi Papua Merdeka dan lain sebagainya.
Kendati demikian, aktivitas organisasi yang dibentuk didunia nyata dan dunia
maya berbeda. Organisasi didunia nyata cenderung melakukan aktivitas
berhubungan dengan visi organisasi dengan tindakan nyata. Seperti Republik
Maluku Selatan yang melakukan pengibaran bendera di sebuah lapangan. Berbeda
dengan organisasi yang dibentuk pada dunia maya seperti media sosial facebook.
Adanya gerakan anti jokowi di facebook, tidak menunjukan aktivitas nyata
didunia nyata. Namun yang mengkhawatirkan adalah, adanya oraganisasi didunia
maya juga dipicu oleh adanya oraganisasi yang sama didunia nyata. Sekedar
untuk mengembangkan eksistensinya kemudian membuat group didunia maya.
14

Mungkin sebagai efek dari semakin cepatnya pertukaran informasi melalui dunia
maya sehingga dengan eksis di media sosial maka banyak orang yang
memperoleh informasi yang sajikan.
Organisasi di media maya facebook seperti Gerakan Anti Jokowi, Komunitas
anti Jokowi dan Anti Jokowi melakukan aktivitas organisasinya dengan cara
mem-posting tulisan-tulisan yang bernuansa kritik terhadap kinerja Presiden.
Tulisan-tuisan yang dimuat merupakan bentuk opinini mereka yang menentang
mekanisme pemerintahan baru yang jatuh pada Jokowi. Tidak dielakan lagi, opini
yang telah di-posting menumbulkan dialog antar anggota, baik itu pro maupun
kontra. Group yang telah dibuat tersebut menyediakan arena bagi berbagai
kalayak untuk ikut beradu argument, meskipun ada juga yang hanya menulis
setuju. Meskipun seperti itu, fakta yang diperoleh adalah facebook telah
menjadi arena bagi berlangsungnya diskusi yang bersifat kritis terhadap
berlangsungnya suatu pemerintahan.
Berikut salah satu group yang dibentuk pada media sosial facebook. Melihat
sekilas dari nama Anti Jokowi mengindikasikan bahwa group ini menyepakati
pendapat dan paham yang menyatakan anti terhadap jokowi atau sebagai wujud
penolakan. Terdapat dua ribu orang lebih yang bergabung dalam group ini, dan
asumsinya tetap sama bahwa mereka memang telah menyepakati paham anti
terhadap jokowi. Mungkin mereka menginginkan jokowi turun dari jabatannya
sebagai presiden. Dari fenomena ini dikawatirkan munculnya beberapa group
yang menyatakan penolakan terhadap jokowi di indikasikan oleh group atau
kelopok yang telah dibentuk di dunia nyata.

Gambar1.1 Anti Jokowi


Kemutakhiran budaya modern telah memberi berbagai manfaat bagi
berlangsungnya kehidupan peradapan manusia. Mulai dari bidang kesehatan,
transportasi, pendidikan, kebutuhan pangan juga penyebaran informasi sebagai
idikator prkembangan peradapan manusia yang semakin meningkat dan mutakhir.
Penyebaran informasi kini menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat tertentu,
kemudian muncul inovasi-inovasi baru dalam dunia komunikasi dan informasi.
Internet menjadi penemuan yang mutakhir pada berlangsungnya kebudayaan
manusia yang modern. Akhirnya facebook muncul kepermukaan dengan segala
fasilitasnya yang menyeruapai kehidupan dunia nyata. Hanya faktor yang bersifat
fisiologis yang tidak dapat disediakan di facebook, meskipun demikian aktivitas
lain diluar sifat biologis manusia, dapat dipenuhi dan disediakan di facebook.

15

Arena bagi Diskusi Kritis di Facebook


Sebagai sebuah organisasi politik, gerakan anti jokowi jelas mempunyai
visi. Meskipun organisasi tersebut bisa dikatakan bersifat illegal, namun dalam
pembentukannya tidak terlepas dari faktor idealisme sang admin sebagai
pengelola group. Belum diketahui secara jelas visi dari dibentuknya organisasi ini,
namun dengan melihat label nama pada organisasi dapat ditemukan gambaran visi
dari pembentukan organisasi. Seperti halnya group sosial studies education 2014
yang dibentuk oleh sekelompok mahasiswa program studi social studies yang
berfungsi untuk mewadahi dan menyediakan berbagai informasi keilmuwan
kepada para anggota.
Gerakan anti jokowi di media sosial facebook, selain diindikasikan sebagai
sebuah bentuk gerakan penolakan juga diasumsikan sebagai bentuk aktivitas
kelompok yang mengawasi berjalannya kinerja dan sistem pemerintahan baru
yang di jalankan oleh jokowi. Berbagai posting tentang pemberitaan yang
dilakukan oleh beberapa media jurnalis, diangkat melalui posting yang disediakan
pada kolom status di facebook. Berikut posting yang dilakukan oleh salah satu
group yang menyatakan anti terhadap Jokowi.

Gambar 1.2 Posting Tentang Pemberitaan Jokowi


Seorang Isnain Lubis telah melakukan posting di group yang menyatakan
anti terhadap jokowi. Posting ini memuat tentang pemberitaan yang dilakukan
oleh nawaberita.com terhadap berjalannya sistem pemerintahan. Pada posisi ini,
aktivitas mem post menjadi sarana bagi persebaran informasi di dunia maya,
khususnya bagi anggota group Gerakan Anti Jokowi. Persebaran informasi ini
memberikan suatu wawasan kekinian terhadap berlangsungnya suatau kekuasaan
pemerintahan. Anggota group dan beberapa pengguna media sosial facebook lain
akan dengan mudah mendapat informasi ini. Posting yang memuat berita kekinian
menjadi sarana bagi masyarakat pembaca dalam facebook untuk melakukan
pengawasan terhadap berlangsungnya suatu pemerintahan.
16

Facebook melalui group-group yang dibentuk oleh bebrapa kelompok


orang, dengan mekanisme seperti dijelaskan sebelumnya mengindikasikan peran
dari adanya group Gerakan Anti Jokowi. Facebook memiiki peran sebagai
pengawas terhadap berlangsungnya suatu sistem pemerintahan. Kegiatan
pengawasan ini tidak lain adalah melalui tradisi facebook yang telah banyak
dilakukan oleh sebagian besar atau seluruh pengguna facebook yaitu posting.
Penyebaran informasi yang dihasilkan memberi wawasan baru bagi masyarakat
pembaca, kemudian facebook menyediakan kolom komentar untuk menanggapi
posting-an yang dilakukan. Kolom komentar yang disediakan menandakan tempat
bagi wewenang masyarakat untuk menyalurkan argumentasinya, pada sisi yang
sama mereka telah melukan peran pengawasan.
Kolom status dan kolom komentar serta fasilitas untuk menyukai menjadi
aktivitas yang telah dibentuk oleh facebook yang menggerakan masyarakat
pembaca sebagai pengguna. Kolom-kolom tersebut mendorong terjadinya
interaksi antar angota group atau bahkan untuk group terbuka masyarakat umum
bisa ikut berpartisipasi menanggapi pemberitaan yang telah dipost. Facebook
telah menjadi arena yang menyediakan pergulatan diskusi kritis terhadap
berlangsungnya suatu pemerintahan. Layaknya sebuah ranah publik yang
dikonsepsikan Habermas, facebook sebagai produk yang diciptakan budaya
modern menunjukan kemutakhirannya dalam menghidupkan ranah publik yang
semula dianggap oleh penemunya sebagai hal yang tidak serupa.
Diskusi kritis yang rasional diciptakan oleh para anggota group dalam
upaya menanggapi pemberitaan yang diinformasikan. Pemberitaan yang
menyangkut kondisi kekinian yang menggambarkan keadaan pemerintahan yang
sedang berlangsung. Para anggota memberikan komentar-komentar yang menjadi
pendapat masyarakat pembaca dalam menanggapi kondisi kekinian. Pada kolom
yang disediakan facebook saat ini lah yang menjadi wadah bagi berlangsungnya
diskusi kritis. Berikut sebagian diskusi yang dihasilkan dari pendapat masyarakat
pembaca dalam menanggapi berjalannya pemerintahan Jokowi

Gambar 1.3 Posting Kasus Penghinaan Terhadap Jokowi Oleh Menteri


Dari posting diatas, seorang Yu Li Ska menyalurkan pendapatnya pada
group yang dibuat di facebook, Gerakan Anti Jokowi. Posting tersebut dilakukan
10 jam yang lalu dengan waktu akses 30 Juni 2015 pukul 14:53 WIB.
Pendapatnya tentang seorang menteri yang telah menghina Jokowi ini didasarkan
pada pemberitaan sebelumnya oleh beberapa awak media yang memantau

17

berlangsungnya pemerintahan. Pendapat Yu Li tersebut dapat digolongkan sebagai


bentuk opini kritis terhadap fenomena yang terjadi. Pada kolom yang sama,
beberapa anggota group menanggapi pendapat Yu Li mengenai kasus yang ramai
dibicarakan beberapa jam yang lalu.
Beberapa orang menilai kasus yang menimpa Jokowi tersebut merupakan
sebuah tindakan yang wajar karena mereka memandang menteri-menteri dibawah
pimpinan jokowi mempunyai kemampuan yang lebih baik. Berikut kutipan
seprang Reza Ramli Sahibu, Mentri2nya lebih pintar, lebih cerdas dari
presidennya..wajar kalau pada bingung dipimpin presiden yang bodohhehejje.
Pendapat yang dilontarkan Reza dalam menanggapi posting Yu Li telah
menempatkan presiden sebagai seorang pemimpin yang berada pada posisi
rendah. Hal ini menunjukan sikap tidak hormat yang cukup menghina bagi
seseorang dihadapan pemimpin. Namun pada sisi yang berbeda, pendapat ini
sebagai kritik bagi berjalannya suatu sistem pemerintahan.
Selain hal tersebut diatas, terdapat pula kritik terhadap partai yang
mengusung Jokowi sebagai presiden, Widjojo Koesoemo mengatakan dalam
kiriman 11 jam lalu pada tanggal akses 30 Juni 2015 bahwa
Kuda partai jokowi PDIP yang mengusung sebagai presiden adalah partai
paling bermasalah, partai terkorup, partai yang paling didukung asing baik
luar maupun dalam negeri dan jendral2 bermasalah, presiden jokowi yang
merekrut pejabat2 bermasalah.( diakses 30 Juni 2015)
Fungsi dari komentar-komentar tersebut masih sama seperti sebelumnya
yaitu mengkritik keadaan pemerintahan yang sedang berlangsung. Tidak hanya
pada presiden dan kabinatnya, ternyata penelusuran menunjukan sikap kritis juga
diungkapkan pleh anggota group dalam menanggapi pergulatan kehidupan sosial
politik yang berlangsung di Indonesia. Mulai dari pejabat-pejabat yang
bermasalah, jendral-jendral yang bermasalah juga partai pengusung preseiden
yang juga bermasalah. Fenomena ini dimuat oleh kolom kolom yang disediakan
facebook bagai masyarakat pembaca untuk menuangkan penapatnuya.
Kemudian pada komentar selanjutnya, Widjojo mengeluarkan penapatnya
sebagai kritik terhadap mahasiswa. Ia menyayangkan keberadaan mahasiswa yang
kurang responsive terhadap keadaan yang ada. Ia megungkapkan bahwa.
Mahasiswa sudah dinina bobokkan di era pemerintahan jokowi yang
sekarang manjadi jinak dan demo demi berbakti kepada negeri serta bela
Negara akan sulit dilakukan mahasiswa sudah mati rasa dan antipati
apalagi empati selamat bobo ya mahasiswa! (diakses 30 Juni
2015)
Mahasiswa yang dianggap agen of change pun mendapat kritik dari group
Gerakan Anti Jokowi. Mereka merasa mahasiswa kurang responsive terhadap
keadaan yang mengindikasikan bahwa Indonesia berada di luar jalur
kesejahteraan. Tak banyak yang tahu mengapa mahasiswa kurang begitu kritis
terhadap keadaan pemerintahan yang berlangsung, hingga menimbulkan kkritik
yang ditujukan kepada mahasiswa. Demikian sebagian pergulatan yang hadir

18

dalam ke-ikutserta-an beberapa pihak dalam menanggapi berlangsungnya


pemerintahan yang dirasakan oleh banyak pihak telah berjalan tidak sesuai dengan
kepentingan yang menyangkut kesejahteraan bersama.
Kembali berbicara mengenai facebook, melihat berbagai aktivitas kritis
yang dihasilkan dari para anggota group Gerakan Anti Jokowi, menyangkut
diskusi-diskusi kritis yang didasarkan pada keadaan rasional. Facebook menjadi
arena bagi berlangsungnya diskusi tersebut. Diskusi yang menanggapi
berlangsungnya suatu kekuasaan pemerintahan, dengan upaya ini diharapkan
dilakukan perbaikan yang bermuara pada putusan kebijakan pemerintah yang
memperjuangkan kesejahteraan bersama. Melihat kembali konsep ranah poblik
yang dikemukakan Habermas. Pada abad 18 telah dilakukan diskusi-diskusi kritis
yang bernuansa sosial politik sebagai bentuk perhatian masyarakat terhadap
berlangsungnya suatu pemerintahan, dengan mengedepankan kesejahteraan
bersama. Diskusi-diskusi tersebut dilakukan di kedai-kedai kopi dan salon.
Perkembangan budaya modern membawa perubahan bagi berbagai
dimensi kemasyarakatan, termasuk ranah publik yang dibicarakan habermas.
Hadirnya facebook, mengindikasikan kemiripan antara konsep ranah publik yang
dibicarakan hebermas dengan fenomena diskusi pada media sosial facebook.
Tidak menutup kemungkinan bahwa facebook merupakan bentuk perubahan dari
ranah publik pada era kontemporer, pada masa dimana budaya modern menjadi
sangat mutakhir. Meskipun dalam kajian ini, gerakan anti jokowi merupakan
group yang dapat diakatakan radikal karena menentang, menolak bahkan
menghina kinerja dari berlangsungnya kekuasaan pemerintah.

Perubahan Ranah Publik Pada Budaya Modern


Perkembangan budaya modern membawa peradapan manusia menuju
puncak peradapan, meskipun belum ditemukan bagaimana bentuk puncak
peradapan manusia pada masa yang akan datang. Tetapi bentuknya yang mutakhir
semakin menguatkan pendapat bahwa puncak peradaban akan segera datang,
entah 100 tahun lagi, 300 tahun atau 700 tahun lagi, tidak ada yang meramalkan.
Berbagai fenomena muncul pada kehidupan sosial manusia, fenomena-fenomena
unik yang menyertai berkembangnya budaya modern. Lahirnya dunia virtual
menandakan bertambahnya fenomena kehidupan sosial manusia. Penciptaan
interaksi-interaksi antar satu orang dengan yang lainnya bahkan lebih yang
diwadahi oleh dunia maya. Gejolak peradapan yang cukup memesona.
Melihat fakta bahwa dunia maya diciptakan dengan segala
kemutakhiranya dan mengasilkan berbagai interaksi antar manusia ternyata sangat
minyerupai dunia nyata pada umumnya. Kembali dibicarakan tentang keunggulan
dunia maya yang sangat mirip dengan dunia nyata adalah terdapatnya berbagai
aktivitas bisa dilakukan didunia maya kecuali aktivitas biologis menyangkut
aktivitas makan dan minum, buang air besar, bercinta, atau tidur. Belum
ditemukan aktivitas tidur didunia maya sebelumnya, barangkali tanda logoff
sebagai symbol yang menyatakan sang pemilik akun sedang istirahat atau tidur
didunia nyata. Dunia maya diciptakan dan berkembang pada budaya modern
19

manusia menjadi sebuah copy dari dunia nyata. Hal ini tidak dapat dielakkan,
dunia maya benar-benar manjadi copy dari dunia nyata yang telah berhasil
diciptakan oleh manusia.
Pada konteks yang lebih sempit, berbicara mengenai kelompok-kelompok
masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan bersama, mereka membentuk
suatu kelompok yang memiliki visi yang telah disepakati bersama, untuk
mencapai tujuan bersama. Katakana saja Republik Maluku Utara, ini adalah
kelompok yang bisa dikatakan radikal namun dalam pembentukannya kemlompok
ini menyepakati sebuah visi yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan
bersama, kesejahteraan pada anggota kelompok tersebut. Organisasi Papua
Merdeka juga demikian, meskipun sebagian orang berpandangan kelompok ini
adalah kelompok radikal, tetapi mereka memperjuangkan kesejahteraan yang
disepakati oleh anggota. Pada era modern saat ini, kelompok-kelompok tersebut
juga melakukan copy yang dimuat pada dunia maya. Pada era persebaran
informasi yang sangat cepat, mungkin mereka berusaha membuat kelompoknya
juga hidup dan berkembang pada era modern.
Sebagai contoh pada kelompok English Surabaya, yaitu kelompok yang
memiliki visi untuk belajar berbahasa inggris bersama antar anggota dikota
Surabaya. Pada dasarnya mereka membentuk kelompok pada dunia nyata
kemudian mereka membuat copy di dunia maya yaitu facebook dan twitter.
Kelompok English Surabaya melakukan aktivitasnya didunia nyata maupun
didunia maya. Dalam kedua dunia tersebut mereka melakukan diskusi dengan
berbincang-bincang menggunakan bahasa inggris untuk melatih kelancaran active
English setiap anggota kelompok. Begitu juga dalam dunia maya facebook
mereka juga melakukan diskusi menggunakan bahasa Indonesia dan inggris.
Mereka sepakat untuk melakukan pertemuan didunia nyata guna keperluan belajar
bersama. Pada media Facebook kelompok ini berhasil menarik ribuan anggota
yang diajak untuk belajar bahasa inggris bersama melalui diskusi-diskusi
dikolom-kolom yang desediakan facebook.
Kembali pada tema sentral dalam artikel ini, Gerakan Anti Jokowi, Anti
Jokowi dan Komunitas Anti Jokowi-Jk merupakan kelompok atau group yang
telah dibuat di dunia maya facebook. Tidak menutup kemungkinan seperti
kelompok-kelompok lain, gerakan anti jokowi juga mempunyai visi yang
bertujuan untuk memperjuagkan kepentingan bersama atau kesejahteraan besama
meskipun sekilas terlihat seperti kelompaok radikal. Juga tidak menutup
kemungkinan bahwa sebelum diciptakan kelompok atau group di facebook telah
dibuat kelompok yang Anti Jokowi tersebut didunia nyata, seperti kelompokkelompok yang dipandang radikal diatas. Telah dipaparkan pada pembahasan
sebelumnya bahwa kelompok atau group Anti Jokowi tersebut memuat berbagai
diskusi sosial politik yang menanggapi berlangsugnya pemerintahan saat ini.
Diawali dari sebuah publisitas yang memuat berita kekinian menganai
perulatan politik yang terjadi diindonesia, dalam artikel ini dimuat media
nawaberita.com memberikan wawasan bagi masyarakat pembaca untuk
memahami perubahan dan aktivitas kenegaraan yang terjadi saat ini. pada konteks
yang lebih luas, media televisi Koran dan majalah juga menyajikan pokok

20

bahasan yang sama, meskipun sebagian besar menampilkan sebuah produk


periklanan namun ini adalah sebuah kewajaran seperti yang dikemukakan
habermas sebagai perubahan struktural dari ranah publik. Pers dan media
penyiaran tetap menyajikan kehidupan sosial politik yang terjadi di Indonesia
seperti di tv one dan stasiun televisi swasta lain, meskipun sebagian besar
menampilkan iklan yang berbau komersial. Kendati demikan, sebuah ranah publik
mulai beroperasi dari adanya pemberitaan yang dilakukan media-media.
Diskusi-diskusi kritis yang menyangkut kehidupan sosial politik dilakukan
oleh para anggota group gerakan Anti Jokowi. Diskusi yang dilakukan dimulai
dari adanya pemberitaan dari berbagai awak media yang berhasil meng-ekspose
berjalannya kehidupan sosial politik Indonesia saat ini. Berbagai kritik telah
dihasilkan oleh para anggota, mulai dari mengkritik kinerja presiden, menteri
hingga mahasiswa.
Diskusi-diskusi kritis tersebut terdapat pendapat yang pro terhadap jokowi
dan terdapat juga pendapat yang kontra terhadap pemerintahan era jokowi. Belum
ada titik temu antara keduanya namun, benang merah yang dapat ditarik adalah
dengan adanya internet, yang didalamya ada media-media sosial seperti facebook,
twitter, blackberry masanger, whatsapps dan lain sebagainya. Tenyata media
sosial tersebut menyediakan arena bagi masyarakat pembaca untuk mengeluarkan
pendapatnya. Berupa opini yang berdimensi kritis dengan orientasi pada
perwujudan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtera dan
memperjuangkan kepentingan dan kebaikan bersama.
Pendapat-pendapat yang berupa kritik tersebut merupakan tuntutan pada
berlangsungnya sistem pemerintahan yang dirasa kurang ideal pada masa tertentu.
Belum ada titik yang mempertemukan antara opini yang dimuat dalam kolomkolom facebook dengan pemerintah sehingga menhasilkan putusan yang bermuara
pada kebijakan. Habermas mengungkapkan bahwa opini yang dimuat dalam ranah
publik yang memperlihatkan konsep kritis seharusnya dibawa pada bentuk praktis
yaitu hukum (hal 326). Pada kenyataanya, mempertmukan konsep kritis dalam
arena yang disediakan facebook dengan pemerintah belum menemukan jalan,
kecuali terjadi bentuk aktivitas nyata sebagai ekspresi dari konsep kritis yang
dihasilkan dari diskusi.

Kesimpulan
Kembali melihat konsep ranah publik yang dikemukakan habermas,
bahwa ranah publik menjadi sebuah wadah yang menampung berbagai diskusi
kritis sosial politik. Publisitas menjadi jembatan politik yang memicu hadirnya
diskusi kritis tersebut. Habermas bermaksud adanya publisitas kemudian
mengasilkan diskusi-diskusi kritis kenegaraan dalam ranah publik. Kemrosotan
yang dimaksud habermas, terjadi pada abad 20 dengan ditengarai lahirnya Negara
industri. Bukan menghilangnya ranah publik, melainkan terjadi perubahan pada
dimensi publisitas, sehingga melahirkan masyarakat konsumtif yang pasif karena
publisitas telah me-manage discourse untuk kepentingan komersial. Akibat yang

21

ditimbulkan adalah diskusi-diskusi sosial politik yang berfungsi sebagai pengawas


aktivitas kenegaraan berhasil ditekan.
Melihat fenomena yang hadir dalam perkembangan budaya modern,
gerakan Anti Jokowi merupakan gerakan kelompok radikal yang berhasil dibuat
dimedia sosial facebook dengan kenggotaan lebih dari dua ribu orang. Kelompok
kelompok radikal tentu mensepakati visi yang bertujuan untuk terselenggaranya
kehidupan bersama yang sejahtera. Namun untuk mencapainya diperluakan
perjuangan dari masing-masing anggota kelompok. Sisi menarik dari group
gerakan Anti Jokowi ternyata mereka memiliki kemiripan dengan konsep yang
dikemukakan habermas, mereka mempunyai peran sebagai pengawas keegaraan.
Bersumber dari pemberitaan dimedia yang menyangkut pemberitaan tentang
keadaan pemerintahan kemudian menjadi bahan yang mendorong berlangsungya
diskusi-diskusi kritis bernuansa sosial politik.
Facebook menjadi arena bagi berlangsungnya diskusi kritis tersebut. Tidak
serta-merta dikatakan sebagai ranah publik seperti yang dikonsepsikan habermas,
namun dengan pasti facebook telah menjadi arena begi berlangsungnya diskusi
kritis tersebut. Kendati demikian facebook juga bisa dianggap sebagai ranah
publik, karena kemiripannya dengan konsep yang dibicarakan habermas. Opini
publik yang dituangkan dalam arena perdebatan pada kolom-kolom facebook
bersifat abstrak dan otoritatif. Keabstrakan opini publik tidak bisa diabaikan
begitu saja. Seperti pada bagian akhir buku the structural transformation of the
public sphere diungkapkan bahwa opini publik menjadi sebuah fiksi hukum
konstitusional, yang beroperasi mengawasi berlangsungnya sistem pemerintahan
dan menghasilkan klaim-klaim tentang idealisme kehidupan bernegara.

Daftar Rujukan
Pratama, harrys nanda. 2015. Social Networking System Sebagai Public Sphere
Politik Era Postdemokrasi Kampanye Pilpres 2014. Paradigma. Volume 03
Nomer 01 Tahun 2015
Habermas, Jurgen. 1989. The Structural Transformation of the Public Sphere: An
Inquiry into a Category of Bourgeois Society. First MIT Press paperback
edition Massachusetts Institute of Technology.
Arismunandar, satrio. 2008. Jurgen Habermas Serta Pemikirannya Tentang Ranah
Publik. Makalah filsafat Ilmu Pengetahuan Uiversitas Indonesia
Facebook.com. 2015. Komunitas Anti Jokowi-Jk. https://www.facebook.com
/groups/828588180540373/?fref=nf (online) (diakses 30 juni 2015)
Sudrajat, ajat._____. Jurgen Habermas: Teori Kritis Dengan Paradigma
Komunikasi. Makalah Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta

22

Anda mungkin juga menyukai