Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Menurut Batticaca (2008), stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare,
2002).
menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral
(stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan
aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke iskemik/non hemoragik adalah
suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh penyumbatan aliran
darah arteri yang lama kebagian otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian.
B. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragic yaitu:
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah
ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
Beberapa faktor resiko terjadinya stroke iskemik adalah usia dan jenis kelamin,
genetic, ras, mendengkur dan sleep apnea, inaktivitas fisik, hipertensi, meroko,

diabetes mellitus, penyakit jantung, aterosklerosis, dislipidemia, alkohol dan


narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas (Dewanto. et al, 2009).
C. Patofisiologi
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh thrombus atau embolus, maka area
sistem saraf pusat yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada
perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral terdapat
penumbra iskemik yang tetap viable untuk suatu waktu, artinya fungsingya dapat
pulih jika aliran darah baik kembali (Ginsberg, 2007).
Iskemia sistem saraf pusat dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan:
1. Edema sitotoksik: akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak
2. Edema vasogenik: akumulasi cairan ekstraseluler akibat perombakkan sawar
darah otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari
setelah stroke mayor sehingga mengakibatkan peningkatana tekanan intracranial
dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Ginsberg, 2007).

D. Pathways

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis stroke iskemik menurut Tobing (2001) adalah:
1. Gangguan pada pembuluh darah karotis
a. Pada cabang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media):
1) Gangguan rasa di daerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan rasa
di lengan dan tungkai sesisi
2) Gangguan berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan kata-kata
atau sulit mengerti pembicaraan orang lain atau afasia.
3) Gangguan gerak/kelumpuhan (hemiparesis/hemiplegic)
4) Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)
5) Kesadaran menurun
6) Tidak mengenal orang (prosopagnosia
7) Mulut perot
8) Merasa anggota sesisi tidak ada
9) Tidak sadar kalau dirinya mengalami kelainan
b. Pada cabang menuju otak bagian depan (arteri serebri anterior):
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan-gangguan saraf perasa
2) Ngompol
3) Tidak sadar
4) Gangguan mengungkapkan maksud
5) Menirukan omongan orang lain (ekholali)

c. Pada cabang menuju otak bagian belakang (arteri serebri posterior):


1) Kebutaan seluruh lapang pandang satu sisi atau separuh pada kedua
mata, bila bilateral disebut cortical blindness
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada
seluruh sisi tubuh
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya
4) Kehilangan kemampuan mengenal warna
2. Gangguan pada pembuluh darah vertebrobasilaris
a. Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior
1) Hemianopsia homonym kontralateral dari sisi lesi
2) Hemiparesis kontralateral
3) Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (rasa getar).
b. Sumbatan/gangguan pada arteri vertebralis
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg.
jika pada sisi tidak dominan tidak menimbulkan gejala.
c. Sumbatan/gangguan pada arteri serebri inferior
1) Sindrom Wallenberg berupa atasia serebral pada lengan dan tungkai di
sisi yang sama, gangguan N.II (oftalmikus) dan reflex kornea hilang
pada sisi yang sama.
2) Sindrom Horner sesisi dengan lesi
3) Disfagia, apabila infark mengenai nucleus ambigius ipsilateral
4) Nistagmus, jika terjadi infark pada nucleus Vestibularis
5) Hemipestesia alternans
F. Penatalaksanaan
1. Umum (Dewanto et al, 2008)
a. Nutrisi
1) Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
2) Hiperglikemia: koreksi dengan insulin, bila stabil beri insulin regular
subkutan
3) Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak
anggota badan aktif maupun pasif
4) Pearawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan
khusus (kesadaran menurun, demensia, dan afasia global)
2. Khusus
a. Terapi spesifik stroke iskemik akut
1) Trombosis rt-PA intravena/intraarterial pada 3 jam setelah awitan
stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg). Sebanyak 10% dosis
awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya dilanjutkan melalui melalui
infuse dalam waktu 1 jam.
2) Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan
stroke atau Clopidogrel 75 mg/hr
3) Obat neuroprotektif

b. Hipertensi: tekanan darah diturunkan apabila tekanan sistolik > 220 mmHg
dan/atau tekanan diastolic > 120 mmHg dengan penurunan maksimal 20%
dari tekanan arterial rata-rata (MAP) awal per hari.
c. Thrombosis vena dalam:
1) Heparin 5000 unit/12 jam selama 5-10 hari
2) LowMolecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2x0,3-0,4 IU
SC abdomen
3) Pneumatic boots, stoking elastic, fisioterapi, dan mobilisasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,


penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut dan hygiene kepala
b. Mata:buta,kehilangan daya lihat
c. Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
d. Leher
e. Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
f. Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
g. Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
h. Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
4. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Tingkat Kesadaran
1) Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
a) CMC dasar akan diri dan punya orientasi penuh
b) APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
c) LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
d) DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal aktifitas
e) psikomotor gaduh gelisah
f) SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mw tidur diransang
bangun lalu tidur kembali
g) KOMA kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
a) Respon membuka mata ( E = Eye )
Spontan (4)
Dengan perintah (3)
Dengan nyeri (2)
Tidak berespon (1)
b) Respon Verbal ( V= Verbal )
Berorientasi (5)
Bicara membingungkan (4)

Kata-kata tidak tepat (3)


Suara tidak dapat dimengerti (2)
Tidak ada respons (1)
c) Respon Motorik (M= Motorik )
Dengan perintah (6)
Melokalisasi nyeri (5)
Menarik area yang nyeri (4)
Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
Tidak berespon (1)

5. Pemeriksaaan Nervus Cranialis


a. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu
mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
c. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
1) Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
2) Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
3) Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
kanan tanpa menengok.
d. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
1) Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
2) Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.

Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula


dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
3) Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e. Test nervus VII (Facialis)
1) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
2) Otonom, lakrimasi dan salvias
3) Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya.
f. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
1) Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
2) Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
g. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
h. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan

tahanan. Apakah

Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi


kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha
menahan test otot trapezius.
i. Nervus XII (Hypoglosus)
1) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
2) Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
6. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan

Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan,


tubuh kaki
Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
7. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
4

= Lebih dari normal (+++)

= Hiperaktif (++++)

a. Reflek Fisiologis
1) Reflek Tendon
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang
lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan
Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa
kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep

Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan


dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep,
sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
Reflek kulit perut
Reflek kremeaster
Reflek kornea
Reflek bulbokavernosus
Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari
dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
Cara Gonda
Memencet (menekan) satu

jari

melepaskannya sekonyong koyong.


8. Rangsangan Meningeal

kaki

dan

kemudian

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)


dilakukan pemeriksaan :
a. Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien
di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
9. Data Penunjang
a. Laboratorium
1) Hematologi
2) Kimia klinik
b. Radiologi
1) CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
2) MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
3) Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal
H. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem
otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
I. Rencana Tindakan
No
1.

Diagnosa
Kerusakan
mobilitas
fisik
b.d

Tujuan/KH
Intervensi
NOC
: NIC :
Ambulasi/ROM
1.Terapi latihan
normal
Mobilitas sendi

Rasional
Pergerakan
bertujuan

aktif/pasif
untuk

penurunan
kekuatan
otot

dipertahankan.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 5x24
jam
KH:
o Sendi tidak
kaku
o Tidak terjadi
atropi otot

o Jelaskan
pada
klien&kelg tujuan
latihan pergerakan
sendi.
o Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama latihan
o Gunakan
pakaian
yang longgar
o Kaji
kemampuan
klien
terhadap
pergerakan
o Encourage
ROM
aktif
o Ajarkan
ROM
aktif/pasif
pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien
tiap 2 jam.
o Kaji
perkembangan/kema
juan latihan
2. Self care Assistance
o Monitor
kemandirian klien
o bantu perawatan diri
klien dalam hal:
makan,mandi,
toileting.
o Ajarkan
keluarga
dalam pemenuhan
perawatan diri klien.

mempertahankan
fleksibilitas sendi

Ketidakmampuan fisik
dan psikologis klien
dapat
menurunkan
perawatan diri seharihari dan dapat terpenuhi
dengan bantuan agar
kebersihan diri klien
dapat terjaga

2.

Perfusi
o NOC: perfusi NIC : Perawatan sirkulasi
jaringan
jaringan
Peningkatan
perfusi
cerebral.
cerebral
jaringan otak
Setelah
tidak efektif
dilakukan
b.d
Aktifitas :
tindakan
perdarahan
1. Monitor
status
keperawatan
neurologik
otak, oedem
selama 5 x 24
2.
monitor
status
jam
perfusi
respitasi
jaringan
3.
monitor bunyi jantung
adekuat dengan
4. letakkan
kepala
indikator :
dengan
posisi
agak
o Perfusi
ditinggikan
dan
dalam
jaringan yang
posisi netral
adekuat
5.
kelola obat sesuai
didasarkan
order
pada tekanan
6.
berikan
Oksigen
nadi
perifer,
sesuai indikasi
kehangatan
kulit,
urine
output
yang
adekuat
dan
tidak
ada
gangguan pada
respirasi

3.

Defisit
perawatan
diri
b.d
kelemahan
fisik

4.

Resiko

NOC : Self Care


Assistance( mandi
,
berpakaian,
makan, toileting.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 5 x 24 jam
Klien
dapat
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
KH:
-Klien terbebas
dari bau, dapat
makan
sendiri,
dan
berpakaian
sendiri

NIC : Self Care


1. Observasi kemampuan
klien untuk mandi,
berpakaian dan makan.
2. Bantu klien dalam
posisi duduk, yakinkan
kepala dan bahu tegak
selama makan dan 1
jam setelah makan
3. Hindari
kelelahan
sebelum makan, mandi
dan berpakaian
4. Dorong klien untuk
tetap makan sedikit
tapi sering

NOC:

NIC: Berikan manajemen

1.mengetahui
kecenderungan
tk
kesadaran
dan
potensial peningkatan
TIK dan mengetahui
lokasi. Luas dan
kemajuan kerusakan
SSP
2.Ketidakteraturan
pernapasan
dapat
memberikan
gambaran
lokasi
kerusakan/peningkata
n TIK
3.Bradikardi
dapat
terjadi sebagai akibat
adanya
kerusakan
otak.
4.Menurunkan tekanan
arteri
dengan
meningkatkan
drainase
&
meningkatkan
sirkulasi
5.Pencegahan/pengobat
an penurunan TIK
6.Menurunkan hipoksia
1. Dengan
menggunakan
intervensi langsung
dapat menentukan
intervensi
yang
tepat untuk klien
2. Posisi
duduk
membantu
proses
menelan
dan
mencegah aspirasi
3. Konservasi energi
meningkatkan
toleransi aktivitas
dan
peningkatan
kemampuan
perawatan diri
4. Untuk
meningkatkan nafsu
makan

kerusakan
intagritas
kulit
b.d
faktor
mekanik

mempertahankan tekanan
1. Meningkatkan
kenyamanan
dan
integritas kulit
1. Lakukan penggantian
mengurangi
resiko
alat tenun setiap hari
Setelah dilakukan
gatal-gatal
dan tempatkan kasur
perawatan 5 x 24
2.
Menandakan gejala
yang sesuai
jam
integritas
awal lajutan
2. Monitor kulit adanya
kulit
tetap
kerusakan integritas
area
adekuat dengan
kulit
kemerahan/pecah2
indikator :
3.
Area yang tertekan
3. monitor area yang
biasanya
tertekan
Tidak
terjadi
sirkulasinya kurang
4.
berikan
masage
pada
kerusakan kulit
optimal shg menjadi
punggung/daerah yang
ditandai dengan
pencetus lecet
tertekan serta berikan
tidak
adanya
pelembab pad area 4. Memperlancar
kemerahan, luka
sirkulasi
yang pecah2
dekubitus
5.
Status nutrisi baik
5. monitor status nutrisi
dapat
membantu
mencegah keruakan
integritas kulit.

J. Daftar Pustaka
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Tobing, Lumban. (2001). Neurogeriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Ginsberg, Lionel. (2007). Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai