Laporan HD Bondet
Laporan HD Bondet
HEMODIALISA
DI RUANG HEMODIALISA RS Dr.SOEPRAOEN MALANG
OLEH :
ERVINDA OVALIA
13.1.080
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMODIALISA
Definisi
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel, jadi hemodialisa
adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah melalui membrane
semi-permeabel. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi
sampah buangan (Nursalam, 2006). Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa
metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah
lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui
membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa
dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Brooker,
2001). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer.
Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan
ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau
pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (Nursalam,
2006). Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan
tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya
(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
2.
Indikasi hemodialisa
a. Indikasi Segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi,
hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
b. Indikasi Dini
Gejala uremia, mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup, laboratorium
3.
Tujuan hemodialisa
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
4.
5.
Peralatan hemodialisa
a. Arterial Venouse Blood Line (AVBL)
1) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari
tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai
dengan warna merah.
2) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser
dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai
dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming
volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan
kompartemen dialiser. Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah
konektor,
ujung
runcing,segmen
pump,tubing
arterial/venouse
system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan
bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan
seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program
ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
6.
Proses hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah
dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam
tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central
venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan
proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda tanda vital pasien untuk
memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu pasien
melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang
harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien
ke mesin cuci darah dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses
vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk
jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi
hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak
mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer.
Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin
HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah,
dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital
lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana
cairan tersebut membantu mengumpulkan racun racun dari darah. Pompa yang
ada dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan
mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
7.
Pelaksanaan hemodialisa
a. Persiapan Alat-alat
1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
-
Arteri klem
1 spuit 20 cc
1 spuit 10 cc
1 spuit 1 cc
sarung tangan
Plester
Masker
2 buah AV Fistula
Duk steril
b. Persiapan Pasien
-
Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin ke
tubuh pasien
c. Persiapan Perawat
-
d. Memulai Desinfektan
-
Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat pada
saat pemberian anestesi lokal
Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan NaCl
0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan, dan ujung
AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester dan pada atas
sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
-
Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan inlet
dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan penusukan
pada daerah femoral
Letakkan posisi tidur pasien terlentang dan posisi kaki yang akan
ditusuk fleksi
Memulai desinfektan
Desinfektan kulit daerah kateter dengan kassa betadine, mulai dari
pangkal tusukan kateter sampai ke arah sekitar kateter dengan cara
memutar kassa dari dalam ke arah luar
Bersihkan permukaan kulit dan kateter dengan kassa alkohol
Pasang duk steril di bawah kateter double lumen
Buka kedua tutup kateter, aspirasi dengan spuit 10 cc / 20 cc yang
sudah diberi NaCl 0,9% yang terisi heparin.
Kateter double lumen siap disambungkan dengan arteri blood line dan
venus line
Bersihkan alat-alat
8.
Komplikasi hemodialisa
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
ini.
Gradien
osmotik
ini
menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini
tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa
pertama dengan azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
9.
contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat
menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
Pengkajian
a. Keluhan utama
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang
meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner &
Suddarth, 2001: 1398)
c. Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi
dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari
susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi,
pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus
mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat
antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani
hemodialisis,
efek
hipotensi
dapat
terjadi
selama
hemodialisis
dan
a) Gatal-gatal
b) Mudah sekali berdarah (easy bruishing)
c) Kulit kering dan bersisik
d) Keringat dingin, lembab
e) Perubahan turgor kulit
7) Ekstremitas
a) Kelemahan gerak
b) Kram
c) Edema (ekstremitas atas/bawah)
d) Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler
g. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,
dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
2.
Rasional: Distres pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai
akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
Rasional: Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan
apabila terjadi asietas atau edema pulmoner.
c. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas dalam.
Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk
lebih efektif dan dapat mengurangi trauma.
d. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansiparu.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
Rasional:Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status
cairan.
f. Kolaborasikan pemberian oksigen
Rasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea,
sianosis, dan perubahan tandavital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi
sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b. Auskultasibunyi nafas
Rasional : Untuk mengetahui keadaan paru.
c. Catat pengembangan dadadan posisitrakea
Rasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan
apabilaterjadi asietas atau edemapulmoner.
d. Kaji taktil fremitus
Rasional : Taktilfremitus dapat negative pada klien dengan edema
pulmoner.
e. Kaji klien adanya keluhan nyeri bilabatuk atau nafas dalam.
Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk
lebih efektifdan dapat mengurangi trauma.
f. Pertahankan posisinyaman misalnya posisi semi fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru.
g. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)
Rasional : Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status
cairan.
h. Kolaborasikan pemeriksaan analisagas darah danfoto thoraks.
Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari
implementasi.
kebutuhan
untuk
menghindari
panas
berlebihan
pencetus
Kriteria hasil : turgor kulit normal tanpa edema, tanda-tanda vital normal
120/80mmHg,tidak adaasites, tidak ada kenaikan BB.
Intervensi :
a. Kaji status cairan seperti timbang berat badan harian, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah,
denyut dan irama nadi.
Rasional : pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b. Batasi masukancairan dan garam
Rasional : pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran
urine dan respons terhadap terapi.
c. Identifikasiberpotensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan, oral dan intravena serta makanan.
Rasional : sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
cairan.
Rasional
kenyamanan
pasien
meningkatkan
kepatuhan
terhadap
pembatasan diet.
f. Timbangberat badan harian
Rasional : untuk memantau status cairan dan nutrisi.
g. Kolaborasikan dialisis
Rasional : untuk mengurangi penumpukan cairandalam tubuh.
h. Ajarkan management rasahaus, oral higiene.
Rasional : untuk mengurangi rasahaus.
5. Diagnosa:
Resikopenurunan
ketidakseimbangan
cairan
curah
jantung
mempengaruhi
berhubungan
sirkulasi,
peningkatan
dengan
kerja
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau
kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan
postural misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.
Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik,
mengi dan edema.
b. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya.
Rasional : Hipertensi orto static dapat terjadi sehubungan dengan defisit
cairan.
c. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi frictionrub, tekanan darah, nadi perifer,
pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.
Rasional : Mengkaji adanyakedaruratan medik.
d. Kaji tingkat aktivitas danrespon terhadap aktivitas.
Rasional : Kelelahan dapat menyertai gagal jantung kongestif juga anemia.
e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.
Rasional
Ketidakseimbangan
dapat
mengganggu
kondisi
dan
fungsijantung.
f. Batasimakanan tinggi kalium
Rasional : menghindari terjadinya hiperkalemia dalam tubuh
g. Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan indikasi.
Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.
Rasional
retensi produk sampah dan prosedur dialisisdi tandai dengan kelemahan otot,
penurunan rentang gerak.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Kriteriahasil : Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan,
melaporkan peningkatan rasa sejahtera, melakukan istirahat dan aktivitas secara
bergantian, berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
Intervensi :
a. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan sepertianemia, ketidak seimbangan
cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi.
Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi,
bantu jika keletihan terjadi.
Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
c. Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat.
Rasional : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang adekuat
d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
Rasional : Dianjurkan setelah dialisis, bagi banyak pasien sangat melelahkan.
kulit
terhadap
perubahan
warna,
turgor,
vaskular.Perhatikan
Rasional : soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi
pengeringan dari pada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk
menghilangkan kering, robekan kulit.
f. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
Rasional : menurunkan iritasidermal dan risiko kerusakan kulit.
g. Selidiki keluhan gatal.
Rasional:meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan denga
nuremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produksisa.
Misalkristal fosfat (berkenaan dengan hiper paratiroidisme pada penyakit tahap
akhir).
h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan (daripada garukan) pada areapruritus. Pertahankan kuku pendek:berikan
sarung tangan selama tidur bila diperlukan.
Rasional : menghilangkan ketidak nyamanan dan menurunkan risiko cedera
dermal.
i. Berikan matras busa.
Rasional : menurunkan tekanan lama pada jaringan yang dapat membatasi
perfusi selular yang menyebabkan iskemia/ nekrosis.
Intervensi :
a. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
Rasional :menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga
b. Kaji hubungan antarapasien dengan anggota keluarga terdekat
Rasional : penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.
c. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
Rasional : pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial
destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan
penanganan.
d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan seperti perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam
pekerjaan, perubahan seksual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.
Rasional : pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah- langkah yang
diperlukan untuk menghadapinya.
e. Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual
Rasional : bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.
f. Diskusikan peran member dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan
Rasional : seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu
tergantung
DAFTAR PUSTAKA
Barader Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes Marylin et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Mutaqin Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Nursalam. 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.