Anda di halaman 1dari 6

2.

5 Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi, tekanan darah
dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
dan kebutuhan cairan (RL).
- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan.
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda infeksi,
keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan menggunakan
medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat diobati dengan ointment
antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata
topical. Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi dengan
mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan
-

mencegah infeksi purulen kartilago.


Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti: silver
sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka yang
ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan dengan bed dari
luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi sendiri dalam waktu
beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap
dengan jarum yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka,

dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.
Pasien dipindahkan ke tempat steril
Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk menghindari

gangguan pada gaster.


- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
b. Terapi fase pasca akut

Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman yang mati,
-

serum, darah kering)


Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome) escharotomi

atau fasciotomi
- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti kesadaran, suhu
tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi

yang jelek, hal ini menandakan adanya sepsis.


- Diet dan cairan
2.6.1 Penanganan Pernapasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka
kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam
pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat
gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan
berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup
sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar
seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung
pada percabangan trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi
yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen
sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel partikel tersuspensi.
Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran
napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis
dan edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia
jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan
hemoglobin dengan kemampuan 210 240 kali lebih kuat disbanding kemampuan O2.
Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai
berikut.

a.
b.
c.
d.
e.

Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.


Sputum tercampur arang.
Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
Penurunan kesadaran termasuk confusion.
Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan

adanya iritasi mukosa.


f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.
Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus
dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat
sampai kondisi stabil.
2.6.2 Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti
dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan
interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial.
Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian
distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang
berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi
penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik.
Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan
proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok
yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ
bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka
kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode
resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan
penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat
kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic
terhadap angka mortalitas.
2.6.3 Resustasi Cairan

BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 5 Tahun : berat badan x 50 cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio % X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio % X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I

8 jam X
16 jam X

Hari II hari I
Hari ke III hari ke I
2.6.4 Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan
perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari
semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.
Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki
beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benarbenar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka

diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan


timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I,
merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini
tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit
dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk
mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu
perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik,
kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain
luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami
(Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite,
biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan
eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting ).
2.6.5 Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang
normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik.
Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada
adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas
lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit ginjal
dan lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui


evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi
dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma
sampai dengan 48 jam pascatrauma.

Anda mungkin juga menyukai