Anda di halaman 1dari 2

1.

Gaya kepemimpinan kontijensi menunjukan sikap

karyawan terhadap aktivitas

penyelesaian tugas sesuai dengan harapan atasan. Penelitian yang dilakukan oleh Yeh
(1996, dalam Masud, 2004) dengan indikator menggunakan Skala Likert 1-5. Indikatorindikator dikemukakan antara lain:
X1: Atasan saya menekankan pentingnya tugas.
X2: Atasan saya menekankan efisiensi tugas.
X3: Atasan saya meminta untuk menyelesaikan tugas tepat waktu.
X4: Atasan saya memberikan kebebasan dalam melakukan tugas.
2. Keadilan distributif menggambarkan persepsi keadilan yang dirasakan karyawan dari
hasil kebijakan manajemen. Penelitian yang dilakukan oleh Tang dan Sarfield-Baldwin
(1996, dalam Masud, 2004), Wentzel (2002, Masud, 2004) dan Rego, Cunha, dan Pinho
(2009) menggunakan Skala Likert 1-5. Indikator-Indikator yang dikembangakan antara
lain:
X5 : Saya menerima imbalan sesuai dengan kontribusi kepada perusahaan.
X6 : Tanggungjawab yang diberikan sesuai dengan uraian pekerjaan.
X7 : Pekerjaan yang dibeban kepada saya sesuai dengan kemampuan.
X8 : Penghargaan yang saya terima sesuai dengan tekanan pekerjaan.
3. Kepuasan kerja merupakan sikap karyawan yang positif terhadap kesesuaian antara
ciri-ciri pekerjaan dengan keinginan karyawan. Penelitian kepuasan kerja yang
dikembangkan menjadi sebuah kuesioner penelitian ini menggunakan metode Job
Description Index dalam penelitian yang dilakukan oleh Kosnin dan Lee (2008)
dengan menggunakan Skala Likert 1-5. Indikator-indikator yang dikemukakan antara
lain:
Y1 : saya puas dengan gaji saya sekarang.
Y2 : saya puas dengan kesempatan promosi perusahaan
Y3 : saya puas dengan atasan saya
Y4 : saya puas dengan rekan kerja saya
Y5 : saya puas dengan pekerjaan saya sekarang

Teori kontijensi saling terkait dengan sifat dan teori-teori perilaku kepemimpinan
karena menggunakan dua teori ini sebagai dasar untuk menentukan gaya kepemimpinan yang
paling tepat. Paradigma teori kontijensi menekankan pentingnya faktor-faktor situasional,
termasuk sifat pekerjaan yang dilakukan, lingkungan eksternal, dan karakteristik pengikut.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang memengaruhi kesesuaian situasi dan
ketiga faktor ini selanjutnya memengaruhi keefektifan pemimpin. Hubungan antara
kepemimpinan situasional dan efektivitas tergantung pada variabel situasional kompleks yang
disebut kefavoritan situasional (atau kontrol situasional), yang didefinisikan sebagai sejauh
mana situasi memberikan kendali pemimpin terhadap bawahan. Tiga aspek situasi yaitu:
1. Hubungan pemimpin-anggota: Sejauh mana bawahan setia, dan hubungan dengan
bawahan ramah dan kooperatif. Dengan kata lain, menjelaskan sampai sejauh mana
pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk
mengikuti petunjuk pemimpin.
2. Kekuatan posisi: Sejauh mana pemimpin memiliki kewenangan untuk mengevaluasi
kinerja bawahan dan mengelola imbalan dan hukuman. Dengan kata lain, menjelaskan
sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena
posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti
penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga
menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam
memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
Struktur tugas: Sejauh mana prosedur operasi standar di tempat untuk menyelesaikan tugas,
bersama dengan penjelasan rinci tentang produk jadi atau jasa dan indikator obyektif
seberapa baik tugas yang sedang dilakukan. Dengan kata lain, menjelaskan sampai sejauh
mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi
tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.

Anda mungkin juga menyukai