LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS
Nama
: Tn. H
Usia
: 58 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Budha
Alamat
: Lampur
MRS
: 25 Desember 2015
1.2. ANAMNESA
Keluhan Utama
Sesak sejak 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan sesak sejak 2 jam SMRS.
Pasien mengaku saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik
(mengi). Sesak timbul tiba-tiba. Pasien merasakan nafas terasa berat. Pasien menyangkal
dada terasa panas. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi., batuk (-) darah (-). Nyeri ulu
hati (-), demam (-). Pilek (-) Bengkak (-). Saat pasien mengalami sesak, pasien merasa
lebih nyaman duduk dibandingkan berbaring dan diperberat apabila pasien berjalan.
Keluhan ini dulu pernah dirasakan dan baru kali ini dirasakan kembali.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal seperti ini. Riwayat Asma (-), Riwayat Pengobatan TB
: 50kg
KU
HR
Pernapasan
: 27x/menit
Suhu
: 36,50C
Status generalis
Kepala
: Normocephal
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
o Cor
Nilai
Satuan
Nilai Normal
17.200
14,5
41,6
201.000
103 / ul
g/dl
%
103/ul
4,8-10,3
14,0-18,0
42-52
150-450
81 gr/dl
1.5. RESUME
Tn. H usia 58 tahun dating dengan keluhan sesak sejak 2 jam SMRS. Sesak timbul
mendadak. Pasien merasakan nafas terasa berat. Pasien menyangkal dada terasa panas. Sesak
tidak dipengaruhi oleh posisi. Saat pasien mengalami sesak, pasien merasa lebih nyaman
2
duduk dibandingkan berbaring dan diperberat apabila pasien berjalan. Keluhan ini dulu
pernah dirasakan dan baru kali ini dirasakan kembali..
Dari pemeriksaan fisik ditemukan. Kesadaran: CM TD: 160/90 mmHg HR : 100x/menit,
RR: 27x/menit, S: 36,50C. Wheezing pada kedua lapang paru. Pemeriksaan laboratorium
ditemukan leukosit 17.200
1.6. DIAGNOSA
Asma Bronkial Intermiten Serangan Sedang
Hipertensi Grade II
1.7. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana di IGD
o Oksigen nasal kanul 4 lpm
o IVFD RL 20 tpm
o Nebulasi combivent observasi 15 menit sesak dan wheezing kedua paru
masih ada Nebulasi combivent + Pulmicort masih terdapat wheezing dan
1.8. FOLLOW UP
TGL
26/12/.
2015
S
Sesak
berkurang
O
KU : CM, TD: 150/100N : 80x/mnt,
Suhu : 36,3 C
RR: 26 x/mnt
Thorax :
Cor :S1S2 reguler,murmur (-),gallop
(-)
A
P
Asma O2 kanul nasal 3 lpm
bronkiale IVFD RL 20 tpm
HT gr II Injeksi metilprednisolon
2x125mg
Nebulasi ventolin/ 8 jam
Injeksi Ceftazidine
3
27/12/
2015
Sesak
28/12/
2015
Sesak
29/12/
205
Demam (+)
Kejang (-)
Muntah (-),
BAB (+)
30/12/
2015
Demam (-)
Kejang (-)
Muntah (-),
BAB (+)
1gr/12 jam
Valsartan 1x80mg
KDK
KDK
KDK
KDK
Valsartan 1x80mg
Retaphyl SR 1x1tab
Symbicort 2x1
Valsartan 2x80mg
Retaphyl SR 2x1 tab
Symbicort 2x1
Nebulasi ventolin +
pulmicort/8 jam
pulang
1.9. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: dubia ad bonam
Qua ad Functionam
: dubia ad bonam
Qua ad Sanatinam
: dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN
KEJANG DEMAM
1.
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.(1)
Bila anak yang berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.(1)
5
2.
Epidemiologi
Kejang demam biasanya terjadi pada 2% - 4% dari populasi anak berusia 6 bulan
sampai 5 tahun.
bulan.
(5)
(1,2)
Dapat terjadi pada semua ras, anak laki laki insiden terjadinya kejang demam
(5)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kromosom 19p dan 8q13 21 telah
dipetakan sebagai kromosom yang berhubungan dengan terjadinya kejang demam. (5)
Di negara Amerika, antara 2 % - 5 % anak anak menderita kejang demam pada usia
5 tahun. Satu pertiga dari pasien ini akan mengalami rekurensi. Di Eropa barat diperoleh
data statistik yang serupa dengan di Amerika, sedangkan insiden di negara lain cukup
bervariasi, yaitu India 5 10 %, Jepang 8,8 %, Hong Kong 0,35 %, dan Cina 0,5 1,5 %.
(5)
80% merupakan kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang
demam kompleks. 16% berulang dalam waktu 24 jam. Bila kejang demam sederhana yang
pertama terjadi pada umur <12 bulan maka risiko kejang demam kedua 50% dan bila
kejang deam sederhana pertama terjadi usia >12 tahun menurun menjadi 20%.
3.
Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebab terjadinya kejang
demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah,
infeksi saluran cerna dan saluran kemih. (1)
4.
Patofisiologi(1,5)
Sel dikelilingi oleh suatu membran sel yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui ion Natrium (Na+) dan
6
elektrolit lainnya, kecuali klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.
Gambar 2. (1). Pada fase istirahat, Ion Na+ ada di ekstra sel dan Ion K+ ada di intra sel.
Membran sel bagian dalam bersifat lebih negatif daripada ekstra sel, (2). Pada fase
depolarisasi, pintu ion chanel jadi terbuka, Ion Na+ masuk ke intra sel, tapi membran sel
bagian dalam masih tetap negatif. (3). Karena Ion Na+ masuk terus menerus membran sel
7
bagian dalam menjadi lebih positif, dan potensial membran sudah melewati ambang maka
terjadilah potensial aksi. (4). Setelah potensial aksi mencapai ambang batas, maka Ion Na+
keluar ke ekstra sel potensial membran kembali ke posisi semula. (5). Setelah itu
terjadilah hiperpolarisasi, dimana Ion K+ ikut keluar ke ekstra sel, setelah itu kemnbali ke
posisi istirahat.
Melalui gambar 2, dapat dijelaskan bahwa kejang dapat terjadi jika pompa Ion
Natrium Kalium terus terjadi dan melampaui ambang batas atas potensial aksi.
Gamba
r 3. Neurotransmitter. Neurotransmitter neurotransmitter yang dilepaskan ini dapat merubah
KEJANG
Sel tetangga
K+
Na+
Postsinaps
Gambar 4. Post sinaps : terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran sel tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Kejang demam terjadi pada anak berusia muda, saat ambang batas terjadinya kejang
masih rendah. Saat ini pula anak anak mudah sekali mengalami infeksi seperti infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, sindroma virus, dan menyebabkan respon berupa
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Pada penelitian dengan menggunakan binatang
percobaan ditemukan bahwa pirogen endogen, salah satunya yaitu interleukin 1 dapat
meningkatkan aktivitas neuron, dan dapat menghubungkan antara demam dengan
10
terjadinya kejang. Penelitian sebelumnya yang juga mendukung adalah bahwa cytokin
yang teraktivasi dapat menyebabkan terjadinya kejang demam.
5.
Klasifikasi
Secara umum, kejang dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab kejang serta subtipe
serangan kejang. International Classification of Epileptic Seizure membagi jenis kejang
berdasarkan lokasi pada otak. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata
berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut
sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran
utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).(3)
A. Kejang Parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejala
kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus terletak
di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot, sementara
apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala-gejala
sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-tusuk.
Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik
terdapat beberapa representasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan,
berkeringat, dan muntah.
takipnea,
kemerahan,
rasa
tidak
enak
di
epigastrium,
muntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil ), psikis (disfagia, gangguan daya
ingat). Kejang parsial sederhana biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.
Kejang Absens
1.
2.
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
3.
Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.
4.
Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan
sendirinya pada usia 18 tahun.
Kejang Mioklonik
Kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak.
Myoclonic kejang ditandai dengan gerakan menyentak singkat yang muncul dari
sistem saraf pusat, biasanya melibatkan kedua sisi tubuh. Gerakan ini mungkin sangat
halus.
Kejang Tonik-Klonik
12
Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit
Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
Kejang Atonik
Status Epileptikus
Kejang fokal atau parsial; satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
13
Keterangan :
Kejang lama : sebagian besar peneliti menggunakan batasan 15 menit
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar.
6.
Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah rutin, elektrolit, glucosa darah. Peningkatan leukosit
sampai diatas 20.000/L dapat berhubungan dengan terjadinya bacteriemia. Diagnosis
meningitis harus disingkirkan, karena pasien dengan meningitis purulenta ( meningitis
bacterial ) juga dapat ditemukan demam dan kejang. Tanda dari meningitis adalah
fontanel yang menonjol, kaku kuduk, stupor, dan iritabilitas. Tanda dari meningitis ini
selalu dapat tidak ditemukan, terutama pada anak yang berusia kurang dari 18 bulan. (1)
Pungsi Lumbal(1)
Setelah demam reda dan kejangnya teratasi, perlu dipertimbangkan apakah
dilakukan lumbal pungsi atau tidak untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis purulenta. Semakin muda usia pasien semakin penting lumbal pungsi, karena
tidak banyak yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa
meningitis.
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
dilakukan
untuk
menegakkan
atau
Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh, sel darah putih (PMN)
dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri. Pada Meningitis TBC, ada gambaran pleiositosis
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan jernih, sel darah putih (MN)
menurun, glukosa normal atau meningkat, protein menurun, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus, Pellicle
Encephalitis : cairan jemih, jumlah sel diatas normal, hitung jenis didominasi oleh
limfosit, protein meningkat, dan glukosa menurun.
Pemeriksaan EEG(2,4)
Pemeriksaan EEG ( Elektroencephalografy ) yang dilakukan diantara dua
serangan kejang tidak ditemukan kelainan, terutama jika diperiksa pada hari ke 8 ke
10 setelah kejang. (1)
demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia >6 tahun
atau kejang demam fokal.
Pencitraan(1,2)
Foto X-ray dan pencitraan seperti CT-Scan atau MRI jarang dilakukan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap ( hemiparesis )
2. paresis nervus VI
3. Papiledema
7.
Penatalaksanaan(1)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan bila datang berobat kejangnya
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat
15
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3 0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau
dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan
lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal masih dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan
disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis
awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demamnya dan faktor resikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor risikonya.
KEJANG
Kejang
16
Diazepam rektal
( 5 menit )
Di rumah sakit
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10 20 mg/kg BB.
dosis awal
KEJANG
Transfer ke ICU
Antipiretik
Antipiretik dianjurkan diberi pada saat demam, walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dosis
asetaminofen yang digunakan berkisar 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kg/kali, 3 4 kali sehari
Asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, meskipun jarang. Paracetamol 10 mg/kg sama efektifnya dengan
ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.
Antikonvulsan
17
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% - 60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabakan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.
Pemberian obat rumatan (2)
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
( salah satu ) :
1. Kejang lama >15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbnagkan bila :
a. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
b. Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan
c. Kejang demam > 4 kali per tahun
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulang kejang.
Dengan meningkatnya pengetahuan tentang kejang demam dan efek samping
penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan
dalam jangka pendek, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 50 %).
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis
18
Komplikasi
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam dan kematian sampai saat ini
belum pernah dilaporkan. (2)
Tiga sampai enam persen anak anak yang mengalami kejang demam akan
mengalami epilepsi. Kejang demam kompleks dan kelainan struktural
otak berkaitan
9.
Prognosis(1)
1.
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum
atau fokal.
2.
3.
10.
No.
1
Differential Diagnosa(1,5)
Sub
Definisi
Etiologi
Kejang Demam
Meningitis
Bangkitan kejang
Radang pada selaput
yang terjadi karena
otak (meningen)
kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal diatas
38C) yang
disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium
Belum diketahui
Bakteri
secara pasti
(Mycobacterium
tuberculosa,
Neisseria
meningitis,
Staphylococcus
aureus,
Haemophilus
influenzae)
Ensefalitis
Radang pada jaringan
otak
Bakteri
Virus (sering)
Parasit
Fungus
Riketsia
20
Patofisiologi
Kenaikan suhu
metabolisme basal
perubahan
keseimbangan dari
membran sel neuron
difusi ion K dan
ion Na melalui
membran sel lepas
muatan listrik
meluas melalui
neurotransmitter
kejang
Virus
-Virus/bakteri
hematogen
selaput otak
-Penyebaran
bakteri/virus dapat
pula secara
perkontinuitatum dari
peradangan organ atau
jaringan yang ada di
dekat selaput otak,
misalnya Abses otak,
Otitis Media,
Mastoiditis, Sinusitis.
-Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat
trauma kepala dengan
fraktur
terbuka atau
komplikasi bedah
otak.
-Invasi kuman-kuman
ruang
subaraknoid radang
pada pia dan araknoid,
CSS (Cairan
Serebrospinal) &
sistem ventrikulus
Manifestasi
Klinis
Diagnosis
a. Kejang demam
Sakit kepala dan
sederhana
demam (gejala awal
-berlangsung
yang sering)
kurang dari 15 menit
-Perubahan pada
dan umumnya akan
tingkat kesadaran
berhenti sendiri
dapat terjadi
-tidak terulang
letargik, tidak
dalam waktu 24 jam
responsif, dan koma
-Kejang umum
Iritasi meningen
tonik dan/atau klonik
mengakibatkan
sejumlah tanda sbb:
b. Kejang demam
Rigiditas (kaku
kompleks
leher).
-berlangsung >15
Tanda kernik
menit, fokal/ multipel
positif
(kejang >1 dalam 24
Tanda brudzinki
jam)
foto fobia,
Kejang
peningkatan TIK (
bradikardi),pernafa
san tidak teratur,
sakit kepala,
muntah dan
penurunan tingkat
kesadaran )
Anamnesa (demam,
serangan kejang,
RPD, RPK, dll)
Pemeriksaan Fisik
(vital sign,
neurologik)
Pemeriksaan
penunjang
Anamnesa
(didapatkan trias
meningitis : sakit
kepala, demam,
kaku kuduk, RPD,
dll)
Pemeriksaan fisik
(vital sign,
didapatkan
meningeal sign,
neurologik)
sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak
ada dalam jaringan
otak
3. Reaksi aktivasi
virus neurotropik yang
bersifat laten
Masa prodromal
berlangsung 1-14
hari, ditandai
dengan: demam,
sakit kepala, mualmuntah, nyeri
tenggorokan,
malaise, nyeri
ekstremitas pucat
Tanda ensefalitis yang
berat ringannya
tergantung pada
distribusi dan luas
lesi pada neuron.
Gejalanya:
gelisah
perubahan perilaku
gangguan kesadaran
kejang
-Terkadang disertai
juga dengan tanda
neurologis fokal
berupa afasia,
hemifaresis,
hemiplegia, ataksia,
dan paralysis saraf
otak.
Anamnesa (demam,
sakit kepala,
riwayat pemaparan
selama 2-3 minggu
terakhir terhadap
penyakit melalui
kontak, RPD, dll)
Pemeriksaan fisik
(vital sign,
neurologik
Pemeriksaan
22
Pemeriksaan
Penunjang
Penatalaksana
an
10
Prognosis
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan
Analisis CSS dari
Laboratorium:
Pungsi lumbal
Darah rutin, glukosa Pemeriksaan
darah, elektrolit,
Laboratorium:
urin dan feses rutin
Elektrolit darah,
(makroskopis dan
LED
mikroskopik), kultur MRI/ CT Scan
darah
Rontgen dada/kepala/
Pemeriksaan LP
sinus
EEG
Foto X-ray, CT-Scan,
MRI
penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium:
Darah rutin
lengkap, gula darah,
elektrolit dan
biakan darah
Analisis Pungsi
lumbal
Pemeriksaan CT atau
MRI kepala
edema otak
Pada pemeriksaan
EEG penurunan
aktivitas atau
perlambatan
Penanganan Pada
Terapi umum : tirah
Tangani kejang
Saat Kejang
baring total,
Memperbaiki
pemberian cairan
Menghentikan
homeostatis, dengan
yang adekuat, terapi
kejang:
infus cairan dan
5B
(Blood,
Brain,
pemberian oksigen.
Turunkan demam:
Barrier, Bowel,
Mengurangi edema
Pengobatan
Bladder), terapi
penyebab:
serebri serta
simptomatik
antibiotika diberikan
mengurangi akibat
(antikonvulsan,
sesuai indikasi
yang ditimbulkan
analgetik)
dengan penyakit
oleh anoksia serebri
Terapi
abortif
:
dasarnya
dengan
Antibiotik (sesuai
Deksametason 0,15dengan etiologi)
1,0 mg/kgBB/hari
i.v dibagi dalam 3
dosis.
-Menurunkan
tekanan intrakranial
yang meninggi
dengan Manitol
diberikan intravena
dengan dosis 1,52,0 g/kgBB selama
30-60 menit.
Pemberian dapat
diulang setiap 8-12
jam
Pengobatan kausatif.
Prognosis bergantung
Apabila tidak diterapi Prognosis pada
23
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Simple
Febrile
Seizure.
1999;
6:
1307-1309.
Sumber
Tulisan:
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics
24
3.
Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000
4.
Ginsberg, Lionel. Lecture Note Neurologi edisi ke-8. 2007. Jakarta : Erlangga.
5.
25