Anda di halaman 1dari 36

PENDAHULUAN

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada
saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks.
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,
kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme
timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi
hingga sulit untuk dipahami.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai
penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.
Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru
diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang.
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita
dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear.
Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis
sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga
saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi
dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa simptomatis karena
masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi
yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.3

1. DEFINISI
1

Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas, dan
ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma secara
harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal jaringan
yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti.
Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh
uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder
atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior
atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis.
Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara
ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis.
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan (epitel)
dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel) tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan
akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia
menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ
menjadi karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.
2. EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10
dinegara maju atau urutan ke-5 secara global. Di Indonesia ia menduduki urutan kedua
dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens
sebesar 20%. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita
penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap
tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.
Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negaranegara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit
keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.5
2

3. KLASIFIKASI
klasifikasi staging dari kanker serviks oleh FIGO (International Federation of Gynaecology
and Obstetrics) pada tahun 2009,
Stadium I: Karsinoma yang hanya menyerang serviks (tanpa bisa mengenali ekstensi
ke corpus)
IA: Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis melalui pemeriksaan mikroskopis,
kedalaman invasi < 5 mm dan ekstensi terluas > 7 mm
IA1: Invasi stroma sedalam < 3 mm dan seluas < 7 mm
IA2: Invasi stroma sedalam > 3 mm dan seluas > 7 mm
IB: Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks uteri atau kanker preklinis
yang lebih besar daripada stadium IA
IB1: Lesi yang nampak < 4 cm
IB2: Lesi yang nampak > 4 cm
Stadium II: Karsinoma yang menginvasi dekat uterus, tapi tidak menginvasi dinding pelvis
atau sepertiga bawah vagina
IIA: Tanpa invasi ke parametrium
IIA1: Lesi yang nampak < 4 cm
IIA2: Lesi yang nampak > 4 cm
IIB: Nampak invasi ke parametrium
Stadium III: Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan sepertiga bawah vagina
dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau merusak ginjal
IIIA: Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke dinding pelvis
IIIB: Ekstensi ke dinding pelvis dan/atau hidronefrosis atau merusak ginjal
Stadium IV: Karsinoma yang meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan mukosa kandung
kemih atau rektum.
IVA: Pertumbuhannya menyebar ke organ-organ sekitarnya
IVB: Menyebar ke organ yang jauh
KLASIFIKASI HISTOLOGIK
1.Tipe histologik
Neoplasia intraepitelial serviks, Derajat III
Karsinoma sel skuamosa in situ
3

Karsinoma sel skuamosa


Keratin
Nonkeratin
Verrukosa
Adenokarsinoma in situ
Adenokarsinoma in situ, tipe endoserviks
Adenokarsinoma endometroid
Adenokarsinoma sel jernih
Karsinoma adenoskuamosa
Karsinoma adenoid kistik
Karsinoma sel kecil
Karsinoma undiferensiasi
2. . Derajat Histologik
Gx- Derajat tidak dapat ditentukan
G1- Diferensiasi baik
G2- Diferensiasi sedang
G3- Diferensiasi buruk atau undiferensiasi

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma
(HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat
menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak
yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan
tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat
berkembang menjadi kanker
-

Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8
open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen
4

E mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait
dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein
L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat
epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan
karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.
E Protein

Perananya

E1

Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2

Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4

Mengikat sitokeratin

E5

Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet


derivat growth factor, p123)

E6

Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7

Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Protein

Peranannya

L1

Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2

Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat
menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,
54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas. Lebih dari
30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi (high- risk)
sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39,
45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan
sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan

58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan


kanker serviks
b. Faktor predisposisi
-

Pola hubungan seksual


Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks
meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai
pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko
terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga
seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi
tidak pada kelompok usia lebih tua.

Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin
sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.
Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.

Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan
kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola
hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan
serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersamasama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke
arah kanker.

Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
6

WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan


kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ
nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.1,3
-

Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3

Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan
dengan masalah tersebut.1,3,5

Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan
yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi
resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan
genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.1,3,

4. PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga
membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1,
S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase
7

M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S
(Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana
p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk
proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan
mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan
banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses
perkembangan

kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan

retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7
berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel
kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada
HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan
protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus
pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Sebelum didiagnosis dengan kanker cerviks, dikenal dengan lesi prakanker dengan
klasifikasi

sebagai

berikut

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya


Pada lesi pra kanker, Sel-sel pada permukaan serviks kadang tampak abnormal tetapi
tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel serviks
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa
tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal
merupakan keadaan prekanker yang bisa berubah menjadi kanker. Saat ini telah digunakan
istilah yang berbeda untuk perubahan abnormal pada sel-sel di permukaan serviks, salah satu
diantaranya adalah lesi skuamosa intraepitel (lesi artinya kelainan jaringan, intraepitel artinya
sel-sel yang abnormal hanya ditemukan di lapisan permukaan).
Secara histopatologi karsinoma serviks
terdini dari 2 jenis, yaitu: jenis karsinoma epidermoid (95%) dan jenis adenokar-sinoma
(5%). Proses perubahan sel kolumner endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi
secara fisiologik pada setiap wanita yang disebut sebagai proses metaplasia. Karena adanya
faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen, proses metaplasia fisiologis ini
dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Adanya proses displasia
inilah yang dinamakan sebagai lesiprakanker atau disebut sebagaiCervical Intraepithelial
Neo-plasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS).
Perubahan pada sel-sel ini bisa dibagi ke dalam 2 kelompok:
1.Lesi tingkat rendah
Merupakan perubahan dini pada ukuran, bentuk dan jumlah sel yang membentuk
permukaan serviks. Beberapa lesi tingkat rendah menghilang dengan sendirinya. Tetapi yang
lainnya tumbuh menjadi lebih besar dan lebih abnormal, membentuk lesi tingkat tinggi. Lesi
tingkat rendah juga disebut displasia ringan atau neoplasia intraepitel servikal 1 (NIS 1). Lesi
tingkat rendah paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 25-35 tahun, tetapi juga
bisa terjadi pada semua kelompok umur.
2. Lesi tingkat tinggi : ditemukan sejumlah besar sel prekanker yang tampak sangat berbeda
dari sel yang normal.
Perubahan
prekanker ini hanya terjadi pada sel di permukaan serviks. Selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun, sel-sel tersebut tidak akan menjadi ganas dan tidak akan menyusup ke
lapisan serviks yang lebih dalam. Lesi tingkat tinggi juga disebut displasia menengah atau
displasia berat, NIS 2 atau 3, atau karsinoma in situ. Lesi tingkat tinggi paling sering
ditemukan pada wanita yang berusia 30-40 tahun.
Jika sel-sel abnormal menyebar lebih dalam ke dalam serviks atau ke jaringan
maupun organ lainnya, maka keadaannya disebut kanker serviks atau kanker serviks invasif.
Kanker serviks paling sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun.
Lesi prakanker serviks tersebut di atas dibagi menjadi :
CIN I : sesuai dengan displasia ringan
CIN II :sesuai dengan displasia sedang.
CIN III : sesuai dengan displasia berat.

Sehingga perkembangan kanker leher rahim dapat digambarkan sebagai berikut :


CIN I > CIN II > CIN III > CIS > Ca invasif.
CIS = Carcinoma Insitu.

Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif
dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor
masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat
>1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau
darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks,
akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut
sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar)
menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat
akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih. Penyebaran
limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum,
kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara
teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri
mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,6

10

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).

11

CRF

12

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society)

Perjalanan Penyakit Kanker Serviks


Tahap I
Tahap I adalah karsinoma ketat terbatas pada serviks; perluasan ke korpus uteri diabaikan.
Diagnosis kedua Tahapan IA1 dan IA2 didasarkan pada pemeriksaan mikroskopik jaringan
dihapus, sebaiknya kerucut, yang harus mencakup seluruh lesi.
Tahap IA: kanker invasif diidentifikasi hanya mikroskopis. Invasi terbatas pada invasi
stroma diukur dengan kedalaman maksimum 5 mm dan tidak lebih luas dari 7 mm.
Tahap IA1: Diukur invasi stroma tidak lebih dari 3 mm secara mendalam dan tidak
ada diameter lebih lebar dari 7 mm.
Tahap IA2: invasi Diukur dari stroma lebih besar dari 3 mm tapi tidak lebih dari 5 mm
secara mendalam dan tidak lebih luas dari 7 mm.
Tahap IB: lesi klinis terbatas pada serviks atau lesi praklinis lebih besar dari tahap IA.
Semua lesi kotor bahkan dengan invasi dangkal adalah kanker Tahap IB.
Tahap IB1: lesi klinis tidak lebih dari 4 cm.
Tahap IB2: lesi klinis lebih besar dari 4 cm.
Tahap II
Tahap II adalah karsinoma yang melampaui serviks, tetapi tidak meluas ke dinding
panggul. Karsinoma melibatkan vagina, tapi tidak sejauh sepertiga bagian bawah.
Tahap IIA: Tidak ada keterlibatan parametrium jelas. Keterlibatan hingga atas dua pertiga
dari vagina.
Tahap IAB: keterlibatan parametrium Jelas, tapi tidak ke dinding samping panggul.
Tahap III
Tahap III adalah karsinoma yang telah diperpanjang ke dinding samping panggul. Pada
pemeriksaan rektal, tidak ada ruang bebas kanker antara tumor dan dinding samping
13

panggul. Tumor melibatkan sepertiga bagian bawah vagina. Semua kasus dengan
hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi adalah Tahap kanker III.
Tahap IIIA: Tidak ekstensi ke dinding samping panggul tetapi keterlibatan sepertiga
bagian bawah vagina.
Tahap IIIB: Perluasan ke dinding samping panggul atau hidronefrosis atau non-berfungsi
ginjal.

Tahap IV
Tahap IV adalah karsinoma yang telah melampaui panggul benar atau telah klinis
melibatkan mukosa kandung kemih dan / atau rektum.
Tahap IVA: Penyebaran tumor ke organ-organ panggul yang berdekatan.
Tahap IVB: Menyebar ke organ yang lebih jauh.6

14

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering
ditandai sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan
pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
15

hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang
sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke
perdarahan yang abnormal.
c. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah
d. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
e. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila
terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke
bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri
pada tempat-tempat lainnya.
f. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada
kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.
6. PENCEGAHAN
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker, maka
tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
-

Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak


berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom
(untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga
kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan
kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit
kanker ini).

Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
16

ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi


rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:
1

Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung
dari infeksi HPV.

Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat,
bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat
melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi
humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising
antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun
invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan kemudian
menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang
bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi
ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV
dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada
proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya
terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua
organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh.
Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap
infeksi virus HPV.

Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji
klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
Merupakan jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada
preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus
vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian dikombinasikan
17

sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun .


Preparat ini dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian
diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV
( GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe
6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces
cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20g protein HPV 6 L1, 40
gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225
amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga
mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab
kanker serviks.
-

Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker

Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga


menyebabkan kanker.

2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang
tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
18

6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).


Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum
individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan sejak wanita usia 10
tahun atau sebelum riwayat kontak seksual. Berdasarkan pustaka vaksin dapt
diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian
memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix
diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan
pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan),
respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster.

Vaksin

dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak
0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker
serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu
sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma
prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada
fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan
pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negaranegara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
19

20

PEMERIKSAAN YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENDETEKSI


KANKER SERVIKS
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada
infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur
melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas:
sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear


Syarat:
-

Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah
hari pertama menstruasi.

2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon, spermisida


foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
21

Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes
Pap smear

Indikasi:
-

Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur 21


tahun.

Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan
liquid-based.

Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.

Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang
banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu
seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama
kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:


-

spekulum cocor bebek

spatula ayre

cytobrush

kaca objek

alcohol 95%

Metode pengambilan Pap smear:


-

Beri label nama pada ujung kaca objek

Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.

Lihat adanya abnormalitas serviks

Identifikasi zone transformasi

Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi.

Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak


dengan permukaan epithelial.

22

Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang
terkumpul

dipertahankan horizontal

pada permukaan atasnya

ketika

instrument dikeluarkan.
-

Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula
antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari
cytobrush dikumpulkan.

Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan


seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.

Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar


gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.

Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel,
pindahkan sampel dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan


dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan
ethanol 95% selama 20 menit.

23

Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.

Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.

Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
-

Kelas I : sel-sel normal

Kelas II

: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan

kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi


-

Kelas III

: mencurigakan kearah keganasan

Kelas IV

: sangat mencurigakan adanya keganasan

Kelas V

: pasti ganas

Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi


-

Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika
reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi
dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,
harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian

Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),


selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis
definitif.

Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang


pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3
tahun sekali sampai usia 65 tahun.

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan
asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis
yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan
warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal.
24

Program Skrining Oleh WHO :


-

Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun

Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun

Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun
(Nugroho Taufan, dr. 2010:66)

Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 2560 tahun.

Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup
memiliki dampak yang cukup signifikan.

Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1
tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

Syarat:
-

Sudah pernah melakukan hubungan seksual

Tidak sedang datang bulan/haid

Tidak sedang hamil

24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
-

IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.

IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polip serviks).

IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini
yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA
karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia
ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).

IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan
stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium
IB-IIA).

Pelaksanaan IVA
-

Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim


yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna
atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative.
25

Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak
putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
-

Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau
N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar
40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua
menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa
segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.

Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari
adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya
perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa
dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,
penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel
skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka
pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui
golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan
metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode
DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear
Array HPV Genotyping Test.
Metode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa
mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan
HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe
HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi
24 genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi
21 genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk
mendeteksi 37 genotipe HPV.
26

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society,


the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society
for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task
Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
-

Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan


hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan
umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada
karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang
berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya
sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.

Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan


Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala
besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang
negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi
HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara
infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual
tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV
yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua
maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan


Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.

Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan


pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3
tahun kemudian.

Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

7. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
27

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi)


(Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata laksana
kanker serviks antara lain:
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS
(Neoplasia

Intraepital

Serviks)

dapat

dilakukan

dengan

observasi

saja,

medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.


Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang
termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis
dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks
derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT.
Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak
mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.
2. Terapi NIS dengan destruksi lokal
Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang
mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel
skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan
bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya
250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari
pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu:
1. sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel
terganggu; 3. Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status
umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 23mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya
dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai
kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan
dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan
hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.

28

CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan
gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan
patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.
3. Terapi NIS dengan eksisi
Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks
dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa
ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang


dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

29

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher


rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini
dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di
kemudian hari

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk


mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

30

harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur,
tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

c. Terapi Kanker Serviks Invasif


1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium
II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif
ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau

bermetastasis

ke

kelenjar

getah

bening

panggul,

dengan

tetap

mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar


seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :

31

1. Radiasi

eksternal

sinar

berasar

dari

sebuah

mesin

besar

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan


sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu
penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali
selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan
hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit
dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan
seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator
dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan
sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui
infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa
kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin
32

Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian
kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama
terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil.
Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks
stage IVB / recurrent adalah : mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah
disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak
menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ
lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil
pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan
mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan
dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat
beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti
mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare
sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan
sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan
olahraga.
4. Sariawan
33

5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit
kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum
tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel
darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih
(leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah
biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah
sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel
darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat
kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila
jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak
merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan
Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan
sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas
hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol
sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti
nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
34

a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil
8. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :
a.

Umur penderita

b.

Keadaan umum

c.

Tingkat klinik keganasan

d.

Sitopatologi sel tumor

e.

Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya

f.

Sarana pengobatan yang ada


Stadium

Penyebaran kanker serviks

Karsinoma insitu

Tahun
100

Terbatas pada uterus

85

II

Menyerang luar uterus tetapi meluas 60

III

ke dinding pelvis
Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga

IV

bawah

vagina

Harapan

Hidup

atau

hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung kemih 7
atau rektum atau meluas keluar
pelvis sebenarnya

Ciri-ciri

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons

terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala.
Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus
terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah
histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2002. Hal 1051.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7nd ed , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
4. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection, Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
5. Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2,2011, hal 1928.
6. TNM Klasifikasi tumor ganas. L. Sobin dan Ch Wittekind (eds.), UICC International
Union terhadap Kanker, Jenewa, Swiss,; Ed 6. 2002;155-157.
7. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.
8. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol
2. Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
9. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi
kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.
10. Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal of
Medicine. 361;19 : 1899-1901 http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
11. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi

Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.

36

Anda mungkin juga menyukai