Oxygen Therapy Untuk Perawat
Oxygen Therapy Untuk Perawat
Pendahuluan
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas
dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen,
dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang
bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel
melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil buangannya dalam
bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Oksigen adalah gas dengan rumus O2, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, dan mudah terbakar, merupakan komponen dari kerak bumi; zat asam;
unsur dengan nomor atom 8, berlambang O, dan bobot atom 15,9994.
Merupakan bahan farmakologik, digunakan dalam proses pembakaran (oksidasi).
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun
1775 dan diberi nama oleh Lavoiser, dipakai dalam bidang kedokteran oleh
Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan
terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien
penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian
oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan
memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi,
kardiovaskuler dan keadaan hematology / hemoglobin (transport oksigen). Bila
terjadi gangguan pada salah satu sistem transports oksigen, bisa mengakibatkan
gangguan oksigen jaringan.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses
lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat
dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Oksigen dikatakan dan diperlakukan sebagai obat, serta bukan sebagai
pengganti pengobatan lain dan harus digunakan hanya jika ada indikasi. Oksigen
mahal dan memiliki efek samping yang berbahaya. Sebagaimana penggunaan
obat, dosis atau konsentrasi oksigen harus dipantau secara kontinyu. Perawat
harus memeriksa rutin program dokter untuk memverifikasi bahwa klien
menerima oksigen dengan konsentrasi yang diprogramkan. Lima benar
pemberian obat juga berlaku untuk pemberian oksigen
A. Pengertian
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. ( Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 )
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 )
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik )
Pada dasarnya anatomi sistem pernafasan terdiri dari rangkaian saluran yang
menghantarkan udara dari luar yang kaya akan oksigen menuju membran
kapiler alveoli yang kaya kapiler darah merupakan bagian dari sistem
kardiovaskuler. Bernafas adalah pergerakan udara keluar masuk saluran
pernafasan disebut juga ventilasi. Fungsi dari sistem persarafan termasuk saraf
mengembangkan volume rongga dada dan paru, sehingga udara masuk kedalam
paru. Ekspirasi adalah proses pasif pada pernafasan biasa, disebabkan elastisitas
dari paru, dinding dada, diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen.
Otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari neuron dan
reseptor di daerah pons dan medulla oblongata. Faktor utama yang mengatur
pusat pernafasan adalah kemoreseptor yang peka terhadap perubahan partial
CO2 dan Ph di arteri. Penurunan tekanan partial O2 arteri juga dapat
merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer seperti badan carotid yang terletak
dipercabangan arteri karotis, badan aorta pada lengkung aorta, peka terhadap
penurunan kadar O2 arteri. Refleks Hering Breuer mengatur jumlah udara yang
masuk ke dalam paru, dimana reseptor regang mengirim sinyal kepusat nafas
untuk menghentikan pengembangan berlanjut dan memulai lagi pengembangan
paru pada akhir ekspirasi. Penelitian menunjukan reflek ini tidak aktif pada orang
dewasa kecuali bila volume yang besar melebihi 1 liter. Reflek ini penting pada
bayi baru lahir. Mekanisme lain yang ikut mengatur pernafasan pada saat seperti
gerakan sendi otot akan meningkatkan ventilasi, penghentian pernafasan pada
saat tertawa, menangis dan tertawa.
2. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
2. Difusi
Perbedaan tekanan parsial antara darah dan fase gas merupakan kekuatan
pendorong untuk perpindahan fase tersebut, melintasi membran antara alveolus
dan kapiler yang sangat tipis berkisar 0,5 m.
Tekanan parsial oksigen diatmosfir 149 mmHg, 21 % dari 760 mmHg, di alveolus
turun menjadi 103 mmHg, karena tercampur uap air ruang rugi anatomik. Karena
tekanan partial oksigen dalam darah lebih rendah, maka oksigen mudah
berdifusi masuk kedalam aliran darah.
Perbedaan tekanan partial CO2, antara darah dan alveolus sebesar 6 mmHg,
sekalipun selisihnya relatif kecil, difusi tetap memadai melintasi membran
alveolus karena CO2 berdifusi 20 kali lebih cepat melewati membran alveolus
dibandingkan O2
Dalam keadaan normal istirahat, difusi berlangsung kurang lebih 0,25 detik dari
total kontak 0,75 detik untuk mencapai keseimbangan antara alveolus dan
darah. Ruang rugi anatomik, kira - kira 1 ml per pound berat badan, sekitar
150cc/1501b.
Oksigen diangkut dari paru ke jaringan melalui 2 jalur, pertama secara fisik larut
dalam plasma dan kedua secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihaemoglobin (HbO2).
PaO2 adalah tekanan partial oksigen di dalam darah arteri, ditentukan jumlah
oksigen yang larut dalam plasma darah. Oksigen yang larut dalam plasma,
jumlahnya sangat kecil sekitar 1 % dari jumlah total oksigen yang diangkut ke
jaringan, karena tekanan itu tidak memadai sekalipun untuk bertahan hidup
dalam keadaan istirahat. Oksigen yang terlarut plasma mempunyai hubungan
dengan PaO2 (tekanan partial oksigen dalain darah alveolus) dan daya larut
oksigen dalam plasma.
HbO2 (oksihemoglobin), adalah ikatan kimia antara oksigen dan hemoglobin
yang bersifat reversible, 1 gram hemoglobin dapat menglkat 1,34 ml oksigen,
jadi bila konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam darah orang dewasa 15 gram
per 100 ml darah, maka akan mengangkut 15 X 1,34 ml atau 20,1 ml oksigen
memberikan kejenuhan total (SaO2 100 %). Tetapi darah yang meninggalkan
kapiler paru mendapat sedikit campuran darah vena dari sirkulasi bronchial,
sehinga tingkat kejenuhan turun menjadi 97 % dan oksigen yang diangkut dalam
arterial menjadi 19,5 ml (0.97 x 20,2 ml) per 100 ml darah.
Pada tingkat jaringan,oksigen berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke
dalam plasma, yang kemudian berdifusi ke dalam sel-sel untuk memenuhi
kebutuhan jaringan untuk metabolisme, sekitar 75 % hemoglobin masih
berikatan dan kembali ke sirkulasi paru dalam bentuk vena campuran. Jadi hanya
25 % oksigen dalam darah arteri yang diperlukan untuk keperluan metabolisme
jaringan.
Hemoglobin yang telah melepaskan oksigen disebut hemoglobin tereduksi (HHb),
berwarna ungu, dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti
yang terlihat pada vena-vena superficial. Oksihemoglobin berwarna merah
terang dan menyebabkan warna kemerah-merahan pada darah arteria.
(P50) meningkat
pH pH
PCO2 PCO2
Suhu Suhu
2,3 DPG 2,3 DPG
a. Kateter Nasal
kateter nasal
Kanul nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien
bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan
akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga
menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui
hidung.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman
kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya
pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput
lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat
pemasangan yang terlalu ketat.
c. Sungkup Muka Sederhana
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak
memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat
menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan
tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing
Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60%
dengan aliran 6 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang
rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar
karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan
menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
f. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Masker Venturi
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi
yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang
telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara
(menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi
dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff
perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang
tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada
pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama
tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia
sedang sampai berat.
FiO2 estimation
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 4 : 24
Kuning : 4 6 : 28
Putih : 6 - 8 : 31
Hijau : 8 10 : 35
Merah muda : 8 12 : 40
Oranye :12 : 50
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi
mask merk Hudson :
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk
pada alat.
FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2
analiser.
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
Tidak terjadi penumpukan CO2.
Kerugian
Mengikat
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam
mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien
makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
b. Bag and Mask / resuscitator manual
Kerugian
Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
c. Collar trakeostomi
Keuntungan :
Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan
trakeostomi,
Gelang gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
Kerugian :
Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan infeksi.
a. Inkubator
d. CPAP sirkuit
Tidak hanya mensuplai O2 tetapi juga melatih otot pernapasan dengan memberi
Continous Positive Pressure, meningkatkan ekspansi paru sehingga mencegah
terjadinya atelektasis
Di berikan pada pasien :
Selama proses weaning / penyapihan dari ventilator
Pasien yg mengalami ggn oksigenasi tapi masih bisa bernapas secara adekuat
FiO2 dapat diatur dari 21 % sampai 100 %
4. Risiko Kerusakan integritas Kulit b/d faktor risiko eksternal : mekanik (tekanan,
gesekan), kelembaban udara, Iritan, substansi kimia (oksigen)
5. Cemas b/d ancaman kematian, stress.
6. Risiko teraspirasi. Faktor risiko : pemakaian oksigen masker, depresi reflekreflek laring dan glotik sekunder akibat terpasang ETT/trakeostomi.
7. Risiko infeksi. Faktor risiko : Intubasi, trakeostomi, destruksi jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen, penurunan gerak silia,
lingkungan hangat,lembab (humidifier)
8. Risiko keracunan. Faktor risiko : pemakaian terapi oksigen dengan FiO2 50 %
terus-menerus lebih dari 1-2 hari, tidak ada perlindungan saat kontak dengan
bahan kimia, polusi udara (eksternal), kesulitan kognisi atau emosional (internal)
9. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b/d tindakan : kompleksitas
aturan terapeutik, efeksamping terapi, Situasional : ketidakcukupan
pengetahuan, kesulitan ekonomi (untuk pemberian terapi oksigen di rumah)
m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok
2. Persiapan Lingkungan
a. Oksigen delivery system jaraknya harus dijaga tidak kurang dari 10 kaki dari
sumber nyala api.
b. Oksigen bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya
kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi pemberian O2 harus dihindari :
merokok, membuka alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan
listrik tanpa Ground.
c. Jika menggunakan oksigen tabung/cylinders, harus dijaga pada tempatnya /
diikat supaya tidak jatuh, tabung menghadap keatas, dengan pegangan yang
kuat.
d. Beri tanda Sedang Memakai Oksigen diatas pintu ruangan, jika digunakan
dirumah, beri tanda tersebut diatas pintu masuk rumah.
3. Persiapan Pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri,
tanyakan kondisi dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan
kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
d. Orientasikan klien dan keluarganya mengenai oksigen dan set-up oksigen dan
pencegahan terhadap efek samping oksigen dan bahaya terhadap kebakaran
e. Kaji budaya klien/keluarga, seperti agama Hindu dan Buda yang memakai
dupa untuk sarana sembahyang supaya dijauhkan saat memakai terapi oksigen
untuk mencegah terjadinya kebakaran
k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter)
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal
mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek
samping)
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter)
2. Kanul Nasal/binasal/nasal prong
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.
(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas.
Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul tersebut pas
kenyamanannya)
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas)
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan
mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung)
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua
steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah
inhalasi oksigen tanpa dilembabkan)
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit.
(terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan
epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit)
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia
telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)
3. Sungkup muka sederhana
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar)
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan
pemasangan)
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis,
dan mencegah penumpukan CO2 )
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah
iritasi kulit akibat tekanan)
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
4. Sungkup Muka Rebreathing
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2 kantong
akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi (mencegah
kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup, mencegah penumpukan CO2
yang terlalu banyak)
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
(untuk mencegah iritasi kulit)
i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi
akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien)
j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah
infeksi, meningkatkan kenyamanan)
5. Sungkup Muka Non Rebreathing
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p)
b. Atur posisi pasien
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas
dan mulut)
Hal Lain yang Diperlukan Untuk Memperjelas Konsep Dasar dan Prosedur
Tindakan
1. Humidifier.
Humidifier merupakan salah satu kelengkapan yang penting dalam memberikan
terapi 02, untuk mengetahui lebih lanjut kita perdu tabu tentang definisi, tujuan
pemakaian humidifier, dan jenis humidifier.
a. Definisi
Humidifier adalah alat pelembab udara (Smeltzer & Bare, 2008). Proses
penambahan air ke gas (oksigen) yang merupakan humidifikasi (Perry & Potter,
2006). Fucker, Canobbio, Paquette, dan Wells (2000) menyebutkan humidifier
merupakan alat yang digunakan untuk memberikan kelembapan dengan
gelembung- gelembung udara pada saat terapi oksigen. Jadi humidifier
merupakan alat humidifikasi atau penambahan kadar air dalam udara (oksigen)
sehingga dicapai kelembaban tertentu.
Penggunaan humidifier dalam terapi oksigen merupakan tambahan yang penting
karena selain sebagai pelembab oksigen juga sebagai konektor selang oksigen
(nasal / masker) yang ke pasien. Selang nasal / masker tidak dapat langsung di
sambungkan dengan sumber oksigen. (Perry & Potter, 2006).
b. Tujuan pemakaian humidifier.
c. Jenis humidifier
First Signs :
a. Retro sternal depression
a. Extreme numb
b. Nausea, vomiting
c. Dyspnea, cough
d. Anxieties
e. Appetite decrease
Second Signs :
a. Worst Dyspnea
b. Cyanosis
c. Respiratory gets worst progressively
Pencegahan toksisitas oksigen dicapai dengan menggunakan oksigen hanya bila
diresepkan. Jika diperlukan konsentrasi tinggi, lamanya dijaga agar tetap minimal
dan dikurangi secepatnya(Brunner & Suddarth,2001). Penggunaan oksigen
konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama tidak berarti tidak boleh dilakukan.
Konsentrasi oksigen 100 % dapat diberikan kalau memang masih diperlukan.
Setalah hipoksia teratasi secara bertahap konsntrasi oksigen harus diturunkan
serendah mungkin selama SaO2 lebih dari 96 % (Materi Pelatihan ICU RSUP Dr.
Soetomo,2005). Penggunaan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) atau CPAP (
Continous Positive Airway Pressure ) sering dilakukan dalam kaitannya dengan
terapi oksigen untuk mencegah microatelektasis, dan dengan demikian
memungkinkan penggunaan oksigen dengan persentase yang lebih rendah.
b. CO2 Narkosis
Pada pasien PPOK, rangsang pernafasannya adalah penurunan oksigen darah,
bukan peningkatan kadar CO2. Dengan demikian pemberian konsentrasi oksigen
1). Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang
2). Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami
denervasi maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi
3). Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok
4). Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses
oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida