Anda di halaman 1dari 43

OXYGEN THERAPY (TERAPI OKSIGEN)

TERAPI OKSIGEN UNTUK KEPERAWATAN

Pendahuluan
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas
dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen,
dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang
bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel
melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil buangannya dalam
bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Oksigen adalah gas dengan rumus O2, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, dan mudah terbakar, merupakan komponen dari kerak bumi; zat asam;
unsur dengan nomor atom 8, berlambang O, dan bobot atom 15,9994.
Merupakan bahan farmakologik, digunakan dalam proses pembakaran (oksidasi).
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun
1775 dan diberi nama oleh Lavoiser, dipakai dalam bidang kedokteran oleh
Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan
terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien
penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian
oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan
memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi,
kardiovaskuler dan keadaan hematology / hemoglobin (transport oksigen). Bila
terjadi gangguan pada salah satu sistem transports oksigen, bisa mengakibatkan
gangguan oksigen jaringan.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses
lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat
dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Oksigen dikatakan dan diperlakukan sebagai obat, serta bukan sebagai
pengganti pengobatan lain dan harus digunakan hanya jika ada indikasi. Oksigen
mahal dan memiliki efek samping yang berbahaya. Sebagaimana penggunaan
obat, dosis atau konsentrasi oksigen harus dipantau secara kontinyu. Perawat
harus memeriksa rutin program dokter untuk memverifikasi bahwa klien
menerima oksigen dengan konsentrasi yang diprogramkan. Lima benar
pemberian obat juga berlaku untuk pemberian oksigen

Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar


pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari
atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi.
Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian
O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.

A. Pengertian
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui
saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. ( Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 )
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi
dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 )
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik )

B. Organ-organ yang terlibat dalam terapi oksigen


Bila kita membicarakan organ tubuh yang terlibat dalam terapi oksigen, maka
kita harus membahas tentang organ sistem pernafasan, termasuk didalamnya
anatomi dan fisiologi sistem pernafasan, peredaran darah paru yang merupakan
bagian sistem kardiovaskuler dan mekanisme kontrol pernafasan secara kimiawi
maupun pengaturan oleh sitem saraf.

Anatomi sistem pernafasan

Pada dasarnya anatomi sistem pernafasan terdiri dari rangkaian saluran yang
menghantarkan udara dari luar yang kaya akan oksigen menuju membran
kapiler alveoli yang kaya kapiler darah merupakan bagian dari sistem
kardiovaskuler. Bernafas adalah pergerakan udara keluar masuk saluran
pernafasan disebut juga ventilasi. Fungsi dari sistem persarafan termasuk saraf

pusat adalah mengatur berlangsungnya ritme ventilasi, dengan mengatur


gerakan otot dada dan diafragma.
Susunan saluran udara pernafasan dimulai dari 1)hidung, 2)faring, 3)laring,
4)trachea, 5)bronchus dan 6)bronchiolus. Ketika udara masuk melalui hidung,
udara tersebut akan disaring, dihangatkan, dan dilembabkan, yang merupakan
fungsi dari mukosa saluran nafas bersilia dan bersel goblet yang memproduksi
mucus. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut yang terdapat dalam
rongga hidung, sedangkan partikel yang halus terjerat dalam lapisan mucus
yang melapisi mukosa. Silia akan mendorong mucus menuju faring yang
kemudian akan dibatukkan atau tertelan. Kelembaban dijaga oleh air yang
berasal dari lapisan mucus, sedang pemanasan diberikan oleh jaringan
pembuluh darah dibawahnya, sehingga udara yang masuk hampir bebas debu,
bersuhu mendekati suhu tubuh dengan kelembaban mendekati 100 % ketika
mencapai faring.
Laring organ yang dibentuk tulang rawan dan otot, mengalirkan udara yang
masuk dari faring menuju trakea. Selain mengalirkan udara laring mempunyai
fungsi yang lebih penting sebagai organ fonasi atau organ suara dan sebagai
organ pelindung. Pita suara berada di pangkal laring, dan membentuk ruang
segitiga yang dinamakan glottis. Glottis merupakan antara saluran nafas bagian
atas dan saluran nafas bagian bawah. Fungsi pelindung laring adalah sebagai
berikut, pada waktu menelan makanan glottis menjaga agar makanan tidak
masuk kedalam trachea, tetapi mengarahkan makanan masuk kedalam
esophagus. Waktu menelan laring bergerak ke atas dari epiglottis akan menutup
auditus laring sehingga glottis tertutup. Bila masih ada benda asing atau
makanan masuk kedalam trachea, benda asing, makanan atau secret akan
dibatukkan keluar saluran nafas bagian bawah.
Trachea merupakan saluran yang disokong oleh tulang rawan yang berbentuk
lingkaran tidak sempurna seperti tapak kuda, sehingga permukaan posteriornya
pipih. Pada pemakaian endotraheal, balon yang digelembungkan terlalu besar
atau pada pemakaian yang lama, dapat menekan dinding posterior dan
menimbulkan iritasi dan erosi sehingga dapat menimbulkan fistula trakheo
esophageal. Erosi pada bagian anterior yang menembus tulang rawan dapat
terjadi tetapi lebih jarang. Pipa dan balon dapat juga menyebabkan
pembengkakan dan kerusakan pita suara. Karena itu penempatan pipa dan balon
endotrakheal harus diperhitungkan baik posisinya dan tekanannya. Trachea
bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri, tempat percabangan dinamakan
karina, yang terdapat banyak saraf dan dapat menyebabkan batuk dan
bronchospasme jika dirangsang. Struktur trachea dan bronchus digambarkan
seperti sebuah pohon dan dinamakan tracheobronchial tree atau pohon
tracheobronchial.
Bronchus merupakan kelanjutan dari trachea yang mengalirkan udara ke
bronchiolus, disusun oleh cincin tulang rawan. Bronchus kanan membentuk
sudut yang lebih landai terhadap trachea dibandingkan bronchus kiri. Bronchus
kanan juga lebih besar dan pendek, sedangkan bronchus kiri lebih kecil dan

panjang. Pada pemasangan pipa endotrakheal yang terlalu dalam cenderung


akan masuk ke bronchus kanan, sehingga udara tidak masuk ke bronchus kiri
dan menyebabkan atelektasis paru kiri. Bila melakukan pembersihan bronchus,
kateter lebih cenderung masuk ke bronchus kanan, demikian juga benda asing
yang terhirup lebih sering tersangkut di bronchus kanan dari pada kiri. Akan
tetapi percabangan bronchus kanan dan kiri pada neonatus lebih kurang
membentuk sudut yang sama, sehingga intubasi yang terlalu dalam dapat
dengan mudah menjadi endobronchial kanan dan kiri.
Selanjutnya bronchus akan bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian
menjadi bronchus segmentalis. Selanjutnya percabangan dilanjutkan menjadi
bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil dengan diameter sekitar 1
mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh
otot polos, sehingga ukurannya dapat berubah. Sampai ke bronchioles
terminalis, saluran berfungsi menghantarkan aliran udara menuju tempat
pertukaran gas dalam jaringan paru.
Unit fungsional paru disebut juga asinus, terdapat setelah bronchiolus terminalis
yaitu tempat pertukaran gas.
Asinus / lobulus primer berdiameter 0,5 - 1 cm terdiri :
1. Bronchiolus respiratorius, memiliki beberapa kantung udara / alveolus pada
dindingnya
2. Duktus alveolaris dindingnya dibatasi oleh alveolus.
3. Sakkus alveolaris terminalis
Struktur akhir yang strukturnya merupakan kelompok 7)alveolus. Dari trachea
sampai sakkus alveolaris terminalis terdapat 23 cabang. Alveolus dipisahkan oleh
dinding tipis / septum dari alveolus disebelahnya, terdapat lubang komunikasi
yang disebut pori pori khon. alveolus hanva mempunyai satu lapisan sel saja
yang lebih tipis dari diameter sel darah merah. Dalam tiap paru terdapat sekitar
300 juta alveolus, yang apabila dibentangkan menjadi seluas lapangan tenis.
Untuk mencegah kolaps alveolus dilapisi oleh. surfaktan.
Paru merupakan organ yang elastis, terletak di dalam rongga dada atau toraks,
berbentuk kerucut, bagian atas disebut apeks dan bagian bawah disebut basis.
Hilus merupakan bagian paru tempat masuknya bronchus, pembuluh darah,
pembuluh limfe. Paru kanan dan kiri dipisahkan oleh mediastinum, di dalamnnya
dijumpai jantung dan pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dan terbagi
3 lobus, sedangkan paru kiri lebih kecil dan terbagi 2 lobus. Pleura adalah lapisan
kolagen elastis, yang melapisi dinding dada disebut pleura parietalis dan yang
melapisi paru dinamakan pleura viseralis.
Diantara kedua pleura terdapat ruangan yang disebut rongga pleura, sebetulnya
kedua pleura tersebut menempel karena tekanan dalam rongga tersebut lebih
rendah dari tekanan atmosfir untuk mencegah paru menjadi kolaps. Kedua
pleura itu hanya dilapisi oleh lapisan tipis, cairan pleura untuk memudahkan

pergerakan paru, sehingga rongga pleura sebetulnya ruangan potensial saja


yang baru terlihat bila terisi oleh cairan atau udara yang ada dalam jumlah yang
bermakna.

Peredaran Darah Paru


Paru mendapat aliran darah dari 2 sumber yaitu arteri bronchialis dan arteri
pulmonalis. Arteri bronchialis mengalirkan darah yang kaya akan oksigen untuk
kebutuhan metabolisms jaringan paru, berasal dari arteri torakalis. Pembuluh
darah baliknya vena bronchialis yang besar bermuara ke vena kava superior dan
yang kecil mengalirkan darah ke vana pulmonalis.
Arteri pulmonalis mengalirkan darah dari ventrikel kanan ke jaringan kapiler paru
yang membungkus alveolus, sehingga terjadi pertukaran gas antara udara dalam
alveolus dan darah. Darah yang kaya akan oksigen dialirkan menuju atrium kiri
melalui vena pulmonalis, selanjutnya ke ventrikel kiri untuk didistribusikan ke
seluruh tubuh.
Sistem peredaran darah paru mempunyai tekanan rendah dan resistensi rendah.
Tekanan darah paru sekitar 25/10 mmHg, dengan tekanan rata - rata 15 mmHg,
dengan demikian beban kerja ventrikel kanan lebih kecil dibandingkan ventrikel
kiri, tetapi pada waktu kegiatan fisik aliran darah pulmoner dapat ditingkatkan
tanpa kenaikan tekanan pulmoner yang berarti.

Mekanisme Kontrol Pernafasan


Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor
utama :
1. Kimiawi
Karbondioksida, produk asam dari metabolisme. Unsur kimia yang asam ini
merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja
pada otot pernafasan. Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam
pengendalian dan pengaturan frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan
pernafasan.

2. Pengendalian oleh saraf


Pusat pernafasan terletak di dalam medulla oblongata, dan kalau dirangsang
maka pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot
pernafasan, yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.
Gerakan udara keluar masuk paru disebut ventilasi. Inspirasi merupakan proses
masuknya udara ke dalam paru dan ekspirasi merupakan proses keluarnya udara
dari dalam paru. Inspirasi merupakan proses aktif dimana otot pernafasan yang
dapat mengangkat dinding dada dan sternum termasuk diafragma bekerja untuk

mengembangkan volume rongga dada dan paru, sehingga udara masuk kedalam
paru. Ekspirasi adalah proses pasif pada pernafasan biasa, disebabkan elastisitas
dari paru, dinding dada, diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen.
Otot pernafasan diatur oleh pusat pernafasan yang terdiri dari neuron dan
reseptor di daerah pons dan medulla oblongata. Faktor utama yang mengatur
pusat pernafasan adalah kemoreseptor yang peka terhadap perubahan partial
CO2 dan Ph di arteri. Penurunan tekanan partial O2 arteri juga dapat
merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer seperti badan carotid yang terletak
dipercabangan arteri karotis, badan aorta pada lengkung aorta, peka terhadap
penurunan kadar O2 arteri. Refleks Hering Breuer mengatur jumlah udara yang
masuk ke dalam paru, dimana reseptor regang mengirim sinyal kepusat nafas
untuk menghentikan pengembangan berlanjut dan memulai lagi pengembangan
paru pada akhir ekspirasi. Penelitian menunjukan reflek ini tidak aktif pada orang
dewasa kecuali bila volume yang besar melebihi 1 liter. Reflek ini penting pada
bayi baru lahir. Mekanisme lain yang ikut mengatur pernafasan pada saat seperti
gerakan sendi otot akan meningkatkan ventilasi, penghentian pernafasan pada
saat tertawa, menangis dan tertawa.

C. Indikasi dan Kontra Indikasi


1. Indikasi
Adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 diberikan kepada
klien dengan keadaan / penyakit :
a. Hypoxemia / hypoxia
b. Henti nafas dan henti jantung.
c. Gagal nafas
d. Keracunan CO
e. Asidosis
f. Shock dengan berbagai sebab
g. Selama dan setelah operasi
h. Anemia berat

i. Klien dengan gangguan kesadaran.


j. Sebelum , selama , sesudah suction
k. Nyeri dada, infark miokard akut
l. Payah jantung
m. Meningkatnya kebutuhan oksigen, seperti : luka bakar, trauma ganda, infeksi
berat, demam tinggi, dll

Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI tahun 2005,


indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.

2. Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi absolut :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

D. Konsep Fisiologi / Pengaruh Terhadap Tubuh


O2 ditranspor dari paru ke dalam jaringan tubuh. O2 bergerak menuju ke daerah
yang memiliki perbedaan tekanan. Dari alveolar ke dalam darah. Dari darah
arteri ke dalam jaringan tubuh, ke dalam sel dan mitokondria.

Faktor-faktor yang berperan dalam oksigenasi yang adekuat :


1. FiO2
2. Pertukaran udara pada alveoli
3. Kandungan O2 dalam vena

4. Distribusi ventilasi perfusi


Kandungan O2 dalam darah terdiri dari :
1. O2 terlarut dalam plasma : PaO2 (mmHg) x 0,003 mL
2. Terikat dengan Hb : Hb x 1,34 x saturasi O2
Kandungan O2 = O2 terlarut + O2 terikat Hb.
Solubilitas oksigen dalam plasma 0,003 ml / dL darah / mmHg.
Kapasitas pembawa yang efektif dari Hb 1,34 mL O2/g Hb .
Fisiologi pernafasan

Proses dimana oksigen berpindah dari udara ke jaringan dan


pengeluaran CO2 dari jaringan ke udara luar. Fisiologi
pernafasan dibagi menjadi 4 stadium :
1. Ventilasi : Masuknya udara ke dalam dan keluar paru (Pemindahan O2&CO2
antara Atmosfir & alveolus)
2. Difusi ( Pemindahan O2 & CO2 antara Alveolus & kapiler)
3. Transportasi ( membawa O2&CO2 transport O2 ke jaringan & CO2 dari
jaringan ) :
a. Respirasi eksterna, yaltu difusi gas - gas antar alveolus dan antara pembuluh
darah sistemik dan sel - sel jaringan, distribusi darah dan udara dalam alveolus,
reaksi kimia dan fisika antara oksigen, karbon dioksida dan darah.
b. Respirasi interna : Metabolisms didalam sel untuk menghasilkan energi
4. Pengaturan respirasi( Pengaturan secara sentral)
1. Ventilasi
Pada saat inspirasi, rongga dada membesar sehingga tekanan intra pleura
menurun dari -4 mmHg, menjadi -8 mmHg, tekanan intra pulmoner atau tekanan
saluran nafas menurun sampai sekitar -2 mmHg dari 0 mmHg saat dimulainya
inspirasi. Hal ini menyebabkan udara masuk sampai akhir inspirasi, dimana
tekanan saluran nafas sama dengan tekanan atmosfir.
Ekspirasi merupakan proses pasif karena elastisitas dinding dada, pada
pernafasan biasa. Relaksasi otot pernafasan, lengkung diafragma naik
menyebabkan volume toraks menurun, tekanan intra pulmoner naik sampai 1 - 2
diatas tekanan atmosfir, udara mengalir keluar.

2. Difusi

Perbedaan tekanan parsial antara darah dan fase gas merupakan kekuatan
pendorong untuk perpindahan fase tersebut, melintasi membran antara alveolus
dan kapiler yang sangat tipis berkisar 0,5 m.
Tekanan parsial oksigen diatmosfir 149 mmHg, 21 % dari 760 mmHg, di alveolus
turun menjadi 103 mmHg, karena tercampur uap air ruang rugi anatomik. Karena
tekanan partial oksigen dalam darah lebih rendah, maka oksigen mudah
berdifusi masuk kedalam aliran darah.
Perbedaan tekanan partial CO2, antara darah dan alveolus sebesar 6 mmHg,
sekalipun selisihnya relatif kecil, difusi tetap memadai melintasi membran
alveolus karena CO2 berdifusi 20 kali lebih cepat melewati membran alveolus
dibandingkan O2
Dalam keadaan normal istirahat, difusi berlangsung kurang lebih 0,25 detik dari
total kontak 0,75 detik untuk mencapai keseimbangan antara alveolus dan
darah. Ruang rugi anatomik, kira - kira 1 ml per pound berat badan, sekitar
150cc/1501b.

Hubungan Oksigen Dalam Darah


Diperlukan kesesuaian antara ventilasi dan perfusi, yaitu distribusi yang merata
dari udara dalam paru dan perfusi darah dalam kapiler dan sebaliknya. Pada
orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan
perfusi hampir seimbang kecuali bagian apeks paru. Karena pengaruh gravitasi,
sirkulasi pulmoner dengan tekanan dan resistensi rendah mengakibatkan aliran
darah dibasis paru lebih besar daripada diapeks.
Dengan laju ventilasi alveolar normal (4 I/menit) nilai keseimbangan ratarata
antara ventilasi dan perfusi adalah 0,8 (V/Q adalah 0,8).
3. Transport Oksigen Dalam Darah

Eksternal dan internal respiration

Oksigen diangkut dari paru ke jaringan melalui 2 jalur, pertama secara fisik larut
dalam plasma dan kedua secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihaemoglobin (HbO2).
PaO2 adalah tekanan partial oksigen di dalam darah arteri, ditentukan jumlah
oksigen yang larut dalam plasma darah. Oksigen yang larut dalam plasma,
jumlahnya sangat kecil sekitar 1 % dari jumlah total oksigen yang diangkut ke
jaringan, karena tekanan itu tidak memadai sekalipun untuk bertahan hidup
dalam keadaan istirahat. Oksigen yang terlarut plasma mempunyai hubungan

dengan PaO2 (tekanan partial oksigen dalain darah alveolus) dan daya larut
oksigen dalam plasma.
HbO2 (oksihemoglobin), adalah ikatan kimia antara oksigen dan hemoglobin
yang bersifat reversible, 1 gram hemoglobin dapat menglkat 1,34 ml oksigen,
jadi bila konsentrasi rata-rata hemoglobin dalam darah orang dewasa 15 gram
per 100 ml darah, maka akan mengangkut 15 X 1,34 ml atau 20,1 ml oksigen
memberikan kejenuhan total (SaO2 100 %). Tetapi darah yang meninggalkan
kapiler paru mendapat sedikit campuran darah vena dari sirkulasi bronchial,
sehinga tingkat kejenuhan turun menjadi 97 % dan oksigen yang diangkut dalam
arterial menjadi 19,5 ml (0.97 x 20,2 ml) per 100 ml darah.
Pada tingkat jaringan,oksigen berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke
dalam plasma, yang kemudian berdifusi ke dalam sel-sel untuk memenuhi
kebutuhan jaringan untuk metabolisme, sekitar 75 % hemoglobin masih
berikatan dan kembali ke sirkulasi paru dalam bentuk vena campuran. Jadi hanya
25 % oksigen dalam darah arteri yang diperlukan untuk keperluan metabolisme
jaringan.
Hemoglobin yang telah melepaskan oksigen disebut hemoglobin tereduksi (HHb),
berwarna ungu, dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, seperti
yang terlihat pada vena-vena superficial. Oksihemoglobin berwarna merah
terang dan menyebabkan warna kemerah-merahan pada darah arteria.

Kurva Disosiasi Oksihemoglobin


Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan afinitas hemoglobin terhadap
oksigen pada berbagai tekanan partial. Berbagai tekanan partial oksigen dalam
darah dihubungkan dengan kejenuhan hemoglobin, didapatkan gambaran kurva
berbentuk huruf S, bagian atas mendatar dan dikenal sebagai arteri, dan bagian
lebih ke bawah berbentuk curam dan dikenal sebagai bagian vena. Pada bagian
datar perubahan besar pada tekanan oksigen hanya mengubah sedikit
kejenuhan oksihemoglobin, berarti jumlah oksigen yang diangkut ke jaringan
relatif konstan. Pada bagian vena yang curam, perubahan besar pada tingkat
kejenuhan hanya terjadi sedikit perubahan tekanan partial oksigen.
Afinitas oksigen terhadap haemoglobin, penting untuk memahami kapasitas
angkut oksigen, karena pangambilan oksigen oleh paru dan suplai oksigen untuk
jaringan, yang dipengaruhi oleh banyak faktor.

Faktor yang mempengaruhi afinitas oksihemoglobin

Kurva disosiasi oksi hemoglobin bergeser ke kiri


(P5O) menurun Kurva Disosiasi oksihemoglobin Bergeser Ke kanan

(P50) meningkat
pH pH
PCO2 PCO2
Suhu Suhu
2,3 DPG 2,3 DPG

Kurva oksihemoglobin bergeser ke kanan, afinitas hemoglobin terhadap oksigen


berkurang. Pergeseran kurva sedikit ke kanan, seperti digambarkan oleh bagian
vena (Ph 7,38), akan membantu pelepasan oksigen ke jaringan, hal ini dikenal
sebagai efek Bohr.
Pergeseran kurva disosiasi ke kiri, menyebabkan peningkatan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen. Akibatnya pengambilan oksigen di paru
meningkat, tetapi pelepasan oksigen ke jaringan terganggu.
Afinitas oksigen didefinisikan secara umum adalah PO2, yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kejenuhan 50 %. Bila kurva disosiasi bergeser ke kanan, maka P50
akan meningkat, sedangkan pergeseran kurva ke kiri P50 akan menurun.
Aktivitas karbon monoksida terhadap hemoglobin sekitar 250 X lebih besar dari
pada afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Bila karbon monoksida terhirup,
akan berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin yang tidak
reversibel, sehingga transport oksigen berkurang.

Transport Karbondioksida Dalam Darah


Transport karbondioksida dari jaringan ke paru melalui tiga cara
:
1. Larut dalam plasma secara fisik : 10 %, CO2 lebih mudah larut dalam plasma
dibandingkan oksigen
2. Karbaminohemoglobin : 20 % berikatan dengan gugus amino pada
hemoglobin
3. Bikarbonat plasma : 70 % diangkut dalam bentuk ini
Karbon dioksida berikatan dengan bentuk reaksi berikut ini :
CO2 + H20 H2CO3 H+ + HCO3Persamaan ini dinamakan persamaan dapar asam karbonat-bikarbonat, bersifat
reversibel. Pada keadaan hiperventilasi dimana ventilasi alvorlar berlebih, akan
menyebabkan alkalosis (Ph darah naik), akibat pelepasan CO2 meningkat. Dan
pada keadaan hipoventilasi, dimana ventilasi alveolar, akan menyebabkan
asidosis (Ph darah turun), akibat retensi CO2. Kurva disosiasi CO2, berbentuk

hampir lintier, sepeni kandungan CO2, dalam darah berhubungan langsung


dengan PCO2, karena itu, PCO2 merupakan petunjuk yang balk akan kecukupan
ventilasi.
4. Pengaturan respirasi

Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor


utama :
a. Kimiawi
Karbondioksida, produk asam dari metabolisme. Unsur kimia yang asam ini
merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar implus saraf yang bekerja
pada otot pernafasan. Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam
pengendalian dan pengaturan frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan
pernafasan.
b. Pengendalian oleh saraf
Pusat pernafasan terletak di dalam medulla oblongata, dan kalau dirangsang
maka pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot
pernafasan, yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.
5. Kapasitas dan Volume Paru

E. Prinsip Pencegahan Infeksi


1. Humidifier harus steril dan selalu terisi aquades yang juga steril, sebatas garis
bertuliskan batas aqua dan harus diganti / dibersihkan tiap hari, bila aqua steril
hendak ditambahkan, sisa aquades sebelumnya harus dibuang terlebih dahulu.
2. Kalau perlu menggunakan humidifier dingin sekali pakai (Aquapak), yang
terbukti selama pemakaian 58 hari tidak terjadi pertumbuhan kuman.
3. Awasi atau batasi pengunjung. Hindari kontak dengan orang yang menderita
infeksi saluran nafas atas.
4. Turunkan faktor risiko nosokomial melalui cuci tangan yang tepat pada semua
perawat.
5. Gunakan alat terapi oksigen sekali pakai, dan bila harus menggunakan yang
reuse, harus disteril terlebih dahulu. Satu alat untuk satu pasien.
6. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Dorong cairan 2500 ml/hari (dewasa)
dalam toleransi jantung.

7. Berikan isolasi pernafasan bila diindikasikan. Tergantung pada diagnosis


khusus pasien memerlukan perlindungan dari orang lain atau harus mencegah
transmisi infeksi ke orang lain.
8. Khusus pada ventilator yang dipakai dalam jangka waktu lama, humidifier dan
sirkuit harus diganti dan disteril maksimal tiap 3 hari.

F. Prinsip / Hal Lain Untuk Terapi Oksigen


Metode Pemberian Oksigen
Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan,
bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume
inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini
bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien
tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok
untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16
20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :

Low flow low concentration :


a. Kateter nasal
b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.

Low flow high concentration :


c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

a. Kateter Nasal
kateter nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara


kontinyu dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Lebih
jarang digunakan dari pada kanul nasal. Prosedur pemasangan kateter ini
meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai naso faring. Persentase
oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi
pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak atau pada pasien yang
bernafas melalui mulut.
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, dan
membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai
kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu lama.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter
melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter
akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan
diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter
mudah tersumbat dan tertekuk.
b. Kanul Nasal / Binasal / Nasal Prong

Kanul nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.

FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %

Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien
bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan
akan mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga
menyebabkan oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui
hidung.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman
kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow
rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya
pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput
lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat
pemasangan yang terlalu ketat.
c. Sungkup Muka Sederhana

Sungkup muka sederhana


Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak
memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat
menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan
tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing

Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 60%
dengan aliran 6 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 35 %
8 : 40 50 %
10 15 : 60 %
Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang
rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar
karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan
menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
f. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing

Non rebreathing mask

Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90


% dengan aliran 6 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke
atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi
oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3
bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan
pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma
karet harus pada tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 - 80
10 : 80 90
12 15 : 90
Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan
makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama
pada pasien tidak sadar dan anak-anak.

2. Sistem Aliran Tinggi


Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3
kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas
pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator.
Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi

oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan


konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.
Contoh sistem aliran tinggi :
a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration)

Masker Venturi
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi
yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang
telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara
(menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi
dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff
perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang
tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada
pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama
tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia
sedang sampai berat.
FiO2 estimation
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 4 : 24
Kuning : 4 6 : 28
Putih : 6 - 8 : 31
Hijau : 8 10 : 35
Merah muda : 8 12 : 40
Oranye :12 : 50
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi
mask merk Hudson :
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35

Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60
Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk
pada alat.
FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2
analiser.
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
Tidak terjadi penumpukan CO2.

Kerugian
Mengikat
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam
mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien
makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
b. Bag and Mask / resuscitator manual

Digunakan pada pasien :


Cardiac arrest .
Respiratory failure
Sebelum, selama dan sesudah suction
Gas flows 12 15 liter, selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging, kantong
resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi
oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai
reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15
liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan
konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga
memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima
oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan
adalah vital :

Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT )


Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak
Hal hal yang harus diperhatikan :
Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan
apakah terjadi distensi abdomen
Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru
Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau
spasme bronkus yang memburuk.
Syarat syarat Resusitator manual :
Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut
Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi
terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi
Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut
Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.

Large Volume Aerosol Sistem


a. Selang T / T piece / Briggs adaptor

Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup


ventilasi pasien per menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban
untuk selang ETT ( Endo Trakeal Tube ) atau trakeostomi.Tidak akan
menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada pemakaiannya, kabut harus
terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan adalah 10
liter/menit dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration
(FiO2)
b. Sungkup terbuka / Face tent
Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada pasien
di ruang pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan masker terlalu
menyekap, maka masker wajah harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan
aliran 10-15 L/mnt (Hudak & Gallo,1997), 8-12 liter/menit : 28%-100%.
Keuntungan
Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai alternatif pemberian
aerosol, dapat memberikan kelembaban yang tinggi.

Kerugian
Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.
c. Collar trakeostomi
Keuntungan :
Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan
trakeostomi,
Gelang gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.

Kerugian :
Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan infeksi.

Alat terapi oksigen yang lain


a. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Dapat memberikan
FiO2 dari 21 % sampai 100 %. Tujuan ventilasi meknik adalah untuk
mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat untuk kebutuhan metabolic
pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan transport
oksigen.

a. Inkubator

Digunakan untuk bayi, aliran oksigen : 3 8 liter/menit dengan FiO2 40 %


c. Anestetik sirkuit

Memberikan oksigen selama operasi.


Pengaturan FiO2 sesuai dengan kondisi pasien ( 21 % - 100 % )

d. CPAP sirkuit

Tidak hanya mensuplai O2 tetapi juga melatih otot pernapasan dengan memberi
Continous Positive Pressure, meningkatkan ekspansi paru sehingga mencegah
terjadinya atelektasis
Di berikan pada pasien :
Selama proses weaning / penyapihan dari ventilator
Pasien yg mengalami ggn oksigenasi tapi masih bisa bernapas secara adekuat
FiO2 dapat diatur dari 21 % sampai 100 %

Sungkup NIPPV/CPAP(high flow high concentration). c. FiO2 : 21 100 %


e. Oksigen Hood

Memberi oksigen sampai 100% (flow 10-15 L/mnt)


Keuntungan
Memberi jalan untuk tindakan lebih lanjut ke daerah dada, perut, dan
ekstremitas
Toleransi oleh bayi baik
Dapat memberikan humidifikasi hangat pada temperature yang spesifik.
Kerugian
Bunyi berisik
Tidak dapat untuk anak usia > 1 th
Aliran kurang dari 5 liter/menit dapat menyebabkan CO2 Narcosis
f. Oksigen Tent
Biasanya digunakan untuk bayi, dapat memberikan konsentrasi oksigen sampai
50 % dengan aliran 10-15 liter/menit.
Keuntungan

Dapat memberikan kelembaban dan dapat memberikan lingkungan yang sejuk


untuk mengontrol suhu tubuh bayi.
Kerugian
Tingkat kelembaban dan konsentrasi O2 selalu berubah bila oksigen tent setiap
saat dibuka.

G. Hal Yang Dikaji Sebelum Tindakan


1. Tanda dan gejala hipoksemia/hipoksia :
a. Perubahan status mental (gangguan penilaian, agitasi, disorientasi, kelam
pikir, letargi, dan koma)
b. Dispnea, peningkatan tekanan darah, perubahan frekuensi nadi, disritmia,
sianosis sentral (tanda lanjut), diaforesis, dan ekstremitas dingin.
c. Pada hipoksia akut , perubahan terjadi pada system saraf pusat karena pusat
saraf yang lebih tinggi lebih sensitive terhadap kekurangan oksigen
d. Hipoksia kronis (PPOK dan Gagal jantung kronis), dapat menimbulkan
keletihan, mengantuk, apatis, tidak perhatian, dan waktu bereaksi terlambat.
Dan dapat terjadi clubbing of nails.
2. Kebutuhan akan oksigen dikaji dengan hasil analisis gas darah, pulse oksimetri
(SpO2), dan evaluasi klinis seperti diatas.
3. Kaji riwayat merokok pasien, merokok menyebabkan kerusakan mekanisme
pembersihan mukosiliari paru, dan paralisis ciliary action, mucus menumpuk
dalam saluran nafas yang dapat meningkatkan risiko infeksi, dan berkembang
menjadi bronchitis kronis dan hipoksia.
4. Berapa banyak konsentrasi oksigen yang akan diberikan
5. Metode yang akan digunakan.

H. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan, kelembaban yang
sangat tinggi atau rendah, adanya jalan nafas buatan : ETT, tracheostomi.
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiper/hipo ventilasi, cemas, kerusakan
persepsi/kognitif
3. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan
membran kapiler-alveoli

4. Risiko Kerusakan integritas Kulit b/d faktor risiko eksternal : mekanik (tekanan,
gesekan), kelembaban udara, Iritan, substansi kimia (oksigen)
5. Cemas b/d ancaman kematian, stress.
6. Risiko teraspirasi. Faktor risiko : pemakaian oksigen masker, depresi reflekreflek laring dan glotik sekunder akibat terpasang ETT/trakeostomi.
7. Risiko infeksi. Faktor risiko : Intubasi, trakeostomi, destruksi jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen, penurunan gerak silia,
lingkungan hangat,lembab (humidifier)
8. Risiko keracunan. Faktor risiko : pemakaian terapi oksigen dengan FiO2 50 %
terus-menerus lebih dari 1-2 hari, tidak ada perlindungan saat kontak dengan
bahan kimia, polusi udara (eksternal), kesulitan kognisi atau emosional (internal)
9. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b/d tindakan : kompleksitas
aturan terapeutik, efeksamping terapi, Situasional : ketidakcukupan
pengetahuan, kesulitan ekonomi (untuk pemberian terapi oksigen di rumah)

I. Outcome Yang Ingin Dicapai


1. NOC Diagnosa keperawatan 1 :
a. Status Respirasi : Potensi jalan nafas
b. Aspirasi terkontrol
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dispneu (Mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat
jalan nafas.
2. NOC Diagnosa Keperawatan 2 :
a. Respiratori status : ventilation
Kriteria hasil :
Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, pernafasan)
3. NOC Diagnosa Keperawatan 3 :

a. Respiratori status : gas exchange


b. Tissue perfusion : Pulmonary
c. Vital sign status
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
4. NOC Diagnosa Keperawatan 4 :
a. Tissue Integriti : skin and muccous membrans
Kriteria hasil :
Integritas kulit dan mukosa bias dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada lesi/luka pada kulit sekitar mulut dan hidung, serta sekitar telinga.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
5. NOC Diagnosa Keperawatan 5 :
a. anxiety control
b. Coping
c. Impulse control
Kriteria hasil :
Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol
cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktifitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
6. NOC Diagnosa Keperawatan 6 :
a. Aspiration control
b. Swallowing status
Kriteria hasil :

Klien dapat bernafas dengan mudah, irama teratur, frekuensi pernafasan


normal
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal.
Tidak terjadi aspirasi pada pasien
7. NOC Diagnosa Keperawatan 6 :
a. Kontrol risiko
Indikator :
Mengetahui risiko
Memonitor faktor risiko dari alat, lingkungan
Memonitor faktor risiko dari tingkah laku
Mengembangkan strategi kontrol risiko secara efektif
Mengidentifikasi dalam skrening untuk mengidentifikasi faktor risiko
Memonitor perubahan status kesehatan
8. NOC Diagnosa Keperawatan 8 :
a. Knoledge : medication
b. Medication respon
c. Risk control
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
keracunan oksigen
Mengungkapkan suatu maksud untuk melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tertentu
Tidak terjadi keracunan oksigen
9. NOC Diagnosa Keperawatan 9 :
a. Compliance Behavior
b. Knowledge : Treatment regimen
c. Participation : Health care decisions
d. Treatment behavior : Illness or Injury
Kriteria hasil :

Mengungkapkan maksud untuk melakukan prilaku kesehatan yang diperlukan


atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan komplikasi tindakan
terapi oksigen.
Menggambarkan definisi, tujuan, metode, dosis, efek samping dan pencegahan
terhadap komplikasi.
Tujuan terapi oksigen adalah :
1. Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
2. Menurunkan kerja nafas dan miokard.
3. Menilai fungsi pertukaran gas
Beri O2 100 % selama 30 menit, kemudian cek Analisa Gas Darah ( AGD )
AaDO2 > 200 : normal
20 40 : V/Q (ventilasi/perfusi) mitsmatch
40 60 : shunt
> 60 : ganguan difusi.

J. Persiapan Alat, Lingkungan dan Pasien Sebelum Terapi Oksigen Diberikan


1. Persiapan Alat
a. Kateter nasal.
b. Kanul nasal/binasal/nasal prong
c. Sungkup muka sederhana.
d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.
e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.
f. Sungkup muka Venturi
g. Jelly.
h. Plester.
i. Gunting.
j. Sumber oksigen.
k. Humidifier.
l. Flow meter.

m. Aqua steril.
n. Selang oksigen.
o. Tanda dilarang merokok
2. Persiapan Lingkungan
a. Oksigen delivery system jaraknya harus dijaga tidak kurang dari 10 kaki dari
sumber nyala api.
b. Oksigen bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya
kebakaran, oleh karena itu klien dengan terapi pemberian O2 harus dihindari :
merokok, membuka alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan
listrik tanpa Ground.
c. Jika menggunakan oksigen tabung/cylinders, harus dijaga pada tempatnya /
diikat supaya tidak jatuh, tabung menghadap keatas, dengan pegangan yang
kuat.
d. Beri tanda Sedang Memakai Oksigen diatas pintu ruangan, jika digunakan
dirumah, beri tanda tersebut diatas pintu masuk rumah.

3. Persiapan Pasien
a. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri,
tanyakan kondisi dan keluhan pasien.
b. Beri posisi yang nyaman
c. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien. Berikan
kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
d. Orientasikan klien dan keluarganya mengenai oksigen dan set-up oksigen dan
pencegahan terhadap efek samping oksigen dan bahaya terhadap kebakaran
e. Kaji budaya klien/keluarga, seperti agama Hindu dan Buda yang memakai
dupa untuk sarana sembahyang supaya dijauhkan saat memakai terapi oksigen
untuk mencegah terjadinya kebakaran

K. Prosedur Tindakan dan Rasional


Pre interaksi
1. Periksa catatan keperawatan dan catatan medik klien (mengetahui TTV seperti
SpO2 dll, diagnosa medik, terapi, hasil laboratorium (AGD : analisa Gas Darah),
metode terapi oksigen yang digunakan, dan hal lain yang diperlukan)
2. Cuci Tangan (untuk mencegah terjadinya infeksi silang)

3. Siapkan alat yang diperlukan (kelengkapan alat melancarkan pelaksanaan


tindakan)
Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya dan memperkenalkan diri
2. Menanyakan kondisi dan keluhan pasien
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan hal yang perlu dilakukan pasien
4. Berikan kesempatan klien/keluarga bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Rasional : Menurunkan kecemasan klien dan keluarga, yang dapat menurunkan
konsumsi oksigen, dan meningkatkan kerja sama klien. Menjamin pelaksanaan
prosedur diselesaikan dengan cepat dan efisien.
Tahap Kerja
1. Katheter Nasal
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan
tindakan
b. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien)
c. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau (memudahkan dan
melancarkan pelaksanaan tindakan)
d. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama
pemasangan nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan
memasukkan kateter)
e. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien
lebih nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan)
f. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai
keujung telinga ( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter )
g. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung
kateter tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter)
h. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral
serta sekresi jalan nafas)
i. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping)
j. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah
iritasi dalam pemasangan kateter)

k. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter)
l. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal
mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek
samping)
m. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter)
2. Kanul Nasal/binasal/nasal prong
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang
elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.
(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas.
Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul tersebut pas
kenyamanannya)
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas)
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan
mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung)
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua
steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah
inhalasi oksigen tanpa dilembabkan)
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit.
(terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan
epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis
menyebabkan iritasi kulit)
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia
telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)
3. Sungkup muka sederhana
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar)
b. Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan
pemasangan)
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal

dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin ketepatan dosis,
dan mencegah penumpukan CO2 )
d. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain
kasa pada daerah yang tertekan ( mencegah kebocoran sungkup, mencegah
iritasi kulit akibat tekanan)
e. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
4. Sungkup Muka Rebreathing
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier
d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.
f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2 kantong
akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi (mencegah
kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup, mencegah penumpukan CO2
yang terlalu banyak)
g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.
(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)
h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
(untuk mencegah iritasi kulit)
i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap iritasi,muntah,aspirasi
akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien)
j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah
infeksi, meningkatkan kenyamanan)
5. Sungkup Muka Non Rebreathing
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi (k/p)
b. Atur posisi pasien
c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas
dan mulut)

d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup


non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan konsentrasi
O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis)
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat,
terputar)
f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga. (mencegah kebocoran sungkup)
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
(untuk mencegah iritasi kulit).
h. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap
iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien)
i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah
infeksi, meningkatkan kenyamanan)
6. Sungkup Muka Venturi
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi
b. Atur posisi pasien
c. Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan
kebutuhan
d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan masker
venturi mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan konsentrasi O2 2460 % (Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup
yang tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan)
Contoh : venturi mask merk Hudson :

Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )


Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60

e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut


f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga
g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.
Terminasi
1. Evaluasi perasaan pasien, simpulkan hasil kegiatan, berikan umpan balik
positif (menkaji efektifitas terapi, meningkatkan kepercayaan klien pada
perawat, memudahkan untuk kontrak selanjutnya)
2. Kontrak pertemuan selanjutnya (menjamin kepercayaan klien, evaluasi
keberhasilan tindakan)
3. Bereskan alat-alat (mencegah infeksi silang, alat siap pakai, menjamin
kelancaran tindakan berikutnya dengan alat yang sama)
4. Cuci tangan (mencegah penularan/mengurangi penyebaran mikroorganisme)
Dokumentasi
1. Catat hasil kegiatan, metode, kecepatan aliran, kepatenan alat, dan respon
pasien di dalam catatan keperawatan (menjamin dokumentasi yang baik,
memudahkan pelaksanaan evaluasi, memudahkan komunikasi antar perawat
dan petugas kesehatan yang lain)
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Aliran yang sudah ditentukan tekanan oksigen dan lamanya pemberian harus
tepat dan benar sesuai program pengobatan
2. Humidifier harus selalu terisi aquades sebatas garis bertulisan batas aqua
dan harus diganti / dibersihkan tiap hari
3. Setiap pemberian O2,harus selalu memakai humidifier yang berisi aquades
untuk mencegah kekeringan mukosa sal nafas
4. Pemeriksaan AGD secara periodik untuk menilai keberhasilan terapi oksigen
5. Pada pasien yang sadar, anjurkan untuk tidak banyak bicara selama
pemberian terapi oksigen
6. Perhatikan kemungkinan regurgitasi yang dapat menyebabkan aspirasi
7. Perhatikan kemungkinan adanya tanda-tanda cyanosis pada bibir,ujung jari
tangan dan ujung jari kaki
8. O2 bukan zat pembakar tetapi O2 dapat memudahkan terjadinya kebakaran,
oleh karena itu klien dengan terapi pemberian O2 harus dihindari : merokok,
membuka alat listrik dalam area sumber O2, menghindari penggunaan listrik
tanpa Ground.

L. Evaluasi dan Dokumentasi pada Terapi Oksigen


1. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan
pengetahuan, penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan
warna kulit, peningkatan saturasi oksigen
2. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri
untuk menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika : Nilai
PaO2 dan PaCO2 yang diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 5 ) x FiO2
3. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa hidung
terhadap iritasi.
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen
yang lain
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien .
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2
yang diberikan.

Hal Lain yang Diperlukan Untuk Memperjelas Konsep Dasar dan Prosedur
Tindakan
1. Humidifier.
Humidifier merupakan salah satu kelengkapan yang penting dalam memberikan
terapi 02, untuk mengetahui lebih lanjut kita perdu tabu tentang definisi, tujuan
pemakaian humidifier, dan jenis humidifier.
a. Definisi
Humidifier adalah alat pelembab udara (Smeltzer & Bare, 2008). Proses
penambahan air ke gas (oksigen) yang merupakan humidifikasi (Perry & Potter,
2006). Fucker, Canobbio, Paquette, dan Wells (2000) menyebutkan humidifier
merupakan alat yang digunakan untuk memberikan kelembapan dengan
gelembung- gelembung udara pada saat terapi oksigen. Jadi humidifier
merupakan alat humidifikasi atau penambahan kadar air dalam udara (oksigen)
sehingga dicapai kelembaban tertentu.
Penggunaan humidifier dalam terapi oksigen merupakan tambahan yang penting
karena selain sebagai pelembab oksigen juga sebagai konektor selang oksigen
(nasal / masker) yang ke pasien. Selang nasal / masker tidak dapat langsung di
sambungkan dengan sumber oksigen. (Perry & Potter, 2006).
b. Tujuan pemakaian humidifier.

Humidifier merupakan alat humidifikasi, diperlukan saat pemberian oksigen


sebagai pelembab udara. Kelembapan udara dapat mencegah mukosa saluran
pernafasan atas mengalami kekeringan dan iritasi. Humidifikasi juga sangat
bermanfaat sebagai ekspektoran yang mudah untuk mempertahankan sekresi.
Humidifikasi dibutuhkan karena oksigen dari sentral maupun tabung bersifat
kering (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2004). Pasien yang mengalami gangguan
pelembaban seperti dilakukan bypass (penggunaan endotrakheal atau
trakheostomi). Pasien yang dilakukan bypass dapat memakai humidifier kering
bila oksigen yang diberikan kurang dari 40% dan kurang dari 4 jam (Hilton,
2004).

c. Jenis humidifier

Humidifier dingin/aktif humidifier hangat/pasif

Sebagai alat pelembab udara / oksigen, humidifier mempunyai beberapa jenis


humidifier. Saraswati (2008) humidifier dibagi menjadi humidifier aktif yaitu
humidifier yang mengeluarkan gelembung udara dari tabung yang berisi air
teraliri oksigen dan humidifier pasif merupakan pelembab udara yang
menggunakan alat pemanas. Hilton (2004) membagi ada humidifier hangat dan
humidifier dingin. Pembagian humidifier menurut Saraswati dengan Hilton secara
umum sama yaitu humidifier aktif sama dengan humidifier dingin sedang
humidifier pasif sama dengan humidifier hangat.
Humidifier hangat merupakan alat pelembab udara dengan melepaskan uap air
atau embun dari air hangat. Pemanasan air dilakukan dengan mesin listrik
sehingga air mendidih.Humidifier tipe ini digunakan pada terapi oksigen dengan
cara closed system yang digunakan pada ventilator (Rita, 2001).
Humidifier dingin adalah pelembab udara dengan suatu alas akan melepaskan
uap / droplet air yang dingin. Humidifier tipe ini diberikan pada terapi oksigen
yang alirannya dapat bernafas spontan lewat jalan nafas atas. Humidifier ini,
secara konvensional dengan teknik mengalirkan oksigen melalui air yang
akhirnya akan timbul gelembung - gelembung udara yang akan mendorong uap
air ke udara (Rita, 2001). Kelembaban yang dihasilkan kurang lebih 72,5%
sampai 78,7% pada suhu ruangan. (Waugh & Granger, 2004). Weber, Palmer,
Jaffar dan Mulholland ( 1998) menyatakan bahwa di daerah cuaca tropis,
kelembaban akan mengalami penurunan, yang didapat hanya 34-56%.
Humidifier dingin secara luas menggunakan humidifier yang dapat digunakan
berulang-ulang. Penggunaan humidifier ini perlu diperhatikan beberapa hal
antara lain reservoir (tabung humidifier) harus dalam kondisi bersih, air dalam
humidifier harus air steril dan diganti setiap 24 jam, dan reservoir harus diisi
segara sebelum dipakai, bila cairan hendak ditambahkan sisa cairan harus
dibuang dahulu (Panmed Dalin DosokRSU Dr.Soetomo Surabaya, 2000).

Kemajuan teknologi memunculkan penemuan baru yaitu humidifier yang sekali


pakai (aquapak). Yamashita. Nishivama, Yokoyama, Abe, Manabe Nishivama,
Yokoyama, Abe, dan Manabe, (2005) menyebutkan bahwa dengan aquapak
penggunaan selama 58 hari secara terns menerus tidak ditemukan pertumbuhan
bakteri. Pemakaian aquapak ini perlu dipertimbangkan efisiensinya karena
pemakaian pada klien yang mobilitas tinggi sangat membebani biaya klien
(Yamashita, at al. 2005). Kondisi tersebut kurang sesuai dengan ruangan jantung
dan ruang observasi intensif yang rata-rata pemakaian humidifier 1-7 hari (buku
laporan ruang jantung dan ROI RSU Dr. Soetomo Surabaya 2008).
Penggunaan humidifier penting pada terapi oksigen, tetapi beberapa buku
menyebutkan bahwa terapi oksigen yang menggunakan nasal kanul dengan
kecepatan aliran oksigen kurang dari 4 LPM tidak perlu memakai humidifier
(Perry & potter, 2006). Hilton (2004) menyebutkan bahwa pemberian non
humidifier- tidak boleh lebih dari 4 Jam. Kenji (2004) melakukan penelitian
dengan demonstrasi matematika. Menyimpulkan bahwa pemakaian oksigen 45
LPM tidak membutuhkan humidifier karena aliran oksigen 4-5 LPM dengan
menggunakan alat nasal kanul atau simpel masker, masih dipengaruhi oleh
udara ruangan. Kelembapan udara ruangan masih mencukupi untuk membantu
kelembapan terapi oksigen yang diberikan.
Campbell, Baker, dan Crites (1988) melakukan penelitian bahwa pemakaian
humidifier dengan diisi air atau tidak diisi air dengan aliran oksigen kurang dari 5
liter per menit selama perawatan, setiap harinya masih ditemukan keluhan
kekeringan pada mukosa hidung. Non humidifier masih dapat menjadi pilihan
terapi karena dapat mengurangi biaya dan mempermudah tugas perawat pada
waktu perawatan tabung (Campbell, Baker, & Crites, 1988).
Nakamura, Mori, Takizawa, dan Kawakami (1996) menambahkan bahwa
pemakaian non humidifier selama 8 jam tidak merusak mukosa hidung.
Penelitian diatas menunjukkan bahwa pemakaian non humidifier dapat
dipergunakan selama pasien dirawat di rumah sakit. Non humidifier dapat
dihentikan pemakaiannya bila terapi oksigen lebih dari 5 liter per menit, seperti
yang di sebutkan Uyainah (2006) memastikan bahwa terapi oksigen dengan FiO,
lebih dari 44% dapat mengakibatkan keringnya mukosa.
Pencegahan pertumbuhan bakteri pada tabung humidifier sangat penting
dilakukan meski penelitian sebelumnya tidak menyebutkan kejadian infeksi
nosokomial dengan adanya bakteri pada humidifier. Staffer, at al (1996)
menyebutkan bahwa terdapatnya bakteri pada humidifier akibat masuknya
bakteri yang ada diudara atau diri pasien. Aerosol bakteri yang terdapat dalam
air humidifier atau bakteri yang ada di selang oksigen dapat menjadikan infeksi
nosokomial, Aliran oksigen yang rendah dapat menjadi penyebab pertumbuhan
bakteri (Staffer, at al. 1996). Penelitian sebelumnya menemukan bakteri yang
tumbuh di humidifier diantaranya Pseudomonas Afaltol)hilia, Pseudomonas
.Aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae, dan Staphylococcus Epidermidis (Cameron,
1987). Cahill dan Heath (1990) menambahkan bakteri yang muncul Enterobacter
Agglomerans, Serratia, and Bacillus.bakteri dan mengontrol osmosis. Beberapa

bakteri tidak membutuhkan oksigen tapi ada yang membutuhkannya, pH dan


temperature juga berpengaruh pada pertumbuhannya, kebanyakan bakteri
tumbuh dengan baik pada medium yang netral atau sedikit alkali (pH 7,2- 7,6)
dengan temperatur optimal pada suhu tubuh sekitar 37C (Gibson, 1990).Bakteri
yang berada di lingkungan/ kondisi kurang baik, akan mati atau mengubah
dirinya menjadi spora. Spora dewasa dapat bertahan dalam keadaan itu hingga
tahun, sampai menemukan tempat/ lingkungan yang baik (Culloch, 2000).
Bakteri yang di dapat di lingkungan / udara rumah sakit antara lain Staphilococus
Epidermidis, Bacillus sp, dan SIuphilococus Aureus (Handiyani, 2001). Bakteri
yang terdapat pada daerah mukosa hidung, oropharyng, dan mulut yaitu
Staphilococus Epidermidis, Staphilococus Aurcus, Staphilococus Pticulnomac,
Staphilococus Afulans, Laclobacillus, Bacteroides, dan Actinomyces (Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2004).
Pertumbuhan bakteri.
Bakteri tumbuh dengan membelah, dalam waktu yang singkat akan terbentuk
koloni. Waktu pembelahan setiap bakteri berbeda, umumnya antara 1-3 jam,
tetapi ada yang 24 jam atau lebih. Kondisi yang ideal keadaan yang baik, waktu
pembelahan dapat sekitar 20 menit, misalnya pada bakteri E.Coli. Bakteri yang
memiliki waktu pembelahan yang panjang adalah Micobacterium tuberculosis
yaitu sekitar 15 jam (Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003). Waktu petumbuhan
bakteri sangat cepat dapat di lihat dari hasil penelitian yang dilakukan
Handayani (2006) dimana seragam klinik yang dipakai petugas kesehatan
(mahasiswa) pada hari pertama, kurang lebih kontak dengan pasien 8-10 jam
sudah ditemukan adanya pertumbuhan bakteri Pertumbuhan bakteri dipengaruhi
oleh beberapa factor diantaranya : air, dimana bakteri akan mati atau mati suri
jika terlalu kering, zat-zat organik yang dibutuhkan bakteri sebagai cumber
energi untuk aktifitas metaboliknya, garam-garam anorganik (fosfat, sulfat,
magnesium, kalsium, besi, seng, tembaga, kobal dan molybdenum) penting
untuk sistem enzim di dalam bakteri dan mengontrol osmosis. Beberapa bakteri
tidak membutuhkan oksigen tapi ada yang membutuhkannya, pH dan
temperature juga berpengaruh pada pertumbuhannya, kebanyakan bakteri
tumbuh dengan baik pada medium yang netral atau sedikit alkali (pH 7,2-7,6)
dengan temperature optimal pada suhu tubuh sekitar 37 derajat Celcius
Gibson,1990).
2. Efek samping dan Komplikasi Terapi Oksigen
a. Keracunan Oksigen
Patofisiologi toksisitas oksigen tidak dimengerti dengan baik, tetapi berkaitan
dengan penghancuran dan penurunan surfaktan, pembentukan lapisan membran
hialin paru, dan terjadinya edema paru yang bukan berasal dari jantung
( Brunner & Suddarth,2001 ). Keadaan ini dapat merusak struktur jaringan paru
seperti atelektasis dan kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan
terganggu. Keracunan oksigen ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan
fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Apabila O2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan

teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan


dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan
paru. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli( Razi, 2008 ). Oksigen murni akan
menyebabkan kerusakan atau iritasi mukosa saluran pernafasan. Mukosa saluran
pernafasan ini mengandung faktor faktor pertahanan tubuh, diantaranya
adalah PMN diatas, selain itu juga mengandung imunoglobulin (IgA), interferon,
dan antibiotik spesifik (Price,1995). Kerusakan lapisan ini akan memperparah
keadaan suatu penyakit dan menyebabkan kolaps paru yang berakhir dengan
kegagalan nafas dan kematian (Hole,1993).

First Signs :
a. Retro sternal depression
a. Extreme numb
b. Nausea, vomiting
c. Dyspnea, cough
d. Anxieties
e. Appetite decrease
Second Signs :
a. Worst Dyspnea
b. Cyanosis
c. Respiratory gets worst progressively
Pencegahan toksisitas oksigen dicapai dengan menggunakan oksigen hanya bila
diresepkan. Jika diperlukan konsentrasi tinggi, lamanya dijaga agar tetap minimal
dan dikurangi secepatnya(Brunner & Suddarth,2001). Penggunaan oksigen
konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama tidak berarti tidak boleh dilakukan.
Konsentrasi oksigen 100 % dapat diberikan kalau memang masih diperlukan.
Setalah hipoksia teratasi secara bertahap konsntrasi oksigen harus diturunkan
serendah mungkin selama SaO2 lebih dari 96 % (Materi Pelatihan ICU RSUP Dr.
Soetomo,2005). Penggunaan PEEP (Positive End Expiratory Pressure) atau CPAP (
Continous Positive Airway Pressure ) sering dilakukan dalam kaitannya dengan
terapi oksigen untuk mencegah microatelektasis, dan dengan demikian
memungkinkan penggunaan oksigen dengan persentase yang lebih rendah.
b. CO2 Narkosis
Pada pasien PPOK, rangsang pernafasannya adalah penurunan oksigen darah,
bukan peningkatan kadar CO2. Dengan demikian pemberian konsentrasi oksigen

yang tinggi akan menyingkirkan dorongan bernafas yang sudah dibentuk


sebagian besar oleh tekanan oksigen rendah yang kronis pasien. Akibat
penurunan ventilasi alveolar tersebut dapat menyebabkan peningkatan progresif
tekanan karbondioksida (PaCO2), akhirnya mengarah pada kematian akibat
narkosis CO2 dan asidosis.
c. Microatelektasis
Disebabkan oleh penurunan gas nitrogen dan surfaktan di alveoli.
d. Fibroplasia Retrolental pada bayi prematur
Pada bayi prematur, kapiler retinanya sangat sensitif terhadap pemberian
oksigen yang tinggi. Oksigen dengan persentase yang tinggi akan merangsang
immature capillary retina untuk spasme dan proliferasi (Titin,2007), sehingga
merusak retina dan menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu PaO2 harus dijaga
antara 60 80 mmHg.
e. Barotrauma
Disebabkan oleh tekanan udara yang tinggi, seperti :
Empisema mediastinum
Pneumothorax
Dapat terjadi pada pasien dengan :
1). Pasien dengan ventilator
Oleh karena PEEP yang terlalu tinggi dan volume yang besar
Fighting / melawan mesin
2). Pasien dengan bag and mask
Tekanan / volume yang tinggi
Not sincronize
3) Pasien yang diberi oksigen scara langsung ( wall outle / O2 cylinder ) tanpa
melalui flow meter.
f. Depresi nafas
Pada pasien gangguan paru tertentu, misalnya PPOK, pemberian oksigen
konsentrasi tinggi bukannya membantu, tapi kemungkinan dapat menekan
ventilasi akibat loss of Hypoxic drive
g. Meledak dan Kebakaran
Karena oksigen mempunyai sifat kombusi (mudah terbakar), selalu ada bahaya
api ketika menggunakan oksigen. a. Don't use electricity tools during O2 therapy

Dilarang merokok dekat pasien yang mendapat terapi oksigen


Pastikan tangan bebas dari minyak saat membuka O2 tube
Letakkan O2 tube jauh dari sumber api dan sinar matahari langsung.
h. Infeksi
Peralatan terapi oksigen juga potensial sebagai sumber infeksi silang bakteri dan
karenanya selang harus sering diganti, tergantung kebijakan pengendalian
infeksi dan jenis peralatan pemberian oksigen. Air humidifier juga dapat sebagai
media pertumbuhan kuman, oleh karenanya harus dibersihkan dan diganti tiap
hari.
j. Aspirasi bila pasien muntah.
k. Perut kembung
l. Gangguan gerakan silia dan selaput lendir (mucus blanket)
3. Syarat syarat terapi oksigen
a. Bebaskan jalan nafas sebelumnya
b. Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat dikontrol
c. Tidak terjadi penumpukan CO2
d. Mempunyai tekanan jalan nafas yang rendah
e. Ekonomis, efisien
f. Nyaman untuk pasien
g. Sistem Humidifikasi
h. Pemantauan tanda-tanda klinis
i. Pemantauan analisa gas darah
4. Koreksi Kebutuhan Oksigen
PAO2 = ( 760 - 47 ) x FiO2 PaCO2
AaDO2 = PAO2 PaO2
FiO2 = AaDO2 + 100 x 100 %
760
Keterangan :
a. PAO2 : Tekanan O2 dalam alveolus
b. PH2O : Tekanan uap air ( 47 % )

c. PaO2 : Tekanan parsial O2 arteri


d. FiO2 : Fraksi inspirasi O2 ( % )
e. P bar : Tekanan Barometrik (760 mmHg)
f. AaDO2 : Perbedaan tekanan alveolar - arteri
5. Tipe kekurangan oksigen dalam tubuh
a. Hipoksemia
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal
(nilai normal PaO285-100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadi
ringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan
dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%, hipoksemia
sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila PaO2
kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai
PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan
PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia
dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, hipoventilasi, pirau,
gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan
untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan
oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat,
sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknya
tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang
mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi
takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung
sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan
kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi
perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi
eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan
sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis danterjadi
peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner,
eritrositosis dan peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan
hipertensi pulmoner. Gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan
kematian.
b. Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat
dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai bahwa benar-benar tidak ada O2
tertinggal dalam jaringan, secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis.
Berbagai klasifikasi lain telah digunakan namun sidtim 4 jenis ini tetap sangat
berguna apabila masing-masing definisi istilah tetap diingat. Keempat kategori
hipoksia adalah sebagai berikut :

1). Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri berkurang
2). Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami
denervasi maupun pada ginjal yang diangkat (diisolasi) dan diperfusi
3). Hipoksia stagnan; akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi
organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok
4). Hipoksia histotoksik; hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses
oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida

N. Pendidikan yang Perlu Diberikan pada Pasien dan Keluarga


1. Beri informasi klien dan keluarga tentang pentingnya dan rasionalisasi terapi
oksigen
2. Ajarka klien dan keluarga tentang pencegahan terhadap bahaya penggunaan
oksigen
3. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda dan gejala keracunan oksigen dan
retensi CO2.
4. Ajarkan klien dan keluarga teknik alternative komunikasi untuk menurunkan
frustasi.
5. Klien dengan alat terapi oksigen menetap di rumah ( permanent
tracheostomy), harus diajarkan kepada klien,keluarga dan care giver tentang
perawatan trakeostomi dan teknik suction.

O. Evidence Base Terapi Oksigen.


1. Oksigen merupakan satu dari beberapa agen terapeutik yang efektif. Terapi
oksigen bermanfaat untuk mengatasi hipoksemia pada pasien yang tidak
mengalami masalah paru, mupun pada pasien PPOK eksaserbasi akut, dimana
oksigen juga menurunkan vasokonstriksi paru dan kerja jantung kanan serta
menurunkan iskemia miokard. Dimana hasilnya adalah terjadinya perbaikan
cardiac output. Pada penambahan oksigen, terbukti (fakta) dapat memperbaiki
oksigen ke paru , meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport
mucosiliari dan pembersihan mucus.
Perhatian utama pada pemberian oksigen untuk pasien PPOK eksaserbasi akut
adalah terjadinya peningkatan CO2 (hiperkarbia) dan peningkatan risiko gagal
nafas. Pemberian oksigen tetap pada level rendah (24-28 %), ternyata juga
dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya hiperkarbia, sehingga harus
digunakan dengan hati-hati (Snow & oders, 2001)

2. Perawat dianggap sebagai seorang yang ahli di area masing-masing, yang


dibekali dengan kemampuan dalam memberikan advokasi kepada klien,
kepemimpinan klinis dan kemampuan dalam berkolaborasi dalam pemberian
pelayanan kesehatan. Perawat di ruang keperawatan medikal bedah bertugas
sebagai perawat medikal bedah (KMB), pendidik, manajer kasus, konsultan, dan
peneliti untuk merencanakan atau meningkatkan asuhan keperawatan. Perawat
KMB dituntut memiliki peran yang lebih besar dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya dalam menerapkan konsep - konsep keperawatannya,
memiliki analisa dan mampu berfikir kritis dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan konsep teori, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini (Ellies & Hardley, 2003).
Oksigen merupakan obat, sehingga pemberiannya haruslah hati - hati supaya
tidak terjadi intoksikasi. Sesuai dengan peran perawat, dituntut untuk
menerapkan konsep terapi oksigen yang tepat. Memiliki analisa dan berfikir kritis
dimana terapi oksigen membutuhkan penggunaan humidifier, sehingga perawat
harus mengevaluasi penggunaan air, penggantian air dan pembersihan
humidifier. Evaluasi humidifier sangat penting guna mencegah pertumbuhan
bakteri untuk pencegahan infeksi nosokomial. Sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini tersedia humidifier yang sekali
pakai yang dapat mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri tetapi karena
harganya yang mahal disarankan menggunakan humidifier tanpa diisi dengan
air. Sebagai perawat yang mempunyai pemikiran kritis diharapkan dapat
memanfaatkan humidifier tanpa air sesuai dengan teori dan perlu melakukan
penelitian pemakaian humidifier tanpa air dengan pertumbuhan bakteri sehingga
dapat dijadikan sebagai evidence-based.

Anda mungkin juga menyukai