Anda di halaman 1dari 25

The risk factors of concomitant intraperitoneal

and retroperitoneal hemorrhage in the patients


with blunt abdominal trauma
Chun-Yi Wu, Shang-Ju Yang, Chih-Yuan Fu*, Chien-Hung
Liao,
Shih-Ching Kang, Yu-Pao Hsu, Being-Chuan Lin,
Kuo-Ching Yuan and Shang-Yu Wang
Oleh:
Indah Rismandasari
0090840029
Pembimbing:
Dr. Santi Yuanita, Sp.B

Perdarahan intraperitoneal dan retroperitoneal dapat terjadi


secara bersamaan pada pasien yang mengalami trauma
tumpul abdomen.
Dikarenakan tidak stabilnya hemodinamik pasien dan hasil
tes sonografik yang positif, maka dilakukan laparotomi
darurat pada pasien pasien ini.

Page 2

Namun, jika terjadi perdarahan retroperitoneal yang tidak


dapat dikontrol pada saat dilakukan operasi, maka dilakukan
transcatheter arterial embolization (TAE) post laparotomi.
Pemeriksaan

sonografi

intraperitoneum

tetapi

dapat

mendeteksi

memiliki

keterbatasan

mendeteksi perdarahan retroperitoneum.

Page 3

perdarahan
dalam

Oleh karena itu sulit untuk mengidentifikasi pasien yang


mengalami perdarahan intraperitoneum dan retroperitoneum
dalam waktu yang singkat.
Persiapan dan pengumpulan personel sebagai bagian dari
preparasi TAE merupakan proses yang memakan waktu dan
dapat menunda hemostasis definitif.

Page 4

Bahkan proses transfer pasien dari ruang operasi ke ruang


angiografi merupakan hal yang berisiko karena pasien dalam
keadaaan kritis.
Oleh karena itu identifikasi awal terhadap pasien pasien ini
penting untuk menentukan penanganan selanjutnya dalam
waktu yang lebih singkat.
Studi ini bermaksud untuk menentukan faktor resiko apa yang
berpengaruh pada tindakan TAE post-laparotomi.
Page 5

Dilakukan analisis retrospektif pada pasien yang disertai


trauma tumpul abdomen dan memiliki hemodinamika tidak
stabil yang terdaftar dari bulan mei 2008 sampai bulan
oktober 2013.
Kemudian dibandingkan ciri-cirinya antara pasien yang
menjalani proses laparotomi darurat dan TAE postlaparotomi.

Page 6

Hemodinamik tidak stabil diklasifikasikan dengan tekanan


darah sitolik <90mmHg tanpa adanya respon terhadap
pemberian 2000 ml cairan resusitasi.
Digunakan juga alat pelvic circumferential compresion device
(PCCD) pada saat dilakukan diagnosa fraktur pelvis.

Page 7

Digunakan sistem klasifikasi TILE untuk mengevaluasi pola


fraktur pelvis.

Page 8

Http://www.orthoassociates.com

Pasien yang memiliki sonografi positif kemudian menjalani


prosedur lapaorotomi darurat. Jika ditemukan perdarahan
retroperitoneal pada saat dilakukan operasi maka pasien akan
menjalani lagi proses TAE post-laporotomi.
Pada studi ini karakterisitik (Demografi pasien, revised trauma
scores (RTSs), injury severity scores (ISSs), dan jumlah darah
yang ditransfusikan di ruang UGD ) dari pasien yang melalui
proses TAE post-laporotomi dicatat dan diinvestigasi.

Page 9

Dari 74 pasien yang diteliti, 59 (79.7%) pasien menjalani proses


laparotomi darurat dan sisanya melalui proses tambahan
berupa TAE post-laparotomi.
Usia pasien rata-rata adalah 42 tahun (48 [64,7%] laki-laki dan 26
[35,3%] wanita).
Pada 30 pasien yang disertai diagnosa fraktur pelvis, 18 pasien
(60%) hanya melalui proses laparotomi saja, dan 12 pasien
sisanya menjalani proses tambahan TAE post-laparotomi.

Page 10

10

Page 11

11

Page 12

12

Page 13

13

Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan rerjadinya


perdarahan

intraperitoneal

atau

retroperitoneal

mengancam nyawa evaluasi dan penanganan yang cepat.


Laporotomi darurat biasanya diiindikasikan kepada pasien
yang mngalami perdarahan intraperitoneal yang terlihat
sebagai cairan bebas selama dilakukkan sonografi.

Page 14

14

Managemen dari perdarahan retroperitoneal membutuhkan


pelvic circumferential compresion device (PCCD) bahkan
juga extraperitoneal packing untuk menurunkan perdarahan
sebelum dilakukan laparotomi.
Baru kemudian dilakukan TAE bisa dilakukan sebagai
tindakan hemostasis definitif.

Page 15

15

Fraktur pelvis ini terjadi karena adanya trauma tumpul energi


kinetik tinggi yang dapat mengakibatkan perdarahan
retroperitoneal,
dimana

dilaporkan

hemodinamis

pada

bahwa
5-20%

terjadi
pasien

ketidakstabilan
ini

dan

tingkat

mortalitasnya mencapai angka 18-40%.

Page 16

16

Melihat hasil ini, perlu untuk mempertimbangkan adanya


perdarahan retroperitoneal jika diperhadapkan dengan
pasien pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen
dan unstable hemodinamic yang disertai fraktur pelvis.
Pada studi ini terungkap bahwa pasien yang memerlukan
TAE post laparotomi memiliki persentase fraktur pelvis tak
stabil dan fraktur pelvis Tile B1 yang lebih tinggi daripada
pasien yang hanya memerlukan laparotomi saja.
Page 17

17

Pada studi ini juga mengungkapkan bahwa fraktur pelvis tipe B1


merupakan faktor independen yang menjadi penerus terjadinya
perdarahan intra dan retroperitoneal, dengan kemungkinan
dilakukannya TAE post laporotomi adalah 6 kali lipat.

Page 18

18

ISS merupakan suatu sistem penilaian terhadap tingkat


keparahan dari cedera terkait lainnya, yang dapat membantu
triase, prediksi prognosis, dan alokasi sumber daya pada
pasien trauma emergensi.
Pada studi ini, pasien-pasien yang melalui prosedur TAE post
laparotomi memiliki nilai ISS yang secara signifikan lebih
tinggi daripada pasien-pasien yang hanya melalui prosedur
laparotomi saja.
Page 19

19

Nilai ISS 16 merupakan faktor independen yang dihubungkan


dengan meningkatnya resiko dilakukannya prosedur TAE post
laparotomi.
Dengan identifikasi yang lebih awal, resiko yang muncul pada
saat pasien menunggu prosedur TAE dan pada saat transfer ke
ruangan anguiografis, dapat diturunkan.
Ini dapat terjadi karena identifikasi awal tidak memerlukan
waktu yang lama.
Page 20

20

Identifikasi dapat dilakukan dengan evaluasi primer (primary


tools

evaluation).

Contohnya

dengan

menggunakan

pemeriksaan sonografi dan foto polos pelvis.


Untuk menghemat waktu tambahan, secara bersamaan
mempersiapkan TAE saat melakukan laparotomi tipe B1
pasien fraktur panggul.

Page 21

21

Proses ini dapat mengurangi peningkatan risiko cedera


terkait dengan perdarahan retroperitoneal yang menyertai,
yang mungkin memerlukan TAE post-laparotomi.
Keterbatasan dari studi

adalah digunakannya metode

retrospektif dengan jumlah subjek penelitian yang terbatas,


yang dapat berpengaruh pada hasil karena terjadi bias
seleksi.

Page 22

22

Selain itu pada studi ini peranan CT scan tidak disinggung


dalam studi ini. Walupun CT scan dapat memperbesar
kemungkinan terdeteksinya cedera jaringan lunak dan
perdarahan aktif dari arteri, CT scan tidaklah disarankan
pada pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik.
Studi tambahan yang memiliki jumlah sampel yang lebih
besar dan design prospektif dibutuhkan untuk menghasilkan
algoritma rencana penanganan yang lebih akurat di UGD.
Page 23

23

Dalam penanganan pasien BAT, tindakan post laporotmy TAE


dipertimbangkan pada pasien yang mengalami fraktur pelvis
konkomitan. Terutama pada pasien yang mengalami fraktur
pelvis Tile B1 dikarenakan pola frakturnya dan tenaga
tubrukan.

Page 24

24

TERIMA KASIH

Page 25

25

Anda mungkin juga menyukai