Anda di halaman 1dari 44

Bab I

Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin di bawah 11 g/dL
pada kehamilan trimester I dan III atau kadar Hb dibawah 10,5 g/dL pada kehamilan trimester II.
Penyebab sebagian besar anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi, dimana zat ini
dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin. Anemia selama kehamilan dapat menyebabkan
kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian pada janin serta peningkatan resiko
pada berat badan lahir rendah (BBLR) untuk janin ibu.
Menurut data WHO 2014 menyatakan sekitar 38% ibu hamil mengalami anemia. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi anemia
pada ibu hamil masih sekitar 37,1%.1
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI12), angka kematian ibu
adalah 339 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini melonjak jauh bila dibandingkan dengan
hasil SDKI 2007, dimana angka kematian ibu hanya sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu (AKI) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perdarahan,
preeklampsia, dan infeksi. Selain itu, penyebab kematian ibu secara tidak langsung antara
lain gangguan pada kehamilan seperti
Kronis

(KEK),

dan

Kurang

Energi Protein (KEP),

Kurang Energi

anemia. Menurut data dari Rakernas (Rapat Kerja Nasional) dari

BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ) anemia khususnya anemia defisiensi


besi adalah salah satu faktor yang memperburuk dalam angka kematian ibu di Indonesia menurut
data Rakernas dari BAPPENAS 2012, bahkan angkanya mencapai angka 40,1%.
Suplementasi tablet besi (Fe) merupakan salah satu cara yang bermanfaat dalam
mengatasi anemia. Di Indonesia, suplementasi besi sudah lama diberikan secara rutin pada
ibu hamil (bumil) di Puskesmas dan Posyandu, menggunakan tablet yang mengandung 60
mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 g/dL per bulan. Sejauh ini hasil yang
dicapai belum menggembirakan, terbukti dari prevalensi anemia pada ibu hamil yang
masih tinggi. Padahal menurut RISKESDAS tahun 2013, cakupan pemberian tablet besi pada
bumil di Indonesia sudah mencapai 89,1%, tetapi kepatuhan bumil dalam meminum tablet besi
1

hanya sekitar 33,3%. Menurut RISKESDAS untuk provinsi DKI Jakarta tahun 2013, cakupan
pemberian tablet besi mencapai 90,5%, tetapi sangat disayangkan hanya 43,7 % bumil yang rutin
mengkonsumsinya. Perlu menjadi catatan, bahwa daerah Jakarta Barat memiliki angka
kepatuhan terendah kedua setelah Kepulauan Seribu, sekitar 28,1%.1
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat.
Lokasi ini dipilih karena belum ditemukan adanya penelitian tentang hubungan pemberian tablet
besi (Fe) dan faktor-faktor lainnya terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di daerah Kelurahan
Wijaya Kusuma sampai saat ini, selain itu seperti disebutkan di atas daerah Jakarta Barat
merupakan daerah yang memiliki angka kepatuhan terendah kedua dalam meminum tablet besi
(Fe). Kunjungan ibu hamil di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma cukup tinggi sehingga
memungkinkan untuk dapat dilakukan penelitian.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas ditemukan masalah-masalah sebagai berikut
1. Anemia khususnya anemia defisiensi besi adalah salah satu faktor yang memperburuk
dalam angka kematian ibu di Indonesia menurut data Rakernas dari BAPPENAS 2012,
bahkan angkanya mencapai 40,1%.
2. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar 2013
masih sekitar 37,1%.
3. Angka kematian ibu menurut SDKI12 meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007 mencapai angka 339 per 100.000 kelahiran hidup.
4. Cakupan pemberian tablet besi sudah mencapai 90,5% di DKI Jakarta menurut Riset
Kesehatan Dasar 2013, namun tingkat kepatuhan dalam meminum tablet besi masih
sekitar 43,1%.
1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum


Untuk mengetahui hubungan pemberian tablet Fe dan faktor lainnya terhadap
kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan
Wijaya Kusuma
1.3.2. Tujuan Khusus

Diketahuinya sebaran pemberian tablet Fe pada ibu hamil yang berkunjung ke

Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.


Diketahuinya sebaran kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke

Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.


Diketahui sebaran status gizi, frekuensi ANC, tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, status kerja, pendapatan keluarga, dukungan keluarga dan tingkat
kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe pada ibu hamil yang berkunjung ke

Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.


Diketahui hubungan pemberian tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil

yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.


Diketahuinya hubungan status gizi, frekuensi ANC, tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, status kerja, pendapatan keluarga, dukungan keluarga dan tingkat
kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe terhadap kejadian anemia pada ibu hamil
yang berkunjung ke Puskemas Kelurahan Wijaya Kusuma.

1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah.
2. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian.
3. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.
4. Mengetahui kejadian anemia pada ibu hamil dan faktor-faktor yang berpengaruh.
1.4.2. Manfaat bagi Perguruan Tinggi
1.

Mengamalkan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian,

2.

dan pengabdian masyarakat.


Mewujudkan UKRIDA sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang
kesehatan.

1.4.3. Manfaat bagi Puskesmas


1.

Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam program Puskesmas dan

2.

pemecahan masalahnya.
Mengetahui tingkat keberhasilan program Puskesmas.

3.

Memberi masukan bagi Puskesmas terhadap jalinan kerjasama dan membina peran
serta masyarakat terutama pada ibu ibu yang sedang hamil untuk lebih

4.

memperhatikan kepatuhan mengkonsumsi zat besi.


Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperbaiki penilaian gizi dan keadaan gizi

5.

pada ibu hamil di wilayah kerja Puskemas.


Hasil penelitian merupakan dasar untuk penelitian selanjutnya di Puskesmas.

1.4.4. Manfaat bagi Masyarakat


1. Mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dari Puskesmas.
2. Memperoleh pengetahuan dan informasi tentang anemia pada ibu hamil dan faktorfaktor yang berpengaruh, sehingga meningkatkan kesadaran ibu ibu yang sedang
hamil terhadap pentingnya mengkonsumsi zat besi pada saat hamil.

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi
2.1.1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 12 g/dL.
Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin di bawah 11 g/dL
pada kehamilan trimester pertama dan trimester ketiga atau kadar Hb dibawah 10,5 g/dL pada
kehamilan trimester kedua. 3-5
4

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kurangnya penyediaan zat besi
untuk pembentukan sel darah merah, ini dikarenakan cadangan besi untuk pembentukan Hb
berkurang (depleted iron store). Keadaan ini ditandai dengan adanya anemia yang bersifat
hipokromik dan mikrositer dan dari hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi yang
berkurang.3,4
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil yakni faktor langsung
yaitu pola makan, penyakit infeksi, serta faktor tidak langsung yakni pengetahuan ibu,
pendidikan ibu, pendapatan, dan pekerjaan. Oleh karena itu masalah anemia pada ibu hamil
merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat.3
Anemia pada ibu hamil perlu menjadi perhatian khusus karena dapat berdampak pada ibu
maupun perkembangan janin yang dikandung. Anemia pada ibu hamil berkaitan dengan
peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan dan pembentukan
janin di dalam kandungan. Ibu yang mengalami anemia memiliki risiko terjadinya penurunan
produktivitas, peningkatan risiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan angka
kematian perinatal yang meningkat. 3.4
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi. Frekuensi ibu
hamil

di

Indonesia

yang

mengalami

anemia

masih

sangat

tinggi

yaitu

63,5%

dibandingkan di Amerika hanya sekitar 6%.3-5

2.1.2. Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi yang berfungsi untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin dengan satuan g/dL memiliki
afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxyhemoglobin di
dalam sel darah merah. Kualitas darah dan warna darah ditentukan oleh kadar hemoglobin.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah
dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen. Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang
sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO
telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin.
5

Fungsi utama sel darah merah dalam arteri sistemik adalah mengangkut oksigen dari paru
ke jaringan dan kembali dalam peredaran pembuluh vena dengan membawa karbon dioksida ke
paru. Menurut Depertemen Kesehatan RI fungsi dari hemoglobin antara lain sebagai berikut:

Mengatur pertukaran oksigen dengan karbon dioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh.

Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh untuk
dipakai sebagai bahan bakar.
Membawa karbon dioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke

paru-paru untuk dibuang, Untuk mengetahui apakah seseseorang mengalami anemia atau
kekurangan darah dapat dilakukan dengan cara mengukur Hemoglobin (Hb). 6,7
2.1.3. Zat Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di tubuh manusia dan hewan,
yaitu sebanyak 3-5 g di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi (Fe) merupakan kelompok
mineral yang diperlukan sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah. Sel darah
merah sangat penting, mengingat fungsinya sebagai sarana transportasi zat gizi dan juga
transportasi oksigen.
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan
dalam hemopoiesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin. Besi yang ada dalam
tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh dari perusakan sel-sel darah merah
(hemolisis), besi yang diambil dari cadangan yang tersimpan dalam tubuh, serta besi hasil
penyerapan dari saluran cerna. Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (terdapat
dari sumber hewani) dan besi non heme (terdapat dari sumber nabati). 4,8,13
Sumber zat besi yang terpenting dalam diet adalah daging ikan, daging, unggas dan juga
hati. Sumber zat besi heme sangat penting untuk dikonsumsi per hari, karena dapat mendorong
absorbsi besi non heme. Sumber besi non heme antara lain kacang-kacangan, sayuran berwarna
hijau, umbi-umbian, dan buah-buahan. Daging, ayam, dan ikan mengandung suatu faktor yang
dapat membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino yang mengikat besi dan
membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, dan telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak
dapat membantu penyerapan besi. 4,8,13
6

Polifenol seperti tannin dalam teh, kopi dan sayuran tertentu, dapat mengikat besi heme
sehingga membentuk kompleks besi-tannat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat diserap
dengan baik. Pembuangan zat besi dari tubuh terjadi melalui beberapa jalur diantaranya melalui
keringat (0.2-1.2 mg/hari), air seni (0.1 mg/hari) dan melalui feses serta darah menstruasi sekitar
0.5-1.4 mg/hari. Wanita membutuhkan jumlah zat besi yang lebih banyak dikarenakan laju
kehilangan unsur besi dari tubuh meningkat 2-3 kali lipat selama masa menstruasi.
Zat besi pada saat kehamilan digunakan untuk perkembangan janin, plasenta, ekspansi sel
darah merah, dan untuk kebutuhan basal tubuh. Pasokan zat besi tidak kalah penting karena pada
masa hamil volume darah ibu akan meningkat 30%. Di samping itu plasenta pun harus
mengalirkan cukup zat besi untuk perkembangan janin. 4,8,13
2.2. Fisiologi Penyerapan Besi
Dari 3000 mg besi yang dipindahkan ke janin dan plasenta dan 500 mg yang dimasukkan
ke dalam massa hemoglobin ibu yang meningkat, hampir semua digunakan setelah pertengahan
kehamilan. Selama waktu itu, kebutuhan besi yang ditimbulkan oleh kehamilan dan ekskresi ibu
total mencapai sekitar 7 mg per hari. Hanya sedikit wanita memiliki simpanan besi atau asupan
besi dalam makanan yang memadai untuk memenuhi jumlah ini. Karena itu, American Academy
of Pediatrics dan American College of Obstreticians and Gynecologist menguatkan rekomendasi
bahwa wanita hamil mendapat tablet besi Fe paling sedikit sebanyak 27 mg per hari.
Direkomendasi bahwa diperlukan sekitar 30 mg besi elemental yang dapat diberikan
sebagai fero glukonat, sulfat atau fumarat dan dikonsumsi setiap hari sepanjang trimester kedua
kehamilan untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan melindungi simpanan besi yang sudah
ada. Jumlah ini juga memenuhi kebutuhan besi untuk menyusui. Wanita hamil mungkin
mendapat manfaat dari pemberian 60 sampai 100 mg besi per hari jika ia bertubuh besar,
memiliki janin kembar atau kadar hemoglobinnya agak rendah. 4,8,13
2.3. Asupan Besi
Zat besi juga merupakan mikronutrien esensial dalam memproduksi hemoglobin yang
berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk diekskresikan ke dalam
udara pernafasan dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase,
7

katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan
mioglobin dalam sel otot. Kandungan 0,004% berat tubuh (60-70%) terdapat dalam
hemoglobin yang disimpan sebagai feritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limfa dan
sumsum tulang. Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang
berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada
95% populasi, sehingga dapat terhindar dari kemungkinan terkena anemia defisiensi besi.
Kebutuhan zat besi bergantung pada jenis kelamin dan usia. Pada wanita dewasa usia
subur membutuhkan 26 mg/hari. Angka kebutuhan gizi berupa zat besi tersebut dihitung
berdasarkan ketersediaan hayati sebesar 15%. 9
2.4. Etiologi
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kurangnya kadar zat besi (Fe) yang
diperlukan untuk pembentukan Hb sehingga disebut anemia defisiensi besi. Penyebab terjadinya
anemia defisiensi besi pada ibu hamil disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat
absorpsi zat besi (Fe).

Secara umum anemia pada kehamilan disebabkan oleh:


a.
b.
c.
d.

Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin.


Kurangnya asupan zat besi yang dikonsumsi oleh ibu hamil.
Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan.
Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita akibat persalinan
sebelumnya dan menstruasi
Status gizi dalam hal anemia gizi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan

eksternal sebagai berikut:


a. Faktor internal meliputi antara lain umur, jarak kehamilan, berat badan, jumlah anak,
status kesehatan dan lain-lain.
b. Faktor eksternal meliputi antara lain besarnya keluarga, pendapatan, pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan, produksi dan faktor lain.
2.5. Patofisiologi
8

Pada kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu
dibandingkan produksi sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb dan
hematokrit pada trimester I dan II sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi pada
pertengahan akhir kehamilan sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester III
kehamilan. Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor langsung, tidak
langsung dan mendasar. Secara langsung, anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat
penghambat absorbsi zat besi, kurangnya asupan zat besi serta adanya infeksi parasit.
Adapun ibu hamil yang kurang mendapat perhatian merupakan faktor tidak langsung.
Namun anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta
faktor ekonomi rendah.
Dampak Anemia Keluhan 3L (lemah, letih, lesu) karena anemia adalah keluhan fisik
yang nyata dan dirasakan oleh penderita anemia. Di samping itu muka tampak pucat, kehilangan
selera makan, apatis, sering pusing, sulit berkonsentrasi, serta mudah terserang penyakit. Karena
menderita kekurangan darah, maka tenaga yang dihasilkan oleh tubuh berkurang dan badan
menjadi cepat lelah. Rasa cepat lelah disebabkan pengolahan (metabolisme) energi untuk otot
tidak berjalan sempurna karena otot kekurangan oksigen. Pada penderita anemia, jumlah
hemoglobin yang berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen berkurang sehingga jatah oksigen
untuk otot juga berkurang. Berkurangnya jatah oksigen mengakibatkan otot membatasi produksi
energi dan akibatnya orang yang menderita anemia akan cepat lelah bila bekerja.
Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, bayi lahir mati, kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan, dan bahkan
kematian ibu.
Oleh karena kebutuhan besi selama kehamilan sangat tinggi, FAO/WHO menganjurkan
agar wanita hamil

mendapatkan tambahan tablet besi dengan dosis 100 mg/ hari. Selama

masa kehamilan (280 hari) terjadi kehilangan besi basal 250 mg, kebutuhan janin dan plasenta
315 mg dan kebutuhan untuk meningkatkan massa hemoglobin (termasuk simpanan) 500 mg
atau total sekitar 1.1 g/dl.
Pada trimester pertama belum ada kebutuhan yang meningkat drastis sehingga kecukupan
besi pada trimester pertama sama dengan kecukupan pada wanita dewasa yang mesih menstruasi,
9

yaitu 26 mg/ hari. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil, terutama di pedesaan
Indonesia mengkonsumsi pangan pokok, pangan hewani, dan buah dalam jumlah yang tidak
memadai. Hal tersebut berdampak terhadap kebutuhan energi, protein, dan berbagai mineral
yang penting bagi kehamilan seperti Fe, I, dan Zn serta vitamin terutama vitamin C dan asam
folat menjadi tidak terpenuhi.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat menyebabkan keterbatasan dalam upaya
menangani masalah gizi dan kesehatan keluarga. Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah
(tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD) sebanyak 66.15 % menderita anemia dan
merupakan prevalensi terbesar dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi.
Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga. Kemampuan baca tulis
di pedesaan akan membantu dalam memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi, dengan
demikian informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga. Oppeneer dan
Vervoren menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dicapai seseorang mempunyai hubungan
nyata dengan pengetahuan gizi dari makanan yang dikosumsinya. Pengetahuan gizi dan
kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan.
Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola makan. Semakin banyak
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu.
Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya
akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang
istirahat, konsumsi makan yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Lebih lanjut dikatakan Wijianto bahwa
status pekerjaan biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Ibu
hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibandingkan pada
ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan menyediakan makanan,
terutama yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang
tidak bekerja.
Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan perubahan dalam
susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak
menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi
10

dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan lebih mahal. Pengeluaran pangan
merupakan sejumlah uang yang digunakan untuk melakukan pembelian pangan.
Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur
kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan yang
cukup, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan anemia. Menurut
Suwandono dan Soemantri, meningkatnya kejadian anemia dengan bertambahnya umur
kehamilan disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada
minggu ke-6, yaitu bertambahnya volume plasma dan mencapai puncaknya pada minggu ke-26
sehingga terjadi penurunan kadar Hb.
Perdarahan menahun dapat menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi
semakin menurun. Jika cadangan besi menurun, akan terjadi keadaan iron depleted state atau
negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum dan peningkatan
absorbsi besi dalam usus. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan dalam bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Saturasi transferin
menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat Akhir-akhir ini parameter yang
sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun
terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibatnya terjadi anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada
saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.4
2.6. Faktor Risiko dan Hubungannya terhadap Kejadian Anemia Defisiensi Besi
Studi memperlihatkan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu
mengonsumsi tablet Fe, misalnya frekuensi kunjungan antenatal care (ANC), efek samping dan
manfaat yang dirasakan ibu setelah mengonsumsi tablet Fe, konseling dari petugas kesehatan,
dan dukungan keluarga. Berikut ini adalah beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia pada ibu hami.
2.6.1. Pemberian Tablet Fe

11

Suplai tablet yang cukup merupakan titik awal ibu untuk dapat mengonsumsi tablet besi
Fe sesuai anjuran. Ditemukan bahwa beberapa ibu memang menerima tablet besi Fe setiap kali
melakukan ANC, namun karena jumlah yang diterima bervariasi (antara 15-30 tablet) tidak
semua ibu mendapatkan total minimal 90 tablet besi Fe selama kehamilan.
Efek samping setelah mengonsumsi tablet besi besi sudah diduga sebagai salah satu
faktor utama penyebab rendahnya tingkat kepatuhan ibu. Sebagian ibu hamil melaporkan bahwa
mereka mengalami mual dan muntah setelah mengonsumsi tablet besi, yang membuat mereka
tidak mau melanjutkan untuk mengonsumsi tablet Fe, seperti yang ditemukan pada studi di India,
Nigeria, dan Garut.11,12
2.6.2. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi adalah gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi
seseorang. Apabila asupan tersebut sesuai maka disebut gizi baik, jika kurang disebut gizi kurang
dan apabila asupan lebih maka disebut gizi lebih.
Ada dua faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu:
1. Faktor langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makan yang kurang, tetapi
karena penyakit. Orang yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada orang yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan menjadi
mudah terserang penyakit.
2. Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung akan menyebabkan gizi kurang yaitu:
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, setiap keluarga diharapkan
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan kurang memadai, setiap keluarga dan masyarakat diharapkan
dapat menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang dengan baik fisik, mental dan sosial.

12

c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai, sistem pelayanan


kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan
Salah satu cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat adalah
dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri beberapa macam
antropometri yang telah digunakan antara lain: berat badan (BB), panjang badan (PB) atau tinggi
badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar kepala (LK), lingkar dada (LD) dan lapisan
lemak bawah kulit (LLBK). Menurut Depkes RI 2001, seorang ibu hamil akan melahirkan bayi
yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik.

Cara penilaian status gizi ibu hamil antara lain dengan mengukur lingkar lengan atas atau LILA
a. Pengertian
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko kekurangan energi
kronik (KEK) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan
karena pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja
b. Tujuan
Salah satu tujuannya adalah mengetahui resiko KEK WUS baik ibu hamil maupun
calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai resiko melahirkan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
c. Ambang batas
Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm atau
di bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai resiko kematian, gizi kurang. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
d. Cara pengukuran LILA
1. Tetapkan posisi bahu dan siku
2. Letakkan pita antara bahu dan siku
3. Tentukan titik tengah lengan
4. Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5. Pita jangan terlalu ketat
6. Pita jangan terlalu longgar
13

7. Cara pembacaan skala yang benar


8. Membaa Hasil Pengukuran LILA
Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan
lebih atau sama dengan 23,5 cm. Bila kurang dari 23,5 cm berarti wanita tersebut
beresiko KEK. Ukuran LILA dengan anemia bahwa LILA menggambarkan status gizi ibu
hamil dan untuk mengetahui resiko kurang energi kronis (KEK) atau gizi kurang.
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi
dan gizi lainnya meningkat selama kehamilan terutama peningkatan kebutuhan zat besi.
Hail ini disebabkan volume darah dalam tubuh akan meningkat sampai 35%. Ini
ekuevalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Jika
kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi makan akan menyebabkan anemia dalam kehamilan.26
2.6.3. Frekuensi ANC
Tablet besi diberikan saat ibu melakukan kunjungan ANC. Kebanyakan ibu menganggap
bahwa ANC hanya diperlukan bagi ibu yang mengalami masalah kehamilan. Sebuah review
menunjukkan bahwa sebagian besar wanita baru melakukan ANC pada akhir trimester kedua
atau trimester ketiga. Keterlambatan ini membuat ibu mendapatkan tablet besi dalam jumlah
yang kurang dari yang seharusnya. Kunjungan ANC yang kurang membuat ibu jarang mendapat
dukungan/motivasi dari petugas kesehatan. Hal ini dapat dilihat juga dengan hasil studi pada ibu
hamil di Jakarta, yaitu ibu dengan frekuensi ANC yang sesuai anjuran memiliki tingkat
kepatuhan yang lebih tinggi.11,12
Konseling yang baik sangat diperlukan untuk mendorong ibu rutin mengkonsumsi tablet
besi. Arahan dari bidan untuk mengonsumsi tablet besi serta informasi yang disampaikan bidan
bahwa tablet tersebut akan bermanfaat bagi kesehatan ibu adalah faktor yang memotivasi 32%
ibu di Senegal untuk mengonsumsi tablet besi. Di sisi lain, ibu dengan tingkat kepatuhan yang
rendah, sekitar 20% nya disebabkan karena arahan dari bidan yang kurang jelas. Studi di Filipina
melaporkan sangat sedikit ibu yang menyatakan mendapat informasi dari petugas kesehatan
bahwa konsumsi tablet besi mungkin menyebabkan efek samping pada sebagian ibu. Sebagai
tambahan, studi di delapan negara berkembang, termasuk Indonesia, memperlihatkan bahwa ibu
yang melakukan kunjungan ANC mengetahui adanya tablet besi. Mereka mengonsumsinya
sesuai instruksi petugas kesehatan, namun para ibu tersebut tidak mendapat penjelasan mengapa
mereka harus mengonsumsi tablet tersebut.3,17,18
14

Jadi diperlukan promosi ataupun penyuluhan secara gencar melalui tenaga kesehatan di
pelayanan antenatal care maupun melalui berbagai media (iklan di radio, televisi, koran,
kelompok-kelompok sosial di masyarakat, poster, leaflet maupun sarana yang lain) tentang
pentingnya konsumsi tablet besi saat hamil. Dengan berbagai media promosi yang digunakan,
diharapkan sasaran promosi tidak hanya kepada ibu hamil saja namun juga kepada orang di
sekitarnya (suami, orang tua, mertua). Penyuluhan sebaiknya tidak hanya sebatas tentang
pentingnya konsumsi tablet besi selama hamil, namun perlu juga disosialisasikan tentang faktorfaktor yang menghambat ataupun mempermudah absorpsi zat besi dalam tubuh.
Tablet besi disarankan untuk dikonsumsi bersamaan dengan makan makanan yang
banyak mengandung vitamin C, daging-dagingan, ikan-ikanan, maupun telur untuk membantu
memperbanyak penyerapan besi. Sebaliknya makanan ataupun minuman yang menghambat
penyerapan besi oleh tubuh, disarankan untuk tidak dikonsumsi dalam waktu yang bersamaan.
Pengetahuan saja tidak mungkin cukup untuk membuat ibu hamil patuh mengonsumsi
tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilannya. Dengan jumlah tablet besi yang tidak sedikit
tersebut tentu akan membuat ibu hamil merasa jenuh dan bosan untuk mengonsumsi tablet besi,
sehingga diperlukan terobosan yang lain. Bila dalam penanganan pasien tuberkulosis dikenal
dengan istilah PMO (Pengawas Minum Obat) yaitu seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk
mengawasi dan memantau pasien tuberkulosis dalam meminum obatnya secara teratur, maka
tidak ada salahnya bila untuk meningkatkan konsumsi tablet besi pada ibu hamil, memakai
metode yang sama seperti pada kasus tuberkulosis. Pengawas minum tablet besi ini dapat
melibatkan orang terdekat dari si ibu hamil tersebut; bisa suami, ibu kandung/mertua, atau orang
lain yang tinggal serumah. Tidak seperti PMO pada penderita tuberkulosis, pengawas minum
tablet zat besi ini tugasnya mengingatkan dan memotivasi ibu hamil untuk senantiasa
mengonsumsi tablet besi terutama bila si ibu hamil mengalami kejenuhan dalam mengonsumsi
tablet zat besi. PMO diharapkan memotivasi ibu hamil untuk mengonsumsi tablet besi 90
tablet. Metode ini dapat diterapkan tidak hanya di Provinsi Jabar, tapi juga di Provinsi DIY
maupun provinsi-provinsi lain di Indonesia, agar seluruh ibu hamil mengonsumsi tablet zat besi
90 tablet.17,18
2.6.4. Tingkat Pendidikan

15

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kesadaran untuk berperilaku hidup


sehat. Pendidikan akan membentuk pola pikir yang baik dimana ibu akan lebih mudah untuk
menerima informasi sehingga dapat terbentuk pengetahuan yang memadai. Pengetahuan tersebut
digunakan sebagai dasar bagi ibu untuk berperilaku mencegah dan mengatasi anemia sehingga
ibu tidak mengalami anemia kehamilan. Rendahnya pengetahuan dapat menyebabkan
terbentuknya perilaku kesehatan yang kurang baik.
Tingkat pendidikan terkait erat dengan terbentuknya perilaku pencegahan dan
penanganan anemia pada kehamilan. Semakin tinggi pendidikan maka akan semakin baik
perilaku yang terbentuk. Terjadinya anemia pada kehamilan dapat diatasi melalui pemberian
pendidikan kesehatan kepada ibu hamil.
Berbeda tingkat pendidikannya berbeda juga jenis edukasi yang dapat diberikan. Seperti
pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah dapat dilakukan melalui pemberian konseling
dan komunikasi dua arah. Sedangkan pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dapat
dilakukan dengan memberikan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi). Berbekal pengetahuan
dan pemahaman yang baik tentang cara mencegah dan mengatasi anemia dalam kehamilan,
maka akan mempengaruhi terbentuknya perilaku yang baik dalam mencegah dan mengatasi
anemia kehamilan.19
2.6.5. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan tentang manfaat tablet besi jadi salah satu faktor yang mendorong ibu untuk
lebih patuh dalam meminumnya secara rutin. Hasil studi di Jakarta memperlihatkan bahwa
mayoritas ibu yang mengonsumsi tablet besi mengetahui manfaat dan tujuan mengonsumsi tablet
tersebut. Pengetahuan tentang anemia juga penting karena dapat menjadi motivasi untuk
mengonsumsi tablet besi besi selama kehamilan dan dapat mentolerir efek samping yang
mungkin dialami ibu. 12,13
2.6.6. Status Kerja
Kegiatan fisik yang berat seperti olahraga dapat meningkatkan resiko penurunan kadar
hemoglobin. Hal ini dikarenakan saat berolahraga meningkatkan kebutuhan metabolik sel-sel
otot. Dimana dalam sistem metabolik tubuh dibutuhkan oksigen yang memadai sedangkan
16

oksigen dibawa oleh hemoglobin. Produksi hemoglobin juga dapat menurun jika pembentuk
hemoglobin yaitu zat besi dalam tubuh dalam jumlah kurang memadai. 11
Ibu hamil yang tidak berkerja berarti tidak mempunyai penghasilan sendiri untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjadi tanggung jawab suami. Dengan kata lain ibu yang
tidak bekerja cenderung lebih berat beban ekonomi keluarga. Kondisi demikian berpengaruh
terhadap aksesbilitas mendapat pengetahuan lebih tinggi dan memperoleh fasilitas kesehatan
untuk mencegah kejadian anemia.
Ibu hamil yang bekerja berarti mempunyai penghasilan untuk membantu suami dalam
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ibu hamil yang mempunyai penghasilan berhubungan dengan
kemampuan ibu hamil untuk memperoleh pengetahuan tentang anemia karena tercukupi
keuangan keluarga. Rendahnya tingkat ekonomi pada ibu hamil yang tidak bekerja
mengakibatkan kemampuan ibu hamil untuk memperoleh informasi dan melakukan pemeriksaan
kehamilan menjadi berkurang.20
2.6.7. Pendapatan Keluarga
Rendahnya penghasilan keluarga yang menyebabkan keluarga tidak mampu membeli
pangan atau makanan yang bergizi sehingga apabila penghaslian keluarga cukup akan dapat
meningkatkan status gizi ibu hamil. Bahan makanan yang kaya akan zat besi terdapat pada
sumber makanan yang mengandung protein baik hewani (hati ayam, ikan, telur, susu, daging)
maupun nabati (tahu, tempe, kacang-kacangan) serta berasal dari sayuran hijau.
Peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan status gizi ibu hamil dengan
pendapatan keluarga yang tinggi maka keluarga akan mampu membeli makanan yang
mengandung nilai gizi yang baik dan dapat membeli porsi yang cukup. Makanan yang
dikonsumsi menu mengandung protein cukup tinggi dan memenuhi menu makan seimbang.
Protein dan besi selama masa kehamilan, maka masalah anemia defisiensi besi tidak akan
teralami.
2.6.8. Dukungan Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang penting dalam mendukung ibu untuk mengonsumsi
tablet besi secara rutin. Studi di India memperlihatkan bahwa ibu seringkali lupa untuk minum
17

tablet besi secara rutin, dan bahkan berhenti untuk mengonsumsinya apabila tidak ada dukungan
dari keluarga. Pada studi tersebut sekitar 50% anggota keluarga menyatakan bahwa mereka
mengingatkan ibu untuk mengonsumsi tablet tersebut. Dukungan dan motivasi sangat penting
bagi ibu mengingat bahwa tablet besi harus dikonsumsi setiap hari untuk jangka waktu yang
lama.11,12
2.6.9. Tingkat Kepatuhan dalam Mengonsumsi Tablet Fe
Kepatuhan ibu berhubungan dengan pengalaman ibu mendapat manfaat setelah
mengonsumsi tablet besi . Di India, ibu hamil dapat merasakan manfaat dari tablet besi sehingga
membuat mereka tetap termotivasi untuk melanjutkan mengonsumsi tablet besi. Beberapa
manfaat yang dirasakan ibu misalnya berkurangnya rasa pusing, merasa lebih kuat, tidak lekas
lelah, dan memiliki nafsu makan yang lebih baik.11,12
Pemberian informasi dari petugas kesehatan untuk mengonsumsi tablet besi serta
informasi yang disampaikan petugas kesehatan bahwa tablet tersebut akan bermanfaat bagi
kesehatan ibu adalah faktor yang memotivasi 32% ibu di Senegal untuk mengonsumsi tablet Fe.
Di sisi lain, pada ibu dengan kepatuhan yang rendah, sekitar 20% nya disebabkan karena arahan
dari bidan yang tidak jelas. Studi di Filipina melaporkan bahwa sangat sedikit ibu hamil yang
mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang efek samping konsumsi tablet besi.
Sebagai tambahan, studi di delapan negara berkembang, termasuk Indonesia, memperlihatkan
bahwa ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC mengetahui adanya suplemen berupa tablet
besi dan vitamin lain di masa kehamilan. 3,11
2.6.10. Umur ibu
Menilai bahwa masa reproduksi yang sehat, kurang resiko dengan komplikasi kehamilan
adalah umur 20-35 tahun, sedangkan kehamilan beresiko adalah < 20 dan >35 tahun. Hal ini
terkait dengan keadaan biologis dan psikologis dari ibu hamil
Hubungan dengan anemia bahwa pada umur < 20 tahun dapat menyebabkan anemia
karena pada umur tersebut perkembangan biologis dalam hal ini alat reproduksi belum optimal.
Pada usia belia tersebut, psikis yang belum matang juga menyebabkan wanita hamil mudah
mengalmai guncangan mental yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
18

kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Selain kehamilan di bawah usia 20 tahun,
kehamilan dengan usia di atas 35 tahun juga merupakan kehamilan beresiko tinggi. Wanita yang
hamil dalam usia yang terlalu tua yaitu >35 tahun pun akan rentan terhadap anemia. Hal ini
terkait dengan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena berbagai infeksi selama
kehamilan
2.6.11. Paritas
Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin selama kehamilan
maupun melahirkan. Merupakan salah satu faktor yang diasumsikan mempunyai hubungan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Jumlah paritas adalah banyaknya bayi yang dilahirkan
seorang ibu dalam keadaan hidup maupun lahir mati.
Hubungan kadar Hb dengan paritas dalam SKRT 2005 menunjukkan bahwa prevalensi
anemia ringan dan berat akan lebih tinggi dengan bertambahnya paritas. Prevalensi anemia
ringan 1-4 lebih tinggi daripada paritas 0 yaitu 70,5 % sedangkan pada paritas >5 prevalensi
anemia lebih tinggi daripada paritas 1 -4 yaitu 72,9% untuk anemia ringan dan untuk anemia
berat sebesar 7,6%. Pada paritas 1-4 anemia berat hanya 3,5 % dan pada paritas 0 sebesar 2,9%.
Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan maka banyak kehi;langan
zat besi dan menjadi semakin anemia. Paritas >4 merupakan paritas yang beresiko mengalami
anemia dalam kehamilan
Anemia bisa terjadi pada ibu dengan paritas tinggi terkait dengan keadaan biologis ibu
dan asupan zat besi. Paritas lebih beresiko bila terkait dengan jarak kehamilan yang pendek.
Anemia dalam hal ini akan terkait dengan kehamilan sebelumnya dimana apabila cadangan besi
di dalam tubuh berkurang maka kehamilan akan menguras persediaan besi di dalam tubuh dan
akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya
2.6.12. Jarak Kehamilan
Setiap kehamilan akan menyebabkan cadangan zat besi berkurang oleh karena itu pada
setiap akhir kehamilan diperlukan waktu 2 tahun untuk mengembalikan cadangan zat besi ke
tingkat normal dengan syarat bahwa selama masa tenggang waktu tersebut kesehatan dan gizi
dalam kondisi yang baik. Maka sebaiknya jarak persalinan terakhir dengan jarak persalinan
19

berikutnya minimal 2 tahun. Dengan adanya tenggang tenggang waktu tersebut diharapkan ibu
dapat mempersiapkan keadaan fisiknya dengan cara melengkapi diri dengan memakan makanan
yang mengandung protein dan zat besi serta bergizi tinggi untuk menghindari terjadinya anemia
di samping itu memberikan kesempatan kepada organ-organ tubuh untuk memulihkan fungsi faal
maupun anatomisnya.
Makin pendek jarak kehamilan makin besar kematian maternal bagi ibu dan anak,
terutama jika jarak tersebut <2 tahun dapat terjadi komplikasi kehamilan dan persalinan seperti
anemia berat, partus lama dan perdarahan. Oleh karena itu seorang wanita memerlukan waktu 23 tahun untuk jarak ehamilannya agar pulih secara fisiologis akibat bumil atau persalinan
sehingga dapat mempersiapkan diri untuk kehamilan dan pesalinan berikutnya. 26

2.7. Gejala Klinis


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar : gejala umum
anemia, gejala khas defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
2.7.1. Gejala Umum Anemia
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan
anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme
kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.3,4,21
2.7.2. Gejala Khas Anemia Besi
Gejala ialah koilonychia, kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. Atrofi papil lidah, stomatitis
angularis yaitu, peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak bercak berwarna pucat
keputihan, disfagia, atrofi mukosa gaster, pica (keinginan memakan bahan yang tidak lazim
seperti : tanah liat, es, lem dan lain-lain).
20

2.7.3. Gejala Defisiensi Besi


Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala seperti dispepsia, parotis yang
membengkak, kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami , pada anemia karena
perdarahan kronik (kanker kolon) dapat dijumpai gangguan kebiasaan buang besar.3,4,8
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada anemia defisiensi besi ini dapat terbagi atas tatalaksana umum dan
tatalaksana khusus.
2.8.1. Tatalaksana Umum
Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk
melihat morfologi sel darah merah, Bila pemeriksaan apusan darah tepi tidak tersedia, berikan
suplementasi besi dan asam folat. Tablet yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet
tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental dan 250 g asam folat. Pada ibu hamil dengan
anemia, tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan,
lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pasca bersalin. Apabila setelah 90 hari pemberian
tablet besi dan asam folat kadar hemoglobin tidak meningkat, rujuk pasien ke pusat pelayanan
yang lebih tinggi untuk mencari penyebab anemia.19-21
Tabel 1: Kandungan Besi Elemental dalam Berbagai Sediaan Besi19

2.8.2. Tatalaksana Khusus

21

Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia berdasarkan


hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.
1. Anemia mikrositik hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
a. Defisiensi besi: lakukan pemeriksaan ferritin. Apabila ditemukan kadar
ferritin < 15 ng/ml, berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi
elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan
TIBC.
2. Transfusi untuk anemia dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
a. Kadar Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20 %.
b. Kadar Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunangkunang, atau takikardia (frekuensi nadi >100x per menit).
3. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan memantau
pertambahan tinggi fundus, melakukan pemeriksaan USG, dan memeriksa denyut
jantung janin secara berkala.19
2.9. Komplikasi
Komplikasi mayor pada anemia sebelum kehamilan ialah pada ibu adanya kenaikan berat
badan yang buruk, plasenta previa, perdarahan tiba-tiba, eklampsia, ketuban pecah dini prematur.
Pada waktu intra dan post kelahiran ialah postnatal sepsis, subinvolusi, embolisme. Fetus dan
neonatus resiko termasuk prematur, berat badan kurang, skor apgar yang buruk, gawat janin.
Bayi dengan anemia akan berakibat penurunan intelektual dan kegagalan untuk tumbuh dan
kembang dan peningkatan lebih tinggi pada morbiditas dan mortalitas dibanding dengan yang
tidak anemia.25
2.10. Pencegahan
Tindakan pencegahan yaitu ditujukan kepada masyarakat pedesaan serta ibu yang
sedang hamil mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani yaitu daging dan
penjelasan tentang bahan bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat
besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Pemberian suplementasi besi pada ibu
hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak ANC
pertama kali.

22

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada dasarnya adalah mengatasi


penyebabnya. Pada anemia berat (kadar Hb 8 < gr/dl) biasanya ada penyakit yang melatar
belakangi yang antara lain infeksi cacing atau malaria, sehingga selain penanggulangan pada
anemia, harus dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut.4
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatan konsumsi zat besi dari makanan
Mengonsumsi pangan hewani seperti daging, hati, ikan, telur dan gizi yang cukup
dapat mencegah anemia gizi besi. Sayur hijau dan buah-buahan ditambah kacangkacangan dan padi-padian yang cukup mengandung zat besi.
Konsumsi bahan pangan zat-zat penghambat absorpsi besi harus dikurangi. Zat
inhibitor seperti filtrat, kostat, tannin dan beberapa jenis serat makanan harus dihindari
karena zat ini bersama zat besi membentuk senyawa yang tidak dapat larut di dalam air
sehingga tidak dapat diabsorpsi. Teh mengandung tannin, jika dikonsumsi bersama-sama
pada saat makan akan mengurangi penyerapan zat besi sampai 50%. Bahan makanan lain
yang yang mengandung penghambat absorpsi besi diantaranya kopi, fosvitin dalam
kuning telur, protein, fitat dan fosfat yang banyak terdapat pada kalsium dan serat dalam
bahan makanan.
Kebutuhan zat besi tubuh tergantung pada jumlah zat besi yang hilang dari tubuh
dan jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan termasuk kehamilan dan masa
menyusui. Selama trimester pertama kehamilan, kebutuhan zat besi ibu hamil lebih
rendah karena tidak menstruasi dan zat besi yang digunakan janin minimal. Mulai dari
trimester II terdapat peningkatan volume sel darah merah mencapai 30%. Kebutuhan zat
besi untuk memenuhi pertambahan sel darah merah tersebut kira-kira sama dengan
penambahan sebesar 450 mg besi.
b. Suplementasi besi
Tablet besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah ferrous
sulfat. Senyawa ini tergolong murah, dapat diabsorpsi sampai 20%. Dosis yang
23

digunakan beragam tergantung pada status besi seseorang yang mengkonsumsinya.


Biasanya ibu hamil yang rawan anemia diberi dosis yang lebih tinggi dibanding dengan
wanita biasa.
Pada wanita hamil biasanya tablet besi diberikan mulai pada trimester kedua,
berlangsung setiap hari sampai melahirkan. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa
wanita hamil yang mendapatkan tablet besi tambahan asam folat dan vitamin B12, kadar
Hbnya naik lebih tinggi dibandingkan wanita hamil yang mendapat tablet besi saja dalam
konsentrasi yang sama.
c. Fortifikasi besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis gizi ke dalam bahan pangan untuk
meningkatkan kualitas pangan suatu kelompok masyarakat. Keuntungan fortifikasi di
antaranya, dapat di tempatkan pada populasi yang besar dan biasanya relatif murah.23-25

24

2.11. Kerangka Teori

Aktivitas
Fisik

Status Kerja
Kebiasaa
n minum
teh dan
kopi

Pendapata
n keluarga
Status
gizi
Pemberian
Tablet Fe

Frekuensi
ANC

Dukungan
keluarga

Tingkat
Kepatuhan
dalam
Mengonsumsi
tablet Fe

Anemia pada
ibu hamil

Usia ibu
Tingkat
pengetahu
an
Paritas

Tingkat
pendidik
an

Jarak
kehamilan

25

2.12. Kerangka Konsep

Variabel independen :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pemberian Tablet Fe
Status Gizi
Frekuensi ANC
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
Status Kerja
Pendapatan Keluarga
Dukungan keluarga
Tingkat Kepatuhan dalam

Variabel dependen:
Anemia pada Ibu Hamil

mengonsumsi tablet Fe

10. Asupan Pprotein

Bab III
Metode Penelitian
3.1. Desain

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif-analitik dengan pendekatan cross
sectional mengenai hubungan pemberian tablet Fe dan faktor lainnya terhadap kejadian anemia
pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma pada bulan Oktober 2015.
26

3.3. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer yang diambil dengan kuesioner dan dilakukan
pengukuran kadar hemoglobin (Hb) dan lingkar lengan atas (LILA) terhadap ibu hamil yang
berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat.
3.4. Populasi

Populasi target
: Semua ibu hamil.
Populasi terjangkau : Semua ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas
Kelurahan Wijaya Kusuma pada bulan Oktober 2015.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi:


- Semua ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
pada tanggal 21-23 Okober 2015, bersedia mengisi kuesioner, bersedia
diperiksa kadar Hb nya, dan juga bersedia untuk diukur LILA nya.
3.5.2. Kriteria Eksklusi :
- Semua ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak mengembalikan
kuesioner atau tidak menjawab semua pertanyaan di kuesioner.
3.6. Sampel

Sampel yang diambil semua ibu hamil yang hadir pada tanggal 21-23 Oktober yang
memenuhi kriteria inklusi.
3.6.1.

Besar sampel

Berdasarkan

penelitian sebelumnya proporsi kejadian anemia kehamilan adalah

sebesar 37%.
Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus :

Keterangan :
n1
: Besar sampel
p

: Proporsi variabel yang ingin diteliti adalah sebanyak 37% .


27

: 1-p

Z() : Tingkat batas kepercayaan, dengan = 5 %


Didapat Z() pada kurva normal = 1,96
d2

: Kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

n2

: Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen


responden yang mungkin drop out)

Maka didapatkan hasil perhitungan, Berdasarkan rumus di atas didapatkan angka


sebagai berikut :

Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out, maka dihitung :
n2 = n1 + (10% . n1)
= 89,54 + (0,1 . 89,54)
= 98,5 Dibulatkan menjadi 99 subjek penelitian.
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 99 orang.
Tabel 2. Perhitungan Sampling untuk Beberapa Variabel
Variabel

Peneliti

Proporsi

Minimal sampling
setelah pembuatan

Siti

Tahun dan
tempat
penelitian
2012 Gowo

Status gizi

66%

95

Tingkat
pendidikan
Tingkat
kepatuhan dalam
mengonsumsi
tablet Fe
Anemia pada ibu
hamil

Sarimawar

1994 Bogor

69%

91

Wiwit

2012
Banyumas

50%

106

Riset
Kesehatan
Dasar

2013 Indonesia

37%

99

3.6.2. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probability
sampling yaitu, purposive sampling.
28

3.7. Identifikasi Variabel


Dalam penelitian ini digunakan variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).
Variabel bebas adalah pemberian tablet Fe, status gizi, frekuensi ANC, tingkat pendidikan,
tingkat pengetahuan, status kerja, pendapatan keluarga, dukungan keluarga dan tingkat
kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe. Sementara variabel terikatnya ialah anemia pada
ibu hamil.
3.8. Cara Kerja
1. Membuat usulan penelitian dan kuesioner.
2. Menghubungi kepala Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma untuk meminta izin
dilakukannya penelitian.
3. Menyebarkan kuesioner terhadap ibu-ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas
Kelurahan Wijaya Kusuma pada periode 21-23 Oktober 2015.
4. Melakukan pengumpulan data-data dengan menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner dan alat pengukur kadar Hb.
5. Melakukan pengolahan, pengelompokan, penyajian, analisis, dan intepretasi data.
6. Penulisan laporan penelitian.
7. Publikasi penelitian.
3.9.

Manajemen Data
3.9.1 Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner (dapat dilihat pada
lampiran I) pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
pada tanggal 21-23 Oktober 2015.
3.9.2. Pengolahan Data
Terdapat beberapa langkah pengolahan data berupa pemeriksaan data (editing),
pemberian kode (coding), penyusunan data (entry), dan pengesahan (verification).
Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program komputer, yaitu
program SPSS.
3.9.3. Pengelompokan Data
Setelah dilakukan pengolahan data, hasil data tersebut dikelompokan berdasarkan
kelompok-kelompok data.
29

3.9.4. Penyajian Data


Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.
3.9.5. Analisis Data
Terdapat dua cara analisis data yang digunakan yaitu analisis univariat dengan
distribusi frekuensi dari variabel tergantung dan setiap variabel bebas, dan analisis
bivariat dengan uji statistik chi square (x2) terhadap pasangan variabel tergantung dan
variabel bebas tertentu.

3.9.6. Intepretasi Data


Data diintepretasi secara deskriptif-analitik antar variabel-variabel yang telah
ditentukan.
3.9.7. Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk laporan penelitian dan selanjutnya dipresentasikan dalam
forum pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat di depan staf pengajar Program Studi
Pendidikan Dokter (PSPD) Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (FK UKRIDA).
3.10. Definisi Operasional
Di bawah ini (tabel 3) adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang kami teliti.
Ketentuan skoring dapat dilihat pada lampiran I.
Tabel 3. Definisi Operasional
No.

Variabel

Definisi Operasional

Alat ukur

30

Cara ukur

Hasil ukur

Skala
ukur

1.

Anemia
pada ibu
hamil

Kondisi dimana kadar


hemoglobin di bawah
11 g/dL pada
kehamilan trimester I
dan III atau kadar Hb
dibawah 10,5 g/dL
pada kehamilan
trimester II.

Hb meter
digital
EasyTo
uch
GCHb

Mengambil
darah
kapiler
(whole
blood),
meneteskan
pada strip
Hb dan
membaca
hasil Hb di
LCD alat

1. Anemia
2. Tidak Anemia

Nominal

2.

Pemberian
tablet Fe

Pemberian tablet besi


(Fe) yang
diterima/didapatkan
ibu hamil dari
petugas kesehatan

Kuesioner

Menjawab
kuesioner

1. Dapat
2. Tidak dapat

Nominal

3.

Status Gizi
Ibu

Keadaan gizi ibu di


lihat dari pengukuran
lingkar lengan atas
(LILA)

Pita LILA

Mengukur
dengan
melingkark
an pita
LILA pada
tengah
lengan
antara bahu
dengan
siku ibu

1. Kurang.
2. Cukup.

Ordinal

4.

Frekuensi
ANC

Jumlah kunjungan
ibu hamil ke sarana
pelayanan kesehatan
untuk memeriksakan
kehamilannya

Kuesioner

Menjawab
kuesioner

1. Kurang,
2. Cukup

Ordinal

31

5.

Tingkat
pendidikan

Jenjang pendidikan
formal yang pernah
ditempuh oleh ibu
hamil mengacu pada
kriteria yang
ditetapkan oleh
Undang- Undang no.
20 tahun 2003 Bab
VI pasal 14 tentang
sistem pendidikan
nasional.

Kuesioner

Menjawab
kuesioner

1. Dasar.
2. Menengah.
3. Tinggi.

Ordinal

6.

Tingkat
pengetahua
n

Segala sesuatu yang


diketahui dan
dipahami responden
tentang anemia dan
tablet Fe

Kuesioner

Menjawab
kuesioner

1. Kurang.
2. Cukup.

Ordinal

7.

Status
kerja

Ibu yang memiliki


Kuesioner
suatu pekerjaan diluar
rumah

Menjawab
kuesioner

1. Bekerja
2. Tidak bekerja

Nominal

8.

Pendapatan Sejumlah uang atau


keluarga
barang yang dinilai
dengan uang yang
dapat digunakan
keluarga selama satu
bulan untuk pangan
dan non pangan
menurut ketentuan
dari Pemerintah
Daerah DKI Jakarta

Menjawab
kuesioner

1. Di Bawah
Upah
Minimum
Regional
<Rp.2.700.000
,2. Di atas Upah
Minimum
Regional: >
Rp 2.700.000,-

Ordinal

Kuesioner

32

9.

Dukungan
keluarga

Dukungan sosial
yang dianggap oleh
anggota keluarga
sebagai sesuatu yang
dapat diakses untuk
keluarga terdiri dari 4
elemen yaitu
dukungan emosional,
dukungan informasi,
dukungan
instrumental ,
dukungan
penghargaan

Kuesioner

Menjawab
kuesioner

1. Ada
2. Tidak Ada

Nominal

10.

Tingkat
kepatuhan
dalam
mengonsu
msi tablet
Fe

Tingkat ketaatan ibu


dalam mengonsumsi
tablet Fe yang telah
diberikan atau
didapat selama
kehamilannya

Kuesioner

Menjawab
kuesioner

1. Tidak Patuh.
2. Patuh.

Nominal

Bab IV
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di Puskesmas Kelurahan Wijaya kusuma,
Jakarta Barat, mengenai hubungan antara pemberian tablet Fe dan faktor lainnya terhadap
kejadian anemia pada ibu hamil bulan Oktober 2015, tabel induk dapat dilihat pada lampiran II,
tabel sebaran frekuensi faktor-faktor dan hasil uji hipotesis dapat juga dilihat pada lampiran III.
Tabel 4. Analisis Univariat dari Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada
Ibu Hamil yang Berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma

Variabel
Anemia

Anemia
33

Frekuensi n=100
35

Presentasi (%)
35%

Pemberian Tablet Fe
Status gizi
Frekuensi kunjungan ANC
Tingkat pendidikan
Tingkat pengetahuan
Status kerja
Pendapatan keluarga
Dukungan keluarga

Tidak anemia
Dapat
Tidak dapat
Cukup
Tidak cukup
Baik
Kurang
Tinggi
Menengah
Dasar
Cukup
Kurang
Bekerja
Tidak bekerja
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada

65
87
13
66
34
74
26
43
55
2
38
62
48
52
47
53
60
40

65%
87%
13%
66%
34%
74%
26%
43%
55%
2%
38%
62%
48%
52%
47%
53%
60%
40%

Baik

60

60%

Kurang

40

40%

Tingkat kepatuhan

Tabel 5. Analisis Bivariat dari Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia
pada Ibu Hamil yang Berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma

Variebel

Pemberian Tablet
Fe
Status gizi

Anemia
Tidak
Anemia

Total

Uji

Ho

Rasio
Prevalensi

Chi-S

<0.05

Ditolak

2.279

7.696

Df: 1

Chi-s

<0.05

Ditolak

1.578

7.289

Df: 1

anemia
61

26

87

Tidak dapat

13

Cukup
Tidak cukup

49
16

17
18

66
34

Dapat

34

Frekuensi kunjungan
ANC
Tingkat pendidikan

Tingkat pengetahuan

Status kerja

Baik
Kurang

44
21

30
5

74
26

Chi-s

>0.05

Gagal

3.840

Df: 1

ditolak

Tinggi
Menengah

27
36

16
19

43
55

Chi-S

>0.05

Gagal

1.174

Df.1

ditolak

Dasar
Baik

2
31

0
7

2
38

Chi-S

<0.05

Ditolak

1.488

Kurang

34

28

62

7.405

Df: 1

Bekerja

37

11

48

Chi-S

<0.05

Ditolak

1.432

Tidak

28

24

52

5.924

Df: 1

Di atas

33

20

53

Chi-S

>0.05

Gagal

UMR
Di bawah

0.371

Df: 1

ditolak

32

15

47

Ada

45

15

60

Chi-S
6.593

<0.05
Df: 1

Ditolak

1.5

Tidak Ada

20

20

40

Patuh

40

13

43

<0.05
Df: 1

Ditolak

1.4

Tidak patuh

25

22

47

bekerja
Pendapatan keluarga

UMR
Dukungan keluarga

Tingkat kepatuhan
dalam mengonsumsi
tablet Fe

Chi5.435S

Bab V
Pembahasan
5.1 Analisa Sebaran Variabel-Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada
Ibu Hamil di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 100 subjek penelitian, dimana sekitar 35%
ibu hamil menderita anemia dan 65% sisanya ibu tidak menderita anemia. Hal ini berbeda pada
dengan penelitian yang dilakukan Putu Aryani di Kabupaten Gianyar pada tahun 2012, dimana
mencapai 80% ibu hamil ternyata menderita anemia. Perbedaan ini dapat terjadi karena mungkin
adanya perbedaan cakupan dari pemberian tablet Fe, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan,
tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe yang mungkin masih rendah di Kabupaten
Gianyar. 10
35

Pada sebaran frekuensi pemberian tablet Fe sebanyak 87% subjek penelitian


mendapatkan tablet Fe, 13% tidak mendapatkan tablet Fe. Sementara menurut data RISKESDAS
untuk DKI Jakarta tahun 2013 ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe mencapai 90,5%. Menurut
kami, walaupun ada perbedaan persentase dalam cakupan pemberian tablet Fe, perbedaan ini
tidak terlalu berbeda ataupun bertentangan dengan hasil penelitian kami. 1
Pada sebaran frekuensi status gizi pada ibu hamil, 66% ibu hamil yang memiliki status
gizi cukup, sedangkan 34% subjek memiliki status gizi kurang. Menurut penelitian Siti di
Kabupaten Gowa pada tahun 2012 menunjukkan bahwa angka ibu hamil yang status gizi nya
kurang sebesar 66 %, angka ini terbilang cukup besar dan menurut teori, status gizi yang kurang
juga berhubungan dengan kejadian anemia. Tetapi pada penelitian kami, dari 100 sampel yang
diteliti, kami hanya mendapatkan 34 sampel yang berstatus gizi kurang, mungkin disebabkan
dari pola makan yang sudah baik dan adanya penyuluhan tentang pentingnya gizi dalam
kehamilan. 26
Pada sebaran frekuensi ANC, kami membagi menjadi cukup dan kurang. Frekuensi
kunjungan cukup sendiri terdapat sekitar 74% menurut hasil kuesioner. Sedangkan frekuensi
kunjungan ANC yang kurang mencapai 24%. Walaupun frekuensi ANC mendapatkan hasil yang
cukup baik, hal ini menjadi tidak ada manfaatnya mengingat Jakarta Barat masih menjadi
peringkat kedua terendah dalam hal kepatuhan meminum tablet Fe sehingga kualitas ANC
nampaknya harus dibenahi. Adapun penilitian sejenis yang dilakukan di Kabupaten Gowa pada
tahun 2012 oleh Siti Assyrah yang menunjukkan bahwa 44% ibu memiliki frekuensi ANC yang
cukup, sedangkan sisanya memiliki frekuensi ANC yang kurang.26
Pada penelitian ini, kami juga menilai sebaran dari tingkat pendidikan pada ibu hamil di
Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma yang terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Persentase tingkat pendidikan dasar mencapai 43%,
tingkat pendidikan menegah 55% sedangkan pendidikan tinggi mencapai 2% dari jumlah sampel
100 orang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Titaley di Lebak pada tahun 2014 menunjukkan
sekitar 13% ibu hamil mempunyai tingkat pendidikan tinggi, sementara sisanya 87% memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan dari kesadaran akan pentingnya
edukasi, budaya ataupun adat yang berlaku, ataupun mungkin dapat disebabkan dari keadaan
sosial ekonomi masyarakatnya.27

36

Tingkat pengetahuan ibu juga menjadi faktor yang diteliti dalam penelitian ini, kami
membaginya menjadi tingkat pengetahuan ibu cukup dan kurang. Pada penelitian kami
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan cukup mempunyai porsi 38% sedangkan tingkat
pengetahuan kurang mempunyai porsi sebesar 62%. Hal ini serupa dengan hasil penelitian dari
Siti Assyrah di Kabupaten Gowa pada tahun 2012, dimana tingkat pengetahuan yang kurang
menjadi mayoritas pada ibu hamil sekitar 58%. Menurut kami, rendahnya tingkat pengetahuan
ibu dapat saja dipengaruhi karena beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan yang kurang,
kurangnya ada penyuluhan atau program edukasi kesehatan dari petugas kesehatan maupun
kader, dan kurangnya kesadaran akan kesehatan.26
Pada penelitian yang dilakukan oleh Budi Iswanto di Klaten pada tahun 2012
menunjukan bahwa frekuensi ibu hamil yang tidak bekerja mencapai 52% dan ibu hamil yang
bekerja sebanyak 48%. Sementara pada penelitian yang kami lakukan didapati juga frekuensi ibu
hamil yang bekerja yaitu 48% sedangkan ibu hamil yang tidak bekerja 52%. Pada sebaran
pendapatan keluarga, didapat 53% ibu hamil mendapatkan pendapatan dibawah Upah Minimum
Regional (UMR), sementara sisanya 47% mendapatkan pendapatan di atas UMR. Sebaran ini
menurut kami cukup penting karena dari data bisa dilihat bila kehidupan di kota besar seperti di
Jakarta mempunyai sebaran status kerja yang sama dibandingkan dengan kota kecil seperti di
Klaten. 25
Menurut sebaran frekuensi dukungan keluarga, ibu hamil yang mendapat dukungan
keluarga memiliki porsi 60% dan ibu hamil yang tidak mendapat dukungan keluarga mencapai
40%. Hal ini sangat bagus karena hampir setengahnya ibu hamil didukung oleh keluarganya. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Goro di Semarang pada tahun 2013,
menunjukkan hasil bahwa responden yang didukung keluarga sekitar 70,7 % dan yang tidak
mendapat dukungan berkisar 29,3%. Untuk mendapatkan hasil atau tingkatan dukungan keluarga
yang lebih tinggi lagi, dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan yang lebih gencar agar
tingkat dukungan keluarga lebih baik lagi untuk Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.
Pada penelitian kami menemukan bahwa tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe
pada ibu hamil mencapai 60% sedangkan 40% mengaku tidak patuh dalam mengonsumsi tablet
Fe, hal ini tidak jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan Rohmah Dyah di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2013, dimana kepatuhan ibu meminum tablet Fe yaitu 33,8% dan ibu yang
tidak patuh meminum tablet Fe sebesar 66,2%. Selain penelitian itu, menurut data RISKESDAS
untuk provinsi DKI Jakarta tahun 2013 yang menunjukkan bahwa daerah Jakarta Barat memiliki
37

angka kepatuhan sekitar 28,1%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian kami, angka
kepatuhan pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
menunjukkan angka yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan angka kepatuhan untuk
Kotamadya Jakarta Barat itu sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya program
penyuluhan yang lebih baik semenjak data RISKESDAS 2013 itu keluar, sehingga terjadi
peningkatan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet Fe.1,28
5.2 Hubungan Pemberian Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan antara pemberian tablet Fe dengan anemia pada subjek penelitian melalui uji
Chi Square ternyata didapatkan x2 7.696. Karena p < 0,05 maka Ho ditolak artinya ada hubungan
bermakna antara frekuensi pemberian tablet Fe. Hal ini dikarenakan tablet besi merupakan
mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoiesis
(pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin. Sehingga dengan adanya konsumsi tablet
besi pada ibu hamil berhubungan dengan terjadinya anemia pada ibu hamil. Anemia pada ibu
hamil mengalami peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu dibandingkan produksi
sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb dan hematokrit pada trimester I
dan II sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi pada pertengahan akhir kehamilan
sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester III kehamilan. Sehingga ibu hamil yang
tidak mengkonsumsi tablet besi Fe tambahan akan menyebabkan anemia. Kepatuhan ibu dalam
mengkonsumsi tablet besi Fe sangat berpengaruh dalam terjadinya anemia. Biasanya ibu menjadi
tidak patuh karena efek samping dari tablet itu sendri. Dalam analisa bivariat, didapat juga hasil
rasio prevalens 2.279 dengan 95% Confidence Interval (0.997-5.209), yang menunjukkan bahwa
meskipun rasio prevalens melebihi angka 1, tetapi interval kepercayaannya mencakup angka 1,
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa diperlukan lebih banyak sampel untuk
membuktikannya. Hasil pengujian penelitian yang dilakukan Rohmah Dyah di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2013 hubungan kecukupan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia
diperoleh X2 sebesar 4,059 dengan p value = 0,044. Kesimpulan uji adalah Ho ditolak, sehingga
dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna kecukupan konsumsi tablet Fe dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di Wilayah kerja Puskesmas Tawangsari Sukoharjo. Hasil dari penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian kami, tetapi pada penelitian kami untuk membuktikan berapa

38

besar risiko ibu hamil yang tidak mendapat tablet Fe dalam terkena anemia, diperlukan sampel
yang lebih banyak.29
5.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Dilakukan uji Chi Square pada kategori status gizi dihadapkan dengan anemia pada hamil
didapatkan hasil x2 7.289 dengan p < 0,05 sehingga Ho ditolak. Maka status gizi mempunyai
hubungan dengan terjadinya anemia ibu hamil. Selain itu kami juga melakukan perhitungan rasio
prevalens dengan hasil 1,578 yang berarti ibu hamil yang memiliki asupan protein tidak cukup
berisiko 1,5 kali lebih besar terkena anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki
asupan protein cukup. Sementara uji statistik yang dilakukan oleh Siti Assyrah di Kabupaten
Gowa pada tahun 2012, diperoleh p = 0,097 makan didapatkan kesimoulan tidak ada hubungan
yang signifikan antara status gizi ibu dengan status anemia pada ibu hamil.26
5.4 Hubungan Frekuensi ANC terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan frekuensi ANC kejadian anemia pada ibu hamil, subjek diuji melalui uji Chi Square
dan didapatkan X2 3.840 dan karena p > 0,05 maka H0 gagal ditolak dalam artian tidak ada
hubungan antara frekuensi ANC terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa kualitas dari kunjungan ANC itu tidak ada hubungan terhadap kejadian
anemia pada ibu hamil. Tetapi kualitas dari kunjungan ANC itu dapat berpengaruh karena
dengan konseling yang baik dapat mendorong ibu untuk lebih rutin mengkonsumsi tablet Fe.
Studi di Filipina yang dilakukan Lutsey dan kawan-kawan pada

tahun 2008 Ibu dengan

kepatuhan lebih tinggi berhubungan dengan frekuensi ANC yang lebih sering, merasa mendapat
manfaat dari tablet IFA, memiliki pengetahuan tentang program IFAS yang lebih baik Sebagai
tambahan, studi di delapan negara berkembang, termasuk Indonesia, memperlihatkan bahwa ibu
yang melakukan kunjungan ANC mengetahui adanya tablet Fe. Mereka mengonsumsinya sesuai
instruksi petugas kesehatan, namun para ibu tersebut tidak mendapat penjelasan mengapa mereka
harus mengonsumsi tablet tersebut.20

5.5 Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan tingkat pendidikan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil, subjek diuji
melalui uji Chi Square dan didapatkan X2 1.174. Karena p > 0,05 maka H0 gagal ditolak dalam
39

artian tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dlakukan oleh Sarimawar di Bogor pada tahun
1994, dimana ibu hamil yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memiliki 3 kali beresiko
terkena anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.30
5.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Pada penelitian kami menunjukan bahwa hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian
anemia pada ibu hamil yang dilakukan uji Chi Square ternyata didapatkan x2 7.405. tingkat
pengetahuan ini mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia pada ibu hamil karena didapati
p <0,05 sehingga Ho ditolak. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi oleh Budi
Iswanto dan kawan-kawan di Klaten pada tahun 2012 dimana hasilnya menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dengan p <0.05.25
5.7 Hubungan Status Kerja dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Pada penelitian kami menunjukan bahwa hubungan status kerja dengan anemia pada
subjek penelitian melalui uji Chi Square didapatkan x2 5.924 dengan p < 0,05 sehingga Ho
ditolak, oleh karena itu ada hubungan status kerja dengan kejadian anemia pada ibu hamil ,
karena dengan kesibukan ibu yang bekerja akan dapat mempengaruhi kejadian anemia dalam ibu
hamil, hal ini dibuktikan dari penelitian kami, kami menemukan rasio prevalens 1,432 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar terkena anemia
apabila dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hasil penelitian kami juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wara Fitria pada tahun 2006 di Kabupaten Bogor, dimana
terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara dua kelompok tersebut.28
5.8 Hubungan Pendapatan Keluarga terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Setelah dilakukan uji Chi Square yang didapati hasil X2 0.371 dengan p > 0,05 yang
berarti Ho gagal ditolak sehingga, pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan dengan
terjadinya anemia pada ibu hamil. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hyder
dan kawan-kawan pada 2002 di Bangladesh. Studi menunjukkan bahwa karakteristik sosioekonomi dan demografi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan ibu
mengonsumsi tablet besi.20
40

5.9 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada ibu hamil yang
dilakukan uji Chi Square ternyata didapatkan x2 6,593. Karena p < 0,05 maka Ho ditolak artinya
ada hubungan bermakna antara frekuensi dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada ibu
hamil. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam mendukung ibu untuk mengonsumsi
tablet besi Fe secara rutin. Studi di India memperlihatkan bahwa ibu seringkali lupa untuk
minum tablet besi Fe secara rutin, dan bahkan berhenti untuk mengonsumsinya apabila tidak ada
dukungan dari keluarga. Dari uji analisa bivariat, didapati juga rasio prevalens 1,5 sehingga
dapat disimpulkan bahwa dengan tidak adanya dukungan keluarga, ibu hamil berisiko 1,5 lipat
lebih besar dalam terkena anemia selama kehamilan. Dukungan dan motivasi memang sangat
penting bagi ibu mengingat bahwa tablet besi harus dikonsumsi setiap hari untuk jangka waktu
yang lama. Bosan dan perasaan bahwa mengonsumsi tablet besi itu tidak menyenangkan, seperti
yang disebutkan oleh para ibu di Bicol Filipina dan Senegal, sangat mungkin terjadi dan pada
sebagian ibu menjadi alasan untuk tidak mengonsumsinya penelitian Lutsey dan kawan-kawan
2008 dan penelitian Seck & Jackson 2008.20
5.10 Hubungan Tingkat Kepatuhan dalam Mengonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil
Pada penelitian ini juga kami menguji variabel kepatuhan ibu dengan terjadinya anemia
pada ibu hamil menggunakan uji Chi Square dan didapatkan hasil X 2 5.435. kepatuhan ibu ini
mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia pada ibu hamil karena didapati p < 0,05
sehingga Ho ditolak. Efek Samping setelah mengonsumsi tablet besi (Fe) yang dialami oleh
sebagian ibu hamil telah lama diyakini sebagai salah satu faktor utama penyebab rendahnya
kepatuhan ibu. Sebagian ibu hamil melaporkan bahwa mereka mengalami mual dan muntah
setelah mengonsumsi tablet Fe, yang membuat mereka tidak mau melanjutkan untuk
mengonsumsi tablet Fe. Hasil uji statistik yang dilakukan Wiwit Hidayah dan Tri Ansari di
Kabupaten Banyumas tahun 2012 dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh ada hubungan
antara kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia di Desa Pageraji
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas dengan nilai p = 0,005. Artinya semakin baik

41

kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe maka semakin rendah resiko ibu mengalami
anemia.21

Bab VI
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai hubungan faktor pemberian tablet Fe dan faktor lainnya
terhadap kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya
Kusuma, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
6.1.1. Sebanyak 35% subjek mengalami anemia, sedangkan 65% sisanya tidak mengalami
anemia.
6.1.2. Sebanyak 87% subjek penelitian sudah mendapatkan tablet Fe, sedangkan 13% subjek
belum mendapatkan tablet Fe.
6.1.3. Sebanyak 66% subjek penelitian mendapatkan status gizi cukup, sedangkan 34% subjek
mendapatkan status gizi kurang. Subjek yang memiliki status gizi kurang, memiliki
risiko 1,5 kali lebih besar terkena anemia.
6.1.4. Sebanyak 74% subjek penelitian memiliki frekuensi ANC yang cukup, sedangkan 26%
subjek memiliki frekuensi ANC yang kurang.
6.1.5. Sebanyak 43% subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan dasar, sebanyak 55%
memiliki tingkat pendidikan menengah, sedangkan 2% subjek penelitian memiliki
tingkat pendikan yang tinggi.
6.1.6. Sebanyak 62% subjek penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang kurang, 38%
subjek penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang cukup. Subjek yang memiliki
tingkat pengetahuan kurang memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena anemia.
6.1.7. Sebanyak 48% subjek penelitian yang bekerja, sedangkan sebanyak 52% subjek tidak
bekerja. Dimana subjek yang bekerja, memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena
anemia.
42

6.1.8. Sebanyak 53% subjek penelitian dengan pendapatan keluarga > Rp 2.700.000/bulan dan
47% keluarga subjek penelitian dengan pendapatan keluarga < RP 2.700.000/bulan.
6.1.9. Sebanyak 60% subjek penelitian mendapat dukungan keluarga, sedangkan 40% subjek
penelitian tidak mendapat dukungan keluarga lebih berisiko 1,5 kali lebih besar terkena
anemia.
6.1.10. Sebanyak 60% subjek penelitian memiliki tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet
Fe yang baik sedangkan 40%

subjek penelitian memiliki tingkat kepatuhan yang

kurang. Bagi subjek yang tidak patuh, memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena
anemia.
6.1.11. Ada hubungan yang bermakna antara pemberian tablet Fe dengan kejadian anemia pada
ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.12. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil
dengan nilai p <0,05.
6.1.13. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia pada
ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.14. Ada hubungan yang bermakna antara status kerja dengan kejadian anemia pada ibu
hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.15. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada
ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.16. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe
dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.17. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi ANC, tingkat pendidikan, dan
pendapatan keluarga terhadap kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke
Puskemas Kelurahan Wijaya Kusuma pada bulan Oktober 2015.
6.2. Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan beberapa hal antara
lain:
6.2.1. Bagi Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat
Agar mengadakan kegiatan penyuluhan terhadap ibu hamil mengenai pentingnya
mengkonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan dan juga tidak lupa kepada ibu hamil
agar makanan makanan yang seimbang dengan kandungan zat besi dan protein yang

tinggi sesuai angka kucukupan gizi yang di anjurkan untuk ibu hamil.
Kepada bidan bidan agar dapat memantau setiap paginya makanan makanan yang
dimakan oleh ibu hamil guna untuk melihat apakah terpenuhi zat besi pada ibu hamil.

43

6.2.2. Bagi Ibu Hamil/Masyarakat


Kepada ibu hamil agar lebih sering mengikuti kelas-kelas ibu hamil dalam rangka

meningkatkan pengetahuan tentang gizi pada ibu hamil.


Kepada kader kader Posyandu untuk selalu memberikan informasi mengenai makanan

bergizi bagi ibu hamil dan memotivasi ibu hamil agar mengonsummsi tablet Fe.
Kepada keluarga yang memiliki ibu hamil agar mengawasi, mengingatkan dan
memotivasi dalam hal meminum tablet Fe agar mengurangi risiko terkena anemia.

6.2.3. Bagi para peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat meneruskan penelitian ini agar dapat melihat kemajuan dan
perkembangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu

hamil.
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk dapat memanfaatkan data penelitian ini sebagai
data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

anemia pada ibu hamil.


Diharapkan bagi peneliti lainya dapat melanjutkan penelitian ini dengan variabel yang
berbeda yaitu variabel status gizi ibu hamil dan paritas yang dapat dihubungkan dengan
kadar hemoglobin.

44

Anda mungkin juga menyukai