Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin di bawah 11 g/dL
pada kehamilan trimester I dan III atau kadar Hb dibawah 10,5 g/dL pada kehamilan trimester II.
Penyebab sebagian besar anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi, dimana zat ini
dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin. Anemia selama kehamilan dapat menyebabkan
kematian ibu, peningkatan angka kesakitan dan kematian pada janin serta peningkatan resiko
pada berat badan lahir rendah (BBLR) untuk janin ibu.
Menurut data WHO 2014 menyatakan sekitar 38% ibu hamil mengalami anemia. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi anemia
pada ibu hamil masih sekitar 37,1%.1
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI12), angka kematian ibu
adalah 339 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini melonjak jauh bila dibandingkan dengan
hasil SDKI 2007, dimana angka kematian ibu hanya sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu (AKI) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perdarahan,
preeklampsia, dan infeksi. Selain itu, penyebab kematian ibu secara tidak langsung antara
lain gangguan pada kehamilan seperti
Kronis
(KEK),
dan
Kurang
Kurang Energi
hanya sekitar 33,3%. Menurut RISKESDAS untuk provinsi DKI Jakarta tahun 2013, cakupan
pemberian tablet besi mencapai 90,5%, tetapi sangat disayangkan hanya 43,7 % bumil yang rutin
mengkonsumsinya. Perlu menjadi catatan, bahwa daerah Jakarta Barat memiliki angka
kepatuhan terendah kedua setelah Kepulauan Seribu, sekitar 28,1%.1
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat.
Lokasi ini dipilih karena belum ditemukan adanya penelitian tentang hubungan pemberian tablet
besi (Fe) dan faktor-faktor lainnya terhadap kejadian anemia pada ibu hamil di daerah Kelurahan
Wijaya Kusuma sampai saat ini, selain itu seperti disebutkan di atas daerah Jakarta Barat
merupakan daerah yang memiliki angka kepatuhan terendah kedua dalam meminum tablet besi
(Fe). Kunjungan ibu hamil di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma cukup tinggi sehingga
memungkinkan untuk dapat dilakukan penelitian.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas ditemukan masalah-masalah sebagai berikut
1. Anemia khususnya anemia defisiensi besi adalah salah satu faktor yang memperburuk
dalam angka kematian ibu di Indonesia menurut data Rakernas dari BAPPENAS 2012,
bahkan angkanya mencapai 40,1%.
2. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar 2013
masih sekitar 37,1%.
3. Angka kematian ibu menurut SDKI12 meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2007 mencapai angka 339 per 100.000 kelahiran hidup.
4. Cakupan pemberian tablet besi sudah mencapai 90,5% di DKI Jakarta menurut Riset
Kesehatan Dasar 2013, namun tingkat kepatuhan dalam meminum tablet besi masih
sekitar 43,1%.
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
1. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah.
2. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian.
3. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.
4. Mengetahui kejadian anemia pada ibu hamil dan faktor-faktor yang berpengaruh.
1.4.2. Manfaat bagi Perguruan Tinggi
1.
Mengamalkan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian,
2.
2.
pemecahan masalahnya.
Mengetahui tingkat keberhasilan program Puskesmas.
3.
Memberi masukan bagi Puskesmas terhadap jalinan kerjasama dan membina peran
serta masyarakat terutama pada ibu ibu yang sedang hamil untuk lebih
4.
5.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
2.1.1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 12 g/dL.
Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi dimana kadar hemoglobin di bawah 11 g/dL
pada kehamilan trimester pertama dan trimester ketiga atau kadar Hb dibawah 10,5 g/dL pada
kehamilan trimester kedua. 3-5
4
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kurangnya penyediaan zat besi
untuk pembentukan sel darah merah, ini dikarenakan cadangan besi untuk pembentukan Hb
berkurang (depleted iron store). Keadaan ini ditandai dengan adanya anemia yang bersifat
hipokromik dan mikrositer dan dari hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi yang
berkurang.3,4
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil yakni faktor langsung
yaitu pola makan, penyakit infeksi, serta faktor tidak langsung yakni pengetahuan ibu,
pendidikan ibu, pendapatan, dan pekerjaan. Oleh karena itu masalah anemia pada ibu hamil
merupakan cerminan dari keadaan sosial ekonomi masyarakat.3
Anemia pada ibu hamil perlu menjadi perhatian khusus karena dapat berdampak pada ibu
maupun perkembangan janin yang dikandung. Anemia pada ibu hamil berkaitan dengan
peningkatan risiko kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan dan pembentukan
janin di dalam kandungan. Ibu yang mengalami anemia memiliki risiko terjadinya penurunan
produktivitas, peningkatan risiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan angka
kematian perinatal yang meningkat. 3.4
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi. Frekuensi ibu
hamil
di
Indonesia
yang
mengalami
anemia
masih
sangat
tinggi
yaitu
63,5%
2.1.2. Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi yang berfungsi untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin dengan satuan g/dL memiliki
afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxyhemoglobin di
dalam sel darah merah. Kualitas darah dan warna darah ditentukan oleh kadar hemoglobin.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah
dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen. Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang
sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO
telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin.
5
Fungsi utama sel darah merah dalam arteri sistemik adalah mengangkut oksigen dari paru
ke jaringan dan kembali dalam peredaran pembuluh vena dengan membawa karbon dioksida ke
paru. Menurut Depertemen Kesehatan RI fungsi dari hemoglobin antara lain sebagai berikut:
Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh untuk
dipakai sebagai bahan bakar.
Membawa karbon dioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke
paru-paru untuk dibuang, Untuk mengetahui apakah seseseorang mengalami anemia atau
kekurangan darah dapat dilakukan dengan cara mengukur Hemoglobin (Hb). 6,7
2.1.3. Zat Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di tubuh manusia dan hewan,
yaitu sebanyak 3-5 g di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi (Fe) merupakan kelompok
mineral yang diperlukan sebagai inti dari hemoglobin, unsur utama sel darah merah. Sel darah
merah sangat penting, mengingat fungsinya sebagai sarana transportasi zat gizi dan juga
transportasi oksigen.
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan
dalam hemopoiesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin. Besi yang ada dalam
tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh dari perusakan sel-sel darah merah
(hemolisis), besi yang diambil dari cadangan yang tersimpan dalam tubuh, serta besi hasil
penyerapan dari saluran cerna. Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme (terdapat
dari sumber hewani) dan besi non heme (terdapat dari sumber nabati). 4,8,13
Sumber zat besi yang terpenting dalam diet adalah daging ikan, daging, unggas dan juga
hati. Sumber zat besi heme sangat penting untuk dikonsumsi per hari, karena dapat mendorong
absorbsi besi non heme. Sumber besi non heme antara lain kacang-kacangan, sayuran berwarna
hijau, umbi-umbian, dan buah-buahan. Daging, ayam, dan ikan mengandung suatu faktor yang
dapat membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri atas asam amino yang mengikat besi dan
membantu penyerapannya. Susu sapi, keju, dan telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak
dapat membantu penyerapan besi. 4,8,13
6
Polifenol seperti tannin dalam teh, kopi dan sayuran tertentu, dapat mengikat besi heme
sehingga membentuk kompleks besi-tannat yang tidak larut sehingga zat besi tidak dapat diserap
dengan baik. Pembuangan zat besi dari tubuh terjadi melalui beberapa jalur diantaranya melalui
keringat (0.2-1.2 mg/hari), air seni (0.1 mg/hari) dan melalui feses serta darah menstruasi sekitar
0.5-1.4 mg/hari. Wanita membutuhkan jumlah zat besi yang lebih banyak dikarenakan laju
kehilangan unsur besi dari tubuh meningkat 2-3 kali lipat selama masa menstruasi.
Zat besi pada saat kehamilan digunakan untuk perkembangan janin, plasenta, ekspansi sel
darah merah, dan untuk kebutuhan basal tubuh. Pasokan zat besi tidak kalah penting karena pada
masa hamil volume darah ibu akan meningkat 30%. Di samping itu plasenta pun harus
mengalirkan cukup zat besi untuk perkembangan janin. 4,8,13
2.2. Fisiologi Penyerapan Besi
Dari 3000 mg besi yang dipindahkan ke janin dan plasenta dan 500 mg yang dimasukkan
ke dalam massa hemoglobin ibu yang meningkat, hampir semua digunakan setelah pertengahan
kehamilan. Selama waktu itu, kebutuhan besi yang ditimbulkan oleh kehamilan dan ekskresi ibu
total mencapai sekitar 7 mg per hari. Hanya sedikit wanita memiliki simpanan besi atau asupan
besi dalam makanan yang memadai untuk memenuhi jumlah ini. Karena itu, American Academy
of Pediatrics dan American College of Obstreticians and Gynecologist menguatkan rekomendasi
bahwa wanita hamil mendapat tablet besi Fe paling sedikit sebanyak 27 mg per hari.
Direkomendasi bahwa diperlukan sekitar 30 mg besi elemental yang dapat diberikan
sebagai fero glukonat, sulfat atau fumarat dan dikonsumsi setiap hari sepanjang trimester kedua
kehamilan untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan melindungi simpanan besi yang sudah
ada. Jumlah ini juga memenuhi kebutuhan besi untuk menyusui. Wanita hamil mungkin
mendapat manfaat dari pemberian 60 sampai 100 mg besi per hari jika ia bertubuh besar,
memiliki janin kembar atau kadar hemoglobinnya agak rendah. 4,8,13
2.3. Asupan Besi
Zat besi juga merupakan mikronutrien esensial dalam memproduksi hemoglobin yang
berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk diekskresikan ke dalam
udara pernafasan dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase,
7
katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan
mioglobin dalam sel otot. Kandungan 0,004% berat tubuh (60-70%) terdapat dalam
hemoglobin yang disimpan sebagai feritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limfa dan
sumsum tulang. Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang
berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada
95% populasi, sehingga dapat terhindar dari kemungkinan terkena anemia defisiensi besi.
Kebutuhan zat besi bergantung pada jenis kelamin dan usia. Pada wanita dewasa usia
subur membutuhkan 26 mg/hari. Angka kebutuhan gizi berupa zat besi tersebut dihitung
berdasarkan ketersediaan hayati sebesar 15%. 9
2.4. Etiologi
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kurangnya kadar zat besi (Fe) yang
diperlukan untuk pembentukan Hb sehingga disebut anemia defisiensi besi. Penyebab terjadinya
anemia defisiensi besi pada ibu hamil disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Secara langsung anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat
absorpsi zat besi (Fe).
Pada kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu
dibandingkan produksi sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb dan
hematokrit pada trimester I dan II sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi pada
pertengahan akhir kehamilan sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester III
kehamilan. Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor langsung, tidak
langsung dan mendasar. Secara langsung, anemia disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat
penghambat absorbsi zat besi, kurangnya asupan zat besi serta adanya infeksi parasit.
Adapun ibu hamil yang kurang mendapat perhatian merupakan faktor tidak langsung.
Namun anemia pada ibu hamil disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta
faktor ekonomi rendah.
Dampak Anemia Keluhan 3L (lemah, letih, lesu) karena anemia adalah keluhan fisik
yang nyata dan dirasakan oleh penderita anemia. Di samping itu muka tampak pucat, kehilangan
selera makan, apatis, sering pusing, sulit berkonsentrasi, serta mudah terserang penyakit. Karena
menderita kekurangan darah, maka tenaga yang dihasilkan oleh tubuh berkurang dan badan
menjadi cepat lelah. Rasa cepat lelah disebabkan pengolahan (metabolisme) energi untuk otot
tidak berjalan sempurna karena otot kekurangan oksigen. Pada penderita anemia, jumlah
hemoglobin yang berfungsi sebagai alat pengangkut oksigen berkurang sehingga jatah oksigen
untuk otot juga berkurang. Berkurangnya jatah oksigen mengakibatkan otot membatasi produksi
energi dan akibatnya orang yang menderita anemia akan cepat lelah bila bekerja.
Pada ibu hamil, anemia dapat mengakibatkan keguguran, bayi lahir mati, kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah, perdarahan sebelum atau sewaktu melahirkan, dan bahkan
kematian ibu.
Oleh karena kebutuhan besi selama kehamilan sangat tinggi, FAO/WHO menganjurkan
agar wanita hamil
mendapatkan tambahan tablet besi dengan dosis 100 mg/ hari. Selama
masa kehamilan (280 hari) terjadi kehilangan besi basal 250 mg, kebutuhan janin dan plasenta
315 mg dan kebutuhan untuk meningkatkan massa hemoglobin (termasuk simpanan) 500 mg
atau total sekitar 1.1 g/dl.
Pada trimester pertama belum ada kebutuhan yang meningkat drastis sehingga kecukupan
besi pada trimester pertama sama dengan kecukupan pada wanita dewasa yang mesih menstruasi,
9
yaitu 26 mg/ hari. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil, terutama di pedesaan
Indonesia mengkonsumsi pangan pokok, pangan hewani, dan buah dalam jumlah yang tidak
memadai. Hal tersebut berdampak terhadap kebutuhan energi, protein, dan berbagai mineral
yang penting bagi kehamilan seperti Fe, I, dan Zn serta vitamin terutama vitamin C dan asam
folat menjadi tidak terpenuhi.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil dapat menyebabkan keterbatasan dalam upaya
menangani masalah gizi dan kesehatan keluarga. Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah
(tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD) sebanyak 66.15 % menderita anemia dan
merupakan prevalensi terbesar dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi.
Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan status gizi keluarga. Kemampuan baca tulis
di pedesaan akan membantu dalam memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi, dengan
demikian informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga. Oppeneer dan
Vervoren menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dicapai seseorang mempunyai hubungan
nyata dengan pengetahuan gizi dari makanan yang dikosumsinya. Pengetahuan gizi dan
kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan.
Pengetahuan gizi dan kesehatan akan berpengaruh terhadap pola makan. Semakin banyak
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan kesehatan individu.
Berat ringannya pekerjaan ibu juga akan mempengaruhi kondisi tubuh dan pada akhirnya
akan berpengaruh pada status kesehatannya. Ibu yang bekerja mempunyai kecenderungan kurang
istirahat, konsumsi makan yang tidak seimbang sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita anemia dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Lebih lanjut dikatakan Wijianto bahwa
status pekerjaan biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Ibu
hamil yang tidak bekerja kemungkinan akan menderita anemia lebih besar dibandingkan pada
ibu yang bekerja. Hal ini disebabkan pada ibu yang bekerja akan menyediakan makanan,
terutama yang mengandung sumber zat besi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang
tidak bekerja.
Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan perubahan dalam
susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak
menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi
10
dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan lebih mahal. Pengeluaran pangan
merupakan sejumlah uang yang digunakan untuk melakukan pembelian pangan.
Kebutuhan zat gizi pada ibu hamil terus meningkat sesuai dengan bertambahnya umur
kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai oleh pemasukan yang
cukup, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat mengakibatkan anemia. Menurut
Suwandono dan Soemantri, meningkatnya kejadian anemia dengan bertambahnya umur
kehamilan disebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai pada
minggu ke-6, yaitu bertambahnya volume plasma dan mencapai puncaknya pada minggu ke-26
sehingga terjadi penurunan kadar Hb.
Perdarahan menahun dapat menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi
semakin menurun. Jika cadangan besi menurun, akan terjadi keadaan iron depleted state atau
negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum dan peningkatan
absorbsi besi dalam usus. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan dalam bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Saturasi transferin
menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat Akhir-akhir ini parameter yang
sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun
terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibatnya terjadi anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada
saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.4
2.6. Faktor Risiko dan Hubungannya terhadap Kejadian Anemia Defisiensi Besi
Studi memperlihatkan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu
mengonsumsi tablet Fe, misalnya frekuensi kunjungan antenatal care (ANC), efek samping dan
manfaat yang dirasakan ibu setelah mengonsumsi tablet Fe, konseling dari petugas kesehatan,
dan dukungan keluarga. Berikut ini adalah beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia pada ibu hami.
2.6.1. Pemberian Tablet Fe
11
Suplai tablet yang cukup merupakan titik awal ibu untuk dapat mengonsumsi tablet besi
Fe sesuai anjuran. Ditemukan bahwa beberapa ibu memang menerima tablet besi Fe setiap kali
melakukan ANC, namun karena jumlah yang diterima bervariasi (antara 15-30 tablet) tidak
semua ibu mendapatkan total minimal 90 tablet besi Fe selama kehamilan.
Efek samping setelah mengonsumsi tablet besi besi sudah diduga sebagai salah satu
faktor utama penyebab rendahnya tingkat kepatuhan ibu. Sebagian ibu hamil melaporkan bahwa
mereka mengalami mual dan muntah setelah mengonsumsi tablet besi, yang membuat mereka
tidak mau melanjutkan untuk mengonsumsi tablet Fe, seperti yang ditemukan pada studi di India,
Nigeria, dan Garut.11,12
2.6.2. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi adalah gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi
seseorang. Apabila asupan tersebut sesuai maka disebut gizi baik, jika kurang disebut gizi kurang
dan apabila asupan lebih maka disebut gizi lebih.
Ada dua faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu:
1. Faktor langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makan yang kurang, tetapi
karena penyakit. Orang yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada orang yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan menjadi
mudah terserang penyakit.
2. Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung akan menyebabkan gizi kurang yaitu:
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, setiap keluarga diharapkan
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan kurang memadai, setiap keluarga dan masyarakat diharapkan
dapat menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang dengan baik fisik, mental dan sosial.
12
Cara penilaian status gizi ibu hamil antara lain dengan mengukur lingkar lengan atas atau LILA
a. Pengertian
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko kekurangan energi
kronik (KEK) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan
karena pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja
b. Tujuan
Salah satu tujuannya adalah mengetahui resiko KEK WUS baik ibu hamil maupun
calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai resiko melahirkan Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
c. Ambang batas
Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm atau
di bagian merah pita LILA artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan
diperkirakan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR
mempunyai resiko kematian, gizi kurang. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
anak.
d. Cara pengukuran LILA
1. Tetapkan posisi bahu dan siku
2. Letakkan pita antara bahu dan siku
3. Tentukan titik tengah lengan
4. Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5. Pita jangan terlalu ketat
6. Pita jangan terlalu longgar
13
Jadi diperlukan promosi ataupun penyuluhan secara gencar melalui tenaga kesehatan di
pelayanan antenatal care maupun melalui berbagai media (iklan di radio, televisi, koran,
kelompok-kelompok sosial di masyarakat, poster, leaflet maupun sarana yang lain) tentang
pentingnya konsumsi tablet besi saat hamil. Dengan berbagai media promosi yang digunakan,
diharapkan sasaran promosi tidak hanya kepada ibu hamil saja namun juga kepada orang di
sekitarnya (suami, orang tua, mertua). Penyuluhan sebaiknya tidak hanya sebatas tentang
pentingnya konsumsi tablet besi selama hamil, namun perlu juga disosialisasikan tentang faktorfaktor yang menghambat ataupun mempermudah absorpsi zat besi dalam tubuh.
Tablet besi disarankan untuk dikonsumsi bersamaan dengan makan makanan yang
banyak mengandung vitamin C, daging-dagingan, ikan-ikanan, maupun telur untuk membantu
memperbanyak penyerapan besi. Sebaliknya makanan ataupun minuman yang menghambat
penyerapan besi oleh tubuh, disarankan untuk tidak dikonsumsi dalam waktu yang bersamaan.
Pengetahuan saja tidak mungkin cukup untuk membuat ibu hamil patuh mengonsumsi
tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilannya. Dengan jumlah tablet besi yang tidak sedikit
tersebut tentu akan membuat ibu hamil merasa jenuh dan bosan untuk mengonsumsi tablet besi,
sehingga diperlukan terobosan yang lain. Bila dalam penanganan pasien tuberkulosis dikenal
dengan istilah PMO (Pengawas Minum Obat) yaitu seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk
mengawasi dan memantau pasien tuberkulosis dalam meminum obatnya secara teratur, maka
tidak ada salahnya bila untuk meningkatkan konsumsi tablet besi pada ibu hamil, memakai
metode yang sama seperti pada kasus tuberkulosis. Pengawas minum tablet besi ini dapat
melibatkan orang terdekat dari si ibu hamil tersebut; bisa suami, ibu kandung/mertua, atau orang
lain yang tinggal serumah. Tidak seperti PMO pada penderita tuberkulosis, pengawas minum
tablet zat besi ini tugasnya mengingatkan dan memotivasi ibu hamil untuk senantiasa
mengonsumsi tablet besi terutama bila si ibu hamil mengalami kejenuhan dalam mengonsumsi
tablet zat besi. PMO diharapkan memotivasi ibu hamil untuk mengonsumsi tablet besi 90
tablet. Metode ini dapat diterapkan tidak hanya di Provinsi Jabar, tapi juga di Provinsi DIY
maupun provinsi-provinsi lain di Indonesia, agar seluruh ibu hamil mengonsumsi tablet zat besi
90 tablet.17,18
2.6.4. Tingkat Pendidikan
15
oksigen dibawa oleh hemoglobin. Produksi hemoglobin juga dapat menurun jika pembentuk
hemoglobin yaitu zat besi dalam tubuh dalam jumlah kurang memadai. 11
Ibu hamil yang tidak berkerja berarti tidak mempunyai penghasilan sendiri untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menjadi tanggung jawab suami. Dengan kata lain ibu yang
tidak bekerja cenderung lebih berat beban ekonomi keluarga. Kondisi demikian berpengaruh
terhadap aksesbilitas mendapat pengetahuan lebih tinggi dan memperoleh fasilitas kesehatan
untuk mencegah kejadian anemia.
Ibu hamil yang bekerja berarti mempunyai penghasilan untuk membantu suami dalam
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ibu hamil yang mempunyai penghasilan berhubungan dengan
kemampuan ibu hamil untuk memperoleh pengetahuan tentang anemia karena tercukupi
keuangan keluarga. Rendahnya tingkat ekonomi pada ibu hamil yang tidak bekerja
mengakibatkan kemampuan ibu hamil untuk memperoleh informasi dan melakukan pemeriksaan
kehamilan menjadi berkurang.20
2.6.7. Pendapatan Keluarga
Rendahnya penghasilan keluarga yang menyebabkan keluarga tidak mampu membeli
pangan atau makanan yang bergizi sehingga apabila penghaslian keluarga cukup akan dapat
meningkatkan status gizi ibu hamil. Bahan makanan yang kaya akan zat besi terdapat pada
sumber makanan yang mengandung protein baik hewani (hati ayam, ikan, telur, susu, daging)
maupun nabati (tahu, tempe, kacang-kacangan) serta berasal dari sayuran hijau.
Peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan status gizi ibu hamil dengan
pendapatan keluarga yang tinggi maka keluarga akan mampu membeli makanan yang
mengandung nilai gizi yang baik dan dapat membeli porsi yang cukup. Makanan yang
dikonsumsi menu mengandung protein cukup tinggi dan memenuhi menu makan seimbang.
Protein dan besi selama masa kehamilan, maka masalah anemia defisiensi besi tidak akan
teralami.
2.6.8. Dukungan Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang penting dalam mendukung ibu untuk mengonsumsi
tablet besi secara rutin. Studi di India memperlihatkan bahwa ibu seringkali lupa untuk minum
17
tablet besi secara rutin, dan bahkan berhenti untuk mengonsumsinya apabila tidak ada dukungan
dari keluarga. Pada studi tersebut sekitar 50% anggota keluarga menyatakan bahwa mereka
mengingatkan ibu untuk mengonsumsi tablet tersebut. Dukungan dan motivasi sangat penting
bagi ibu mengingat bahwa tablet besi harus dikonsumsi setiap hari untuk jangka waktu yang
lama.11,12
2.6.9. Tingkat Kepatuhan dalam Mengonsumsi Tablet Fe
Kepatuhan ibu berhubungan dengan pengalaman ibu mendapat manfaat setelah
mengonsumsi tablet besi . Di India, ibu hamil dapat merasakan manfaat dari tablet besi sehingga
membuat mereka tetap termotivasi untuk melanjutkan mengonsumsi tablet besi. Beberapa
manfaat yang dirasakan ibu misalnya berkurangnya rasa pusing, merasa lebih kuat, tidak lekas
lelah, dan memiliki nafsu makan yang lebih baik.11,12
Pemberian informasi dari petugas kesehatan untuk mengonsumsi tablet besi serta
informasi yang disampaikan petugas kesehatan bahwa tablet tersebut akan bermanfaat bagi
kesehatan ibu adalah faktor yang memotivasi 32% ibu di Senegal untuk mengonsumsi tablet Fe.
Di sisi lain, pada ibu dengan kepatuhan yang rendah, sekitar 20% nya disebabkan karena arahan
dari bidan yang tidak jelas. Studi di Filipina melaporkan bahwa sangat sedikit ibu hamil yang
mendapatkan informasi dari petugas kesehatan tentang efek samping konsumsi tablet besi.
Sebagai tambahan, studi di delapan negara berkembang, termasuk Indonesia, memperlihatkan
bahwa ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC mengetahui adanya suplemen berupa tablet
besi dan vitamin lain di masa kehamilan. 3,11
2.6.10. Umur ibu
Menilai bahwa masa reproduksi yang sehat, kurang resiko dengan komplikasi kehamilan
adalah umur 20-35 tahun, sedangkan kehamilan beresiko adalah < 20 dan >35 tahun. Hal ini
terkait dengan keadaan biologis dan psikologis dari ibu hamil
Hubungan dengan anemia bahwa pada umur < 20 tahun dapat menyebabkan anemia
karena pada umur tersebut perkembangan biologis dalam hal ini alat reproduksi belum optimal.
Pada usia belia tersebut, psikis yang belum matang juga menyebabkan wanita hamil mudah
mengalmai guncangan mental yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
18
kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Selain kehamilan di bawah usia 20 tahun,
kehamilan dengan usia di atas 35 tahun juga merupakan kehamilan beresiko tinggi. Wanita yang
hamil dalam usia yang terlalu tua yaitu >35 tahun pun akan rentan terhadap anemia. Hal ini
terkait dengan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena berbagai infeksi selama
kehamilan
2.6.11. Paritas
Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin selama kehamilan
maupun melahirkan. Merupakan salah satu faktor yang diasumsikan mempunyai hubungan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Jumlah paritas adalah banyaknya bayi yang dilahirkan
seorang ibu dalam keadaan hidup maupun lahir mati.
Hubungan kadar Hb dengan paritas dalam SKRT 2005 menunjukkan bahwa prevalensi
anemia ringan dan berat akan lebih tinggi dengan bertambahnya paritas. Prevalensi anemia
ringan 1-4 lebih tinggi daripada paritas 0 yaitu 70,5 % sedangkan pada paritas >5 prevalensi
anemia lebih tinggi daripada paritas 1 -4 yaitu 72,9% untuk anemia ringan dan untuk anemia
berat sebesar 7,6%. Pada paritas 1-4 anemia berat hanya 3,5 % dan pada paritas 0 sebesar 2,9%.
Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan maka banyak kehi;langan
zat besi dan menjadi semakin anemia. Paritas >4 merupakan paritas yang beresiko mengalami
anemia dalam kehamilan
Anemia bisa terjadi pada ibu dengan paritas tinggi terkait dengan keadaan biologis ibu
dan asupan zat besi. Paritas lebih beresiko bila terkait dengan jarak kehamilan yang pendek.
Anemia dalam hal ini akan terkait dengan kehamilan sebelumnya dimana apabila cadangan besi
di dalam tubuh berkurang maka kehamilan akan menguras persediaan besi di dalam tubuh dan
akan menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya
2.6.12. Jarak Kehamilan
Setiap kehamilan akan menyebabkan cadangan zat besi berkurang oleh karena itu pada
setiap akhir kehamilan diperlukan waktu 2 tahun untuk mengembalikan cadangan zat besi ke
tingkat normal dengan syarat bahwa selama masa tenggang waktu tersebut kesehatan dan gizi
dalam kondisi yang baik. Maka sebaiknya jarak persalinan terakhir dengan jarak persalinan
19
berikutnya minimal 2 tahun. Dengan adanya tenggang tenggang waktu tersebut diharapkan ibu
dapat mempersiapkan keadaan fisiknya dengan cara melengkapi diri dengan memakan makanan
yang mengandung protein dan zat besi serta bergizi tinggi untuk menghindari terjadinya anemia
di samping itu memberikan kesempatan kepada organ-organ tubuh untuk memulihkan fungsi faal
maupun anatomisnya.
Makin pendek jarak kehamilan makin besar kematian maternal bagi ibu dan anak,
terutama jika jarak tersebut <2 tahun dapat terjadi komplikasi kehamilan dan persalinan seperti
anemia berat, partus lama dan perdarahan. Oleh karena itu seorang wanita memerlukan waktu 23 tahun untuk jarak ehamilannya agar pulih secara fisiologis akibat bumil atau persalinan
sehingga dapat mempersiapkan diri untuk kehamilan dan pesalinan berikutnya. 26
21
22
24
Aktivitas
Fisik
Status Kerja
Kebiasaa
n minum
teh dan
kopi
Pendapata
n keluarga
Status
gizi
Pemberian
Tablet Fe
Frekuensi
ANC
Dukungan
keluarga
Tingkat
Kepatuhan
dalam
Mengonsumsi
tablet Fe
Anemia pada
ibu hamil
Usia ibu
Tingkat
pengetahu
an
Paritas
Tingkat
pendidik
an
Jarak
kehamilan
25
Variabel independen :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pemberian Tablet Fe
Status Gizi
Frekuensi ANC
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
Status Kerja
Pendapatan Keluarga
Dukungan keluarga
Tingkat Kepatuhan dalam
Variabel dependen:
Anemia pada Ibu Hamil
mengonsumsi tablet Fe
Bab III
Metode Penelitian
3.1. Desain
Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif-analitik dengan pendekatan cross
sectional mengenai hubungan pemberian tablet Fe dan faktor lainnya terhadap kejadian anemia
pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma pada bulan Oktober 2015.
26
Sumber data terdiri dari data primer yang diambil dengan kuesioner dan dilakukan
pengukuran kadar hemoglobin (Hb) dan lingkar lengan atas (LILA) terhadap ibu hamil yang
berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat.
3.4. Populasi
Populasi target
: Semua ibu hamil.
Populasi terjangkau : Semua ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas
Kelurahan Wijaya Kusuma pada bulan Oktober 2015.
Sampel yang diambil semua ibu hamil yang hadir pada tanggal 21-23 Oktober yang
memenuhi kriteria inklusi.
3.6.1.
Besar sampel
Berdasarkan
sebesar 37%.
Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus :
Keterangan :
n1
: Besar sampel
p
: 1-p
n2
Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out, maka dihitung :
n2 = n1 + (10% . n1)
= 89,54 + (0,1 . 89,54)
= 98,5 Dibulatkan menjadi 99 subjek penelitian.
Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 99 orang.
Tabel 2. Perhitungan Sampling untuk Beberapa Variabel
Variabel
Peneliti
Proporsi
Minimal sampling
setelah pembuatan
Siti
Tahun dan
tempat
penelitian
2012 Gowo
Status gizi
66%
95
Tingkat
pendidikan
Tingkat
kepatuhan dalam
mengonsumsi
tablet Fe
Anemia pada ibu
hamil
Sarimawar
1994 Bogor
69%
91
Wiwit
2012
Banyumas
50%
106
Riset
Kesehatan
Dasar
2013 Indonesia
37%
99
Manajemen Data
3.9.1 Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner (dapat dilihat pada
lampiran I) pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
pada tanggal 21-23 Oktober 2015.
3.9.2. Pengolahan Data
Terdapat beberapa langkah pengolahan data berupa pemeriksaan data (editing),
pemberian kode (coding), penyusunan data (entry), dan pengesahan (verification).
Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program komputer, yaitu
program SPSS.
3.9.3. Pengelompokan Data
Setelah dilakukan pengolahan data, hasil data tersebut dikelompokan berdasarkan
kelompok-kelompok data.
29
Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
30
Cara ukur
Hasil ukur
Skala
ukur
1.
Anemia
pada ibu
hamil
Hb meter
digital
EasyTo
uch
GCHb
Mengambil
darah
kapiler
(whole
blood),
meneteskan
pada strip
Hb dan
membaca
hasil Hb di
LCD alat
1. Anemia
2. Tidak Anemia
Nominal
2.
Pemberian
tablet Fe
Kuesioner
Menjawab
kuesioner
1. Dapat
2. Tidak dapat
Nominal
3.
Status Gizi
Ibu
Pita LILA
Mengukur
dengan
melingkark
an pita
LILA pada
tengah
lengan
antara bahu
dengan
siku ibu
1. Kurang.
2. Cukup.
Ordinal
4.
Frekuensi
ANC
Jumlah kunjungan
ibu hamil ke sarana
pelayanan kesehatan
untuk memeriksakan
kehamilannya
Kuesioner
Menjawab
kuesioner
1. Kurang,
2. Cukup
Ordinal
31
5.
Tingkat
pendidikan
Jenjang pendidikan
formal yang pernah
ditempuh oleh ibu
hamil mengacu pada
kriteria yang
ditetapkan oleh
Undang- Undang no.
20 tahun 2003 Bab
VI pasal 14 tentang
sistem pendidikan
nasional.
Kuesioner
Menjawab
kuesioner
1. Dasar.
2. Menengah.
3. Tinggi.
Ordinal
6.
Tingkat
pengetahua
n
Kuesioner
Menjawab
kuesioner
1. Kurang.
2. Cukup.
Ordinal
7.
Status
kerja
Menjawab
kuesioner
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
Nominal
8.
Menjawab
kuesioner
1. Di Bawah
Upah
Minimum
Regional
<Rp.2.700.000
,2. Di atas Upah
Minimum
Regional: >
Rp 2.700.000,-
Ordinal
Kuesioner
32
9.
Dukungan
keluarga
Dukungan sosial
yang dianggap oleh
anggota keluarga
sebagai sesuatu yang
dapat diakses untuk
keluarga terdiri dari 4
elemen yaitu
dukungan emosional,
dukungan informasi,
dukungan
instrumental ,
dukungan
penghargaan
Kuesioner
Menjawab
kuesioner
1. Ada
2. Tidak Ada
Nominal
10.
Tingkat
kepatuhan
dalam
mengonsu
msi tablet
Fe
Kuesioner
Menjawab
kuesioner
1. Tidak Patuh.
2. Patuh.
Nominal
Bab IV
Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di Puskesmas Kelurahan Wijaya kusuma,
Jakarta Barat, mengenai hubungan antara pemberian tablet Fe dan faktor lainnya terhadap
kejadian anemia pada ibu hamil bulan Oktober 2015, tabel induk dapat dilihat pada lampiran II,
tabel sebaran frekuensi faktor-faktor dan hasil uji hipotesis dapat juga dilihat pada lampiran III.
Tabel 4. Analisis Univariat dari Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada
Ibu Hamil yang Berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
Variabel
Anemia
Anemia
33
Frekuensi n=100
35
Presentasi (%)
35%
Pemberian Tablet Fe
Status gizi
Frekuensi kunjungan ANC
Tingkat pendidikan
Tingkat pengetahuan
Status kerja
Pendapatan keluarga
Dukungan keluarga
Tidak anemia
Dapat
Tidak dapat
Cukup
Tidak cukup
Baik
Kurang
Tinggi
Menengah
Dasar
Cukup
Kurang
Bekerja
Tidak bekerja
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
65
87
13
66
34
74
26
43
55
2
38
62
48
52
47
53
60
40
65%
87%
13%
66%
34%
74%
26%
43%
55%
2%
38%
62%
48%
52%
47%
53%
60%
40%
Baik
60
60%
Kurang
40
40%
Tingkat kepatuhan
Tabel 5. Analisis Bivariat dari Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia
pada Ibu Hamil yang Berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
Variebel
Pemberian Tablet
Fe
Status gizi
Anemia
Tidak
Anemia
Total
Uji
Ho
Rasio
Prevalensi
Chi-S
<0.05
Ditolak
2.279
7.696
Df: 1
Chi-s
<0.05
Ditolak
1.578
7.289
Df: 1
anemia
61
26
87
Tidak dapat
13
Cukup
Tidak cukup
49
16
17
18
66
34
Dapat
34
Frekuensi kunjungan
ANC
Tingkat pendidikan
Tingkat pengetahuan
Status kerja
Baik
Kurang
44
21
30
5
74
26
Chi-s
>0.05
Gagal
3.840
Df: 1
ditolak
Tinggi
Menengah
27
36
16
19
43
55
Chi-S
>0.05
Gagal
1.174
Df.1
ditolak
Dasar
Baik
2
31
0
7
2
38
Chi-S
<0.05
Ditolak
1.488
Kurang
34
28
62
7.405
Df: 1
Bekerja
37
11
48
Chi-S
<0.05
Ditolak
1.432
Tidak
28
24
52
5.924
Df: 1
Di atas
33
20
53
Chi-S
>0.05
Gagal
UMR
Di bawah
0.371
Df: 1
ditolak
32
15
47
Ada
45
15
60
Chi-S
6.593
<0.05
Df: 1
Ditolak
1.5
Tidak Ada
20
20
40
Patuh
40
13
43
<0.05
Df: 1
Ditolak
1.4
Tidak patuh
25
22
47
bekerja
Pendapatan keluarga
UMR
Dukungan keluarga
Tingkat kepatuhan
dalam mengonsumsi
tablet Fe
Chi5.435S
Bab V
Pembahasan
5.1 Analisa Sebaran Variabel-Variabel yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada
Ibu Hamil di Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 100 subjek penelitian, dimana sekitar 35%
ibu hamil menderita anemia dan 65% sisanya ibu tidak menderita anemia. Hal ini berbeda pada
dengan penelitian yang dilakukan Putu Aryani di Kabupaten Gianyar pada tahun 2012, dimana
mencapai 80% ibu hamil ternyata menderita anemia. Perbedaan ini dapat terjadi karena mungkin
adanya perbedaan cakupan dari pemberian tablet Fe, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan,
tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe yang mungkin masih rendah di Kabupaten
Gianyar. 10
35
36
Tingkat pengetahuan ibu juga menjadi faktor yang diteliti dalam penelitian ini, kami
membaginya menjadi tingkat pengetahuan ibu cukup dan kurang. Pada penelitian kami
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan cukup mempunyai porsi 38% sedangkan tingkat
pengetahuan kurang mempunyai porsi sebesar 62%. Hal ini serupa dengan hasil penelitian dari
Siti Assyrah di Kabupaten Gowa pada tahun 2012, dimana tingkat pengetahuan yang kurang
menjadi mayoritas pada ibu hamil sekitar 58%. Menurut kami, rendahnya tingkat pengetahuan
ibu dapat saja dipengaruhi karena beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan yang kurang,
kurangnya ada penyuluhan atau program edukasi kesehatan dari petugas kesehatan maupun
kader, dan kurangnya kesadaran akan kesehatan.26
Pada penelitian yang dilakukan oleh Budi Iswanto di Klaten pada tahun 2012
menunjukan bahwa frekuensi ibu hamil yang tidak bekerja mencapai 52% dan ibu hamil yang
bekerja sebanyak 48%. Sementara pada penelitian yang kami lakukan didapati juga frekuensi ibu
hamil yang bekerja yaitu 48% sedangkan ibu hamil yang tidak bekerja 52%. Pada sebaran
pendapatan keluarga, didapat 53% ibu hamil mendapatkan pendapatan dibawah Upah Minimum
Regional (UMR), sementara sisanya 47% mendapatkan pendapatan di atas UMR. Sebaran ini
menurut kami cukup penting karena dari data bisa dilihat bila kehidupan di kota besar seperti di
Jakarta mempunyai sebaran status kerja yang sama dibandingkan dengan kota kecil seperti di
Klaten. 25
Menurut sebaran frekuensi dukungan keluarga, ibu hamil yang mendapat dukungan
keluarga memiliki porsi 60% dan ibu hamil yang tidak mendapat dukungan keluarga mencapai
40%. Hal ini sangat bagus karena hampir setengahnya ibu hamil didukung oleh keluarganya. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Goro di Semarang pada tahun 2013,
menunjukkan hasil bahwa responden yang didukung keluarga sekitar 70,7 % dan yang tidak
mendapat dukungan berkisar 29,3%. Untuk mendapatkan hasil atau tingkatan dukungan keluarga
yang lebih tinggi lagi, dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan yang lebih gencar agar
tingkat dukungan keluarga lebih baik lagi untuk Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma.
Pada penelitian kami menemukan bahwa tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe
pada ibu hamil mencapai 60% sedangkan 40% mengaku tidak patuh dalam mengonsumsi tablet
Fe, hal ini tidak jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan Rohmah Dyah di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2013, dimana kepatuhan ibu meminum tablet Fe yaitu 33,8% dan ibu yang
tidak patuh meminum tablet Fe sebesar 66,2%. Selain penelitian itu, menurut data RISKESDAS
untuk provinsi DKI Jakarta tahun 2013 yang menunjukkan bahwa daerah Jakarta Barat memiliki
37
angka kepatuhan sekitar 28,1%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian kami, angka
kepatuhan pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma
menunjukkan angka yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan angka kepatuhan untuk
Kotamadya Jakarta Barat itu sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya program
penyuluhan yang lebih baik semenjak data RISKESDAS 2013 itu keluar, sehingga terjadi
peningkatan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet Fe.1,28
5.2 Hubungan Pemberian Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan antara pemberian tablet Fe dengan anemia pada subjek penelitian melalui uji
Chi Square ternyata didapatkan x2 7.696. Karena p < 0,05 maka Ho ditolak artinya ada hubungan
bermakna antara frekuensi pemberian tablet Fe. Hal ini dikarenakan tablet besi merupakan
mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoiesis
(pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin. Sehingga dengan adanya konsumsi tablet
besi pada ibu hamil berhubungan dengan terjadinya anemia pada ibu hamil. Anemia pada ibu
hamil mengalami peningkatan volume plasma darah terjadi lebih dahulu dibandingkan produksi
sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar Hb dan hematokrit pada trimester I
dan II sedangkan pembentukan sel darah merah terjadi pada pertengahan akhir kehamilan
sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester III kehamilan. Sehingga ibu hamil yang
tidak mengkonsumsi tablet besi Fe tambahan akan menyebabkan anemia. Kepatuhan ibu dalam
mengkonsumsi tablet besi Fe sangat berpengaruh dalam terjadinya anemia. Biasanya ibu menjadi
tidak patuh karena efek samping dari tablet itu sendri. Dalam analisa bivariat, didapat juga hasil
rasio prevalens 2.279 dengan 95% Confidence Interval (0.997-5.209), yang menunjukkan bahwa
meskipun rasio prevalens melebihi angka 1, tetapi interval kepercayaannya mencakup angka 1,
oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa diperlukan lebih banyak sampel untuk
membuktikannya. Hasil pengujian penelitian yang dilakukan Rohmah Dyah di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2013 hubungan kecukupan konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia
diperoleh X2 sebesar 4,059 dengan p value = 0,044. Kesimpulan uji adalah Ho ditolak, sehingga
dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna kecukupan konsumsi tablet Fe dengan kejadian
anemia pada ibu hamil di Wilayah kerja Puskesmas Tawangsari Sukoharjo. Hasil dari penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian kami, tetapi pada penelitian kami untuk membuktikan berapa
38
besar risiko ibu hamil yang tidak mendapat tablet Fe dalam terkena anemia, diperlukan sampel
yang lebih banyak.29
5.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Dilakukan uji Chi Square pada kategori status gizi dihadapkan dengan anemia pada hamil
didapatkan hasil x2 7.289 dengan p < 0,05 sehingga Ho ditolak. Maka status gizi mempunyai
hubungan dengan terjadinya anemia ibu hamil. Selain itu kami juga melakukan perhitungan rasio
prevalens dengan hasil 1,578 yang berarti ibu hamil yang memiliki asupan protein tidak cukup
berisiko 1,5 kali lebih besar terkena anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki
asupan protein cukup. Sementara uji statistik yang dilakukan oleh Siti Assyrah di Kabupaten
Gowa pada tahun 2012, diperoleh p = 0,097 makan didapatkan kesimoulan tidak ada hubungan
yang signifikan antara status gizi ibu dengan status anemia pada ibu hamil.26
5.4 Hubungan Frekuensi ANC terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan frekuensi ANC kejadian anemia pada ibu hamil, subjek diuji melalui uji Chi Square
dan didapatkan X2 3.840 dan karena p > 0,05 maka H0 gagal ditolak dalam artian tidak ada
hubungan antara frekuensi ANC terhadap kejadian anemia pada ibu hamil. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa kualitas dari kunjungan ANC itu tidak ada hubungan terhadap kejadian
anemia pada ibu hamil. Tetapi kualitas dari kunjungan ANC itu dapat berpengaruh karena
dengan konseling yang baik dapat mendorong ibu untuk lebih rutin mengkonsumsi tablet Fe.
Studi di Filipina yang dilakukan Lutsey dan kawan-kawan pada
kepatuhan lebih tinggi berhubungan dengan frekuensi ANC yang lebih sering, merasa mendapat
manfaat dari tablet IFA, memiliki pengetahuan tentang program IFAS yang lebih baik Sebagai
tambahan, studi di delapan negara berkembang, termasuk Indonesia, memperlihatkan bahwa ibu
yang melakukan kunjungan ANC mengetahui adanya tablet Fe. Mereka mengonsumsinya sesuai
instruksi petugas kesehatan, namun para ibu tersebut tidak mendapat penjelasan mengapa mereka
harus mengonsumsi tablet tersebut.20
5.5 Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan tingkat pendidikan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil, subjek diuji
melalui uji Chi Square dan didapatkan X2 1.174. Karena p > 0,05 maka H0 gagal ditolak dalam
39
artian tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dlakukan oleh Sarimawar di Bogor pada tahun
1994, dimana ibu hamil yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memiliki 3 kali beresiko
terkena anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.30
5.6 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Pada penelitian kami menunjukan bahwa hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian
anemia pada ibu hamil yang dilakukan uji Chi Square ternyata didapatkan x2 7.405. tingkat
pengetahuan ini mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia pada ibu hamil karena didapati
p <0,05 sehingga Ho ditolak. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi oleh Budi
Iswanto dan kawan-kawan di Klaten pada tahun 2012 dimana hasilnya menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dengan p <0.05.25
5.7 Hubungan Status Kerja dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Pada penelitian kami menunjukan bahwa hubungan status kerja dengan anemia pada
subjek penelitian melalui uji Chi Square didapatkan x2 5.924 dengan p < 0,05 sehingga Ho
ditolak, oleh karena itu ada hubungan status kerja dengan kejadian anemia pada ibu hamil ,
karena dengan kesibukan ibu yang bekerja akan dapat mempengaruhi kejadian anemia dalam ibu
hamil, hal ini dibuktikan dari penelitian kami, kami menemukan rasio prevalens 1,432 sehingga
dapat disimpulkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar terkena anemia
apabila dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hasil penelitian kami juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wara Fitria pada tahun 2006 di Kabupaten Bogor, dimana
terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara dua kelompok tersebut.28
5.8 Hubungan Pendapatan Keluarga terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Setelah dilakukan uji Chi Square yang didapati hasil X2 0.371 dengan p > 0,05 yang
berarti Ho gagal ditolak sehingga, pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan dengan
terjadinya anemia pada ibu hamil. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hyder
dan kawan-kawan pada 2002 di Bangladesh. Studi menunjukkan bahwa karakteristik sosioekonomi dan demografi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan ibu
mengonsumsi tablet besi.20
40
5.9 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada ibu hamil yang
dilakukan uji Chi Square ternyata didapatkan x2 6,593. Karena p < 0,05 maka Ho ditolak artinya
ada hubungan bermakna antara frekuensi dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada ibu
hamil. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam mendukung ibu untuk mengonsumsi
tablet besi Fe secara rutin. Studi di India memperlihatkan bahwa ibu seringkali lupa untuk
minum tablet besi Fe secara rutin, dan bahkan berhenti untuk mengonsumsinya apabila tidak ada
dukungan dari keluarga. Dari uji analisa bivariat, didapati juga rasio prevalens 1,5 sehingga
dapat disimpulkan bahwa dengan tidak adanya dukungan keluarga, ibu hamil berisiko 1,5 lipat
lebih besar dalam terkena anemia selama kehamilan. Dukungan dan motivasi memang sangat
penting bagi ibu mengingat bahwa tablet besi harus dikonsumsi setiap hari untuk jangka waktu
yang lama. Bosan dan perasaan bahwa mengonsumsi tablet besi itu tidak menyenangkan, seperti
yang disebutkan oleh para ibu di Bicol Filipina dan Senegal, sangat mungkin terjadi dan pada
sebagian ibu menjadi alasan untuk tidak mengonsumsinya penelitian Lutsey dan kawan-kawan
2008 dan penelitian Seck & Jackson 2008.20
5.10 Hubungan Tingkat Kepatuhan dalam Mengonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil
Pada penelitian ini juga kami menguji variabel kepatuhan ibu dengan terjadinya anemia
pada ibu hamil menggunakan uji Chi Square dan didapatkan hasil X 2 5.435. kepatuhan ibu ini
mempunyai hubungan dengan terjadinya anemia pada ibu hamil karena didapati p < 0,05
sehingga Ho ditolak. Efek Samping setelah mengonsumsi tablet besi (Fe) yang dialami oleh
sebagian ibu hamil telah lama diyakini sebagai salah satu faktor utama penyebab rendahnya
kepatuhan ibu. Sebagian ibu hamil melaporkan bahwa mereka mengalami mual dan muntah
setelah mengonsumsi tablet Fe, yang membuat mereka tidak mau melanjutkan untuk
mengonsumsi tablet Fe. Hasil uji statistik yang dilakukan Wiwit Hidayah dan Tri Ansari di
Kabupaten Banyumas tahun 2012 dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh ada hubungan
antara kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia di Desa Pageraji
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas dengan nilai p = 0,005. Artinya semakin baik
41
kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe maka semakin rendah resiko ibu mengalami
anemia.21
Bab VI
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai hubungan faktor pemberian tablet Fe dan faktor lainnya
terhadap kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Kelurahan Wijaya
Kusuma, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
6.1.1. Sebanyak 35% subjek mengalami anemia, sedangkan 65% sisanya tidak mengalami
anemia.
6.1.2. Sebanyak 87% subjek penelitian sudah mendapatkan tablet Fe, sedangkan 13% subjek
belum mendapatkan tablet Fe.
6.1.3. Sebanyak 66% subjek penelitian mendapatkan status gizi cukup, sedangkan 34% subjek
mendapatkan status gizi kurang. Subjek yang memiliki status gizi kurang, memiliki
risiko 1,5 kali lebih besar terkena anemia.
6.1.4. Sebanyak 74% subjek penelitian memiliki frekuensi ANC yang cukup, sedangkan 26%
subjek memiliki frekuensi ANC yang kurang.
6.1.5. Sebanyak 43% subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan dasar, sebanyak 55%
memiliki tingkat pendidikan menengah, sedangkan 2% subjek penelitian memiliki
tingkat pendikan yang tinggi.
6.1.6. Sebanyak 62% subjek penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang kurang, 38%
subjek penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang cukup. Subjek yang memiliki
tingkat pengetahuan kurang memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena anemia.
6.1.7. Sebanyak 48% subjek penelitian yang bekerja, sedangkan sebanyak 52% subjek tidak
bekerja. Dimana subjek yang bekerja, memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena
anemia.
42
6.1.8. Sebanyak 53% subjek penelitian dengan pendapatan keluarga > Rp 2.700.000/bulan dan
47% keluarga subjek penelitian dengan pendapatan keluarga < RP 2.700.000/bulan.
6.1.9. Sebanyak 60% subjek penelitian mendapat dukungan keluarga, sedangkan 40% subjek
penelitian tidak mendapat dukungan keluarga lebih berisiko 1,5 kali lebih besar terkena
anemia.
6.1.10. Sebanyak 60% subjek penelitian memiliki tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet
Fe yang baik sedangkan 40%
kurang. Bagi subjek yang tidak patuh, memiliki risiko 1,4 kali lebih besar terkena
anemia.
6.1.11. Ada hubungan yang bermakna antara pemberian tablet Fe dengan kejadian anemia pada
ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.12. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil
dengan nilai p <0,05.
6.1.13. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia pada
ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.14. Ada hubungan yang bermakna antara status kerja dengan kejadian anemia pada ibu
hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.15. Ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kejadian anemia pada
ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.16. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi tablet Fe
dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p <0,05.
6.1.17. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi ANC, tingkat pendidikan, dan
pendapatan keluarga terhadap kejadian anemia pada ibu hamil yang berkunjung ke
Puskemas Kelurahan Wijaya Kusuma pada bulan Oktober 2015.
6.2. Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan beberapa hal antara
lain:
6.2.1. Bagi Puskesmas Kelurahan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat
Agar mengadakan kegiatan penyuluhan terhadap ibu hamil mengenai pentingnya
mengkonsumsi tablet Fe selama masa kehamilan dan juga tidak lupa kepada ibu hamil
agar makanan makanan yang seimbang dengan kandungan zat besi dan protein yang
tinggi sesuai angka kucukupan gizi yang di anjurkan untuk ibu hamil.
Kepada bidan bidan agar dapat memantau setiap paginya makanan makanan yang
dimakan oleh ibu hamil guna untuk melihat apakah terpenuhi zat besi pada ibu hamil.
43
bergizi bagi ibu hamil dan memotivasi ibu hamil agar mengonsummsi tablet Fe.
Kepada keluarga yang memiliki ibu hamil agar mengawasi, mengingatkan dan
memotivasi dalam hal meminum tablet Fe agar mengurangi risiko terkena anemia.
Diharapkan dapat meneruskan penelitian ini agar dapat melihat kemajuan dan
perkembangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu
hamil.
Diharapkan peneliti selanjutnya untuk dapat memanfaatkan data penelitian ini sebagai
data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
44