Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Irigasi
Irigasi adalah usaha untuk mendatangkan air dengan membuat bangunanbangunan dan saluran-saluran untuk mengalirkan air guna keperluan pertanian
dengan membagikan air ke sawah-sawah atau ladang-ladang dengan cara teratur
dan membuang air yang tidak diperlukan. Irigasi dibuat karena sangat bermanfaat
bagi kehidupan manusia terutama dalam kaitannya dengan kebutuhan makanan
nabati, khususnya beras (Syaranamual, 2014). Bangunan, saluran, sawah, dan air
merupakan komponen-komponen dari sistem yang membentuk sebuah jaringan
irigasi. Sistem jaringan irigasi selain sebagai suatu usaha pemenuhan kebutuhan
manusia juga memiliki tujuan dan manfaat khusus bagi daerah irigasi. Secara
umum sistem jaringan irigasi bertujuan untuk penyedian dan pengaturan air,
dengan cara mendistribusikan air secara teknis dan sistematis dari sumber air ke
daerah yang memerlukan air atau disebut sebagai daerah layanan irigasi. Secara
khusus manfaat sistem jaringan irigasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk membasahi tanah.
2. Untuk merabuk tanah.
3. Untuk mengatur suhu tanah.
4. Untuk membersihkan tanah.
5. Untuk kolmatase.
Sistem irigasi dan klasifikasi jaringan irigasi terus berkembang seiring
dengan berjalanya waktu sesuai dengan konteks kebutuhan manusia dan keadaan
air pada suatu daerah tertentu. Berikut adalah sistem irigasi dan kalsifikasi
jaringan irigasi menurut Syaranamual, 2014.

Sistem irigasi terbagi dalam tiga tipe, yaitu:


1. Irigasi sitem grafitasi.
Dalam sistem ini pembagian dan pengaturan air menggunakan sistem
grafitasi. Sumber air diambil dari daerah yang lebih tinggi menuju daerah
layanan irigasi yang ketinggiannya lebih rendah dari sumber air tersebut.
2. Irigasi sistem pompa.
Tipe irigasi sistem ini dilakukan jika sistem irigasi dengan grafitasi tidak
memungkinkan untuk dilakukan. Sistem ini menggunakan bantuan pompa
dalam proses pendistribusian air.
3. Irigasi pasang surut.
Sistem ini memanfaatkan fenomena pasang-surut pada sungai dalam proses
pendistribusiannya.
Jika pembagian sistem irigasi lebih ditinjau dari cara pendistribusian air
dari sumber air, misalkan dari sungai ke daerah layanan irigasi, maka kalsifikasi
jaringan irigasi ditinjau dari cara pengaturan dan cara pengukuran air dan
fasilitasnya. Berikut adalah tiga tingkatan jaringan irigasi:
1. Jaringan irigasi sederhana.
Pengaliran air tidak diukur atau diatur sehingga air lebih mengalir ke saluran
pembuang. Mudah diorganisir namun memiliki kelemahan-kelamahan serius,
yakni:
1.) Terjadi pemborosan air.
2.) Terdapat banyak pengendapan.
3.) Bangunan penangkap air bukan bangunan tetap.
2. Jaringan irigasi semi teknis.
Bangunan bendungnya terletak di sungai, lengkap dengan pintu pengambilan
tanpa bangunan pengukur dibagian hilirnya. Bangunan pengambilan digunakan

untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan


jaringan sederhana.
3. Jaringan irigasi teknis.
Pada jaringan irigasi ini telah terjadi pemisahan antara saluran pembawa
dengan saluran pembuang. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam
jaringan irigasi teknis. Pembagian air yang paling efisien, memungkinkan
pengukuran aliran dan pembuangan air lebih efisien.
Untuk lebih jelasnya, penjelasan akan klasifikasi tingkatan jaringan
irigasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1, beikut:
Tabel 2.1, Klasifikasi jaringan Irigasi.
Klasifikasi jaringan irigasi
Teknis
Bangunan utama
Kemampuan dalam

Sami teknis

Bangunan

Bangunan permanen atau semi

permanen

permanen

Baik

Sedang

mengukur dan mengatur

Sederhana
Bangunan sederhana
Tidak mampu
mengatur/mengukur

debit
Jaringan saluran

Saluran pemberi

Saluran pemberi dan pembuang

Saluran pemberi dan pembuang

dan pembuang

tidak sepenuhnya terpisah

menyatu.

Dikembangkan

Belum dikembangkan, dentitas

Belum ada jaringan terpisah

sepenuhnya

bangunan tersier jarang

yang dikembangkan

Efisiensi secara keseluruhan

50-60%

40-50%

<40%

Ukuran

Tidak ada batasan

<2000 hektar

<500 hektar

terpisah
Petak tersier

Sumber: https://surososipil.files.wordpress.com/2008/09/irigasi1-bab-2-jaringanirigasi.pdf.
B. Saluran Irigasi
Saluran irigasi atau sering dikenal sebagai bangunan pembawa berfungsi
mengalirkan air dari sumbernya ke petak iragasi. Bangunan ini meliputi saluran
primer, saluran skunder, saluran tersier, dan saluran kuarter. Talang, gorong7

gorong, siphon, tedunan, dan got miring juga merupakan bagian dari bangunan ini
dan dikenal sebagai bangunan pelengkap.
1. Saluran primer
Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran
sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah
pada bangunan bagi yang terakhir.
2. Saluran sekunder
Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari
saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir. Pada
jaringan sederhana saluran sekunder merupakan cabang dari saluran primer yang
membagi saluran induk ke saluran yang lebih kecil (saluran tersier).
3. Saluran Tersier.
Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir.
Dengan kata lain saluran tersier adalah cabang dari saluran sekunder yang
berhubungan langsung dengan lahan atau petak-petak sawah.
4. Saluran Kuarter.
Saluran kuarter membawa air dari bangunan yang menyadap dari boks
tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir.

C. Efisiensi Irigasi
Secara kuantitatif efisiensi irigasi pada suatu jaringan irigasi sangat sulit
untuk diketahui, karena parameter yang digunakan sangat sukar diukur. Efisiensi

irigasi selalu berkaitan dengan kehilangan air pada jaringan irigasi. Khusus untuk
tanaman padi, Kehilangan air irigasi terjadi pada saluran primer, skunder, dan
tersier melalui rembesan, evaporasi, dan pengambilan air tanpa ijin. Selain itu
kehilangan air juga terjadi akibat pengoperasian pengambilan air yang berlebihan.
1. Defenisi Efisiensi Irigasi
Terdapat banyak jenis efisiensi irigasi dalam jaringan irigasi. Namun,
dalam pengamatan ini akan dibahas efisiensi irigasi yang erat kaitannya dengan
efisiensi saluran, khususnya efisiensi saluran tersier yaitu effisiensi penyaluran. Di
mana, saluran tersier merupakan saluran yang mendistribusikan air ke petak-petak
sawah tersier.
2. Efisiensi Penyaluran
Efiseisensi irigasi menunjukkan daya guna pemakaaian air yaitu
merupakan perbandingan air antara jumlah air yang digunakan dan jumlah air
yang diberikan. Sehinga dapat disimpulkan bahwa dalam konsteks saluran tersier,
efisiensi penyaluran adalah perbandingan jumlah air yang masuk ke ujung saluran
tersier dengan air yang keluar pada pangkal saluran tersier. Secara umum efisiensi
di saluran merupakan rasio antara debit air yang keluar (Qout) dengan debit air
yang masuk (Qin). Efisiensi saluran juga sering diartikan sebagai efisiensi
volumetris (Ef vs). Untuk mengetahui besarnya nilai efisiensi di saluran, dihitung
menggunakan rumus berikut:
Eff

QinQout
x 100
..................................................................
Qin

2.1
Di mana,
Qin = debit air yang masuk (pada saluran tinjau in ), m3/sekon.
Qout = debit air yang keluar (pada saluran tinjau out), m3/sekon.
Eff

= efisiensi saluran, %.

Efisiensi penyaluran erat kaitannya dengan kehilangan air pada saluran.


Jika angka kehilangan air naik, maka efisiensi akan turun. Berarti jika nilai
kehilangan air rendah maka efisiensi akan naik. Efisiensi diperlukan karena
adanya faktor kehilangan air di saluran yang disebabkan oleh evaporasi, perkolasi,
infiltrasi, kebocoran dan rembesan. KP-01, 1986 (Bunganaen, tanpa tahun dalam
jurnal yang berjudul Analisis Efisiensi dan Kehilangan Air pada Jaringan Utama
Daerah Irigasi Air Sagu), menetapkan perkiraan efisiensi pada saluran tersier
adalah sebesar 80%.
3. Cara Pengukuran Efisiensi
Pengukuran efisiensi air pada saluran irigasi dapat diketahui dengan
melakukan beberapa metode. Sumadiyono, tanpa tahun membagi metode
pengukuran efisiensi sebagai berikut, yaitu :
a. Metode Penggenangan
Metode penggenangan adalah metode yang digunakan untuk mengukur laju
penurunan air permukaan pada suatu bagian dari saluran yang sedang diteliti
dengan menggunakan peilskal. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan
teliti, perlu dilakukan pembendungan yang baik dan diusahakan tidak ada
air masuk atau air keluar dari saluran yang diteliti. Pelaksanaannya
sebaiknya dilakukan pada musim kemarau dan curah hujan yang terjadi
selama penelitian dicatat dan dianalisa.
b. Metode Air masuk (inflow) dan air keluar (outflow)
Metode air masuk (inflow) dan air keluar (out flow), adalah paling
cocok/tepat untuk mengukur kehilangan air pada suatu saluran yang panjang
karena air masuk dan air keluar dapat diukur dengan mudah tanpa
mempengaruhi operasi penyaluran air irigasi selama penelitian berlangsung.
Metode air masuk dan air keluar dilakukan dengan cara mengukur debit di
hulu dan debit di hilir dari suatu saluran yang akan diteliti kehilangan airnya
(seepage losses). Selisih banyaknya air yang masuk dan air yang keluar dari
saluran yang diteliti merupakan kehilangan air yang terjadi.

10

c. Metode Rembesan (seepage)


Jumlah air yang hilang selama penyaluran dan pendistribusian air irigasi
dari sumber air ke lahan pertanian (sawah) dinyatakan dalam prosentase
tinggi genangan air yang hilang.
D. Kehilangan Air
Faktor yang mempengaruhi dalam perkiraan kebutuhan pengairan dalam
beberapa jenis, yaitu: jenis dan sifat tanah, macam dan jenis tumbuhan, keadaan
iklim, keadaan topografi, luas areal pertanaman, dan kehilangan air selama
penyaluraran.
Khusus untuk kehilangan air selama penyaluran dipengaruhi oleh faktorfaktor evaporasi, perkolasi, rembesan, dan kebocoran saluran.
1. Evaporasi
Menurut Sasrodarsono dan Takeda (1993: 57) evaporasi adalah peristiwa
berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan
air ke uadara. Evaporasi dipengaruhi oleh suhu air, suhu udara (atmosfir),
kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari. Faktor-faktor
tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya.
Besarnya nilai evaporasi tergantung pada lebar penampang dan panjang
saluran. Makin lebar dan makin panjang saluran maka kehilangan air akibat
evaporasi semakin besar. Asdak, 1995 (dalam Saragih, 2010) menyatakan bahwa
laju penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air pada suhu
permukaan air, dan laju evaporasi sebanding dengan perbedaan tekanan uap air
antara permukaan air di atasnya. Faktor utama yang mempengaruhi evaporasi
adalah kecepatan angin (v) di atas permukaan air, tekanan air pada permukaan
(e0), dan tekanan uap air pada permukaan air (ea).

11

Menurut Gurcharan, 1980 ( Prayogi Adhiatma, 2014) untuk mengitung


kehilangan air akibat evaporasi menggunakan rumus berikut:
Qe = k x Eto x D.............................................................................. 2.2
Di mana:
Qe

= debit yang hilang akibat evaporasi (m3/det),

= faktor konversi satuan (1,157 x 10-8),

Eto

= Evaporasi Air bebas (mm/hari), dan

= lebar permukaan (m).

Sebelum mengetahui besarnya debit yang hilang akibat evaporasi,


penting juga untuk mengetahui besarnya nilai evaporasi itu sendiri. Perhitungan
besarnya evaporasi dapat menggunakan berrbagai macam

rumus yang telah

dikemukakan, karena mengingat bahwa evaporasi dipengaruhi oleh berbagai


fakrot sehingga menyulitkan kita dalam menghitungnya. Salah satu rumus yang
sering digunakan adalah rumus empiris Penman. Berikut adalah rumus
perhitungan evaporasi menggunakan rumus empiris Penman (Sasrodarsono dan
Takeda, 1993 : 57).
E = 0,35 x (ea ed) x (1 + V/100).................................................... 2.3
Di mana,
E

= evaporasi (mm/hari),

ea

= tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg),

ed

= tekanan uap sebenarnya (mm/Hg), dan

= kecepatan angin pada ketinggian 2 m (meter) di atas permukaan


tanah (mile/bar).

2. Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah
(Syaranamual, 2014 : 37). Setelah lapisan tanah jenuh air (seluruh ruang pori terisi

12

air) dan curah hujan masih berlangsung terus, maka karena pengaruh gravitasi air
akan terus bergerak ke bawah sampai ke permukaan air tanah.
Laju perkolasi didapat dari hasil penelitian lapangan, yang besarnya
tergantung sifat tanah (teksture dan struktur) dan karakteristik pengolahannya.
Perkolasi atau resapan air ke dalam tanah merupakan penjenuhan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Tekstur tanah
b. Permeabilitas tanah
c. Tebal Top Soil
d. Letak permukaan air tanah, semakin tinggi letak muka air tanah semakin
rendah perkolasinya.
Untuk saluran yang baik dan pada peroses pengolahan yang baik, laju
perkolasi adalah sebesar 1-3 mm/hari (Syaranamual, 2014 : 37).
3. Infiltrasi
Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di
dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow)
menuju mata air, danau dan sungai, atau secara vertikal yang dikenal dengan
perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui poripori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler.
Air yang mengalami infiltrasi itu pertama-tama diserap untuk
meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah
melalui proses perkolasi dan mengalir ke samping. Pada lahan yang datar, sekali
menampung akan menjadi jenuh, maka laju infiltrasi akan berkurang hingga pada
suatu laju yang ditentukan oleh permeabilitas lapisan di bawahnya. Sedangkan
pada tanah yang miring, karena air yang mengalami infiltrasi akan menghadapi
tahanan yang lebih besar untuk mengalir dalam arah vertikal, maka air tersebut
akan dialihkan dalam arah lateral ke dalam lapisan-lapisan tanah yang lebih
permeabel.

13

Suyono, 2006 (Sumadiyono, tanpa tahun dalam jurnal yang berjudul


Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito
Timur

Provinsi

Kalimantan

Tengah)

membagi

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi infiltrasi sebagai berikut :


a. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang
jenuh
b. Kelembaban tanah
c. Pemampatan oleh curah hujan
d. Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus
e. Pemampatan oleh orang dan hewan
f. Struktur tanah
g. Tumbuh-tumbuhan
Menurut Garg, 1981 ( Prayogi Adhiatma, 2014) rumus untuk menghitung
kehilangan air akibat rembesan adalah sebagai berikut:
Qs = k x P................................................................................................. 2.4
Di mana,
Qs

= kehilangan air akibat rembesan (m3/det),

= koefisien yang ditentukan oleh Garg yang ditentukan oleh bahan


pembentuk saluran, dan

= Lebar Penampang basah Saluran.

14

Tabel 2.2, Harga rembesan pada berbagai jenis saluran.


Jenis Bahan Pembentuk Saluran

Rembesan

Tanah Pasir

5,50

Tanah Sedimen

2,50

Tanah Lempung

1,60

Pasangan Batu

0,90

Campuran Semen, Kapur Batu, Batu-bata

0,40

Adukan Semen

0,17

Campuran Semen, Pasir, Batu

0,13

Sumber:

http://pengairan.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/Studi-Pola-

Pemberiam-Air-Irigasi-Berdasarkan-Faktor-Jarak-Sebagai-UpayaPemenuhan-Kebutuhan-Air-Di-Daerah-Irigasi-Kedungkandang-KabupatenMalang-Prayogi-Adhiatma-0910640060.pdf.
E. Debit Air di Saluran
Menurut Sumadiyono (dalam jurnal yang berjududl Analisis Efisiensi
Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi
Kalimantan Tengah), debit air di saluran merupakan dasar dalam mengetahui
kehilangan air pada saluran. Debit air adalah suatu koefisien yang menyatakan
banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya
diukur dalam satuan m per detik. Dalam pengukuran debit air secara tidak
langsung, yang sangat perlu diperhatikan adalah kecepatan aliran dan luas
penampang aliran.
Pengukuran debit dapat dilaksanakan secara langsung (direct) atau secara
tidak langsung (indirect). Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan
memakai bangunan ukur yang dibuat sedemikian sehingga debit dapat langsung
dibaca atau dengan mempergunakan tabel. Pengukuran secara tidak langsung
dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang
basah. Debit dihitung berdasarkan hasil-hasil pengukuran.
Oleh karena itu maka dalam mengukur debit air secara tidak langsung
digunakan rumus sebagai berikut:

15

Q = A x V........................................................................................ 2.5
Di mana,
Q

= debit air (m3/detik)

= luas penampang aliran (m2)

= kecepatan aliran (m/detik)

Distribusi kecepatan pada setiap saluran tidak sama. Distribusi kecepatan


tergantung pada bentuk aliran, kondisi saluran dan kondisi kelurusan saluran.
Kecepatan (V) dihitung menggunakan rumus Sticler sebagai berikut:
V = k.R2/3.I1/2................................................................................... 2.6
Atau, jika L dan s diketahui, maka pada metode pengukuran tidak
langsung kecepatan v dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
V = L/s............................................................................................. 2.7
Di mana,
V

= kecepatan aliran (m/s);

= koefisien manning,

= jari-jari hidraulik,

= kemiringan energi saluran.

= panjang saluran (m), dan

= waktu yang ditempuh oleh pelampung (bola pimpong) pada

saluran yang ditinjau,( s).

Untuk mendapatkan nilai V, maka berikut adalah beberapa penurunan


rumusnya;
R/P = A............................................................................................ 2.8
A =( b + m.h).h................................................................................ 2.9

16

P = (b + 2h.

1+ m2

).....................................................................

2.10
Q = v x A......................................................................................... 2.11
B = n x h.......................................................................................... 2.12
Di mana;
Q

= debit saluran (m3/s),

= kecepatan aliran (m/s),

= potongan melintang aliran (m2),

= keliling basah (m),

= lebar dasar (m),

= tinggi air (m), dan

= kemiringan talut (1 vertikal : m horisontal).

Gambar 2.1, Potongan melintang saluran.

17

Anda mungkin juga menyukai