Anda di halaman 1dari 3

Soal no 3

Ada 3 cara untuk mengatasi penjiplakan


1. Perlu adanya program yang dapat menungkatkan minat baca. Jadi, seorang peneliti harus banyak
bacaan/referensi terutama bacaan yang berkaitan dengan apa yang akan diteliti, termasuk pengetahuan
tentang metode penelitian. Di Perguruan Tinggi cara yang termudah dan termurah untuk mencari bahan
bacaan yang banyak adalah dengan berkunjung ke perpustakaan. Oleh karena itu, tinggi rendahnya minat
baca di perguruan tinggi biasanya dapat di ukur dari tinggi rendahnya kunjungan mahasiswa atau dosen ke
perpustakaan. Indikator ini tentunya mengesampingkan individu yang mempunyai budaya baca tinggi, tetapi
mereka dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara membeli buku atau bahan pustaka sendiri.[3]
2. Pengadaan bahan pustaka harus berorientasi kepada kebutuhan pengguna sehingga harus ada
pririoritas pengadaan mengingat anggaran perpustakaan yang terbatas Gambaran ini menunjukan bahwa
anggaran pengadaan bahan pustaka untuk perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia masih sangat minim
terutama untuk langganan jurnal ilmiah.
3. Perlu pembentukan database hasil penelitian baik skripsi, tesis maupun disertasi. Pembentukan
database (pangkalan data) sangat besar manfaatnya untuk melihat apakah suatu penelitian dengan topik
tertentu, telah dilakukan oleh seseorang. Sehingga pembimbing penelitian tidak akan mengalami kesulitan
untuk mengetahui apakah proposal yang diajukan oleh peneliti/mahasiswa sudah pernah dilakukan oleh orang
lain. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan adanya penjiplakan atau duplikasi penelitian. Oleh karena itu,
pembentukan database sangat diperlukan untuk mencegah munculnya penjiplakan karya ilmiah. Masingmasing perguruan tinggi seharusnya membentuk database local, selanjutnya dari database local tersebut
dapat diakses secara nasional maupun intenasional dengan menggunakan internet.[4]

Plagiarime

Dalam publikasi ada satu hal penting yang harus dihindari, yaitu plagiarisme. Jika Anda termasuk yang hobi melakukan
salin-tempel (copy-paste), buang jauh-jauh kebiasaan tersebut ketika menulis publikasi ilmiah. Bukannya kita dilarang
mengutip, tetapi berikan kredit kepada penulisnya ketika Anda melakukannnya. Tulis sumbernya dengan lengkap. Justru
dengan mengacu penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penelitian kita bukan penelitian yang ujug-ujug atau tanpa
latar belakang yang jelas, disamping menghindari mengulang penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain.
Terlalu banyak cerita sedih tentang plagiarisme yang mengakhiri karir seseorang. Masih hangat di ingatan kita kasus
mahasiswa S3 sebuah perguruan di Jawa Barat yang juga seorang dosen yang melakukan plagiasi dalam makalah yang
dipresentasikan dalam sebuah konferensi internasional, atau kasus dosen yang juga profesor di universitas swasta di Jawa
Barat yang menyadur makalah ke dalam tulisan opini di Jakarta Post tanpa memberikan kredit kepada sumbernya.
Beberapa tahun yang lalu, kasus salah satu pengamat sosial terkemuka jebolan universitas terkemuka di Yogyakarta yang
harus rela gelar doktornya dicabut karena kasus plagiarisme dalam disertasinya. Itu hanya beberapa kasus besar yang
mencuat ke permukaan karena peranan media yang sangat luar biasa.
Dalam literatur banyak definisi plagiarisme yang bisa dikemukakan. Tingkatannya juga beragam, mulai dari kekurang hatihatian dalam menulis sumber sampai dengan yang mentah-mentah menyalin tulisan lain tanpa menyebutkan sumbernya
atau bahkan hanya mengganti nama penulis. Termasuk di dalamnya adalah swaplagiarisme (self-plagiarism),
menggunakan sebagian tulisan sendiri yang sudah diterbitkan tanpa mengutip sumbernya.
Plagiarisme dapat terjadi dengan atau tanpa mengutip sumber atau tulisan lain. Situs http://www.plagiarime.org
memberikan gambaran tingkatan tingkat plagiarisme dengan metafor yang sangat menarik, seperti terangkum pada Tabel 2.
Kecurangan yang tidak kalah buruk dari plagiarisme adalah pabrikasi data. Data dipalsukan supaya hasil penelitian terlihat
meyakinkan. Beragam modus bisa dilakukan, mulai tidak pernah melakukan penelitian laboratorium atau lapangan, tiba-

tiba data lengkap. Atau melakukan pengumpulan data sekadarnya, sedang yang lain disesuaikan. Atau mungkin mengubah
data yang sudah dikumpulkan supaya sejalan dengan kerangka pikir atau teori atau hipotesis yang sudah dirancang
sebelumnya.
Tabel 2. Jenis-jenis plagiarime
Metafor
Keterangan
Sumber tidak dikutip
The Ghost Penulis mengakui
Writer
keseluruhan karya orang lain
sebagai karyanya.
The
Penulis menyalin sebagian
Photocopy besar dari sebuah sumber
tanpa perubahan.
The
Penulis menyamarkan
Potluck
plagiarisme dengan
Paper
menyalin dari banyak
sumber dengan sedikit
perubahan supaya koheren.
Sebagian besar tulisan
disalin apa adanya tanpa
perubahan.
The Poor Penulis menggunakan karya
Disguise orang dengan sedikit
mengubah tampilan atau
kalimat.
The Labor Penulis meluangkan waktu
of Laziness untuk melakukan parafrase
(mengubah kalimat dengan
mengganti beberapa kata)
dari banyak sumber
sehingga terlihat menyatu,
tetapi malas menggunakan
waktu tersebut untuk
merangkai kalimat sendiri.
The Self- Penulis menggunakan
Stealer
tulisannya sendiri dalam
porsi yang signifikan.
Sumber dikutip
The
Penulis mengutip sumber
Forgotten tulisan, tetapi informasi
Footnote spesifik sumber tidak
dituliskan dengan jelas,
sehingga sumber sulit
dilacak.
The
Penulis memberikan sumber
Misinforme yang tidak akurat, sehingga
r
sumber sulit dilacak.
The Too- Penulis mengutip sumber
Perfect
dengan benar tetapi tidak
Paraphras menuliskan teks yang
e
dikutip kata-per-kata dalam
kutipan.
The
Penulis mengutip semua
Resourcefu sumber dengan benar,
l Citer
melakukan parafrase, dan
juga menuliskan dalam
tanda kutip untuk kutipan
langsung kata-per-kata,
tetapi tulisan tidak
mengandung ide baru.
The Perfect Penulis mengutip dengan
Crime
benar pada beberapa tempat,
tetapi pada beberapa tempat
yang lain melakukan
parafrase argumen lain tanpa
kutipan yang benar,
sehingga argumen yang

ditulis tanpa kutipan seakanakan ide dari penulis.


Sumber: Disadur dari http://www.plagiarisme.org
Praktik tidak etis atau mungkin sampai ke taraf ilegal lain adalah meminta orang lain untuk melakukan penelitian atau
menulis atas nama seorang dosen. Tentu saja tidak berarti dalam penelitian atau penulisan, seorang dosen tidak boleh
dibantu oleh orang lain. Tetapi, tanpa mengetahui masalah dan kontribusi nyata serta pasrah bongkokan adalah tindakan
yang sangat tidak etis.
Dalam kasus ndandakke penelitian, dosen sebagai peneliti tidak lebih daripada seorang makelar proyek. Dia mengajukan
proposal untuk mendapatkan dana, tetapi penelitian disub-kontrakkan kepada orang lain sampai ke pelaksanaan dan
penulisan laporan. Di sini seorang atau beberapa ghost writer telah terlibat. Praktik ini serupa dengan menjamurnya
layanan pembuatan skripsi, tugas akhir, tesis, dan bahkan mungkin disertasi yang saat ini dengan mudah dapat ditemukan.
Tekanan kenaikan jabatan akademik secara teratur dan peluang mendapatkan sertifikasi dosen dapat memancing hal yang
demikian.
Melakukan plagiarisme secara brutal, pabrikasi data, dan mengundang ghost writer tentu membutuhkan keberanian
tersendiri. Keberanian untuk menggadaikan harga diri dan mempertaruhkan reputasi. Jika Anda merasa cukup mempunyai
keberanian pun, saya sarankan Anda untuk tidak mencobanya. Terlalu mahal harga yang harus Anda bayar untuk keputusan
adu nyali ini.

Anda mungkin juga menyukai