Anda di halaman 1dari 7

Peradaban Kuno Eropa : Yunani Romawi

Yunani adalah sebuah Negara yang terletak di laut Mediterania. Orang Yunani menyebut
Negara mereka dengan Hellas atau Ellada dan menyebut bangsa mereka sebagai bangsa Hellen.
Sedangkan didalam bahasa Inggris Yunani disebut Greece yang diduga diambil dari bahasa Latin
Graeco yang mengarah ke semenanjung Apenia yang menjadi koloni Yunani dengan sebutan
Magna Graecia.
Pada zaman kuno wilayah Yunani tidak hanya meliputi wilayah yang dikenal dengan Yunani
sekarang namun meliputi wilayah-wilayah di sekitar laut Aegea yang terdiri dari gunung-gunung,
semenanjung, dan teluk-teluk. Hal ini menyebabkan Yunani terbagi menjadi beberapa daerahdaerah kecil sehingga mendorong terbentuknya masyarakat kecil dan terisolir. Daerah
pegunungan tersebut merupakan tanah yang tandus, sehingga menakdirkan bangsa Yunani hidup
miskin kecuali mereka mampu menemukan sumber-sumber kehidupan yang lain yang lebih
makmur (Soetopo, 1992:3). Keadaan geografis ini mendorong masyarakat Yunani hidup sebagai
pedagang dan sebagian lagi menjadi petani gandum. Disamping itu, bangsa Yunani dikelilingi
oleh beberapa laut, seperti laut Aegea, laut Hitam, dan laut Tengah. Laut-laut tersebut memiliki
iklim yang nyaman sehingga dapat dilayari dengan perahu sederhana. Pemanfaatan laut telah
membuat bangsa Yunani memiliki sumber penghasilan lain dan mereka bisa berhubungan dengan
pusat-pusat peradaban lainnya, tempat mereka memperoleh ide-ide baru.
Sejarah peradaban Yunani kuno dimulai di pulau Kreta (Creta) dengan pusat
pemerintahannya di Knossus yang terletak dibagian Timur Laut Tengah, sedikit ke Selatan dari
semenanjung Yunani. Pulau Kreta letaknya amat strategis, sebab ditengah-tengah Laut Tengah
yang dibentuk oleh tiga benua yaitu benua Afrika dibagian selatannya, benua Asia dibagian
baratnya dan benua Eropa dibagian utaranya (Adisusilo, 2005:5). Karena letaknya yang berada
ditengah-tengah lautan, pulau Kreta aman dari berbagai ancaman pihak luar. Penduduk pulau
Kreta membangun kota-kotanya tanpa dinding perlindungan namun disisi lain mereka memiliki
angkatan laut yang kuat sebagai bentuk pertahanan. Sebagai Negara maritim, masyarakat pulau
Kreta sudah melakukan perdagangan dengan Negara-negara tetangga seperti Mesir, pulau Sisilia,

Syiria, dan Asia Kecil, nama pelabuhan yang terkenal adalah Phaestus. Di pulau Kreta ini
lahirlah peradaban tertua dan tinggi di Eropa serta tempat berkembangnya peradaban Minoa atau
minos. Kebudayaan Minos yang berasal dari pulau Kreta menghasilkan kebudayaan-kebudayaan
yang sangat berpengaruh terhadap Yunani, kebudayaannya pun berkembang hingga ke Eropa dan
menjadi cikal bakal peradaban selanjutnya.
Pada sekitar tahun 1500 SM muncullah kebudayaan di Yunani dan di pulau-pulau sekitar
laut Aegea, salah satunya adalah Mycenae yang kemudian dipakai sebagai nama zaman. Pada
zaman Mycenae ketrampilan teknik, seni, sastra, dan agama mengadopsi dari kebudayaan pulau
Kreta. Kemajuan peradaban di Yunani berhubungan dengan perluasan kerajaan, sentralisasi
kekuasaan politik raja, dominasi golongan aristokratis dalam masyarakat, dan pengaruhpengaruh yang diperoleh dari Timur Tengah (Soetopo, 1993:4). Para pemimpin pada zaman
Mycenae kurang mampu mengembangkan sistem pemerintahan, seni, sastra, dan agama
sehingga kebudayaan pada zaman ini sangat sedikit dan kurang kreatif. Tindakan fatal yang
dilakukan bangsa Yunani Mycenae adalah penyerbuan terhadap pulau Kreta yang akhirnya
menghancurkan sumber utama kebudayaan Mycenae sendiri. Peristiwa ini merupakan awal dari
sejarah Yunani.
Pada sekitar abad ke 9 SM terjadi migrasi yang diawali oleh suku Doria yang menempati
semenanjung Peloponesos ( Yunani bagian barat). Suku-suku bangsa yang pada saat itu terdapat
di Peloponesos ialah Aetolia di bagian barat, dan Ionia di daerah Attica. Suku bangsa Yunani
tersebut kemudian melakukan kolonisasi ke Timur, pantai barat laut Aegea. Dalam karangan
Homerus yaitu Iliad dan Odyssey disebutkan bahwa wilayah Yunani terbagi atas kerajaankerajaan kecil yang didominasi oleh tanah-tanah pertanian. Setiap kerajaan kecil tersebut
diperintah oleh kepala suku yang berani dan aktif memimpin rakyatnya dalam perang,
memutuskan perselisihan, dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Ini merupakan kekuasaan
raja yang bersifat absolut. Lambat laun kekuasaan raja yang bersifat absolut ini tidak disukai
rakyat. Akhirnya kerajaan dihapuskan, dan timbullah macam Negara yang dinamakan polis yang
terpusat pada kota (praja) (Mangoenrahardjo, 1976:2). Suku Doria kemudian mengembangkan
polis Sparta yang bercirikan militerisme, kotanya dibangun tanpa benteng pertahanan, sebab
setiap warga diwajibkan untuk melindungi Negara sebagai seorang militer. Disisi lain suku Ionia
membangun polis Athena di semenanjung Attica yang bersifat demokratis. Kotanya dilindungi
oleh benteng-benteng kokoh dan dikelilingi oleh tempat tinggal para budak atau masyarakat
kelas dua seperti petani dan nelayan. Sementara itu suku Akhaia yang semula mendiami
semenanjung Peloponesos harus bergeser ke barat laut semenanjung Peloponesos karena desakan
dari suku Doria, sebagian lagi melarikan diri ke pulau-pulau Asia kecil, ke laut Hitam, selat
Dardanela-Bospores dan pulau Siprus. Sedangkan di bagian utara tinggallah suku Macedonia.
Kekuasaan polis Athena berkembang terutama di sepanjang abad ke-6, yaitu dengan
memperkuat pemerintahan demokrasi dan perluasan daerah kekuasaan. Namun perkembangan
tersebut tidak hanya di bidang politik. Ilmu pengetahuan dan kesenian juga berkembang,

terutama seni pahat dan seni sastra yang masih dapat dijumpai hingga saat ini. Athena menjadi
contoh polis modern, paling maju, demokratis dibawah sejumlah tokoh pembaharu seperti
Dragon, Solon, Kleisthenes, Themistokles, dan Pirakles (Adisusilo, 2005:9). Dibawah para
pemimpin tersebut Athena sebagai polis modern yang melambangkan rasionalitas, keunggulan,
dan kreatifitas manusia. Selain polis Athena, polis Sparta juga memiliki wilayah kekuasaan yang
luas. Sparta menaklukan suku-suku di sekitar Peloponesos dan menjadi koloni Sparta yang harus
membayar upeti. Kekuasaan tertinggi polis Sparta berada di tangan Dewan Orang Tua (Gerousia)
yang dipilih dari kaum laki-laki Sparta diantara dewan militer. Dengan kekuatan militernya
Sparta menguasai Peloponesos dan menjadi ancaman bagi Athena.
Sebenarnya pada masa awal sejarah Yunani sudah banyak terjadi perselisihan antar
Negara kota, namun sebagian besar perhatian bangsa Yunani tercurahkan untuk mengurusi
internalnya sampai terciptanya Yunani yang memiliki kekuatan yang utuh pada tahun 500 SM.
Pada sekitar tahun 490-479 SM Yunani mengalami masa puncak kejayaan atas kemenangannya
dalam perang malawan Persia (Persian War). Setelah ancaman dari Persia berakhir, Yunani
secara perlahan-lahan mengubah liga (persatuan polis-polis di Peloponesos untuk mengalahkan
Persia) menjadi imperium yang berada dibawah kekuasaan Yunani. Yunani juga mendesak polispolis disekitar Athena untuk bergabung ke dalam liga. Imperialisme Athena mencapai puncaknya
saat dipimpin oleh Pericles pada tahun 461 SM. Pericles dikenal sebagai seorang demokrat,
sehingga kebijakan-kebijakannya pun menyangkut kepentingan-kepentingan umum dan ia
dikenal sebagai tokoh yang memikirkan kemakmuran dan kebesaran Athena (Soetopo, 1992:3031). Pada tahun 445 SM Athena mengadakan perjanjian perdamaian dengan Sparta dan Persia
yang dikenal dengan Gencatan Senjata 30 Tahun. Namun timbul kekhawatiran Negara-negara
kota yang berada dibawah kekuasaan Athena. Mereka khawatir kalau kelak Athena akan
mengambil kemerdekaan mereka, karena mereka tidak diperkenankan untuk menjadi warga
Athena dan juga belum dipertimbangkan untuk menduduki kursi kepemimpinan dalam
pemerintahan Athena. Hal ini menimbulkan reaksi terhadap Athena di seluruh wilayah Yunani.
Perdamaian yang mencekam di wilayah Yunani pecah pada tahun 431 SM menjadi
perang Peloponesos yang lahir dari berkembangnya rasa benci terhadap Athena. Beberapa polis
terutama Corinth meyakinkan Sparta bahwa Athena berkeinginan melanggar Gencatan Senjata
30 Tahun. Penduduk Athena yang terkurung dalam dinding kota mengalami wabah penyakit pes,
salah satu korbannya adalah Pericles. Athena tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan
Sparta, sehingga menderita kekalahan, di lain pihak penduduk kota terbebani biaya perang yang
tidak sedikit. Pada tahun 421 SM Athena dan Sparta menandatangani Gencatan Senjata 30
Tahun, namun gencatan senjata itu hanya berlangsung sampai tahun 415 SM. Sejak meletus
kembali perang Peloponesos, Athena mengalami kemunduran dan kekalahan. Di lain pihak
Sparta mengadakan kerjasama dengan kerajaan Persia. Sparta memperbolehkan Persia
menguasai kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil, sedangkan Persia bersedia memberikan
sumbangan uang dan bantuan kapal kepada Sparta. Pada tahun 404 SM Athena menyatakan diri

kalah atas Sparta dan Sparta memaksa Athena untuk meruntuhkan dinding kota, menghancurkan
12 kapal dan tunduk kepada pemerintahan Oligarki yang dikawal oleh pasukan Sparta.
Setelah kekuasaan Athena lenyap, Sparta mengambil alih kekuasaan atas Yunani. Namun
kekuasaan Sparta tidak lebih baik dari Athena. Bila ada Negara kota Yunani yang mengajukan
protes atas pemerintahannya yang semena-mena, Sparta tidak sungkan untuk meminta bantuan
kepada Persia yang diterima dengan senang hati. Kebencian terhadap Sparta telah memunculkan
serangkaian perang baru. Soetopo dalam bukunya Sejarah Eropa 1 menyebutkan Ahli filsafat
besar semacam Plato dan Aristoteles yang hidup dalam abad ke-4 SM berpendapat bahwa yang
sesuai dengan bangsa Yunani adalah Negara-negara kota yang kecil. Dengan demikian tidak akan
munculnya pertikaian diantara masing-masing Negara kota.
Negara-negara kota Yunani yang tidak bisa mengatasi permasalahannya dimanfaatkan
oleh Macedonia untuk menguasai Yunani. Macedonia adalah sebuah negeri yang tandus dan
memiliki kebudayaan lebih terbelakang dari Yunani. Namun saat diperintah oleh Philip II pada
tahun 359-336 SM Macedonia mengalami pembaharuan. Philip II memperbaiki kerajaannya,
terutama angkatan darat. Rakyat Macedonia dilatih untuk menjadi prajurit-prajurit yang disiplin
dan setia. Philip II adalah seorang negarawan pada abad ke-4 SM yang merasa prihatin atas
terjadinya peperangan di antara Negara-negara kota Yunani yang berlangsung hampir 100 tahun.
Philip II berusasha mengakhiri kemelut Negara-negara kota Yunani dan memaksa bergabung
dalam sebuah persatuan. Persatuan tersebut dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya
gerakan yang dilakukan oleh kota-kota tersebut. Setelah Philip II tewas, anaknya yang bernama
Alexander (yang dikenal dengan nama Iskandar di Asia) berhasil menumbangkan kerajaan Persia
dan sampai juga ke daerah India. Alexander diketahui adalah murid dari Plato dan terinspirasi
darinya. Namun Alexander menolak pemikiran Plato yang menitik beratkan kepada pemikiran
imajinatif. Setelah kekuasaan Alexander berakhir, panglimanya membagi-bagikan kerajaan yang
telah dibentuknya. Para panglima yang merasa tidak cukup kuat akhirnya membentuk
persekutuan liga untuk mempertahankan diri. Satu diantaranya adalah liga Aelia yang dengan
gegabah meminta bantuan kepada kerajaan Romawi. Tindakan itu mengakibatkan Yunani
menjadi provinsi Romawi pada tahun 146 SM.
Kata Romawi berasal dari nama kakek moyang bangsa Romawi, yaitu Remus dan
Romulus. Roma didirikan pada sekitar tahun 1000 SM oleh bangsa yang memakai bahasa IndoEropa. Titik pertama sejarah Roma terjadi sekitar tahun 650 SM. Ketika bangsa Etruscan, yang
bergerak ke selatan dari Tuscany, menundukkan desa-desa yang didirikan disepanjang sungai
Tiber. Etruscan kemudian mempersatukan desa-desa disekeliling Roma kedalam satu Negara
kota yang diperintah oleh seorang raja yang kuat. Penduduk dibagi kedalam dua golongan, yaitu
golongan Patricia (bangsawan dan orang kaya) dan golongan Plebeia (penduduk golongan
rendah dan miskin). Golongan Patricia masih dibagi kedalam klan-klan, sedangkan golongan
Plebeia keberadaannya diluar klan. Bangsa Etruscan juga mengajarkan ketrampilan teknik yang
dapat menambah kemakmuran bercocok tanam, ketrampilan berdagang, dan ketrampilan

memproduksi barang (manufaktur) (Soetopo, 1992:44). Pada tahun 509 SM Roma menyatakan
bergabung dengan kaum pemberontak dan menyerang bangsa Etruscan. Dari pemberontakan
tersebut Roma berhasil menumbangkan kekuasaan bangsa Etruscan. Kedudukan raja diganti
dengan dua orang konsul yang dipilih dari golongan Patricia setiap tahun sekali. Revolusi ini
menandai awal terbentuknya pemerintahan republik Roma.
Pada tahun 509 350 SM merupakan masa yang menentukan bagi Roma. Karena
beberapa wilayah yang dahulu dikuasai bangsa Etruscan saling memperebutkan warisan.
Keadaan kacau diperparah dengan masuknya pendatang asing ke Italia, yaitu Gaul sekitar tahun
400 SM. Dengan begitu Roma menjadi kancah perang. Berkat dukungan dan pengorbanan
warga negaranya, Roma mampu mempertahankan diri dari kehancuran. Untuk mempertahankan
kesetiaan rakyat dari daerah yang berhasil ditaklukannya, Roma memperkenankan beberapa
kelompok untuk menjadi warga Negara Roma. Sedangkan beberapa kelompok yang lain masih
diberi kebebasan mengurus pemerintahannya di dalam negeri.
Semenjak Etruscan disingkirkan Roma, kekuasaan politik jatuh ketangan aristrokat dari
golongan Patricia, dan mereka Nampak ingin mempergunakan kekuasaan untuk kepentingan
pribadi. Sedikit demi sedikit kaum Plebeia memperoleh hak dan kekuasaan yang lebih besar
untuk berperan dalam pemerintahan kota. Mereka diperkenankan memasuki dinas militer. Kaum
plebeia diperkenankan oleh pemerintah menikah dengan kaum Patricia, hasil dari perubahan
politik dan sosial ini dapat diamati pada keadaan pemerintahan Roma pada tahun 265 SM
(Soetopo, 1992:47). Sebuah lembaga baru, dibentuk untuk menampung suara seluruh warga
Negara guna mengawasi atau mengarahkan kekuasaan golongan minoritas Patricia. Pada tahun
265 SM pemerintahan republik Roma meletakkan kekuasaan pemerintahan ke tangan rakyat.
Namun dalam prakteknya diperintah oleh sekelompok Aristokrat yang kaya. Para Aristokrat ini
mengontrol secara mutlak dua bagian pemerintahan, yaitu Magistrat dan Senat (lembaga
penasehat). Magistrat dipimpin oleh dua orang konsul yang membawahi urusan sipil dan militer.
Lembaga senat lebih berkuasa daripada Magistrat. Senat merupakan lembaga penasehat, yang
bertugas membuat kebijaksanaan politik dalam Negara.
Sesudah tahun 265 SM Roma berkuasa dan telah merubah posisi di kawasan sekitar Laut
Tengah. Perhatian dan tenaga Roma dicurahkan kepada pembangunan kekuatan Roma diantara
Negara lain di Laut Tengah yaitu dengan menaklukkan dan memasukkannya ke dalam wilayah
imperium yang luas.Serangan pertama antara Roma dan Carthago di Afrika merupakan peristiwa
yang menetukan. Carthago merupakan salah satu pesaing tangguh Roma yang telah menjalankan
pemerintahannya sendiri sejak Phoenisia ditaklukan oleh Assyria pada abad ke-8 SM. Pada tahun
256 SM, Carthago berusaha mengambil alih Negara kota Yunani yang terletak di Sisilia kedalah
wilayahnya. Salah satu dari kota-kota itu mengadukannya kepada Roma. Pada awalnya Roma
kurang menanggapi masalah tersebut. Namun pada akhirnya Roma memutuskan untuk
membantu Negara kota Yunani di Sisilia, karena letak benteng Carthago yang begitu dekat
dengan wilayah Roma merupakan ancaman yang serius.

Perang Punic pertama terjadi pada tahun 264-241 SM antara Carthago dan Roma yang
memperebutkan Sisilia. Melihat pada kekuatan armada laut Roma yang kuat, Carthago
mengajukan perdamaian tahun 241 SM. Berdasarkan perjanjian damai tersebut Roma
memperoleh Sisilia dan menerima sejumlah uang kompensasi. Meskipun perjanjian damai telah
disepakati, namun permusuhan antara kedua belah pihak belum juga usai, hingga pecah pada
perang Punic kedua pada tahun 218-201 SM. Pada perang Punic kedua ini Roma memperoleh
kemenangan dengan Carthago diminta untuk menyerahkan Laut Spanyol, membayar harta
rampasan perang selama 50 tahun, dilarang mengadakan perang di Afrika dan diluar Afrika tanpa
seizin Roma. Dengan demikian Carthago menjadi sebuah Negara kecil, dan Roma menjadi tuan
rumah di Laut Tengah sebelah barat.
Pada tahun 146 SM Yunani masuk kedalam kekuasaan Romawi. Dengan demikian Roma
menguasai Yunani secara politik. Namun sebaliknya, kebudayaan Yunani menguasai Romawi.
Mitologi Yunani menjadi bagian dari kebudayaan Romawi. Kebesaran Roma lambat laun
mengalami kemunduran, akibat perebutan kekuasaan antara para consul seperti yang terjadi
antara Caesar, Pompeius, dan Crassus pada tahun 60 SM. Ketiga orang ini dikenal dengan
Triumvirat. Julius Caesar dipilih menjadi konsul pada tahun 59 SM. Setelah menyelesaikan
tugasnya sebagai konsul, Caesar pergi ke Gaul sebagai prokonsul pada tahun 58-49 SM dan
berhasil memasukkan wilayah tersebut ke dalam imperium Roma. Setelah Crassus meninggal
dalam pertempuran di Mesopotamia tahun 53 SM, pertikaian antara Caesar dan Pompeius tidak
bisa terhindarkan lagi. Pompeius berusaha merangkul senat dan menyingkirkan Caesar, namun
Caesar terlebih dahulu menguasai Peninsula (semenanjung Italia) dan Pompeius melarikan diri
ke Mesir dan dibunuh oleh orang Mesir yang ingin memperoleh keuntungan dari kemenangan
Caesar pada tahun 48 SM. Akhirnya Julius Caesar menjadi penguasa tunggal Romawi. Caesar
ingin mengubah pemerintahan Republik yang lama untuk membangun Roma yang baru. Namun
hal ini banyak menimbulkan pertentangan dari golongan Aristokrat yang sadar akan keinginan
Caesar untuk menghancurkan sistem pemerintahan republik terdahulu. Mereka berusaha untuk
menghentikan langkah-langkah Caesar dengan cara membunuh Caesar, saat Caesar memasuki
ruang sidang senat. Sesudah Caesar tebunuh tercipta perselisihan antara dua konsul yang lain,
yaitu Octavianus dan Antonius yang menjabat sebagai panglima. Sesudah kemenangan
Octavianus di Actium pada tahun 31 SM ia dinobatkan sebagai Imperator dengan nama
penobatan Augustus dan pemerintahan republik di Roma. Imperator tersebut dinamakan
imperator dari dinasti Julio Claudius yang memerintah hingga tahun 192 M (Mangoenrahadjo,
1976:7). Pada tahun 337 M, Roma dibagi menjadi dua Imperium yaitu, bagian barat dengan
ibukota Roma, dan bagian timur dengan ibukota Constantinopel. Akhirnya imperium barat
runtuh pada tahun 476 M karena invasi bangsa Huna dari Asia, sedangkan imperium Timur
dikalahkan oleh bangsa Turki pada tahun 1452 M.
Daftar Rujukan

Adisusilo, Sutarjo. 2007. Sejarah Pemikiran Barat.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.


Mangoenrahardjo, Soetomo. 1976. Mitologi Yunani-Romawi. Jakarta: Tarate Bandung.
Soetopo. 1992. Sejarah Eropa I. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Malang
Sudrajat. 2010. Yunani Sebagai Icon Peradaban Barat. 8 (1). (Online),
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/YUNANI%20SEBAGAI%20ICON
%20PERADABAN%20BARAT_0.pdf), diakses 32 Januari 2014.

Anda mungkin juga menyukai