RABDOMIOSARKOMA
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stase KMB
Disusun oleh:
Kelompok 1
Widya Listianty
220112150002
220112150116
Melda Iskawati
220112150118
220112150001
Intan Yunitasari
220112150098
Rati Erviani
220112150096
Hilma Nurjanah
220112150099
Anggie Putriyani
220112150076
220112150005
Asti Nurhalimah
220112150049
Devi Sukma
220112150051
Maria Gabriela
220112150080
Winda Yulyandari
220112150009
220112150012
Masniah
220112150053
STEP 4
Patofisiologi
Askep
Peran perawat
rabdomiosarkoma
Konsep umum
Pemeriksaan
Diagnostik
anamnesa
Fisik
Penatalaksanaan
Farmako & Non-farmako
STEP 5
LO:
1.
2.
3.
4.
5.
Patofisiologi
Kenapa diberikan terapi CTM
Pemeriksaan diagnostik
Komplikasi
askep
STEP 6
Resume
STEP 7
Reporting
1. Definisi
Rabdomiosarkoma adalah jenis sarkoma (tumor jaringan lunak) dan sarkoma ini berasal
dari otot skeletal. Rabdomiosarkoma juga bisa menyerang jaringan otot, sepanjang intestinal atau
dimana saja termasuk leher. Umumnya terjadi pada anak-anak usia 1-5 tahun dan bisa ditemukan
pada usia 15-19 tahun walaupun insidennya sangat jarang. Rabdomiosarkoma relatif jarang terjadi.
Dua bentuk yang sering terjadi adalah embrional rabdomiosarkoma dan alveolar
rabdomiosarkoma.
2. Epidemiologi
Rhabdomyosarkoma merupakan jenis SJLA yang tersering ditemukan, yaitu +60% pada
SJLA dibawah 5 tahun dan +23% pada anak 15-20th, dan ditemukan sedikit lebih tinggi pada anak
laki-laki.
Faktor etiologi adalah multifaktor dan peran faktor familial telah diteliti peranannya karena
rhabdomyosarkoma pada anak sering dihungkan dengan Li-Fraumeni syndrome, BeckwithWeidsmann syndrome dan Neurofibromatosis-1 (NF-1).
Lokasi tersering adalah orbita dan intraabdominal-genitourinari. Disamping itu dapat pula terjadi
intratorakal dan ekstremitas bawah.
3. Etiologi
Etiologi dari rabdomiosarkoma tidak diketahui, namun diduga timbul dari mesemkim
embrional yang sama dengan otot serat lintang. Atas dasar gambaran mikroskopik cahaya,
rabdomiosarkoma termasuk kelompok tumor sel bulat kecil, yang meliputi sarcoma Ewing,
neuroblastoma, tumor neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin. Diagnosis pasti adalah
histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan imunohistokimia dengan menggunakan antibodi
terhdap otot skelet (desmin, aktin khas otot) dan mikroskop elektron untuk membedakan gambaran
khas.
4. Klasifikasi
Empat jenis histopatologi rabdomiosarkoma termasuk embrional, alveolar, pleomorfik, dan
botyroid. Subtipe histologis telah ditunjukkan mempengaruhi prognosis jangka panjang dan oleh
karena itu diagnosis jaringan sangat penting. Orbital RMS biasanya tumor baik homogen dibatasi
dengan daerah yang jarang dari perdarahan atau pembentukan kista. Dalam laporan komprehensif
pasien dari Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRSG), 246 pasien terbagi diantara tumor
Embryonal 84%, Alveolar 9%, dan Boyroid 4%. Pleomorfik rabdomiosarkoma sangat jarang di
orbit dan umumnya terjadi pada orang dewasa.
Embrional rabdomiosarkoma adalah tipe histopatologi yang paling umum terlihat di orbit
dan umumnya memiliki prognosis yang baik. Embrional rabdomiosarkoma terdiri dari bolak
daerah seluler dan myxoid. Sel-sel tumor yang memanjang dengan inti hyperchromatic dikelilingi
oleh sejumlah besar sitoplasma eosinofilik. Sel Rhabdomyoblastic mungkin menunjukkan crossstriations pada mikroskop cahaya mewakili bundel sitoplasmik filamen aktin dan myosin dalam
sekitar 30% .
Kelompok I : Penyakit hanya lokal, limfonodi regional tidak ikut terlibat, dapat direseksi
komplit
Kelompok II :
o
Tumor dapat direseksi secara luas dengan sisa mikroskopis (limfonodi negatif)
Penyakit reginal dengan melibatkan limfonodi dapat direseksi secara luas tetapi
dengan sisa mikroskopis
Kelompok III : reseksi tidak komplit atau hanya dengan biopsi dengan penyakit sisa
cukup besar
Tumor :
T1 : tumor <5 cm
T2 : tumor >5cm
Nodul :
Metastasis :
Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala dan atau leher (bukan parameningeal) meluas
ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau prostat)
Satge 3 : lokasi lain, N1 jika tumor <5 cm atau No atau Nx jika tumor >5 cm
STADIUM KLINIK
Berdasarkan UICC dan AJCC 2002
T Primary tumor
T0
T1
Superficial tumor
T1b
Deep tumor
T2
Superficial tumor
T2b
Deep tumor
N1
M Distant metastasis
M0
No distant metastasis
M1
Distant metastasis
G Histopathologic grade
Low grade
High grade
Stage Grouping (TNM System 6th edition, 2002)
Stage IA
Low grade
T1a
N0
M0
Low grade
T1b
N0
M0
Low grade
T2a
N0
M0
Low grade
T2b
N0
M0
High grade
T1a
N0
M0
High grade
T1b
N0
M0
Stage IIB
High grade
T2a
N0
M0
Stage III
High grade
T2b
N0
M0
Stage IV
Any
Any T
N1
M0
Any
AnyT
AnyN
M1
Stage IB
Stage IIA
5. Manifestasi Klinis
Gambaran yang paling umum terdapat adalah masa yang mungkin nyeri atau mungkin
tidak nyeri. Gejala disebabkan oleh penggeseran atau obstruksi struktur normal. Tumor primer di
orbita biasanya didiagnosis pada awal perjalanan karena disertai proptosis, edem periorbital, ptosis,
perubahan ketajaman penglihatan dan nyeri lokal. Tumor yang berasal dari nasofaring dapat
disertai kongesti hidung, bernafas dengan mulut, epistaksis dan kesulitan menelan dan mengunyah.
Perluasan luas ke dalam kranium dapat menyebabkan paralisis saraf kranial, buta dan tanda
peningkatan tekanan intracranial dengan sakit kepala dan muntah. Bila tumor timbul di muka atau
di leher dapat timbul pembengkakan yang progresif dengan gejala neurologis setelah perluasan
regional. Bila tumor ini timbul di telinga tengah, gejala awal paling sering adalah nyeri, kehilangan
pendengaran, otore kronis atau massa di telinga, perluasan tumor menimbulkan paralisis saraf
kranial dan tanda dari massa intrakranial pada sisi yang terkena. Croupy cough yang tidak mau
reda dan stridor progresif dapat menyertai rabdomiosarkoma laring.
Rabdomiosarkoma pada tubuh atau anggota gerak pertama-tama sering diketahui setelah
trauma dan mungkin mula-mula dianggap sebagai hematom. Bila pembengkakan itu tidak mereda
atau malah bertambah, keganasan harus dicurigai Keterlibatan saluran urogenital dapat
menyebabkan hematuria, obstruksi saluran kencing bawah, infeksi saluran kencing berulang,
inkontinensia atau suatu massa yang terdeteksi pada pemeriksaan perut atau rektum.
Rabdomiosarkoma pada vagina dapat muncul sebagai tumor seperti buah anggur yang
keluar lewat lubang vagina (sarkoma boitriodes) dan dapat menyebabkan gejala saluran kencing
dan usus besar. Perdarahan vagina atau obstruksi uretra atau rektum dapat terjadi.
6. Diagnosis
Tumor ini jarang memberikan keluhan bila ukurannya kecil. Cullen (1769) mengemukakan
bahwa jenis tumor ini adalah tumor lunak tanpa rasa sakit. Penderita mengeluh bila tumor telah
membesar dan memberikan tanda-tanda penekanan jaringan sekitar tumor seperti neuralgia,
paralisis, iskemia, sedangkan penekanan pada system digestif akan mengakibatkan gejala
obstruksi.
Anamnesis mengenai perjalanan penyakit termasuk riwayat adanya kecenderungan kanker
dalam keluarga (li-Fraumenn), pemeriksaan fisik yang teliti untuk menentukan letak dan ukuran
tumor dan kelenjar gerah bening regional. Pemeriksaan fisik yang cermat sangat penting untuk
menentukan ekstensi tumor secara klinis dan ada tidaknya penyebaran atau metastasis jauh.
Pembesaran tumor ke jaringan sekitarnya akan membentuk suatu kapsul yang semu yang dikenal
sebagai pseudokapsul.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan meliputi darah lengkap, faal hati dan ginjal,
elektrolit serum, kalsium dan bila mungkin kadar magnesium, asam urat dan fungsi pembekuan.
Aspirasi sumsum tulang juga diperlukan untuk dugaan RMS parameningeal.
Untuk menentukan grading, maka diperlukan biopsi dari jaringan tumor. Tumor >3cm
dilakukan biopsi insisi dan pada tumor <3 cm dapat dilakukan biopsy eksisional .
Prosedur diagnostik ditentukan terutama oleh area yang terlibat. Dengan gejala dan tanda
di daerah kepala dan leher, radiografi harus dilakukan untuk mencari bukti massa tumor dan untuk
petunjuk erosi tulang. Computerize Tomography scan (CT scan) harus dikerjakan untuk mengenali
perluasan intrakranial dan dapat juga memperlihatkan keterlibatan tulang pada dasar tengkorak
yang sulit divisualisasikan secara radiografis. Untuk tumor di perut dan pelvis, pemeriksaan USG
dan CT dengan media kontras oral dan intravena dapat membantu menentukan batas massa tumor.
Sistouretrogram bermanfaat untuk tumor di kandung kemih. Scan radionuklida dan survei
metastasis tulang menyeluruh sebaiknya dikerjakan sebelum pembedahan definitif. Radiografi
dada dan CT harus dilakukan, dan sumsum tulang (aspirasi serta biopsi jarum) harus diperiksa.
Elemen paling penting pada tindakan diagnostik adalah pemeriksaan jaringan tumor.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tanda-tanda
metastasis pada paru , hati dan tulang.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi :
a. Tumor primer :
o
Lokasi tumor
Ukuran tumor
b. Metastasis regional
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya infiltrasi pada tulang.
2. MRI / CT-scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya,
3. Angiografi atas indikasi,
4. Foto thoraks untuk menilai metastasis paru
5. USG hepar / sidik tulang atas indikasi untuk menilai metastasis
6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal.
7. Biopsi :
o
Sebaiknya dilakukan core biopsy atau tru cut biopsy dan lebih dianjurka
untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor < 3 cm dilakukan biopsi
eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi incisi.
7. Penatalaksanaan
Terapi pada penderita RMS melibatkan kombinasi dari operasi, kemoterapi, dan terapi
radiasi. Karena pengobatan yang akan dijalani kompleks dan lama, terlebih khusus pada anak-anak
banyak hal yang perlu diperhatikan, maka pasien yang akan menjalani pengobatan, perlu dirujuk
ke pusat-pusat kanker yang lengkap terlebih khusus buat anak-anak. Rabdomiosarkoma yang
terdapat pada lengan atau kaki dipertimbangkan untuk diamputasi. Setelah terapi dilaksanakan
seorang penderita tetap harus dipantau untuk melihat apakah tumor tersebut telah hilang atau tetap
ada, dalam hal ini digunaka pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan, bone-scans, x-rays.
Terapi Operatif
Terapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi dari tumor itu. Jika
memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan tumor tanpa menyebabkan kegagalan fungsi dari
tempat lokasi tumor. Walaupun terdapat metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer haruslah
dilakukan, jika hal itu memungkinkan.
Terapi Medikamentosa
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh sel-sel tumor melalui obat-obatan. Kemoterapi kanker
adalah berdasarkan dari pemahaman terhadap bagaimana sel tumor berreplikasi/bertumbuh, dan
bagaimana obat-obatan ini mempengaruhinya. Setelah sel membelah, sel memasuki periode
pertumbuhan (G1), diikuti oleh sintesis DNA (fase S). Fase berikutnya adalah fase premiosis (G2)
dan akhirnya tiba pada fase miosis sel (fase M). Obat-obat anti neoplasma bekerja dengan
menghambat proses ini. Beberapa obat spesifik pada tahap pembelahan sel ada juga beberapa yang
tidak.
Tumor Primer
Nilai kembali ekstensi tumor dalam mempertimbangkan re-eksisi tumor untuk tujuan
kuratif
Prognosis
Diantara penderita dengan tumor yang dapat direseksi, 80-90% mendapatkan ketahanan
hidup bebas penyakit yang lama. Kira-kira 60% penderita dengan tumor reginal yang direseksi
tidak total juga mendapatkan ketahanan hidup bebas penyakit jangka panjang. Penderita dengan
penyakit menyebar mempunyai prognosis buruk.
Prognosis tergantung dari :
Ukuran tumor
Lokasi tumor
Derajat keganasan
Sel nekrosis
Untuk mencapai angka ketahanan hidup (survival rate) yang tinggi diperlukan :
Strategi pengobatan yang tepat, dimana masalah ini tergantung dari : evaluasi patologi
anatomi pasca bedah, evaluasi derajat keganasan, perlu/tidaknya terapi J djuvant
(kemoterapi atau radioterapi).
8.
Patofisiologi
RABDOMIOSARKOMA
RAB. Alveoral
RAB. Embrional
Rabdomioblast
Rabdomioblast
Kromosom abnormal
Rabdomioblast
Pada BBL
Sel matang
Kelainan genetik
Perdarahan
Abdomen
Penekanan pada saraf-saraf tepi
penyumbatan peredaran darah di kepala
Mual Muntah
Nyeri
Amputasi
Penurunan Nafsu makan
9. Asuhan keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan / luka amputasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
-
INTERVENSI
-Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi
panthom limb atau dari luka insisi.
Bila terjadi nyeri panthom limb
-Ajarkan klien teknik relaksasi dan
distraksi guided imaginary
-kolaborasi :
pemberian analgesik
RASIONAL
Sensasi panthom limb memerlukan
waktu yang lama untuk sembuh daripada
nyeri akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan
nyeri insisi dengan nyeri panthom limb.
teknik relaksasi akan menimbulkan
rasa menenangkan dan mengalihkan serta
mengurangi persepsi nyeri
pemberian analgesik akan
memblok reseptor nyeri sehingga nyeri akan
gagal untuk dipersepsikan
INTERVENSI
Lakukan perawatan luka adekuat.
Mengganti balutan tahun).dan
melakukan inspeksi luka.
Terangkan bahwa balutan
mungkin akan digunakan hingga
protese yang digunakan telah tepat
dengan kondisi daerah amputasi (6
bulan 1 )
Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.
- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.
RASIONAL
Mencegah terjadinya infeksi.
Monitor pernafasan.
Persiapkan oksigen
Pertahankan posisi flower atau tetap tirah
baring selama beberapa waktu
INTERVENSI
Kaji ketidakmampuan
bergerak klien yang diakibatkan
oleh prosedur pengobatan dan
catat persepsi klien terhadap
immobilisasi
Latih klien untuk
menggerakkan anggota badan
yang masih ada dan lakukan ROM
pasif atau ROM aktif.
Tingkatkan ambulasi dini
dengan mengajarkan
menggunakan alat bantu berjalan
seperti kruk
RASIONAL
Dengan mengetahui derajat
ketidakmampuan bergerak klien dan
persepsi klien terhadap immobilisasi akan
dapat menemukan aktivitas mana saja yang
perlu dilakukan
Pergerakan dapat meningkatkan
aliran darah ke otot, memelihara
pergerakan sendi dan mencegah kontraktur
Dengan ambulasi demikian klien
dapat mengenal dan menggunakan alat-alat
yang perlu digunakan oleh klien dan juga
untuk memenuhi aktivitas klien
DAFTAR PUSTAKA
1. Sobin L H & Wittekind Ch (ed), TNM Classification of Malignant Tumours, 6 th ed, New York,
Wiley-Liss, 2002, 114-118
2. Ebb D H, Green D M, Shamberger R C, Tarbell N J, Solid Tumors of Childhood, in DeVita Jr
V T, Hellman S, Rosenberg S A (ed), Cancer Principles & Practice of Oncology, 6 th ed,
Philadelphia, Lippincott-Raven, 2001, 2185-2192
3. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Vol. 2 Jakarta: EGC
4. Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC
NOC. Jogjakarta: MediAction