LP HIV Rssa Riyannew
LP HIV Rssa Riyannew
HIV/AIDS
1. DEFINISI HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV
yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau
LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini
menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat
(RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virus ini memiliki kemampuan
unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan
menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari
proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada
umumnya (Brooks, 2004).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan
pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki
antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi
demensia progresif, wasting syndrome, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih
dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau
diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Yatim,
2006).
Syndrome = Merujuk kepada suatu keadaan, gejala, atau tanda. Sistem daya tahan
tubuh seseorang yang telah dijangkiti oleh virus HIV boleh menjadi begitu lemah,
sehingga ia tidak dapat melawan partikel-partikel yang mengganggu sistem
tubuhnya, sekalipun penyakit-penyakit tersebut biasanya ringan dan mudah sembuh.
biak pada sel darah putih manusia sehingga HIV akan ada pada cairan tubuh yang
mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma,
cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu, dan cairan otak. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel CD-4". HIV
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS, yaitu suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh tidak dapat
bekerja lagi dengan semestinya untuk melindungi tubuh dari berbagai infeksi dan bakteri
yang membahayakan bagi tubuh.
Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya bisa diketahui, penularan HIV terjadi
kalau ada pencampuran cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti hubungan seks
dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik dan alat-alat penusuk (tato, tindik
dan cukur) yang tercemar HIV, transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV
dan ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin atau bayinya.
Envelope
Proteins
envelop
e
gp41gp1
20
Matrix Proteins
p17gp120
Core Proteins
p14gp120
RNA
gp12
Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen
bagian dalam membran virus.Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kaspid yang
disebut p24. Di dalam kaspid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul
preformed reverse transcriptase, integrase dan protease yang sudah terbentuk. HIV
adalah suatu retrovirus, sehingga materi genetik berada dalam bentuk RNA bukan DNA.
Reverse tranciptase adalah enzim yang mentrancripsikan RNA virus menjadi DNA
setelah virus masuk sasaran. Enzim enzim lain yang menyertai RNA adalah integrasi
dan protease.
Virus penyebab AIDS termasuk golongan retro-virus dengan genetik RNA yakni HIV
yang berkemampuan menghasilkan DNA pada sel inang. Virus HIV ini memiliki nama
lain, diantaranya:
dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA (Ribonucleic
Acid) yang termasuk retrovirus dan lentivirus.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjangkit virus HIV diantaranya
adalah:
1. Melalui hubungan seks dengan seorang yang terjangkit, yakni di mana berlaku
pemindahan cairan dalam tubuh, seperti cairan sperma, cairan vagina, saliva dari
seseorang yang terinfeksi HIV ke orang lain.
2. Melalui darah yang telah dijangkiti HIV, contohnya menggunakan jarum suntikan
yang tidak steril, pemindahan darah atau organ-organ tubuh.
3. Dari ibu yang telah dijangkiti HIV kepada anaknya semasa kehamilan, kelahiran
atau penyusuan.
4. Penggunaan alkohol dan obat bius, karena dalam keadaan tidak sadar, seseorang
dapat melakukan seks bebas dengan orang lain yang tidak diketahui kondisinya
sudah tertular oleh virus atau belum.
Jangkitan HIV tidak seperti virus selsema. Ia tidak bisa ditularkan melalui udara.
Kuman HIV tidak akan menular melalui pergaulan biasa dengan pengidap HIV, seperti
berjabat tangan, makan bersama, ataupun menggunakan peralatan makan yang sama.
HIV juga tidak menular akibat berenang di kolam renang, menggunakan telepon atau
memegang tombol pintu.
Virus HIV hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Virus ini akan mati jika
terpapar oleh udara. Walau demikian, HIV sebenarnya tidak mengenal sasarannya, HIV
tidak hanya menjangkiti golongan-golongan tertentu, seperti pengguna jarum suntik,
pekerja seks, dan mereka yang manganut seks bebas. Seseorang juga dapat terjangkit
virus HIV jika tidak waspada. Yang pasti, siapapun yang kurang pengetahuan akan
penyakit ini akan beresiko tinggi terjangkit virus HIV .
Cara penularan HIV dari ibu kepada bayinya pada umumnya terjadi selama
proses kehamilan, kelahiran dan menyusui. Risiko bayi tertular HIV pada proses
kelahiran secara normal terbilang cukup tinggi karena saat terjadi gesekan antara tubuh
bayi dan leher rahim maka dimungkinkan terjadi kontak langsung antara darah ibu
dengan darah bayi.
4. PATOFISIOLOGI
HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan
mengadakan aksi perlawanan, kemudian melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk
kedalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada dalam limfosit, kemudian
virus dikenal oleh sel-sel limfosit T jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3 proses
patologi:
1.
Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi reseptor T-helper (CD4)
dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 dapat mengenali HIV dengan baik, virus
telah melumpuhkannya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang memberi
nama penyakit menjadi AIDS atau sindrom kegagalan kekebalan yang didapat.
2.
Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang diintegrasikan dengan DNA Thelper lalu ikut berkembang biak.
3.
Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan sel T-4 sehingga
reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat atau sel yang lain, sekaligus
memindahkan HIV. Akibatnya, infeksi virus berlangsung terus tanpa diketahui
tubuh.
Pada suatu saat (5 tahun kemudian), HIV akan diaktifkan oleh proses infeksi lain,
membentuk RNA dan keluar dari T4, menyerang sel lain, menimbulkan gejala AIDS.
Populasi sel T4 sudah lumpuh, tidak ada mekanisme pembentukan sel T-killer, sel B dan
sel fagosit lain, sehingga tubuh tidak sanggup mempertahankan diri. Virus AIDS yang
berada didalam T4, bermultiplikasi dengan cara menumpang proses perkembangan T4.
T-helper generasi baru tidak dapat mengenalnya sehingga tidak ada yang memberi
komando kepada sel lain untuk mengadakan perlawanan (host defense mechanism)
terhadap virus AIDS.
Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di dalam darah dan sekret
genital, baik secara intrasel maupun ekstraseluler.
Penularan secara pasti diketahui melalui cara-cara:
1.
2.
Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misalnya pada pengguna
narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang tidak memperhatikan sterilitas,
mempergunakan produk darah yang tidak bebas HIV, serta petugas kesehatan yang
merawat penderita HIV/AIDS secra kurang hati-hati.
3.
Perinatal, yaitu penularan dari ibu yang mengidap HIV kepada janin yang
dikandungnya. Transmisi HIV-1 dari ibu ke janin dapat mencapai 30%, sedangkan
HIV-2 hanya 10%. Penularan dengan cara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan
atau saat persalinan. Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan atau jumlah
reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi. Ternyata
HIV masih mungkin ditularkan melalui air susu ibu.
Berdasarkan hasil workshop di Bangui, Afrika Tengah, bulan Oktober 1985, telah
disusun suatu ketentuan klinik (untuk negara-negara yang masih belum memiliki fasilitas
diagnistik yang cukup) sebagai berikut:
a.
Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain
seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)
Gejala Minor:
1. Batuk lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis pruritik umum
3. Herpes zoster recurrens
4. Kandidiasis oro-faring
5. Limfadenopati generalisata
6. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,
malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
1. Limfadenopati generalisata
2. Kandidiasis oro-faring
3. Infeksi umum yang berulang
4. Batuk persisten
5. Dermatitis generalisata
6. Infeksi hiv pada ibunya
5. PATH WAY
Terlampir
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada beberapa
macam klasifikasi. Yang paling umum dipakai adalah klasifikasi infeksi HIV (CDC,
USA, 1987)
CDC (1993) menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai berikut:
1. Group I (infeksi akut) dengan kriteria:
Gejala seperti flu, seperti demam, nyeri otot, nyeri sendi, lemah dan nyeri
tenggorokan. Gejala tersebut biasanya sembuh dengan sempurna.
lemah
Dimensia
Infeksi oportunistik
pemeriksaan lain yang mendeteksi antibodi anti HIV, menunjukkan hasil negatif,
walaupun pada tubuh penderita telah bersemayam virus HIV. Hal ini terjadi
karena pemeriksaan di atas mengandalkan pada pendeteksian antibodi yang
dibuat oleh tubuh terhadap virus HIV. Padahal antibodi tersebut tidak serta merta
diproduksi sesaat setelah virus masuk ke dalam tubuh, tetapi butuh waktu sekitar
2 sampai 12 minggu, dan pada sebagian orang, antibodi ini baru muncul setelah 6
bulan dihitung dari paparan HIV pertama kali.
2. Stadium II
Termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas
yang berulang, pada fase ini belum nampak gejala tetapi virus tetap aktif.
3. Stadium III
Fase simptomatik, termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih
dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis
4. Stadium IV
AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah
fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang 200
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Guna menegakkan diagnosa pasti seseorang terjangkit HIV/IDS maka ditentukan
dengan periksaan sebagai beriku:
1. Berdasarkan gejala mayor dan minor
b.
Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain
seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
c. Western Blot
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kedua hasil pemeriksaan ELISA
dinyatakan positif, pemeriksaan ini juga dilakukan dua kali dan hanya sedikti yang
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.
Hasil postif palsu jarang, tapi dapat terjadi pada keadaan berikut ini :
Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus manusia lainnya.
Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin ada reaksi silang
terhadap protein virus, dinding sel atau antibodi.
o Negatif palsu :
Orang tersebut telah terinfeksi oleh HIV dan mungkin terinfeksi seumur
hidup.
Orang tersebut dianggap infeksius terhadap orang lain melalui tranmisi darah
dan cairan tubuh.
Orang
tersebut
mungkin
terinfeksi
tapai
antibodinya
belum
meningkat.
Penderita AIDS yang mungkin sudah sedemikian lemah sehingga
delavirdin (DLV)
efavirenz (EFV)
nevirapin (NVP).
Protease inhibitors (PIs)
nelfinavir (NFV)
ritonavir (RTV)
lopinavir/ritonavir (LVP/r)
amprenavir (AMP).
Golongan fusion inhibitors (FIs)
Golongan obat ini menghambat masuknya virus HIV tipe 1 (HIV-1) ke dalam sel
target pada orang yang terinfeksi. Obat ini secara spesifik mencegah fusi
glikoprotein transmembran gp4 HIV-1 dengan reseptor CD4 pada sel inang.
Golongan fusion inhibitors yang tersedia adalah enfuvirtid (T-20).
2. Terapi alternatif
1. Terapi spiritual / psikologis : terapi humor, hipnosis, kesembuhan karena imankepercayaan dan afirmasi positif.
2. Nasetilsistein (NAC), pentoksifilin (Trental) dan 1-kloro-2,4-dinitrobenzena
(DNCB), terapi oksigen, terapi ozon, terapi urin.
3. Terapi dengan tenaga fisik dan alat : akupuntur dan akupresure, terapi masase,
refleksiologi, terapi sentuhan, yoga dan kristal.
4. Terapi Nutrisi : diet vegetarian, protein tinggi, suplemen vitamin C, obat
tradisional cina seperti campuran herbal tradisonal serta senyawa Q (ekstrak
ketimun cina) dan monmordica charanma (bitter melon) yang diberikan sebagi
enema juga digunakan dalam terapi alternatif, makanan yang mengandung Zn
(Zinc = seng) yaitu daging, kerang-kerangan, biji-bijian, serealia, leguminosa,
telur dan susu. Gizi buruk terbukti meningkatkan angka penularan HIV dari ibuke-bayi. Gizi yang baik membantu tubuh menyerang infeksi, mengurangi masalah
kelahiran (berat badan bayi rendah, kematian bayi), membantu khasiat ARV, dan
dapat mengurangi efek samping obat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
ada manfaat pada Odha perempuan bila dipakai tambahan vitamin waktu hamil.
Multi-vitamin (vitamin B1, B2, B6, dan B12, niacin, vitamin C, vitamin E, dan
asam folat) diberi pada perempuan hamil dapat memperpanjang masa tanpa
gejala.
3. Perawatan Penderita
Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau dikhawatirkan
sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit tipe A atau B yang
mempunyai berbagai disiplin keahlian dan fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di unit
sesuai gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang
sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan dukungan
moral sehingga rasa takut dan frustasi penderita dapat dikurangi. Guna mencegah
penularan di rumah sakit terhadap penderita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga
kesehatan dan keluarga, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus.