Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV/AIDS
1. DEFINISI HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV
yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau
LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini
menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat
(RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virus ini memiliki kemampuan
unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan
menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari
proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada
umumnya (Brooks, 2004).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala
penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan
pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki
antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi
demensia progresif, wasting syndrome, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih
dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau
diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Yatim,
2006).

Acquired = Diperoleh dengan melakukan sesuatu, tidak diperoleh begitu saja.

Immune = Merujuk kepada sistem daya tahan badan

Deficiency = Kekurangan atau kelemahan. Immunodeficiency berarti bahwa


sistem daya tahan tubuh yang telah lemah dan kurang berupaya untuk melawan
suatu penyakit.

Syndrome = Merujuk kepada suatu keadaan, gejala, atau tanda. Sistem daya tahan
tubuh seseorang yang telah dijangkiti oleh virus HIV boleh menjadi begitu lemah,
sehingga ia tidak dapat melawan partikel-partikel yang mengganggu sistem
tubuhnya, sekalipun penyakit-penyakit tersebut biasanya ringan dan mudah sembuh.

2. KARAKTERISTIK VIRUS HIV


Pada dasarnya, HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah jenis parasit
obligat, yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Termasuk famili
Retroviridae, karena virus ini mampu mentransfer informasi genetik RNA ke DNA,
memiliki bentuk yang menyerupai bulu babi. Virus ini "senang" hidup dan berkembang

biak pada sel darah putih manusia sehingga HIV akan ada pada cairan tubuh yang
mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan sperma,
cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu, dan cairan otak. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau disebut juga "sel CD-4". HIV
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS, yaitu suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh tidak dapat
bekerja lagi dengan semestinya untuk melindungi tubuh dari berbagai infeksi dan bakteri
yang membahayakan bagi tubuh.
Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya bisa diketahui, penularan HIV terjadi
kalau ada pencampuran cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti hubungan seks
dengan pasangan yang mengidap HIV, jarum suntik dan alat-alat penusuk (tato, tindik
dan cukur) yang tercemar HIV, transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV
dan ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin atau bayinya.

Envelope
Proteins

envelop
e

gp41gp1
20

Matrix Proteins
p17gp120

Core Proteins
p14gp120
RNA
gp12

Gambar 1. Virus HIV


Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya atau kapsul
viral terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri
duri ini terdiri dari dua glikoprotein yaitu, gp120 dan gp41. Gp mengacu kepada
glikoprotein dan angka mengacu pada massa protein dalam ribuan dalton. Gp120 adalah
selubung permukaan eksternal duri dan gp41 adalah bagian transmembran.

Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen
bagian dalam membran virus.Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kaspid yang
disebut p24. Di dalam kaspid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul
preformed reverse transcriptase, integrase dan protease yang sudah terbentuk. HIV
adalah suatu retrovirus, sehingga materi genetik berada dalam bentuk RNA bukan DNA.
Reverse tranciptase adalah enzim yang mentrancripsikan RNA virus menjadi DNA
setelah virus masuk sasaran. Enzim enzim lain yang menyertai RNA adalah integrasi
dan protease.
Virus penyebab AIDS termasuk golongan retro-virus dengan genetik RNA yakni HIV
yang berkemampuan menghasilkan DNA pada sel inang. Virus HIV ini memiliki nama
lain, diantaranya:

Lymphadenopathy Associated Virus (LAV)

Human T cell Lymphotropic Virus tipe III (HTLV-III)

Sejak tahun 1986 menurut The International Committee on Taxonomi of Viruses


WHO dinamakan virus HIV. Ada 2 subtipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1
sebagian virus yang diisolasi dari orang yang terinfeksi di negara-negara bagian Barat,
Eropa dan Asia. HIV-2 yang endemic di wilayah Afrika Barat. Meskipun keduanya
memiliki perbedaan molekul selubung luar virus, tapi kedua subtipe tersebut dapat
menyebabkan AIDS.
HIV adalah partikel ikosahedral bertutup (envelope) dengan ukuran 100140
nanometer, berisi sebuah inti padat elektron. Envelope terdiri atas membrane luar yang
berasal dari sel host yang terbentuk ketika virus bersemi pada sel-sel yang terinfeksi.
Penonjolan membran adalah jonjot-jonjot glikoprotein transmembran. Protein menutupi
seluruh permukaan internal membran. Protein inti mengelilingi dua turunan rantai
tunggal genom RNA dan beberapa turunan enzim reverse transcriptase.
Perbedaan retro-virus dari virus pada umumnya adalah efisiensinya dalam
menginfeksi sel. Pada Retrovirus, informasi genetik ditransmisikan sebagai rantai
tunggal RNA. Agar RNA dapat mereplikasikan diri, informasi ini ditransfer ke dalam
DNA rantai ganda dalam nukleus sel hospes. Aliran informasi terbalik retro dari DNA
ke RNA dibuat oleh enzim reverse transcriptase. Komplek enzim ini dapat meningkatkan
efisiensi replikasi virus begitu virus masuk kedalam sel manusia.
3. ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis
pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan
Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri

dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA (Ribonucleic
Acid) yang termasuk retrovirus dan lentivirus.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjangkit virus HIV diantaranya
adalah:
1. Melalui hubungan seks dengan seorang yang terjangkit, yakni di mana berlaku
pemindahan cairan dalam tubuh, seperti cairan sperma, cairan vagina, saliva dari
seseorang yang terinfeksi HIV ke orang lain.
2. Melalui darah yang telah dijangkiti HIV, contohnya menggunakan jarum suntikan
yang tidak steril, pemindahan darah atau organ-organ tubuh.
3. Dari ibu yang telah dijangkiti HIV kepada anaknya semasa kehamilan, kelahiran
atau penyusuan.
4. Penggunaan alkohol dan obat bius, karena dalam keadaan tidak sadar, seseorang
dapat melakukan seks bebas dengan orang lain yang tidak diketahui kondisinya
sudah tertular oleh virus atau belum.
Jangkitan HIV tidak seperti virus selsema. Ia tidak bisa ditularkan melalui udara.
Kuman HIV tidak akan menular melalui pergaulan biasa dengan pengidap HIV, seperti
berjabat tangan, makan bersama, ataupun menggunakan peralatan makan yang sama.
HIV juga tidak menular akibat berenang di kolam renang, menggunakan telepon atau
memegang tombol pintu.
Virus HIV hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Virus ini akan mati jika
terpapar oleh udara. Walau demikian, HIV sebenarnya tidak mengenal sasarannya, HIV
tidak hanya menjangkiti golongan-golongan tertentu, seperti pengguna jarum suntik,
pekerja seks, dan mereka yang manganut seks bebas. Seseorang juga dapat terjangkit
virus HIV jika tidak waspada. Yang pasti, siapapun yang kurang pengetahuan akan
penyakit ini akan beresiko tinggi terjangkit virus HIV .
Cara penularan HIV dari ibu kepada bayinya pada umumnya terjadi selama
proses kehamilan, kelahiran dan menyusui. Risiko bayi tertular HIV pada proses
kelahiran secara normal terbilang cukup tinggi karena saat terjadi gesekan antara tubuh
bayi dan leher rahim maka dimungkinkan terjadi kontak langsung antara darah ibu
dengan darah bayi.
4. PATOFISIOLOGI
HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan
mengadakan aksi perlawanan, kemudian melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk
kedalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada dalam limfosit, kemudian
virus dikenal oleh sel-sel limfosit T jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3 proses
patologi:

1.

Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi reseptor T-helper (CD4)
dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 dapat mengenali HIV dengan baik, virus
telah melumpuhkannya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang memberi
nama penyakit menjadi AIDS atau sindrom kegagalan kekebalan yang didapat.

2.

Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang diintegrasikan dengan DNA Thelper lalu ikut berkembang biak.

3.

Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan sel T-4 sehingga
reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat atau sel yang lain, sekaligus
memindahkan HIV. Akibatnya, infeksi virus berlangsung terus tanpa diketahui
tubuh.
Pada suatu saat (5 tahun kemudian), HIV akan diaktifkan oleh proses infeksi lain,

membentuk RNA dan keluar dari T4, menyerang sel lain, menimbulkan gejala AIDS.
Populasi sel T4 sudah lumpuh, tidak ada mekanisme pembentukan sel T-killer, sel B dan
sel fagosit lain, sehingga tubuh tidak sanggup mempertahankan diri. Virus AIDS yang
berada didalam T4, bermultiplikasi dengan cara menumpang proses perkembangan T4.
T-helper generasi baru tidak dapat mengenalnya sehingga tidak ada yang memberi
komando kepada sel lain untuk mengadakan perlawanan (host defense mechanism)
terhadap virus AIDS.
Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di dalam darah dan sekret
genital, baik secara intrasel maupun ekstraseluler.
Penularan secara pasti diketahui melalui cara-cara:
1.

Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan hetero-seksual) yang tidak aman,


yaitu berganti-ganti pasangan, seperti pada promiskuitas. Penyebaran secara ini
merupakan penyebab 90% infeksi baru di seluruh dunia. Penderita penyakit menular
seksual terutama ulkus genital, menularkan HIV 30 kali lebih mudah dibandingkan
orang yang tidak menderitanya.

2.

Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misalnya pada pengguna
narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang tidak memperhatikan sterilitas,
mempergunakan produk darah yang tidak bebas HIV, serta petugas kesehatan yang
merawat penderita HIV/AIDS secra kurang hati-hati.

3.

Perinatal, yaitu penularan dari ibu yang mengidap HIV kepada janin yang
dikandungnya. Transmisi HIV-1 dari ibu ke janin dapat mencapai 30%, sedangkan
HIV-2 hanya 10%. Penularan dengan cara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan
atau saat persalinan. Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan atau jumlah
reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi. Ternyata
HIV masih mungkin ditularkan melalui air susu ibu.

Berdasarkan hasil workshop di Bangui, Afrika Tengah, bulan Oktober 1985, telah
disusun suatu ketentuan klinik (untuk negara-negara yang masih belum memiliki fasilitas
diagnistik yang cukup) sebagai berikut:
a.

Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain
seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)
Gejala Minor:
1. Batuk lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis pruritik umum
3. Herpes zoster recurrens
4. Kandidiasis oro-faring
5. Limfadenopati generalisata
6. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif

b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,
malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
1. Limfadenopati generalisata
2. Kandidiasis oro-faring
3. Infeksi umum yang berulang
4. Batuk persisten
5. Dermatitis generalisata
6. Infeksi hiv pada ibunya
5. PATH WAY
Terlampir

6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada beberapa
macam klasifikasi. Yang paling umum dipakai adalah klasifikasi infeksi HIV (CDC,
USA, 1987)
CDC (1993) menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai berikut:
1. Group I (infeksi akut) dengan kriteria:

Gejala seperti flu, seperti demam, nyeri otot, nyeri sendi, lemah dan nyeri
tenggorokan. Gejala tersebut biasanya sembuh dengan sempurna.

HIV antibody (-)

Dapat terjadi 1-8 minggu setelah infeksi

2. Group II (asimptomatik) dengan kriteria:

Tidak ada tanda dan gejala sakit

Tanda laboratoris dan klinis tidak menunjukkan adanya depresi imun

HIV antibody (+)

3. Group III ( limpadenopati menyeluruh DNA / menctap) dengan kriteria:

HIV antibody (+)

Persistent generalized Lymphadenopathy (PGL) yaitu kelenjtr getah bening


membesar dan teraba 1 cm atau lebih pada 2 tempat atau lebih ekstraiguinal yang
menetap selama 3 bulan tanpa adanya penyakit lain yang menyebabkan.

4. Group IV, dibagi menjadi:


Group IVA (penyakit konstitusional) bila terdapat satu atau lebih gejala
berikut:

Demam lebih 1 bulan tanpa ada penyebab yang jelas

Penurunan berat badan dari 10%

Diare lebih dari 1 bulan

lemah

Group IVB (penyakit neurologis)

Dimensia

Mielopathy (neuropathy perifer tanpa adanya infeksi HIV yang


menjelaskan penyakit tersebut)

Group IVC (penyakit sekunder)

CD4 T Cell < 200/mm

Infeksi oportunistik

Group IVD (keganasan sekunder)

Dengan satu atau lebih keganasan seperti sarkoma kapopsi,

lympoma non hodgkin, TBC pulmoner, Ca cervix invasive dan keganasan


lain.
Perkembangan HIV menurut WHO, dibagi dalam 4 stadium:
1. Stadium I
Infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS, pada tahap ini
pengidap HIV tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi (serokonversi).
stadium 1 ini merupakan periode jendela (window period) pada infeksi HIV. Pada
stadium ini

pemeriksaan HIV seperti ELISA, Western Blot, IFA, atau

pemeriksaan lain yang mendeteksi antibodi anti HIV, menunjukkan hasil negatif,
walaupun pada tubuh penderita telah bersemayam virus HIV. Hal ini terjadi
karena pemeriksaan di atas mengandalkan pada pendeteksian antibodi yang
dibuat oleh tubuh terhadap virus HIV. Padahal antibodi tersebut tidak serta merta
diproduksi sesaat setelah virus masuk ke dalam tubuh, tetapi butuh waktu sekitar
2 sampai 12 minggu, dan pada sebagian orang, antibodi ini baru muncul setelah 6
bulan dihitung dari paparan HIV pertama kali.
2. Stadium II
Termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas
yang berulang, pada fase ini belum nampak gejala tetapi virus tetap aktif.
3. Stadium III
Fase simptomatik, termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih
dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis
4. Stadium IV
AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah
fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang 200
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Guna menegakkan diagnosa pasti seseorang terjangkit HIV/IDS maka ditentukan
dengan periksaan sebagai beriku:
1. Berdasarkan gejala mayor dan minor
b.

Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain
seperti kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan

3. Demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)


Gejala Minor:
1. Batuk lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis pruritik umum
3. Herpes zoster recurrens
4. Kandidiasis oro-faring
5. Limfadenopati generalisata
6. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua
gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,
malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
1. Limfadenopati generalisata
2. Kandidiasis oro-faring
3. Infeksi umum yang berulang
4. Batuk persisten
5. Dermatitis generalisata
6. Infeksi hiv pada ibunya
2. Periksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Determin/Rapid Test dengan 3 metode
b. ELISA (Enzyme-Linked Imunosor Bend Assay)
Bereaksi dengan antibodi yang ada di dalam serum dengan memperlihatkan
warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah besar.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan spesifisitas 98%
sampai 99%. Pemeriksaan ini dilakukan dua kali untuk menghindari adanya
positif palsu atau negatif palsu yang akan berakibat sangat fatal. Jika pada
kedua pemeriksaan menunjukkan hasil positif, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot. Jika hasilnya negatif maka
dilakukan pemeriksaan ulang 3-6 bulan berikutnya.
Hasil pemeriksaan positif palsu terjadi karena keadaan-keadaan berikut ini :
Wanita Multipara
Wanita hamil
Individu yang pernah mengalami malaria.
Individu yang menderita penyakit otoimun tertentu.

Individu yang menderita beberapa jenis limfoma.


Pemakai obat-obatan dan jarum intra vena yang digunakan bersama-sama.
Individu yang bereaksi dengan antigen sel seperti HLA-DR4
Reaksi spesifk terhadap materi seluler H yang dipakai pada piring kontrol.
Reaksi silang dengan dinding sel dimana HIV ditumbuhkan.
Kadang-kadang terjadi pada individu dengan titer antibodi HTLV-1 tinggi.
Bayi baru lahir yang menunjukkan antibodi maternal sampai usia 18 bulan.
Hasil pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada keadaankeadaan berikut :
-

Infeksi HIV dini

Penyebab yang tidak diketahui.

Penyakit kanker yang mendasari.

Pasien yang mendapatkan regimen imunosupresif jangka panjang dan


intensif.

c. Western Blot
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kedua hasil pemeriksaan ELISA
dinyatakan positif, pemeriksaan ini juga dilakukan dua kali dan hanya sedikti yang
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.
Hasil postif palsu jarang, tapi dapat terjadi pada keadaan berikut ini :

Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus manusia lainnya.

Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin ada reaksi silang
terhadap protein virus, dinding sel atau antibodi.
o Negatif palsu :

Penyebab-penyebab yang tidak diketahui.

Arti dari hasil Pemeriksaan


Hasil pemeriksaan postif menandakan hal berikut:

Orang tersebut telah terinfeksi oleh HIV dan mungkin terinfeksi seumur
hidup.

Orang tersebut dianggap infeksius terhadap orang lain melalui tranmisi darah
dan cairan tubuh.

Tidak mungkin meramalkan orang yang sekarang asimptomatik, kapan ia


menderita AIDS; sebagian orang dengan seropositif saat ini, suatu saat akan
berkembang menjadi AIDS dan pada masa itupun masih diperkirakan belum
ditemukan pengobatan yang efektif.

Tidak mungkin mencegah perkembangan ke arah AIDS (akhir-akhir ini ada


kemajuan dalam penyelidikan antiviral dan usaha pencegahan terjadinya
infeksi oportunistik seperti pneumonia pneumocystis carinii.

Suatu hasil pemeriksaan negatif pun tidak menunjukkan penderita terbebas


dari infeksi yang menakutkan ini.

Hasil negatif berarti :

Tidak terdeteksi antibodi HIV.

Kemungkinan orang tersebut tidak terinfeksi

Orang

tersebut

mungkin

terinfeksi

tapai

antibodinya

belum

meningkat.
Penderita AIDS yang mungkin sudah sedemikian lemah sehingga

sistem kekebalan tidak lagi dapat memberikan respon untuk membentuk


antibodi.
Hasil yang meragukan juga dapat terjadi, misalnya jika ELISA atau Western
Blot bereaksi lemah dan dengan demikian menimbulkan kecurigaan. Hal ini dapat
terjadi pada infeksi HIV dini, infeksi yang sedang berkembang (sampai semua pita
pada pemeriksaan western Blot terlihat lengkap, atau pada reaktifitas silang terhadap
titer retrovirus lain yang tinggi, misalnya HIV-2 atau HTLV-1.
d. Pemeriksaan antigen dengan PRC
8. Penatalaksanaan dan Pencegahan
a. Konseling
Dengan adanya masalah-masalah baik fisik maupun psikologis yang terdapat
pada kehamilan dengan HIV, maka untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan
dengan cara bicara dengan seorang konselor tentang perasaan dan dengan dokter
tentang kehamilan, diagnosa HIV dan pemilihan perawatan dan penanganan yang akan
menolong ibu hamil tersebut untuk merencanakan langkah berikutnya dan membuat
keputusan tentang bagaimana ibu hamil berjalan dengan kehamilannya. Konseling juga
dapat diberikan kepada keluarga, masyarakat dan kelompok risiko tinggi. Perawat atau
konselor juga dapat menunjukkan untuk mendapatkan sumber-sumber lain di
komunitasnya, misalnya kelompok pendukung, organisasi wanita dan organisasi AIDS.
Beberapa isu yang dapat dikonsultasikan antara lain:
Dampak HIV pada kehamilan
Dampak kehamilan pad perkembangan HIV
Isu reproduksi lain yang berdasar pada faktor maternal
o Penggunanaan obat-obatan /alkohol
o Usia ibu yang sudah tua
o Hipertensi, diabetes, dll
Isu prekonsepsi umum
o Konseling nutrisi (mis.Asam folat)

o Pentingnya perawatan awal kehamilan dan perawatan prenatal


Kesehatan jangka panjang ibu dan anak
Transmisi perinatal
Penggunanan pengobatan antiretrovirus dan lainnya
Konsepsi yang aman jika partner HIV-negatif.
b. Melindungi Penderita dari Infeksi
Seseorang dengan HIV akan mengalami penurunan CD4 dimana sel tersebut
berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh. Dengan adanya penurunan CD4 maka akan
terjadi penurunan daya tahan tubuh. Sehingga diperlukan penanganan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh tersebut yaitu melalui obat, nutrisi dan latihan.
c. Kesehatan Ibu
Kesehatan ibu penting untuk kesehatan kehamilan dan persalinan. Hal ini
termasuk nutrisi yang tepat, cukup olahraga, istrirahat, berhenti merokok, menghindari
kafein, narkoba dan alkohol dan pergi ke perawatan prenatal. Karena jika merokok
selama kehamilan dapat memicu kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah yang
mana meningkatkan resiko tertular HIV.
d. Membuat Keputusan tentang Treatment HIV
Selama trimester I, jika tidak ada alasan medis yang urgent maka penundaan
terapi dapat dilakukan sampai setelah 2-14 minggu kehamilan. Hal ini ada 2 alasan
untuk menunggu sampai trimester II. Pertama morning sickness yang menyulitkan
untuk menjaga pengobatan. Kedua, efek obat anti HIV pada bayi selama trimester I
belum diketahui. Perkembangan bayi lengkap pada minggu ke 12.
Untuk wanita yang sudah melakukan terapi, menghentikan terapi selama
trimester I untuk membiarkan perkembangan organ dapat menyebabkan viral load ibu
kembali tinggi, yang akan meningkatkan resiko terjadi penularan.
e. Pengobatan Penderita
Upaya pengobatan meliputi beberapa cara pendekatan yang mencakup
penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian
replikasi, pemghentian replikasi virus HIV melalui preparat antivirus, dan penguatan
serta pemulihan sistem imun melalui penggunaan preparat imunomodulator. Manfaat
pengobatan tidak sekadar untuk kesehatan kita sendiri.
Mengobati HIV kita sendiri akan mengurangi risiko bayi terinfeksi HIV menjadi
hampir nol. Tanpa pengobatan, kurang lebih satu dari empat bayi yang terlahir dari ibu
HIV-positif akan terinfeksi saat lahir.
1. Terapi antiretrovirus

Penatalaksanaan HIV/AIDS termasuk terapi ARV (ART) dimaksudkan untuk


menghambat replikasi virus. Prinsip pengobatan antiretroviral adalah sebagai
berikut:
1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV.
2. Memperbaiki kualitas hidup orang yang hidup dengan HIV/AIDS.
3. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh.
4. Menekan replikasi secara maksimal dan selama mungkin.
Proses pengambilan keputusan memulai terapi antireroviral pada anak didasarkan
pada penilaian secara klinis dan imunologis, serta lingkungan sosial anak yang
memerlukan terapi. Klasifikasi klinis pada penyakit yang terkait infeksi HIV pada
anak tercantum di bawah ini. Klasifikasi klinis ini digunakan saat infeksi HIV
sudah terkonfirmasi.
Terdapat empat kelas antiretroviral (ARV) yang tersedia untuk pengobatan HIV.
1.

Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTIs)

Penghambat enzim reverse-transcriptase adalah golongan obat pertama yang


digunakan untuk pengobatan HIV-1. Golongan obat NRTI adalah penghambat kuat
enzim reversetranscriptase dari RNA menjadi DNA yang terjadi sebelum
penggabungan DNA virus dengan kromosom sel inang. Obat ini membutuhkan
enzim kinase sel untuk membentuk zat aktifnya melalui proses fosforilasi
intraseluler. Aksi obat yang sudah difosforilasi adalah menghambat secara
kompetitif enzim reverse-transcriptase virus dan mengakhiri proses elongasi DNA
virus selanjutnya. Oleh karena obat-obat ini beraksi pada tahap sebelum integrasi
dalam siklus hidup virus, obat ini hanya sedikit berefek pada sel yang sudah
terinfeksi secara kronis dimana DNA virus sudah tergabung dalam kromosom sel.
Golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) yang tersedia yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.

zidovudin (ZDV, AZT)


didanosin (ddI)
stavudin (d4T)
lamivudin (3TC)
emtricitabin(FTC)
abacavir (ABC)
zalcitabin (ddC).
Non-Nukleosida Transcriptase Inhibitors (NNRTIs)

Golongan non-nucleoside reverse-transcriptase inhibitor (NNRTI) secara spesifik


menghambat aktivitas enzim reverse-transcriptase dengan mengikat secar
langsung tempat yang aktif pada enzim tanpa aktivasi sebelumnya. Golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) yang tersedia yaitu:
a.
b.
c.
3.

delavirdin (DLV)
efavirenz (EFV)
nevirapin (NVP).
Protease inhibitors (PIs)

Golongan protease inhibitor (PI) menghambat enzim protease HIV yang


dibutuhkan untuk memecah prekursor poliprotein virus dan membangkitkan fungsi
protein virus. Enzim protease penting pada tahap replikasi virus yang terjadi
setelah transkripsi DNA virus ke RNA dan translasi ke dalam protein virus. Karena
golongan PI beraksi pada langkah setelah integrasi dalam siklus virus, maka
golongan obat ini efektif dalam menghambat replikasi baik pada sel-sel yang baru
terinfeksi maupun yang sudah kronis. Golongan protease inhibitors (PI) yang
tersedia yaitu:
a.
b.
c.
d.
4.

nelfinavir (NFV)
ritonavir (RTV)
lopinavir/ritonavir (LVP/r)
amprenavir (AMP).
Golongan fusion inhibitors (FIs)

Golongan obat ini menghambat masuknya virus HIV tipe 1 (HIV-1) ke dalam sel
target pada orang yang terinfeksi. Obat ini secara spesifik mencegah fusi
glikoprotein transmembran gp4 HIV-1 dengan reseptor CD4 pada sel inang.
Golongan fusion inhibitors yang tersedia adalah enfuvirtid (T-20).
2. Terapi alternatif
1. Terapi spiritual / psikologis : terapi humor, hipnosis, kesembuhan karena imankepercayaan dan afirmasi positif.
2. Nasetilsistein (NAC), pentoksifilin (Trental) dan 1-kloro-2,4-dinitrobenzena
(DNCB), terapi oksigen, terapi ozon, terapi urin.
3. Terapi dengan tenaga fisik dan alat : akupuntur dan akupresure, terapi masase,
refleksiologi, terapi sentuhan, yoga dan kristal.
4. Terapi Nutrisi : diet vegetarian, protein tinggi, suplemen vitamin C, obat
tradisional cina seperti campuran herbal tradisonal serta senyawa Q (ekstrak
ketimun cina) dan monmordica charanma (bitter melon) yang diberikan sebagi
enema juga digunakan dalam terapi alternatif, makanan yang mengandung Zn
(Zinc = seng) yaitu daging, kerang-kerangan, biji-bijian, serealia, leguminosa,
telur dan susu. Gizi buruk terbukti meningkatkan angka penularan HIV dari ibuke-bayi. Gizi yang baik membantu tubuh menyerang infeksi, mengurangi masalah
kelahiran (berat badan bayi rendah, kematian bayi), membantu khasiat ARV, dan
dapat mengurangi efek samping obat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
ada manfaat pada Odha perempuan bila dipakai tambahan vitamin waktu hamil.
Multi-vitamin (vitamin B1, B2, B6, dan B12, niacin, vitamin C, vitamin E, dan
asam folat) diberi pada perempuan hamil dapat memperpanjang masa tanpa
gejala.

3. Perawatan Penderita
Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau dikhawatirkan
sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit tipe A atau B yang
mempunyai berbagai disiplin keahlian dan fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di unit
sesuai gejala klinis yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang
sulit, sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan dukungan
moral sehingga rasa takut dan frustasi penderita dapat dikurangi. Guna mencegah
penularan di rumah sakit terhadap penderita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga
kesehatan dan keluarga, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus.

Anda mungkin juga menyukai