Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

GERAK INVOLUNTER
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :
dr. R. Yoseph Budiman Sp. S

Disusun oleh :
Rizka Nurul Firdaus
20080310075

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
GERAK INVOLUNTER
Disusun oleh:
Rizka Nurul Firdaus
20080310075
Telah dipresentasikan pada:
21 Desember 2013

Bantul, 21 Desember 2013


Menyetujui dan mengesahkan,
Pembimbing

dr. R. Yoseph Budiman Sp.S


BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan involunter (GI) ialah suatu gerakan spontan yang tidak disadari,
tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan,
bertambah jelas waktu melakukan gerakan volunter atau dalam keadaan emosi
dan menghilang waktu tidur.
GI yang sering dijumpai pada anak akibat gangguan ganglia basalis
dan/atau serebelum mencakup tremor, korea, atetosis, distonia dan hemibalismus.
GI yang timbul bukan karena gangguan pada inti-inti organ tersebut, misalnya tic,
spasmus dan mioklonia tidak dibicarakan.
2

PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka memerlukan
kerjasama yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP).
Sistem P terutama untuk gerakan volunter sedang sistem EP menentukan landasan
untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang-trampii dan mahir. Dengan
kata lain, sistem EP mengadakan persiapan bagi setiap gerakan volunter berupa
pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik yang menyangkut tonus
otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan diwujudkan.
Sistem EP terdiri atas: 1). Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8; 2). Intiinti subkortikal ganglia- basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus
palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis; 3).
Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan 4). Serebelum. Inti-inti tersebut
saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang membentuk tiga lintasan
lingkaran (sirkuit). Sedangkan sistem P, dari korteks serebri area 4 melalui jalurjalur kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower
motor neuron (LMN).
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya GI, terlebih dahulu dijelaskan
pengertian

perihal

jalannya

impuls

motorik

yang

digunakan

'untuk

mempersiapkan dan membangkitkan gerakan volunter. Impuls motor& EP


sebelum diteruskan ke LMN akan mengalami pengolahan di berbagai inti ganglia
basalis

dan

korteks

serebelum

sehingga

telah

siap

sebagai

impuls

motorik/pengendali bagi setiap gerakan yang akin diwujudkan impuls motoric P.


Keduanya

merupakan

suatu

kesatuan

yang

tidak

terpisahkan

dalam

membangkitkan setiap gerakan volunter yang sempuma.


Ada 3 jalur sirkuit untuk pengolahan impuls motorik tersebut :
1) Sirkuit pertama
Lintasan sirkuit pertama akan dilalui oleh impuls motorik yang dicetuskan
di area 4 dan 6, lalu dihantarkan ke inti basal pons, korteks serebelum, inti
3

dentatus, inti ruber dan inti ventro-lateralis dan akhimya kembali ke korteks
motorik P dan EP area tersebut.
2). Sirkuit kedua
Merupakan lintasan yang akan dilalui oleh impuls motorik dari korteks
serebri area 4, 4S dan 6, menuju ke substansi nigra, putamen, globus palidus, inti
ventrolateralis talami dan kembali ke korteks motorik P & EP area 4, 4S dan 6.
3) Sirkuit ketiga
Impuls motorik dan area 4S dan 8 akan melalui sirkuit ini menuju ke inti
kaudatus, globus palidus dan inti ventrolateralis talami dan selanjutnya kembali ke
korteks motorik area P dan EP area 6. Sebagian impuls tersebut akan diteruskan
ke inti Luys sebelum kembali ke korteks yang bersangkutan.
Bila ada gangguan pada salah satu jalur sirkuit atau inti ganglia basalis
atau serebelum, maka gangguan umpan balik ke korteks motorik P dan EP akan
timbul. Hal ini disebabkan karena impuls motorik yang semula dicetuskan di
korteks motorik area bersangkutan tidak dapat diteruskan melalui jalur sirkuit atau
tidak dapat dikelola oleh inti-inti ganglia basalis dan serebelum yang terganggu.
Dengan demikian akan bangkit gerakan yang tidak terkendali sistem EP berupa
gerakan involunter. Bergantung pada lokalisasi lesi maka GI thpat berbentuk
tremor bila lesi pada serebelum atau substansi nigra, korea pada inti kauthtus dan
globus palidus, atetosis path bagian luar putamen dan globus palidus, distonia
path bagian dalam putamen dan inti kaudatus dan hemibalismus pada inti Luys .
Pada suatu penyakit tertentu dapat dijumpai satu atau beberapa jenis GI.
Seperti pada kelumpuhan otak tipe subkortikal, dapat ditemukan semua jenis GI
tersebut di atas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan
kemauan, tidak diketehendaki, dan tidak bertujuan.
B. PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempuma pada otot rangka memerlukan
kerjasama yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP).
5

Sistem piramidal terutama untuk gerakan volunter sedang sistem ekstrapiramidal


menentukan landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang
terampil dan mahir.
Dengan kata lain, sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi
setiap gerakan volunter berupa pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls
motorik yang menyangkut tonus otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan
yang akan diwujudkan.
Sistem ekstrapiramidal terdiri atas:
1. Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8;
2. Inti-inti subkortikal ganglia basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen,
globus palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus
ventrolateralis;
3. Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan
4. Serebelum. Inti-inti tersebut saling berhubungan melalui jalur jalur khusus
yang membentuk tiga lintasan lingkaran (sirkuit).
Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur
kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor
neuron (LMN). Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gerakan involunter,
terlebih dahulu dijelaskan pengertian perihal jalannya impuls motorik yang
digunakan 'untuk mempersiapkan dan membangkitkan gerakan volunter. Impuls
motor dan

ekstrapiramidal sebelum diteruskan kae LMN akan mengalami

pengolahan di berbagai inti ganglia basalis dan korteks serebelum sehingga telah
siap sebagai impuls motorik/pengendali bagi setiap gerakan yang akin diwujudkan
impuls motoric P. Keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
dalam membangkitkan setiap gerakan volunter yang sempuma.
Ada 3 jalur sirkuit untuk pengolahan impuls motorik tersebut:
1) Sirkuit pertama
Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti
melewati korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis,
korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami,
korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini memberikan
6

FEEDBACK kepada korteks piramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari


korteks serebellum.
Gangguan feedback lintasan ini timbul :
Ataksia
Dismetria
Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung.

2). Sirkuit kedua


Menghubungkan korteks area 4S

& area 6 dengan korteks motorik

piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus


ventrolateralis talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis
untuk mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis,
agar gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai.
Gangguan pada substansia nigra menimbulkan:
Tremor sewaktu istrahat
Gejala-gejala motorik lain
Sering ditemukan pada sindroma Parkinson
7

3)Sirkuit ketiga
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus
ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh
nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &
ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI.
sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.
Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul gerakan
involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti Khorea dan
Atetosis .Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus. Balismus
akibat lesi di Nukleus Luysii.

C. JENIS-JENIS GERAKAN INVOLUNTER


1. Tremor
Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis
yang involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama
lain (resiprokal). Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari
klonus (klonik). Secara umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis)
dan tremor abnormal (patologis).
a) Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi dalam
keadaan terjaga atau selama fase tertentu selama tidur. Frekuensinya berkisar
8-13 Hz (10 Hz), dan lebih rendah pada orang tua dan anak-anak. Tremor ini
dihasilkan

oleh

getaran

pasif

akibat

aktivitas

mekanik

jantung

(balistocardiogram). Sifat tremor sangat halus dan tidak dapat dilihat secara
9

kasat mata. Tremor fisiologis dapat ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut,
cemas) dan latihan fisik.

b) Tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki ciri:
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering melibatkan otototot distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak tangan), lalu otot-otot
proksimal, kepala, lidah, rahang dan korda vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz.
Dengan bantuan EMG, tremor patologis dapat diklasifikasikan berdasarkan
kekerapannya, hubungan dengan postur dan gerakan volunter, pola bacaan
EMG pada otot yang bekerja berlawanan, serta respons terhadap pemberian
obat tertentu.
Tremor Postural dan Aksi (Postural and Action tremor)
Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi
ketika tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu
10

terutama untuk menjaga postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan


kedua lengan di depan dada). Karena untuk mempertahankan posisi tersebut
dibutuhkan kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul pada gerakan
aktif dan meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor
menghilang apabila ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang
bekerja diaktifkan. Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis
pada neuron motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot
yang berlawanan, tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya.
Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:

Tremor fisiologis yang meningkat (enhanced physiological tremor).


Frekuensi sama dengan tremor fisiologis (10 Hz) dengan amplitudo lebih
besar. Timbul apabila dalam keadaan takut, cemas (ansietas), gangguan
metabolik (hipertiroid, hiperkortisol, hipoglikemik), feokromositoma,
latihan fisik berlebih, penarikan alkohol/sedatif lainnya, efek toksik
lithium, asam nikotinat, xantin (kopi, teh, aminofilin, cola), dan
kortikosteroid. Bersifat transien dan dapat dipicul oleh injeksi epinefrin
atau obat -adrenergik (isoproterenol). Diduga akibat aktifitas reseptor adrenergik tremorgenik

Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat
sedatif (benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama.

Tremor esensial/familial. Ini adalah tremor tersering, frekuensi 4-8 Hz


dengan amplitudo bervariasi dan tidak berhubungan dengan masalah
neurologis (esensial). Tremor ini sering muncul pada anggota keluarga
tertentu, mengisyaratkan adanya karakteristik familial. Muncul pada
usia akhir dekade kedua (walaupun juga dapat muncul sejak anak-anak).
Seiring bertambahnya usia, frekuensi tremor berkurang namun amplitudo
meningkat. Tremor terjadi pada lengan secara simetris, kepala, dan
(jarang) rahang, bibir, lidah dan laring. Seperti yang lainnya, tremor ini
11

dipengaruhi oleh emosi, aktifitas fisik dan kelelahan. Penyebab tremor


esensial belum diketahui, diduga cerebelum berperan melalui jaras
kortiko-talamo-cerebellar.

Tremor polineuropatik, tremor ini terjadi pada pasien dengan kelainan


demielinisasi dan polineuropati paraproteinemik. Karakteristik berupa
tremor esensial kasar dan memburuk jika pasien diminta memegang
dengan jarinya. Namun tidak seperti tremor organik lainnya, tremor ini
berkurang jika diberikan beban pada ekstremitas yang terkena.

Tremor Parkinson
Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat
ledakan aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja
berlawanan.Tremor pada awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada
penyakit Parkinson, tremor mungkin hanya satu-satunya gejala (tanpa disertai
akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun tremor dapat juga muncul
belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada salah satu/kedua
lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi jika
lengan dalam sikap istirahat (resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat
pindah sikap atau lengan ditopang dengan mantap.
Bentuk dari tremor Parkinson ini adalah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi
jari tangan, pronasi-supinasi lengan bawah. Pada kaki terjadi gerakan fleksiekstensi lutut, pada rahang berupa gerakan membuka-menutup, pada kelopak
terjadi gerakan berkedip-kedip dan pada lidah berupa gerakan keluar-masuk.

Tremor Intention (Ataxic)

12

Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan


gerakan aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan
jari telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat
mendekati target yang dituju. Disebut ataxic karena disertai oleh ataxia
cerebellar. Tremor menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase
inisiasi memulai gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan
pada cerebelum (lesi di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya,
terutama pada pedunkulus cerebelar superior.
Tremor lainnya:
-

Tremor Palatal merupakan merupakan gerakan involunter, cepat dan ritmis

daripada palatum mole. Ada dua jenis tremor palatal: tremor palatal essensial dan
tremor palatal simtomatis. Pada tremor palatal essensial terjadi aktivasi dari m.
Tensor veli palatini tanpa ada penyebab patologis, menimbulkan bunyi klik dan
berkurang pada saat tidur. Sedangkan tremor palatal simtomatis melibatkan m.
Levator veli palatini dan terdapat lesi batang otak yang mempengaruhi jaras
dentata-olivari. Frekuensi: 26-420 kali permenit (tremor essensial) dan 107-164
kali permenit (tremor simtomatis).
-

Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain

tremor gejala lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa
tercekik, berteriak seperti kesakitan, penurunan kesadaran, dll. Penyebabnya
adalah stress.

13

2.

Khorea
Kata

khorea

berasal

dari

Yunani

yang

berarti

menari

Chorea

adalah

gerakan

di luar

kesadaran yang cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu
bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan seringkali secara
terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya.
Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Gerakan menyentak
kelihatannya mengalir dari satu otot ke otot berikutnya dan mungkin kelihatannya
seperti menari. Gerak-gerik mungkin bergabung secara tak terlihat ke dalam
perbuatan dengan tujuan atau semi-tujuan, kadang-kadang membuat chorea sukar
untuk dikenali.
Penyebabnya antara lain: penyakit Huntington, koera Sydenham (komplikasi
demam reumatik), SLE, pil kontrasepsi oral, hiperviskositas, tirotoksis=kosis,dan
sindrom antifosfolipid. Korea kadang terjadi pada usia lanjut tanpa alasan yang
jelas dan terutama mengenai otot di dalam dan di sekitar mulut. Khorea ini juga
bisa menyerang wanita hamil pada 3 bulan pertama kehamilannya, tetapi akan
14

menghilang

tanpa

pengobatan

segera

setelah

persalinan.

Dalam klinik dibedakan 3 jenis gerakan koreatik :


1) Korea mayor (Korea Huntington)
Merupakan salah satu gejala klinik penyakit Huntington. Penyakit ini
bersifat herediter yang diturunkan secara autosom dominan, akibat degenerasi
ganglia basalis terutama pada inti kaudatus yang bersifat menahun progresif.
Lebih sering pada orang dewasa di atas umur 30 tahun, sangat jarang pada anak.
Sekitar 15% terdapat pada anak di atas umur 3 tahun (juvenile type). Pada tipe
juvenilis, 75% dengan riwayat keluarga positif yakni ayahnya. Manisfestasi klinik
lain berupa kekakuan, bradikinesi, kejang dan retardasi intelektual. Tidak ada
pengobatan khusus. Prognosis jelek. kematian biasanya terjadi 310 tahun
sesudah timbul gejala klinik.
2) Korea minor
Sering disebut korea Sydenham, St Vitus dance atau korea akuisita.
Patogenesisnya masih belum jelas, diduga berhubungan dengan infeksi reuma
sebab 75% kasus menunjukkan riwayat demam rematik. Sangat mungkin reaksi
antigen-antibodi pasca infeksi streptokok betahemolitikus grup A yang berperan.
Selain pada demam rematik, korea ini dapat juga bermanifestasi pada
ensefalitis/ensefalopati dan intoksikasi obat. Kira-kira 80% kasus terdapat pada
usia 515 tahun, perempuan: lelaki = 23 : 1. Gejala klinik berupa gerakangerakan koreatik pada tangan/lengan menyerupai gerakan tangan seorang
penari/pemain piano, adakalanya pada kaki/tungkai dan muka. Perjalanan
penyakit bervariasi, dapat sembuh spontan dalam 23 bulan tetapi dapat pula
sampai setahun. Tidak ada pengobatan khusus selain sedativa.
3)Korea Iatrogenik
Jenis korea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang pada
umunya obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut obat
antipsikosis seperti haloperidol dan fenotiazin. Korea dapat melibatkan sesisi
15

tubuh saja, sehingga disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras
sehingga

seperti

membanting-bantingkan

diri,

maka

istilahnya

ialah

hemibalismus.
3. Atesosis
Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan
lebih lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke
proksimal. Atetosis banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia
basal. Athetosis adalah aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar
kesadaran. Biasanya pada kaki dan tangan.
Khorea dan atetosis bisa terjadi secara bersamaan, dan disebut
koreoatetosis. Korea dan atetosis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan
gejala

yang

bisa

terjadi

pada

beberapa

penyakit

yang

berbeda.

Seseorang yang mengalami korea dan atetosis memiliki kelainan pada ganglia
basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali menyebabkan korea dan atetosis
adalah penyakit Huntington.
Gerakan atetotik ditemukan pada beberapa penyakit:
1) Kelumpuhan otak (cerebral palsy)
Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan
otak non-progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir.
Kelumpuhan otak yang disertai gerakan atetotik/koreo-atetotik termasuk
kelumpuhan otak tipe subkortikal, akibat lesi pada komponen ganglia basalis. Tipe
ini meliputi 515% kasus kelumpuhan otak.
Terdapat 2 faktor perinatal sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe
subkortikal ialah hiperbilirubinemia (kern ikterus) dan asfiksi berat.
Gejala klinik biasanya baru tampak sesudah umur 18 bulan. Dapat
ditemukan gerakan atetotik, koreo-atetotik maupun jenis GI fainnya bergantung
pada lokasi kerusakan. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif.
16

2) Sindrom Lesch-Nyhan
Kelainan ini sangat jarang dijumpai,ditandai oleh gerakan koreoatetotik
bilateral, retardasi mental, mutilasi diri dan hiperurikemia. Etiologi belum
diketahui; dihubungkan dengan defisiensi ensim hipoksantin-guanin fosforibosil
transferase pada eritrosit, fibroblast dan ganglia basalis. Merupakan penyakit
herediter yang diturunkan secara sex-linked resesif_pada kromosom X sehingga
hanya terdapat pada anak lelaki.
Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 68 bulan, kemudian diikuti
gerakan koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan
sindrom yang lengkap. Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam
tiga kali pemberian. Prognosis jelek.

3) Penyakit Hallervorden-Spatz
Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang
herediter dan diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga
ada hubungan dengan deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua
daerah tersebut. Namun tidak jelas adanya gangguan metabolisme zat besi yang
menyertainya. Penyakit ini jarang dijumpai.
Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan
atetotik, kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif.
Kadang-kadang timbul kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada
pengobatan, prognosis jelek, biasanya meninggal dalam 5-20 tahun.
4. Hemibalismus
Hemiballismus ialah sejenis chorea, biasanya menyebabkan gerakan
melempar satu lengan di luar kemauan dengan keras. Hemiballismus
mempengaruhi satu sisi badan. Lengan terkena lebih sering daripada kaki.
17

Biasanya disebabkan oleh stroke yang mempengaruhi bidang kecil tepat di bawah
basal ganglia yang disebut nukleus subthalamic. Hemiballismus untuk sementara
mungkin melumpuhkan karena ketika penderita mencoba menggerakkan anggota
badan, mungkin melayang secara tak terkendali.
5. Tic
Tic adalah istilah Prancis yang sesuai dengan standar internasional. Tic
merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat,
sejenak namun berkal-kali dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk
majemuk. Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan tic diberi
tambahan sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat. Dengan demikian dikenal
istilah tic facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis oris, dan tic
orbikularis okuli. Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah
otot orbikularis oris, orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial
lainnya.
Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang
terkoordinir , berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang
sinergistik.
Gerakan tik ini dibedakan menjadi 3 macam:
a. Tik Fonik
Gerakan otot penggerak pita suara yang mana suara yang diproduksi
berubah-ubah karena pasien berusaha memindahkan udara nafasnya melalui
mulut, kadang sengau karena melewati hidung sehingga gerakan tik ini disebut
juga tik verbal.
b. Tik motorik sederhana
Tik ini biasanya terjadi tiba-tiba, singkat, gerakan berarti yang biasanya
hanya melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, kepala menyentak,

18

atau mengangkat bahu. Selain itu, dapat beragam tak bertujuan dan mungkin
termasuk gerakan-gerakan seperti tangan bertepuk tangan, leher peregangan,
gerakan mulut, kepala, lengan atau kaki tersentak, dan meringis wajah.
c. Tik motorik komplek
Tik motor komplek biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih
lama.

Mereka

mungkin

melibatkan

sekelompok

gerakan

dan

muncul

terkoordinasi. Contohnya menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh


benda-benda, ekopraksia/gerakan latah dan koprolalia/ngomong jorok.
Tik fonik yang bersifat komplek dapat jatuh ke dalam gerakan tik motor
komplek berbagai seri (kategori), termasuk echolalia (mengulangi kata-kata hanya
diucapkan oleh orang lain), palilalia (mengulangi seseorang kata-kata sebelumnya
diucapkan sendiri), lexilalia (mengulangi kata-kata setelah membaca mereka), dan
coprolalia (ucapan spontan sosial pantas atau tabu kata atau frase).
Tik motor komplek jarang terlihat berdiri sendiri kadang dicetuskan
denagn tik yang sederhana.

6. Mioklonus
Merupakan aktivasi sekelompok otot yang menyebabkan gerak singkat,
eksplosif seperti tersengat listrik, sering mengenai seluruh ekstremitas.
Sentakan mioklonus sekali terjadi bisa mengenai seluruh otot, seperti yang sering
terjadi ketika kita mulai tertidur. Mioklonus juga bisa terbatas pada satu tangan,
sekumpulan otot di lengan bagian atas atau tungkai atau bahkan pada sekelompok
otot wajah.
Penyebabnya banyak sekali seperti dari penyakit vascular, obat-obatan dan
ganguan

metabolic,

dan

penyakit

neurodegenerative

seperti

enselopati

spongioform.
19

7. DISKINESIA TARDIF
Diskinesia sendiri ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek
dari pemakaian obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan berulang- ulang
dan tidak disadari yang merupakan efek samping jangka panjang dari obat
antipsikotik khususnya pada orang sakit jiwa.
Gambaran klinis diskinesia tardif yaitu berulang-ulang, involunter dan
gerakan yang tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, menjulur-julurkani lidah,
bergetar, melipat dan mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat.
Pergerakan cepat dari ekstremitras dan jari-jari juga muncul pada beberapa
penderita. Hal yang membedakannya dengan parkonson disease ialah pergerakan
dari ekstremitasnya. Pada parkinson disease, pasien kesulitan untuk bergerak
tetapi pada pasien diskinesia tardif tidak ada kesulitan untuk bergerak.
Mekanisme diskinesia tardif karena proses antagonisme dopamin di jalur
antara lokasi substansia nigra dan korpus striatum. Terutama kalau yang terkena
proses antagonisasi dopaminpada reseptor D2 menyebabkan efek lepas obat dan
menimbulkan gerakan ini.
8. Distonia
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus
menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap
tubuh yang abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan
nyeri, bisa mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai
atau leher) atau seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul
pada masa kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan.
Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau
pada awal masa dewasa.

20

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa


baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah. Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara. Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya
setelah olah raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi
semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:

Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh


Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu

Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak


berhubungan.

Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.

Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:

Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans


atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa
diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk
secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk
dalam kursi roda.

Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling


sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi
kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala
bisa

tertarik

ke

depan

atau

ke

belakang.
21

Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar


penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya.
Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan,
tetapi tidak berlangsung lama.

Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.


Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata
biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga
terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.

Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah


dan leher.

Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.


Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.

Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses


berbicara. Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang
menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.

Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia


oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik. Kram penulis
merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang lengan bawah bagian
depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk menulis. Distonia yang sama
juga disebut kram pemain piano dan kram musisi. Distonia dopa-responsif
merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan obat-obatan. Salah satu
variannya yang penting adalah distonia Segawa. Mulai timbul pada masa kanakkanak atau remaja, berupa kesulitan dalam berjalan. Pada distonia Segawa,
gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari
22

menjadi ketidakmampuan di sore dan malam hari, juga setelah melakukan


aktivitas.

23

BAB III
KESIMPULAN

Gerakan involunter ialah suatu gerakan yang timbul spontan, tidak disadari,
tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan
sebagai akibat lesi pada ganglia basalis dan/atau serebelum.

Dikenal beberapa jenis gerakan involunter, antara lain tremor, korea, atetosis,
distonia dan hemibalismus bergantung pada lokasi lesi.

Kelainan ini bukan suatu penyakit dalam arti sebenarnya, tetapi hanya
manifestasi klinik sesuatu penyakit dengan gangguan ganglia basalis dan/atau
serebelum.

Pengobatan bersifat konservatif atau pembedahan, bergantung jenis gerakan


involunter dan penyakit dasar.

24

KEPUSTAKAAN

Fahmi. Chorea, Athetosis, dan Hemiballismus. Universitas negeri malang;


2005. http://forum.um.ac.id/index.php?topic=6054.0
Grace et Borley. Surgery at Glance Third Edition. Erlangga. 2006
Houston H, Rowland L, Rowland R. Merrits Neurology. 10th ed. US: LWW;
2000.
Isselbacher dkk. Harison Prinsip-prinsip umum Ilmu penyakit dalam.Volume 1.
Edisi 13. EGC: 1999.
Muttaqin, A. hal 62-63,Pengantar Asuhan keperawatan Klien dengan
gangguan system persarafan. Salemba medika
Prof.DR.dr.S.M.Lumbantobing.Neuorologi

Klinik,Pemeriksaan

Fisik

dan

Mental.Jakarta : FKUI
Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. US: Thieme; 2004. p.62-3.
Ropper A, Brown R. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. US:
The McGraw-Hill Company; 2005. p.55-97
Santens P, Boon P, Van Roost D, Caemaert J. The Pathophysiology of motor
symptoms in Parkinsons disease. Acta neurol. Belg. 2003 [103];12934

25

Anda mungkin juga menyukai