Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga
mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis
(heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta
makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang
dalam perilaku seksual amat banyak.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang
untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara
yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak
wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di
peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan, dan
faktor genetik.. 2
Salah satu bentuk penyimpangan seksual adalah sadomasokisme. Sadisme
seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual dapat
diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu
menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan
kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya
disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual, bentuk penyimpangan
seksual ini umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan seksual;

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
A. Masokisme Seksual
Masokisme seksual (sexual masochism), berasal dari nama seorang
Novelis Austria, Leopold Ritter von Sacher- Masoch (1836-1895), yang
menulis cerita dan novel tentang pria yang mencari kepuasan seksual dari
wanita yang memberikan rasa nyeri/sakit pada dirinya, sering dalam bentuk
flagellation (dipukul atau dicambuk).
Masokisme seksual melibatkan dorongan kuat yang terus menerus dan
fantasi yang terkait dengan tindakan seksual yang melibatkan perasaan
dipermalukan, diikat, dicambuk, atau dibuat menderita dalam bentuk lainnya. 1
Dorongan itu dapat berupa tindakan yang menyebabkan atau didasari oleh
distress personal. Pada sejumlah kasus masokisme seksual, orang tersebut tidak
dapat mencapai kepuasan seksual jika tidak ada rasa sakit atau malu.
B. Sadisme seksual
Sadisme seksual (sexual sadism) dinamai berdasarkan nama Marquis
de Sade (1740-1814), pria Prancis pada abad ke-18 yang terkenal, yang
menulis cerita tentang kenikmatan mencapai kepuasan seksual dengan
memberikan rasa sakit atau rasa malu pada orang lain. Sadisme seksual
ditandai dengan preferensi mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual
dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental. Berbeda
dengan pada sadisme, objek yang disakiti pada orang dengan masokisme
seksual adalah diri sendiri. Sadisme seksual adalah sisi kebalikan dari
masokisme seksual. Sadisme seksual melibatkan dorongan yang kuat dan
berulang serta fantasi terkait untuk melakukan suatu tindakan dimana
seseorang dapat terangsang secara seksual dengan menyebabkan penderitaan
fisik atau rasa malu pada orang lain. Orang dengan parafilia jenis ini ada yang

mewujudkan fantasi mereka atau malah terganggu dengan adanya fantasi


tersebut. Mereka dapat mencari pasangan yang sejalan, bias jadi kekasih atau
istri dengan kelainan masokistik, atau bias juga pekerja seks. Akan tetapi, ada
juga yang mengintai dan menyerang korban tanpa izin dan menjadi terangsang
dengan memberikan rasa sakit atau penderitaan pada korban mereka.
Pemerkosa sadistic terdapat pada kelompok terakhir ini. Namun, kebanyakan
pemerkosa tidak mencari rangsangan seksual dengan menyakiti korban
mereka; mereka bahkan dapat kehilangan hasrat seksual ketika melihat korban
mereka kesakitan.2
Pada beberapa kasus, seorang dengan sadisme dipenjarakan sebagai sex
offender yang menyiksa korbannya, dan mendapatkan kepuasan seksual dari
perbuatannya. Dibandingkan dengan sex offenders lain, orang dengan sadisme
seksual labih sering berkedok sebagai polisi, melakukan pembunuhan berseri,
mengikat

korban,

serta

menyembunyikan

mayat. 2

c. Sadomasokisme Seksual
Kata sadomasokis itu adalah gabungan dari sadis dan masokis.
Masokisme adalah kecenderungan yang tidak normal untuk mendapatkan
kesenangan karena disakiti orang lain. Masokis adalah orang yang mendapat
kesenangan karena atau dengan cara disakiti orang lain. Karena pada
pelaksanaan hubungan seksual itu berpasangan (antara pria dan wanita), maka
disebutlah sadomasokisme. Artinya, lebih pada wanita yang jadi korbannya.
Banyak orang memiliki fantasi sadistik atau masokistik pada saat-saat tertentu
atau melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi atau bentuk ringan
sadomasokisme (sadomasokchism) dengan pasangan mereka. Sadomasokisme
menggambarkan interaksi seksual yang secara mutual memuaskan yang
melibatkan baik tindakan sadistik dan masokistik. Kelainan ini bisa juga
disebut S-M, yaitu sebutan untuk penderita sadisme yang melakukan hubungan
seksual dengan masokisme. Simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan
sikat bulu untuk menyerang pasangan, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit
yang sebenarnya. Orang yang terlibat dalam sadomasokisme biasanya saling

bertukar peran saat melakukan aktivitas seksual atau dari satu aktivitas ke
aktivitas lainnya. Diagnosis klinis untuk masokisme atau sadisme seksual
biasanya tidak diberikan kecuali jika orang tersebut merasa tertekan akibat
perilaku atau fantasinya, atau tindakannya membahayakan diri sendiri atau
orang
2.2.

lain.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB

Pemaparan seks yang prematur, atau traumatik, dalam bentuk penyiksan


seksual masa anak-anak. Kira-kira 75 persen laki-laki yang diterapi di
National Institute for Study, Prevention, and Treatment Sexual di Baltimore,
adalah korban penyiksaan seksual pada masa anak-anaknya. Karena alasan
yang amsih belum dimengerti, jika seorang anak perempuan disiksa, mereka
lebih sering terinhibisi secara seksual. Sedangkan anak laki-laki yang disiksa
cenderung mewujudkan perilaku parafilia.
Supresi berlebihan terhadap keingintahuan alami tentang seks, karena
alasan religius atau alasan lain. Anak laki-laki yang diajari bahwa seks tabu,
kotor dan dihukum karena minatnya terhadap seks, mungkin menjadi laki-alki
dengan perilaku fetihisme atau obsesi. Represi parah tidak dianggap sebagi
suatu bentuk penyiksaan seksual, tetapi bisa jadi demikian.
A. Faktor Psikososial
Di dalam psikoanalitik klasik, orang dengan parafilia gagal
menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuaian
heteroseksual.
Dalam teori Freud mengatakan bahwa kelainan ini berdasarkan 5 tahap
psikoseksual yang tumpang tindih, diantaranya adalah : oral, anal,
phallic dan genital.
Penyiksaan sebagai anak dapat menjadi predisposisi seseorang untuk
menerima penyiksaan seksual berkelanjutan sebagai orang dewasa atau
sebaliknya,

untuk

menjadi

penyiksa

orang

lain.

Mengalami

penyiksaaan saat masih kecil yang bukan hanya penyiksaan seksual,


seperti pemukulan, pemberian enema, atau mempermalukan secara

verbal, dapat diseksualisasikan oleh anak dan dapat membentuk


parafilia. Pengalaman seperti itu dapat menimbulkan eroticized Child.
B. Faktor biologis
Beberapa studi mengindikasikan temuan abnormal pada orang dengan
parafilia. Siantar pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang
memiliki temuan organik positif mencakup 74 persen pasien dengan
kadar hormon abnormal, 24 perseen dengan tanda neurologis yang
ringan atau berat, 24 persen dengan kelainan kromosom, 9 persen
dengan kejang dengan disleksia, 4 persen dengan EEG abnormal, 4
persen dengan gangguan jiwa berat dan 4 orang dengan cacat mental.
C. Pandangan Psikodinamik
Menurut pandangan psikodinamik, parafilia jenis ini pada dasarnya
defensif, melindungi ego dari ketakutan dan ingatan dan direpres, dan
mewakili fiksasi pada tahap pragenital dalam perkembangan
psikoseksual.
D. Pandangan Behavioral dan Kognitif
Seringkali orang dengan parafilia jenis ini mengalami penyiksaan fisik
dan seksual pada masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam keluarga yang
hubungan antara orang tua dengan anak terganggu. Pengalamanpengalaman awal ini dapat berkontribusi terhadap tingkat kemampuan
sosial serta self-esteem yang rendah, kesepian, dan kurangnya
hubungan intim yang sering terlihat pada parafilia. Kepercayaan
bahwa sexual abuse pada masa kanak-kanak merupakan predisposisi
untuk munculnya, ternyata, masih perlu ditinjau ulang. Berdasarkan
penelitian, kurang dari sepertiga pelaku kejahatan seks merupakan
korban sexual abuse sebelum mencapai usia 18 tahun.
Distorsi kognitif juga memiliki peran dalam pembentukan parafilia. Orang
dengan parafilia dapat membuat berbagai pembenaran atas perbuatannya.
Pembenaran dilakukan antara lain dengan mengatribusikan kesalahan kepada
orang atau hal lain, menjelek-jelekkan korban, atau membenarkan alasan
perbuatannya. Sementara itu, berdasarkan perspektif operant conditioning,
banyak parafilia yang muncul akibat kemampuan sosial yang tidak adekuat
serta reinforcement yang tidak konvensional dari orang tua atau orang lain.

2.3.

DIAGNOSIS

Tabel 2.1
Kriteria berdasarkan DSM IV-TR Masokisme seksual
A.

Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang


merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens
dan berulang melibatkan tindakan (sebenarnya bukan pura pura)

B.

dipermalukan, dipukuli, diikat atau dibuat menderita.


Khayalan dorongan seksual atau perilaku menimbulkan penderitaan yang
secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area
fungsi penting lain.

Tabel 2.2
Kristeria berdasarkan DSM IV-TR Sadisme seksual
A.

Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang


merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens
dan berulang melibatkantindakan (sebenarnya, bukan pura pura) dengan
penderitaan fisik atau psikologis (termasuk mempermalukan) korban

B.

secara seksual menarik bagi pasien.


Orang tersebut melakukan dorongan seksual ini terhadap orang yang tidak
menginginkannya, atau dorongan maupun khayalan seksual menimbulkan
penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.

2.4.
TERAPI
Terapi yang dapat diberikan yaitu:
a. Teknik Psikoanalisis
Terapi Psikoanalisis efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi,
pasien menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri
adalah sekunder akibat perasaan bersalah bawah sadar yang berlebihan dan

juga menjadi mengenali impuls agresif mereka yang terepressi, yang


b.

berasal dari masa anak-anak awal.


Teknik

Behavioral

Para terapis dari aliran behavioral mencoba untuk mengembangkan


prosedur terapeutik untuk mengubah aspek seksual individu. Pada
awalnya, dengan pandangan bahwa parafilia merupakan ketertarikan
terhadap obyek seksual yang tidak pantas, prosedur yang dilakukan adalah
dengan terapi aversif. Terapi aversif dilakukan dengan memberikan
kejutan fisik saat seoseorang menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan
parafilia. Metode lain, disebut satiation; seseorang diminta untuk
bermasturbasi untuk waktu lama, sambil berfantasi dengan lantang. Kedua
terapi tersebut, apabila digabungkan dengan terapi lai seperti pelatihan
kemampuan sosial, dapat bermanfaat terhadap paedofilia, transvestisme,
eksibisionisme,

dan

transvetisme.

Cara lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan


membuat pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus
seksual yang konvensional. Dalam prosedur ini pasien dihadapkan pada
stimulus perangsang yang konvensional, sementara mereka memberi
respon seksual terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional.
Terdapat pula teknik lain yang umum digunakan, seperti pelatihan social
c.

skills.
Teknik

Kognitif

Prosedur kognitif sering digunakan untuk mengubah pandangan yang


terdistorsi pada individu dengan parafilia. Diberikan pula pelatihan empati
agar individu memahami pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain.
Banyak program penanganan yang memberikan program pencegahan
relapse, yang dibuat berdasarkan program rehabilitasi ketergantungan
d.

obat-obatan terlarang.
Teknik Biologis
Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan dua generasi yang lalu
adalah dengan melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini,
penanganan biologis yang dilakukan melibatkan obat-obatan. Beberapa

obat yang digunakan adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan


cyptoterone acetate. Kedua obat tersebut menurunkan tingkat testosteron
pada laki-laki, untuk menghambat rangsangan seksual. Walaupun
demikian, terdapat masalah etis daripenggunaan obat, karena pemakaian
waktu yang tidak terbatas serta efek samping yang mungkin muncul dari
pemakaian jangka panjang. Baru-baru ini, fluoxetine (Prozac) telah
digunakan, karena obat tersebut kadang-kadang efektif untuk mengobati
obsesi dan kompulsi. Karena parafilia terbentuk dari pikiran dan dorongan
yang serupa dengan parafilia.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Sadomasokisme menggambarkan interaksi seksual yang secara mutual
memuaskan yang melibatkan baik tindakan sadistik dan masokistik. Faktor
penyebab sadomasokisme adalah faktor psikososial, faktor biologis,
pandangan psikodinamika dan behavioral dan kognitif. Penegakan
diagnosa dapat menggunakan kriteria PPDGJ-III maupun DSM-IV-TR.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, Benjamin J and Sadock, Virginia A (2010). Kaplan dan


Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC, pp: 233-241.
2. Kelly Brook (2001). Education Of Sexuality For Teenager, (North
Carolina : Charm press, Pp:89
3. ODowd, Briana. 2009. Consensual Sadomasochism. Nova South
eastern University, Pp: 1-19.
4. Ehrmann, Elizabeth. 2005. Sadomasochism According to Freuds
Psychosexual Stages of Development Theory. CS&P. Pp: 95 102.
5. Bader, M. 2014. Psychoanalytic Dialogues: The International Journal
of Relational Perspectives, Pp: 279 300.

Anda mungkin juga menyukai