PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
AHA 2010 merupakan pedoman CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) dan
ECC (Emergency Cardiovascular Care) yang didasarkan oleh kajian resusitasi dan
perdebatan serta diskusi para ahlir esusitasi internasional dan anggota komite AHA,
ECC dan subkomite. AHA 2010 merupakan bukti proses evaluasi internasional yang
melibatkan 356 ahli resusitasi dari 29 negara yang dianalisis, dibahas dan
diperdebatkan selama pertemuan konferensi. 1 Lebih dari 300.000 orang meninggal
dari serangan jantung mendadak setiap tahunnya.
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada
henti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung
penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu
bagaimana melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk
menjawabnya, pengenalan akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus
dilakukan menjadi prioritas dari tulisan ini. (1)
Henti jantung menjadi penyebab utama kematian di beberapa negara. Terjadi
baik di luar rumah sakit maupun di dalam rumah sakit. Diperkirakan sekitar 350.000
orang meninggal per tahunnya akibat henti jantung di Amerika dan Kanada. Perkiraan
ini tidak termasuk mereka yang diperkirakan meninggal akibat henti jantung dan
tidak sempat diresusitasi. Walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu
berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya resusitasi. (1,2)
Sebagian besar korban henti jantung adalah orang dewasa, tetapi ribuan bayi
dan anak juga mengalaminya setiap tahun. Henti jantung akan tetap menjadi
penyebab utama kematian yang prematur, dan perbaikan kecil dalam usaha
penyelamatannya akan menjadi ribuan nyawa yang dapat diselamatkan setiap tahun.
(1,2)
Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh orang awam dan juga orang
yang terlatih dalam bidang kesihatan. Ini bermaksud bahwa RJP boleh dilakukan
dan dipelajari dokter, perawat, para medis dan juga orang awam. (1,2)
Menurut American Heart Association, rantai kehidupan mempunyai
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, kerana penderita yang
diberikan RJP, mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup
kembali. (1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan
henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah
kematian biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis
dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau
pernafasan dan terjadinya penurunan atau kehilangan kesadaran. Kematian
biologis dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4
menit setelah kematian klinis. Oleh Karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan
RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya teknik yang dilakukan.3
II.2. INDIKASI
A. Henti Napas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas,
obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir,
serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan
lain-lainnya(4).
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan
2. FASE II :
Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan hidup
dasar ditambah dengan :
D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
5
Chest compression merupakan antara tindakan yang sangat penting dalam CPR
kerana perfusi tergantung kepada kompresi. Oleh kerana itu, chest compression
merupakan tindakan yang terpenting jika terdapat korban yang mempunyai
SCA.
Prinsip utama dalam resusitasi: memperkuat rantai harapan hidup (chain of
survival).
Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi jalur chain of
survival. Jalur ini meliputi:
Pengenalan segera akan henti jantung dan aktivasi sistem respons darurat
Defibrilasi cepat
dapat
memiliki
berbagai
pengalaman,
pelatihan
dan
kemampuan. Begitu pula dengan status korban dan keadaan sekitar kejadian.
Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan RJP yang lebih dini dan lebih
efektif bagi setiap korban.
Chain of survival(1,2,5,6)
Penyelamat
Setiap orang dapat menjadi penyelamat bagi korban henti jantung.
Kemampuan RJP dan penerapannya tergantung dari hasil pelatihan,
pengalaman dan kepercayaan diri si penyelamat.
Kompresi dada adalah dasar RJP. Setiap penyelamat, tanpa memandang
hasil pelatihan, harus melakukan kompresi dada pada semua korban henti
jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan RJP yang
pertama kali dilakukan terhadap semua korban tanpa memandang usianya.
8
Korban
Sebagian besar henti jantung dialami orang dewasa secara tiba-tiba
setelah suatu sebab primer; karenanya sirkulasi yang dihasilkan dari kompresi
dada menjadi yang terpenting. Sebaliknya, henti jantung pada anak-anak
sebagian besar karena asfiksia yang memerlukan baik ventilasi dan kompresi
untuk hasil yang optimal. Karenanya, bantuan nafas lebih penting bagi anakanak dibandingkan orang dewasa.
1. Simple Algorithma
penolong
pertama
kali
jantung
itu
normal
(terengah-engah).
Petunjuk
look,
listen
and
feel
for
Jika ada lebih dari satu penolong, mereka harus bergantian melakukan
kompresi setiap 2 menit.
Jalan nafas (airway) dan ventilasi
Membuka jalan nafas (dengan head tilt, chin lift atau jaw thrust) yang
diikuti nafas bantuan dapat meningkatkan oksigenasi dan ventilasi. Tetapi
manuver ini dapat menjadi sulit dan mengakibatkan tertundanya kompresi dada,
terutama pada penolong yang sendirian dan tidak terlatih. Karenanya, penolong
yang sendirian dan tidak terlatih hanya melakukan kompresi dada saja tanpa
ventilasi. Ventilasi harus diberikan jika korban cenderung disebabkan oleh
asfiksia (contohnya pada bayi, anak-anak atau korban tenggelam).
Begitu alat bantu nafas tersedia, penolong harus memberikan ventilasi
dalam kecepatan yang tetap 1 nafas setiap 6-8 detik (8-10 nafas/menit) dan
kompresi dada tetap diberikan tanpa terputus.
Defibrilasi
Kesempatan korban untuk selamat menurun seiring jeda waktu antara
henti jantung dan defibrilasi. Karenanya defibrilasi tetap menjadi dasar
tatalaksana untuk fibrilasi ventrikel (VF ventricular fibrillation) dan pulseless
ventricular tachycardia. Strategi bersama antara masyarakat dan rumah sakit
harus ditujukan untuk mengurangi jeda waktu ini.
Satu penentu defibrilasi yang berhasil adalah efektifitas kompresi dada.
Defiibrilasi lebih berhasil jika interupsi pada kompresi dada sedikit.
12
13
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2
menit.
Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu
detik.
Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut
korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberian
melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 12 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar
600 ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 6 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi
dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan
bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 1012 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk
satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah
16
17
18
19
Ringkasan komponen BLS (basic life support) bagi dewasa, anak-anak dan bayi
Komponen
Pengenalan
Dewasa
Tidak responsif,
Anak-Anak
Tidak responsif,
Bayi
Tidak responsif,
tidak bernafas
tidak bernafas
tidak bernafas
atau tersedak
atau tersedak
atau tersedak
(gasping)
Nadi tidak teraba
(gasping)
Nadi tidak teraba
(gasping)
Nadi tidak teraba
Urutan RJP
Kecepatan
dalam 10 detik
CAB
100/menit
dalam 10 detik
CAB
100/menit
dalam 10 detik
CAB
100/menit
kompresi
Kedalaman
2 inchi (5cm)
kompresi
Interupsi
Minimalisir
inchi (5cm)
Minimalisir
kompresi
interupsi hingga
interupsi hingga
interupsi hingga
Jalan nafas
< 10 detik
Head tilt-chin
< 10 detik
< 10 detik
Head tilt-chin lift- Head tilt-chin lift-
Rasion
lift-jaw thrust
30:2 (1 atau 2
jaw thrust
30:2 (satu), 15:2
jaw thrust
30:2 (satu), 15:2
(2 penyelamat)
Kompresi saja
(dua penyelamat)
Kompresi saja
kompresi:ventilasi penyelamat)
Jika penyelamat
Kompresi saja
tidak terlatih
Ventilasi jika
mungkin
detik, tanpa
detik, tanpa
detik, tanpa
menyesuaikan
menyesuaikan
menyesuaikan
dengan kompresi,
dengan kompresi,
dengan kompresi,
1 detik setiap
1 detik setiap
1 detik setiap
nafas, hingga
nafas, hingga
nafas, hingga
dada
dada
dada
mengembang
mengembang
mengembang
20
Defibrilasi
Gunakan AED
Gunakan AED
Gunakan AED
sesegera
sesegera
sesegera
mungkin,
mungkin,
mungkin,
minimalisir
minimalisir
minimalisir
interupsi
interupsi
interupsi
kompresi,
kompresi,
kompresi,
lanjutkan
lanjutkan
lanjutkan
kompresi setelah
kompresi setelah
kompresi setelah
setiap kejutan
setiap kejutan
setiap kejutan
kebutuhan
dan
yang
perlu
diperhatikan
dapat
c. Sulfat Atropin:
Mengurangi
tonus
vagus
memudahkan
23
Terapi definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan belum ada satu
obatpun yang dapat menghilangkan fibrilasi.
Gambaran EKG pada Ventrikel Takikardi
24
25
sangat
memungkinkan
terjadi
bila
tidak
ada
aktivitas
26
BAB III
KESIMPULAN
Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui dan memahami serta
mampu melaksanakan bantuan hidup dasar ini. Pedoman pelaksanaan RJP yang
dipakai adalah pedoman yang dikeluarkan oleh Amerikan Heart Assosiation.
Amerikan Heart Assosiation merevisi pedoman RJP setiap lima tahun, dengan
revisi terbaru pada tahun 2010. AHA merevisi dari A-B-C ke C-A-B, dan
memberikan 2 algoritma bantuan hidup dasar yakni simple algoritma untuk
masyarakat awam dalam bentuk sederhana agar mudah dipahami dan algoritma
khusus untuk petugas kesehatan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S640-S656.
2. Sayre MR. et al. Highlights of the 2010 American Heart Association
Guidelines for CPR and ECC. 7272 Greenville Avenue. Dallas, Texas
75231-4596.. 90-1043.
3. Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.
4. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta. 2007
5. Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American
Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation2010;122;S685-S705.
6. Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart
Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S676-S684
28