Rasa hatiku ini selalu sama sejak dahulu untuk mu bu... rasa
rindu dan rasa kasih sayang. Semua hal-hal yang tampak
sederhana bagimu tetapi bagiku sangat istimewa.
Matahari mulai terbit di ujung barat, hari yang tadinya gelap
tapi kali ini menerangi langit dan bumi. Seperti itulah kau
untukku. Bukanlah seperti itu bu?
Bu... dulu kita selalu memandangi langit yang cerah sampai
turunnya hujan. Aku selalu bercerita panjang lebar sambil
menikmati pisang goreng dan secangkir teh bersamamu.
Aku selalu mengeluh kepadamu lewat telfon. Padahal kau
sedang sakit sambil mendengarkan keluhanku. Aku ingin
mendengar keluh kesahmu sedikit... saja bisakah bu? Bisakah? .
aku belum pernah mendengar keluh kesahmu apalagi
menangis di hadapanku. Aku pernah menangis di hadapanmu
karna sedih berpisah denganmu, seperti langit tanpa awan. Jika
awan tidak ada,itu bagaikan kau tidak ada untuk
menyemangatiku. Mungkin langit terasa kosong tanpa adanya
awan. Namun ketika aku berkata seperti itu kau hanya
menjawab tidak apa-apa semua akan baik-baik saja. Hanya
itu yang terlontar dari mulutmu. Kau tidak menangis di
hadapanku. Tetapi aku tahu sebenarnya ibu sedih dan tidak
mau menampakkannya kepadaku.
Tetapi mengapa ibu tidak bercerita kalau ibu sedang sakit,
mengapa bu? Mengapa?. Apakah ibu takut jika aku
mengetahuinya akan menangis?, Ohhh iya memang aku akan
menangis tetapi aku juga akan mendoa kan mu di dalam
sholat ku. Kau tidak pernah mengeluh atau bercerita tentang
keluhanmu kepadaku seakan-akan semua ini akan baik-baik
saja.
Ibu.. aku ingin menjadi wanita sepertimu. Wanita yang tak
kenal namanya mengeluh. Bu... maafkan aku kalau aku suka
mengadu keluh kesahku kepadamu. Kau sangat baik padaku
kau selalu mendukung aku hingga aku meraih yang aku