Anda di halaman 1dari 60

Refleksi Kebijakan Kesehatan

di Indonesia

2015

Foto: dr. Dwija Supriyana, FK UGM kelas 1980

Laksono Trisnantoro
Ketua Dewan Pakar, Pusat Kebijakan dan Manajemen
Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada

Tujuan Refleksi
Menyimpulkan gambaran hubungan
berbagai kebijakan kesehatan yang terjadi
di tahun 2015 dalam konteks reformasi
sektor kesehatan.
Merefleksikan apa yang terjadi di tahun
2015 untuk keperluan pengembangan
kebijakan kesehatan di masa mendatang.
Memicu diskusi lebih lanjut untuk
keperluan perbaikan kebijakan dan
program di tahun 2016.
2

Bagian
1:

Apa yang terjadi di


tahun 2015?

Isi

- Kebijakan Pembiayaan
- Kebijakan tentang Peranan
berbagai Lembaga
- Kebijakan Pengembangan Supply
Side
- Kebijakan Mekanisme Pembayaran
- Kebijakan Promosi Kesehatan

Bagian 2:

Reflek
si

Apakah dapat
meningkatka
n?
- Pemerataa
n
Pelayanan
- Mutu
Pelayanan

Apakah
dapat
meningka
tkan
status
kesehatan
masyarak
at?

Bagian 1: Apa yang


terjadi di tahun 2015?
1. Kebijakan Pembiayaan
2. Kebijakan tentang
Peranan berbagai
Lembaga
3. Kebijakan
Pengembangan Supply
Side
4. Kebijakan Mekanisme
Pembayaran
5. Kebijakan Promosi
Kesehatan
Apakah kebijakan-kebijakan
tersebut terkoordinasi
dengan baik?

1.1. Kebijakan
Pembiayaan
Kesehatan
Kebijakan JKN:
Anggaran
kesehatan
pemerintah
pusat;
5

Kebijakan
Pembiayaan JKN:
Terjadi kekurangan
dana pada tahun
2014 dan 2015;
Dana APBN untuk
Penerima Bantuan
Iuran menjadi
penutup
kekurangan BPJS

Klaim Rasio PBI di


bawah 100%
Klaim rasio Non-PBI
mandiri diduga
masih di atas 100%.
(November 2014
1300%, di tahun
2015 disebutkan
sekitar 600%). Data
belum ada yang
resmi.
6

Paja
k

Belum ada
pagar/komparteme
n di dalam BPJS

Pendapata
n Negara
bukan
Pajak

BPJ
S

APB
N
PBI

Rp

Kemen
kes
Kementeria
n lain
Pemda
Pendapata
n Asli

Non-PBi PNS,
Jamsostek dll
dll

Pelayana
n Primer:

R
p
R
p

Non-PBI
Mandiri
Askes
Swast
a

Pelayana
n
Rujukan

Dana dari Masyarakat


langsung

Paja
k

Dikawatirkan:
Dana PBI dan Non-PBI
eks PT Askes
dipergunakan di Non-PBI
Mandiri

Pendapata
n Negara
bukan
Pajak

BPJ
S

APB
N
PBI

Rp

Kemen
kes
Kementeria
n lain
Pemda
Pendapata
n Asli

Non-PBi PNS,
Jamsostek dll
dll

Pelayana
n Primer:

R
p
R
p

Non-PBI
Mandiri
Askes
Swast
a

Pelayana
n
Rujukan

Dana dari Masyarakat


langsung

Rencana Peningkatan Anggaran


Kesehatan Pusat

ALOKASI ANGGARAN KESEHATAN


2007-2016 (dalam Triliun Rp.)

106.1

ANGGARAN KESEHATAN

ANGGARAN KEMENKES

74.8

70.5

64.8

45.2
40.1

18.8 20.6

19.7 20.1

2007.0

2008.0

20.2

23.2

2009.0

24.9

28.2

2010.0

27.7

2011.0

45.2

47.5

51.3

38.6
31.2

2012.0

2013.0

2014.0

2015.0

Masih ada masalah dengan penyerapan


anggaran

2016.0

Pengumpulan dana dari pajak oleh


pemerintah mengalami kesulitan
14,000,000.00

12,000,000.00

10,000,000.00

GDP Nasional
(harga berlaku)

GDP
Penerimaan Pajak

8,000,000.00

Pajak
Tax
Hibah
Revenue
Non-Tax

Penerimaan Bukan

Miliar
6,000,000.00
Rupiah
4,000,000.00

Revenue

2,000,000.00

Sumber:
Indonesia dalam
Angka 2015,
BPS; UU APBN
2016
Kementerian
Keuangan RI

Tahun

DI tahun
2015:
Defisit
Anggaran
membesar

1.2. Kebijakan
hubungan antar
Lembaga di tahun
2015
Adanya BPJS
Hal yang mencolok
terjadi: Hubungan BPJS
dengan Kementerian
Kesehatan dan Dinas
Kesehatan:

Siapa Operator dan


Siapa Regulator?

12

Fakta-fakta:
Dinas Kesehatan: dalam kebimbangan,
apakah semakin mengarah ke operator
atau regulator: Draft RPP
Peran Pemerintah Daerah dalam JKN:
terbatas.
BPJS merupakan lembaga keuangan yang
centralized dalam sektor kesehatan yang
terdesentralisasi;
Peranan IDI dan ikatan profesi masih
minimal karena ada pertikaian yang sampai
MK.
13

1.3. Kebijakan
penambahan
Supply Side di
tahun 2015
Perkembangan RS
Perkembangan SDM
Spesialis
Perkembangan DLP
14

Jumlah RS di Indonesia
Per Desember 2015

Data Nasional

1,592

1,562

1,540
1,405

870
543
314

666

Data Nasional

1,592

1,562

1,540
1,405

870
543
314

666

1. Data Nasional
Trend Jumlah TT di Indonesia Berdasarkan Kepemilikan RS

75,723
72,383

74,786
67,242
61,957

60,656
47,060
38,847

38,368
28,684
25,696
22,292
19,183
17,071
16,997
15,782
13,678

22,047
19,622
16,879
16,191

28,127
21,791

17,063
16,654
16,420
10,126
4,894
4,480
3,604
2,181

505
244
244
268

2012

2013

13,667

2014

Updated (Dec 2015)

20,928
13,356
8,308
1,379

8,305
7,970
7,196
7,034
4,164
3,249
2,236
195

Jumlah RS Berdasar Kelas


No Keterangan

Non
Kela
s

Per Dec 2015


1 Region 1
39 208 442 240 355
2 Region 2
8 32 140 70
81
3 Region 3
8 78 213 86 189
4 Region 4
2
6 25 11
11
5 Region 5
2 16 67 67
65
Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten
Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB
Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel,
Sultra, Gorontalo, Sulbar
Region 4: Kalteng, Kalsel
Region 5: Kep. Babel, NTT, Kaltim, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua

Pertumbuhan RS per
Regional
Pertumbuhan RS per Regional

Region
Region
Region
Region
Region

Keterangan:
Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten
Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB
Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng,
Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar
Region 4: Kalteng, Kalsel
Region 5: Kep. Babel, NTT, Kaltim, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua

1
2
3
4
5

Pertumbuhan TT per
Regional
Pertumbuhan TT per Regional
180,000
160,000
140,000

Region
Region
Region
Region
Region

120,000
100,000
TT

80,000
60,000
40,000
20,000
2012

2013

2014

Updated (Dec 2015)

Keterangan:
Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten
Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB
Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng,
Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar
Region 4: Kalteng, Kalsel
Region 5: Kep. Babel, NTT, Kaltim, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua

1
2
3
4
5

Jumlah Spesialis 4 Dasar per


Provinsi
Spesialis 4 Dasar per Provinsi
1,200
1,000
800
600
400
200
-

SpA SpOG
SpD
SpB
Per Dec
2015
Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih
banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 0.2% dari total jumlah spesialis 4 dasar

Jumlah Spesialis per Provinsi


Total Spesi al i s per Provi n si
6,275
6,004

5,507

4,856

2,160
1,241

2,791

1,663
1,351 1,093
1,158
1,040
888
711
637 458
617
505 282426551344
16768202 179323 119112123252
163

Per Dec 2015

Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera


Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 1 %

Perkembangan
DLP
PDUI dengan
Stakeholder bertikai
PDUI mengajukan
Yudisial Review (YR)
ke MK
MK menolak
seluruhnya YR PDUI
untuk program DLP

IDI tetap
melawan
dengan dasar
hasil
Muktamar

24

Keadaan supply-side
Tidak banyak perubahan dibandingkan dengan tahun
2014
Pengembangan RS terutama berada di Regional 1
(Jawa)
Perkembangan RS Swasta For Profit meningkat tinggi
Perkembangan jumlah spesialis tidak banyak
meningkat
Pengembangan dokter pelayanan primermasih ada
perbedaan pendapat antara IDI dengan stakeholder
lain, walaupun sudah ada keputusan MK.

25

DIY

NT
T
Zero
2014

2015

2016

Akibat ketimpangan sisi


supply:

2017

2018

201
9

Dikawatirkan terjadi gap yang semakin membesar

1.4.
Kebijakan Alokasi
dan Pembayaran
di tahun 2015
1.Di Kementerian
Kesehatan
2.Di BPJS
27

Kementerian Kesehatan
Alokasi Kemenkes ke daerah:
Masih seperti tahun 2014.
BOK masih dalam pola
mekanisme TP.
Akan berubah di tahun 2016.

Sistem kontrak sudah


dicoba di beberapa
daerah.

28

Kebijakan Pembayaran di
BPJS
BPJS untuk RS: Klaim
Tanpa Batas Atas di RS
Masalah Fraud. Penerbitan
Permenkes untuk pencegahan (No 36)
BPJS untuk FKTP: Kapitasi
- Masih dalam proses
pengembangan;
- Banyak perdebatan mengenai
kinerja FKTP dengan kapitasi;
- Eksperimen Pay for Performance
sedang dilakukan.
29

1.5. Kebijakan Promosi


Kesehatan
Belum bermakna
Di ujung tahun ada
pengembangan
kebijakan promosi
kesehatan dengan
penambahan anggaran
BOK dan Paket-paket
Promkes
30

Kesimpulan yang
terjadi di tahun 2015:
1. Kebijakan Pembiayaan
2. Kebijakan tentang
Peranan berbagai
Lembaga
3. Kebijakan
Pengembangan Supply
Side
4. Kebijakan Mekanisme
Pembayaran
5. Kebijakan Promosi
Kesehatan
Kebijakan-kebijakan tersebut
belum dirancang dan
terkoordinasi dengan baik.

Bagian 2:

Refleks
i
tahun
2015

32

Apa arti refleksi


Kebijakan
Kesehatan
Indonesia di tahun
2015?
Perenungan mendalam
terhadap situasi
kebijakan di tahun 2015
dan pendapat
yang dihasilkan dari
perenungan

Diharapkan dapat
dipergunakan
untuk memperbaiki
kebijakan di masa
mendatang
Menjadi dasar
perenungan untuk
Outlook kegiatan
di tahun 2016
33

Bagian 1: Apa yang


terjadi di tahun 2015?
- Kebijakan Pembiayaan
- Kebijakan tentang Peranan
berbagai Lembaga
- Kebijakan Pengembangan Supply
Side
- Kebijakan Mekanisme Pembayaran
- Kebijakan Promosi Kesehatan

Reflek
si

Apakah dapat
meningkatka
n?
- Pemerataa
n
Pelayanan
- Mutu
Pelayanan

Apakah
dapat
meningka
tkan
status
kesehatan
masyarak
at?

34

Topik-topik Perenungan dalam


refleksi Kebijakan Kesehatan
Indonesia 2015:
1. Dalam konteks Ideologi negara dan
pembiayaan. Bagaimana Peran
pembiayaan swasta?
2. Dalam konteks hubungan antar
lembaga.
3. Dalam konteks Kebijakan yang
bersifat Reformasi

35

Topik 1. Refleksi Ideologis

Pertanyaan
ideologis untuk
Indonesia dengan
kemampuan pajak
yang masih
rendah.

Apakah negara
layak membayar
subsidi bagi
masyarakat kaya?
Apakah tidak bisa
kesehatan
mendapat dana
lebih besar dari
masyarakat?
36

Apakah sektor kesehatan di Indonesia layak


untuk bertumpu pada pajak?
14,000,000.00

12,000,000.00

10,000,000.00

GDP Nasional
(harga berlaku)

GDP
Penerimaan Pajak

8,000,000.00

Pajak
Tax
Hibah
Revenue
Non-Tax

Penerimaan Bukan

Miliar
6,000,000.00
Rupiah
4,000,000.00

Revenue

2,000,000.00

Sumber:
Indonesia dalam
Angka 2015,
BPS; UU APBN
2016
Kementerian
Keuangan RI

Tahun

Ada
masalah
dalam
pengumpul
an pajak di
Indonesia

Spektrum ideologi yang populer


Sosialisme

Cenderung ke
Welfare

Ideologi Kiri

Neoliberal
Sosial
Demokrat

Cenderung ke
Mekanisme
Pasar

Ideologi Kanan

38

Debat ideologis:
Welfare State
Pendapat ini menyatakan
bahwa pemerintah harus
berperan penuh dalam
menyediakan pelayanan publik
untuk kesejahteraan seluruh
lapisan masyarakat. Untuk
membiayai pelayanan
kesehatan sebagai salahsatu
program kesejahteraan,
pemerintah harus kuat dalam
mencari dana melalui
pendapatan Negara,
khususnya pajak.

vs

Market Orientation
Pemerintah harus mengurangi
beban pembayaran untuk
pelayanan kesejahteraan
sosial. Pelayanan publik untuk
kesejahteraan sosial
merupakan hal yang mahal.
Seringkali beban pembiayaan
ini berada di luar kemampuan
pemerintah. Instrumen pajak
untuk menghasilkan dana, ada
batasnya. Biarkan prinsip
pasar bekerja.
39

Apakah dana pajak layak diberikan


untuk mereka yang mampu?
Catatan:
Pajak yang masuk ke negara saat ini
sebagian besar dari korporasi;
Pajak dari perorangan masih rendah
dan tidak progresif;
Negara-negara kesejahteraan di
Eropa memberlakukan pajak
progresif untuk perorangan.
40

Paja
k

Saat ini ada aliran


dana dari PBI ke
Non-PBI Mandiri

Pendapata
n Negara
bukan
Pajak

BPJ
S

APB
N
PBI

Rp

Kemen
kes
Kementeria
n lain
Pemda
Pendapata
n Asli

Non-PBi PNS,
Jamsostek dll
dll

Pelayana
n Primer:

R
p
R
p

Non-PBI
Mandiri
Askes
Swast
a

Pelayana
n
Rujukan

Dana dari Masyarakat


langsung

41

Apakah ada alternatif kebijakan untuk


mengembangkan pemasukan pajak?
14, 000, 000. 00

GDP
Nasional
(harga
berlaku)

12, 000, 000. 00

Penerima
an Pajak
Penerima
an Bukan
Pajak

10, 000, 000. 00

Hibah

8, 000, 000. 00
Miliar Rupiah
6, 000, 000. 00

4, 000, 000. 00

2, 000, 000. 00

T
ahun

Sumber:
Indonesia dalam
Angka 2015,
BPS; UU APBN
2016
Kementerian
Keuangan RI

Apakah mungkin
menaikkan pajak rokok
untuk kemudian diberikan
ke JKN (Earmarked)?
Bagaimana dengan pajak
untuk alkohol?

Jawaban akan pertanyaan ini adalah


ketidak pastian:
Tergantung pada kemauan politik anggota
DPR dan Pemerinta

42

Peran Out-of-Pocket

Apakah outof-pocket
akan
dianggap
masa lalu?

Kasu
s KB
43

Tax
Incom
e

BKK
BN

MoH
Other
Ministries
489
( 72.9
T)

Di dalam program
KB apakah masih
ada kemungkinan
pendanaan
swasta?

Non-tax
Income

Pemda

Local Gov

APB
N

Non-PBI ex
PT Askes

PBI

BPJ
S

Primary
Care

Non-PBI
Mandiri
Private
Insuranc
e

Referral
Care

Out of pocket

Apakah masih
ada praktek
Bidan Swasta
(Lingkaran
Biru)

44

Jawaban: Ya
Untuk berbagai
program KB Jangka
Pendek masih
berjalan di
berbagai daerah,
khususnya yang
mempunyai banyak
masyarakat
menengah ke atas.

Mengapa masih ada


praktek swasta?

Persepsi masyarakat:
Praktek Swasta lebih baik mutunya dan
lebih ramah;
Tidak perlu antre seperri di Puskesmas
Relatif murah
Catatan:
Ada yang tidak paham mengenai
manfaat KB di JKN
+
Sebagian bidan tidak suka dengan model
BPJS. Bidan harus masuk ke sebuah
organisasi FKTP, dengan pembayaran
kecil dan ada potongan.

Praktek Swasta di era JKN:


Masih berjalan di dokter spesialis dan dokter umum;
Dipergunakan sesuai dengan kemampuan kantong.
( Akan tetapi kalau masuk RS yang mahal, akan
menggunakan BPJS )

45

Apa yang terjadi di negara-negara lain


dalam hal peran pembiayaan swasta?

Di berbagai
belahan dunia, ada
kenaikan peran
pemerintah untuk
pembiayaan
Namun peran
swasta juga masih
besar melalui Out
of Pocket dan
asuransi kesehatan
swasta

Di negara-negara
sosialis Eropa,
peranan
pemerintah
mengecil karena
masalah
kekurangan dana

46

Data dari WHO (2015)


WHO regions

Pengeluaran Kesehatan oleh


Swasta sebagai % dari
Pengeluaran Kesehatan Total
2000

2012

African Regions

55.8

49.2

Regions of the Americas

55.1

51.0

South East Asia Region

67.7

62.1

European Region

26.0

26.8

Eastern Mediterranean Region

50.9

49.3

West Pacific Region

37.9

36.5

47

Ringkasan Topik Refleksi


Ideologi:
Ada kemungkinan pelaksanaan JKN
2016 gagal memenuhi harapan UUD
1945;
Dana besar justru masuk ke
masyarakat menengah ke atas yang
sebagian mampu membiayai sendiri;
Pemahaman mengenai ideologi
kebijakan Jaminan Kesehatan
Nasional perlu dibahas lebih
mendalam di tahun 2016.

48

Topik Refleksi 2:
Hubungan Kelembagaan
dan Peran Kelembagaan
Adanya perbedaan
cara berfikir:
Peran Lembaga
Swasta dan peran
Pemerintah

Siapa Regulator
Sistem Kesehatan?
Siapa Operator
Bagaimana Peran
FK dan pendidikan
tinggi kesehatan?
Bagaimana peran
Perhimpunan
Profesi?
49

Berbagai Hubungan

Kemenkes dengan BPJS


Kemenkes-DInKes dengan BPJS
Kemenkes-Dinkes dengan RSD
Perhimpunan Profesi dengan
Stakeholder kesehatan
Lembaga Pendidikan dengan pelaku
dalam Sistem Kesehatan

50

Di tahun 2016
Perlu mencari caracara strategis dan
operasional untuk
memperbaiki
hubungan
kelembagaan
berbagai
stakeholders
Sistem Kesehatan

Kegagalan
perbaikan
hubungan akan
menyulitkan
pencapaian tujuan
pembangunan
sektor kesehatan

51

Topik Refleksi 3:
Bagaimana prinsip
Reformasi dilakukan?
Saat ini masih cenderung
penekanan pada
Kebijakan Pembiayaan
Belum diikuti kebijakankebijakan lain dengan
menggunakan teori
Reformasi
52

Kebijakan Pembiayaan Kesehatan


sangat besar, belum didukung dengan
kebijakan-kebijakan lain
Kebijakan-Kebijakan
Kebijakan-Kebijakan
Kesehatan
Kesehatan

Goal
Goal
Status
Status Kesehatan/
Kesehatan/
Health
Health Status
Status

Pembiayaan/Fin
Pembiayaan/Fin
ancing
ancing

Pembayaran/Payme
Pembayaran/Payme
nt
nt
Pengorganisasian/O
Pengorganisasian/O
rganizing
rganizing
Regulasi/Regulation
Regulasi/Regulation
Promosi/Promotion
Promosi/Promotion

Access
Access
Quality
Quality
Efficiency
Efficiency

Kepuasan
Kepuasan Publik/
Publik/
Public
Public
Satisfaction
Satisfaction

Cost
Cost

Equity?
(Harvard University-WB)

53

Perlindungan
Perlindungan
Resiko/
Resiko/
Risk
Risk Protection
Protection

Di tahun 2016, perlu untuk memberi


perhatian lebih besar ke konsep
reformasi
Kebijakan-Kebijakan
Kebijakan-Kebijakan
Kesehatan
Kesehatan

Goal
Goal
Status
Status Kesehatan/
Kesehatan/
Health
Health Status
Status

Pembiayaan/Fin
Pembiayaan/Fin
ancing
ancing

Pembayaran/Payme
Pembayaran/Payme
nt
nt
Pengorganisasian/O
Pengorganisasian/O
rganizing
rganizing
Regulasi/Regulation
Regulasi/Regulation
Promosi/Promotion
Promosi/Promotion

Access
Access
Quality
Quality
Efficiency
Efficiency

Kepuasan
Kepuasan Publik/
Publik/
Public
Public
Satisfaction
Satisfaction

Cost
Cost

Equity?
(Harvard University-WB)

54

Perlindungan
Perlindungan
Resiko/
Resiko/
Risk
Risk Protection
Protection

Apa yang
terjadi di
tahun
2015?

- Pembiayaan
- Peranan berbagai
Lembaga
- Pengembangan Supply
Side
- Mekanisme Pembayaran

Reflek
si
secar
a
kesel
uruha

Apakah dapat
meningkatka
n?
- Pemerataa
n
Pelayanan
- Mutu
Pelayanan

Belum

Apakah
dapat
meningka
tkan
status
kesehatan
masyarak
at?

55

Bagian
1:

Ringkasan
Akhir
Bagian 2:

Apa yang terjadi di


tahun 2015?
- Kebijakan Pembiayaan
- Kebijakan tentang Peranan
berbagai Lembaga
- Kebijakan Pengembangan Supply
Side
- Kebijakan Mekanisme Pembayaran
- Kebijakan Promosi Kesehatan

Belum ada koordinasi,


cenderung berada pada
Kebijakan Pembiayaan

Reflek
si

Apakah dapat
Apakah
meningkatka
dapat
n?
meningkat
- Pemerataa
kan status
n
kesehatan
Pelayanan
masyaraka
- Mutu
Pelayanan
Belum mamput?
meningkatkan
56

Kesimpulan:
1. Kebijakan-kebijakan kesehatan di tahun 2015
menunjukkan bahwa kebijakan pembiayaan
kesehatan mendominasi sistem kesehatan,
namun belum tertata baik dan belum
didukung oleh kebijakan kesehatan lainnya;
2. Berdasarkan refleksi di tahun 2015, apa yang
terjadi dalam kebijakan kesehatan belum
dapat memberikan gambaran yang
meyakinkan untuk tercapainya tujuan
pemerataan pelayanan kesehatan yang
bermutu bagi seluruh warga Indonesia.
57

Harapan
1. Refleksi ini diharapkan dapat dipakai
untuk memperbaiki isi kebijakan dan
hubungan antara kebijakan yang ada,
dan menyusun kebijakan kesehatan di
masa depan di Indonesia.
2. Refleksi ini diharapkan dapat
meningkatkan kepemimpinan dalam
penyusunan, penetapan, dan
pelaksanaan kebijakan kesehatan di
sistem kesehatan nasional dan daerah.

58

Catatan Akhir
Refleksi Kebijakan Indonesia Tahun
2015 ini akan diikuti oleh
serangkaian pertemuan ilmiah untuk
membahas Outlook Kebijakan
Kesehatan Indonesia tahun 2016 di
bulan Januari 2016.

59

Terimakasih

60

Anda mungkin juga menyukai