BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pola makan masyarakat Indonesia umumnya tiga kali sehari, yakni
makan pagi (sarapan), makan siang, dan makan malam. Dalam kehidupan
dalam jumlah yang cukup sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Oleh karena
sarapan. Padahal dengan tidak sarapan akan berdampak buruk bagi anak
dan remaja, serta rata-rata 31,2 % orang dewasa di Indonesia tidak biasa
memiliki risiko rendahnya kadar glukosa darah hingga 1.9 kali lebih besar
1
2
Saat ini, tingkat mutu gizi sarapan di Indonesia masih di bawah standar,
gizi yang diperoleh pada konsumsi sarapan belum mencukupi kebutuhan dan
tingkat ketersediaan secara biologis bagi tubuh (Pertiwi dkk, 2013). Padahal
wakil ketua komisi IX DPR-RI, Ermalena (2017) dalam diskusi panel The 4th
kesehatan adalah Zero Hunger dengan harapan bahwa pada tahun 2030 dapat
mengakhiri kelaparan dan menjamin akses pangan yang aman, bergizi dan
Gizi (AKG) 2013 yaitu 16.4% dan 19.8% sementara perempuan yaitu 20.3%
dan 20.8%. Padahal sarapan yang baik adalah memenuhi 20-25% AKG
bahwa asupan rata-rata dari sarapan anak remaja laki-laki usia 16-18 tahun
sebanyak 74.1% yang seharusnya kebutuhan akan terpenuhi jika sebesar 90%
3
tersebut perlu dimaksimalkan. Golongan ini mulai mencari identitas diri dan
sarapan, mereka hanya akan makan pada jam 10, pada waktu istirahat di
sekolah.
naik dari 1.7% pada tahun 2007 menjadi 7.3% di tahun 2013. Padahal kondisi
sarapan. Sebagaimana yang termaktub dalam pesan gizi seimbang dan cita-
dimaksud adalah keluarga dan jaringan sosial yang salah satu contohnya yaitu
SMK Negeri 3 Klaten yaitu 19,59% sangat tinggi, 40,21% kategori tinggi,
28,86% kategori rendah, dan 11,34% sangat rendah. Kemudian untuk sikap
tinggi sebesar 35,05%, kategori rendah 29,90%, dan dalam kategori sangat
Persepsi siswa dalam penelitian yang dilakukan oleh Indrasari dkk (2018)
makan dalam memilih variasi dan jumlah makanan. Persepsi adalah salah
untuk menentukan kualitas sarapan (Spronk et al, 2014 dalam Indrasari dkk,
2018).
hari pada siswa sekolah dasar di SDN Cambaya kecamatan Ujung Tanah kota
Makassar.
hasanuddin.
berdasarkan jenis kelamin dan usia remaja 15-19 tahun menunjukkan bahwa
Jeneponto (2017b), BPS Pinrang (2017), dan BPS Wajo (2017)). Penduduk
Jeneponto yang berjenis kelamin laki-laki dan berusia 15-19 tahun sebanyak
17.637 jiwa, pinrang sebanyak 16.576 jiwa dan Wajo sebanyak 17.391 jiwa.
dengan jam masuk yang tercepat yaitu 06.45 pagi sementara sekolah lain
6
memiliki waktu masuk sekolah pukul 07.00 WITA sampai 07.30 WITA.
Oleh karena itu, peneliti menjadikan sekolah ini sebagai lokasi penelitian
sarapan terhadap waktu masuk sekolah, maka diambil pulalah MAN Binamu
yaitu 07.30.
B. Rumusan Masalah.
Pada food choice theory oleh Contento (2011) pada latar belakang
masalah di atas maka diketahui bahwa pilihan melakukan sarapan atau tidak,
berada diluar diri individu (remaja putera) yaitu keluarga. Hal ini dirumuskan
dalam masalah penelitian terkait apakah sarapan tersedia dirumah, siapa yang
C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum.
2. Tujuan Khusus.
sebagai berikut :
di kabupaten Jeneponto.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh baik secara implisit maupun
1. Manfaat Praktis.
Penelitian ini bermanfaat bagi remaja putra dan pihak sekolah sebagai
2. Manfaat Ilmiah.
ilmu yang dapat menjadi suatu proses pendidikan dan referensi dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Masa ini merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju remaja yang
memengaruhi kebutuhan gizi. Selain itu, kebutuhan gizi pada remaja juga
dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosial (Hardinsyah & I Dewa, 2016).
Proses perkembangan fisik dari usia anak menjadi dewasa disebut dengan
masa remaja, dan akhirnya pada masa remaja terjadi laju pertumbuhan cepat
seperti masa bayi. Masa remaja merupakan waktu tumbuh cepat kedua setelah
9
10
pertama pubertas adalah pembesaran organ kemaluan (testis), namun hal ini
tidak terjadi pada usia 14.5 tahun, pubertas dianggap terlambat walaupun hal
sehingga menghasilkan perbedaan rata-rata tinggi badan akhir anak laki dan
Pada remaja laki-laki terjadi lebih banyak pertumbuhan otot dan tulang
dengan lemak tubuh normal sekitar 12%. Tinggi badan remaja laki-laki akan
Makanan tinggi gula seperti minuman ringan dan permen serta barang-
barang yang tinggi lemak, termasuk kue kering, daging berlemak, dan
makanan gorengan, dimakan secara teratur oleh banyak remaja. Anak laki-
laki dan perempuan mendapatkan 20% kkal dari gula tambahan, 33% dari
lemak, dan 13% dari lemak jenuh. Dua puluh satu persen remaja
memiliki diet yang lebih baik dan mendapatkan nutrisi nutrisi yang lebih
sepertiga asap, dan 28% anak perempuan dan 35% anak laki-laki melaporkan
setidaknya satu episode pesta minum per bulan (Schlenker & Sara, 2007).
merupakan cadangan energi awal untuk beraktivitas. Saat tidur pada malam
hari, tubuh mengalami seperti dalam keadaan puasa. Ketika itu terjadi
bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian
(15-30% kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan
biasanya dilakukan di pagi hari berupa makanan dan minuman. Makanan dan
minuman yang dikonsumsi di pagi hari menyediakan energi dan zat gizi agar
perasaan, berpikir, dan bekerja atau stamina yang lebih baik. Sarapan sehat
mengandung energi cukup (15-25% dari kebutuhan energi per hari), serat
makanan cukup, rendah lemak, tidak ada lemak trans, rendah glukosa dan
Padahal dengan tidak sarapan akan berdampak buruk terhadap proses belajar
kegemukan pada remaja, orang dewasa, dan meningkatkan risiko jajan yang
untuk berpikir, bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah
bangun pagi. Bagi anak sekolah, sarapan yang cukup terbukti dapat
meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina. Bagi remaja dan orang dewasa
13
berarti membiasakan disiplin bangun pagi dan beraktivitas pagi dan tercegah
dari makan berlebihan dikala makan kudapan atau makan siang (Kementerian
gizi sehari. Sarapan pagi akan meyumbangkan sekitar 25% dari total asupan
gizi sehari. Ini jumlah yang cukup signifikan. Jika kecukupan energi dan
protein dalam sehari adalah 2000 kkal dan 50 g, maka sarapan pagi
menyumbangkan 500 kkal energi dan 12,5 g protein. Seseorang yang tidak
tidak makan pagi, kurang dapat mengerjakan tugas di kelas yang memerlukan
kebutuhan gizi di pagi hari yang diperlukan oleh tubuh, sebagai bagian dari
gizi seimbang sehari-hari agar perasaan yang lebih baik dan berpikir dan
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi anak
berupa menurunnya kadar gula darah dengan tanda-tanda antara lain lemah,
Menurut Kral dkk (2011), tingkat konsumsi energi pada seseorang yang
tidak sarapan lebih rendah 362 kkal dibandingkan seseorang yang sarapan.
dan lipidemia. Smith K.J. dkk (2010) juga mengungkapkan bahwa seseorang
yang melewatkan sarapan selama masa kecil pada masa dewasanya akan
memiliki kolesterol jahat (LDL) dan total kolesterol yang lebih tinggi
masyarakat agar melakukan sarapan yang sehat sebagai bagian dari upaya
orang yang tidak biasa makan kudapan pagi dan kudapan siang, porsi
makanan saat sarapan sekitar sepertiga dari total makanan sehari. Bagi orang
yang biasa makan kudapan oagi dan makan kudapan siang, jumlah porsi
keluarga yang tidak baik sudah tertanam sejak kecil akan terus terjadi pada
berbagai zat gizi dan dampak tidak dipenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut
melewatkan sarapan dan makan siang karena aktivitas yang tinggi baik di
yang lebih disukai, terlambat bangun, tidak merasa lapar, makanan belum
tersedia, dan tidak ada yang menyiapkan makanan daripada alasan yang
terkait dengan persepsi body image dan program diet. Namun, berbeda
melewatkan waktu sarapan antara lain tidak memiliki waktu untuk sarapan,
tidak suka makan pada pagi hari, tidak menyukai makanan yang tersedia, dan
berat badan. Menurut Fiore dkk (2006) remaja yang sarapan cenderung
memiliki IMT lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak sarapan.
IMT yang lebih tinggi dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas. Affenito
(IMT) lebih tinggi dan konsumsi serat dan kalsium yang rendah.
banyak mengkonsumsi sayuran dan biji-bijian, minum lebih banyak susu, dan
18
mengandung lemak dan gula tinggi daripada siswa yang membuat pilihan
fisik. Sebagai contoh, bukti kuat dari penelitian dengan desain dan temuan
kualitas makanan yang lebih tinggi dari makanan yang dikonsumsi selama
hari sekolah. Adapun model terkait ekologi sosial dapat membantu seorang
makanan dan minuman asupan pola aktivitas fisik hingga berdampak pada
kesehatan.
penentu pilihan dan perubahan pola makan pada seseorang, tidak terkecuali
19
Gambar 2.
Overview determinan dalam pemilihan makanan dan perubahan pola makan
1. Determinan Intrapersonal
faktor pribadi, seperti keyakinan kita tentang apa yang akan kita dapatkan
dari pilihan ini. Kami ingin makanan kami enak, nyaman, terjangkau,
oleh makna pribadi yang kita berikan pada makanan atau praktik tertentu,
seperti sup ayam saat kita sakit, atau coklat saat kita merasa memanjakan
2011).
a. Persepsi.
b. Sikap.
Perilaku makanan dan gizi kita juga ditentukan oleh sikap kita
c. Kepercayaan.
dengan cara yang enak dan menyehatkan. Atau lagi, kita mungkin
d. Norma sosial
luas dan harapan budaya, yang bisa sangat kuat. Kami merasa
untuk makan makanan cepat saji bergizi dalam situasi pilihan dengan
e. Norma budaya.
oleh banyak budaya primitif yang memberikan ciri khas di pagi hari,
23
dengan gula dan protein. Sementara pagi hari yang sejuk dan cerah
peran buah dan sayuran dalam mengurangi risiko kanker, atau teman
kita, dan bersama-sama filter ini menentukan tindakan apa yang akan
lebih banyak buah dan sayuran dalam hal rasa, kenyamanan, manfaat
24
di bidang memori dan perhatian. Selain itu, efek positif dari sarapan
belum jelas apakah efek ini secara khusus disebabkan oleh GI atau
GL, atau keduanya, atau efek lain yang tidak terkait dengan respons
g. Pandangan pribadi.
porsi buah dan sayuran per hari adalah satu, dan sepertiga lainnya
26
lemak dan energi dalam banyak makanan umum dan dalam makanan
2011).
2. Determinan Interpersonal
94% serupa antara pasangan, 76% sampai 87% serupa antara remaja
27
dan orang tua mereka, dan 19% serupa antara remaja dan teman
dalam banyak konteks ini memainkan peran utama dalam apa yang
lemak dan tidak ingin beralih. Dia harus memutuskan apakah akan
rendah lemak secara terpisah untuk dirinya sendiri. Dia juga harus
2009).
bahwa anak yang diasuh oleh ibu yang bekerja di luar rumah
E. KERANGKA TEORI
Bagan 1.
Kerangka teori.
BAB III
KERANGKA KONSEP
malam. Sebagaimana yang telah dituangkan pada kerangka teori pada bab II,
sarapan salah satunya adalah faktor individu yakni faktor interpersonal dan
Terlebih lagi, bahwa remaja sudah memiliki intuisi yang membuat mereka
dapat memilih apa yang ingin dia makan dalam sarapan atau tidak ingin
AKG harian (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Sarapan yang baik adalah
yang rendah, dan protein yang tinggi. Mengingat sarapan adalah hal yang
Indonesia.
31
32
B. Kerangka konsep.
dilakukan :
Bagan 2.
Kerangka konsep penelitian
Intrapersonal
- Pengetahuan
sarapan
- Kepercayaan
tentang sarapan
- Persepsi tentang
Sarapan
sarapan
Frekuensi sarapan
- Sikap tentang
sarapan
Interpersonal
- Ketersediaan
sarapan dirumah
- Pembuat sarapan
dirumah
- Distribusi pangan
sarapan
Benar =1
33
Salah =0
2000).
sebagai berikut :
Sangat setuju =5
Setuju =4
Netral =3
Tidak setuju =2
negatif.
et al, 2013).
34
Sangat setuju =5
Setuju =4
Netral =3
Tidak setuju =2
negatif.
2018).
penelitian seperti :
Sangat setuju =1
35
Setuju =2
Netral =3
Tidak setuju =4
positif.
Kriteria Objektif : Positif jika total skor sikap > nilai median
et al, 2008).
6. Pembuat sarapan
pertanyaan terbuka.
Ibu
36
pertanyaan terbuka.
8. Frekuensi Sarapan
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian.
penelitian dan karakteristik sosial ekonomi sampel yang heterogen dan waktu
Tabel 1.
Jumlah populasi disetiap sekolah
No Nama sekolah Jumlah
1 SMA Negeri 9 Jeneponto 38
2 MAN Binamu 185
Total populasi 223
37
38
𝑍 21−𝛼/2 𝑃(1 − 𝑃)
𝑛=
𝑑2
Dimana :
n = Besar sampel
1.00 = 68%
1.645 = 90%
1.96 = 95%
2.58 = 99%
P = Estimasi proporsi
0.92
𝑛=
0.0064
Tabel 2.
Jumlah sampel disetiap sekolah
No Nama sekolah Jumlah
1 SMA Negeri 9 Jeneponto 38
2 MAN Binamu 106
Total populasi 144
1. Kriteria Inklusi
2. Kriteria Eksklusi
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi data yang langsung diambil oleh peneliti
tanpa perantara. Adapun data sekunder meliputi data yang diambil oleh
maksud dan tujuan dilakukannya penelitian dan data yang akan dikumpulkan.
bangku yang tidak berdempetan. Pengambilan data juga dibantu oleh seorang
1. Uji Validitas
kesahihan suatu instrumen (Ahmad, 2012). Dalam hal ini uji validitas
variabel.
lebih besar dari rtabel (rxy > rtabel) dengan sginifikansi 5%, dan tidak valid
apabila nilai pertanyaan mempunyai korelasi yang lebih kecil dari rtabel
(rxy > rtabel). Rangkuman yang gugur dicantumkan pada tabel berikut :
41
Tabel 3.
Rangkuman hasil analisis validitas.
Jumlah No. Item Jumlah Item
No. Variabel
Item Gugur Valid
1 Pengetahuan 10 8, 9 8
2 Kepercayaan 12 0 12
3 Sikap 13 1, 8, 13 10
4 Persepsi 20 5 19
Dari hasil uji validitas ternyata terdapat butir soal yang tidak valid
uji validitas, terdapat lebih dari setengah jumlah soal yang gugur.
2. Uji Reliabilitas
Tabel 4.
Interpretasi hasil uji reliabilitas.
R Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah
Sumber : Arikunto, 2006
Tabel 5.
Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian.
Variabel R Interpretasi
Pengetahuan 0.603 Cukup
Kepercayaan 0.830 Tinggi
Sikap 0.878 Tinggi
Persepsi 0.935 Tinggi
sikap, persepsi, dan sosial ekonomi dalam penelitian ini sudah layak
Tabel 6.
Bentuk pertanyaan kuesioner tertutup setelah dilakukan uji coba kuesioner.
Kunci Jawaban/ Pernyataan
No Variabel
Indikator Positif* Negatif*
1 Pengetahuan A, C, B, A, A, C, - -
A
2 Kepercayaan - 2, 4, 5, 7, 9, 10, 1, 3, 6, 8
11, 12
3 Sikap - 1, 4, 10 2, 3, 5, 6, 7, 8,
9
4 Persepsi - 1, 7, 8, 9, 10, 11, 2, 3, 4, 5, 6,
12, 15, 16, 17, 13, 14, 19
18
* hanya untuk variabel kepercayaan, sikap, dan persepsi.
Data yang telah diambil dari hasil penelitian kemudian diolah dengan
cara :
yang telah diisi pada kuesioner. Dalam hal ini editing meliputi
dilakukan.
yang sama.
bentuk tabel.
2. Analisis Data
F. Penyajian data.
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi
Jeneponto.
45
Bagan 3.
Alur Perekrutan Sampel
Mendatangi lokasi
penelitian
Perekrutan sampel
BAB V
A. Hasil
46
47
Jeneponto memiliki waktu masuk yang tercepat dari seluruh SMA se-
Tabel 7.
Distribusi jumlah siswa per jenjang kelas di kabupaten Jeneponto
tahun ajaran 2017/2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 MAN Total
Kelas
Jeneponto Binamu
n % n % n %
X 60 32.8 269 34.8 329 34.4
XI 68 37.2 238 30.7 306 32
XI 55 30.0 267 34.5 322 33.6
Total 183 100 774 100 957 100
b. MAN Binamu
kelas dan memiliki 774 siswa dan siswi (tabel 7) yang disebar disetiap
WITA dan waktu pulang pada pukul 14:45 WITA (terkecuali hari
ATK. Ketiga kantin tersebut biasanya buka pada pukul 07:30 WITA.
2. Karakteristik Sampel
jumlah sampel dari yang awalnya 144 sampel menjadi 141 sampel.
Tabel 8.
Distribusi umur siswa di kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 Total
Umur MAN Binamu
Jeneponto
n % n % n %
14 1 2.9 1 0.9 2 1.4
15 18 51.4 36 34 54 38.3
16 10 28.6 48 45.3 58 41.1
17 6 17.1 19 17.9 25 17.7
18 0 0 2 1.9 2 1.4
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
49
sama berjumlah satu orang. Secara umum, umur 16 tahun paling banyak
Jeneponto yaitu 51.4% dan umur 16 tahun di MAN Binamu yaitu 45.3%.
dari SMA Negeri 9 Jeneponto yang tidak memiliki ayah dikarenakan sang
orang tua pada data ayah sehingga mengurangi jumlah ayah sampel
menjadi 140.
50
Tabel 9.
Distribusi pekerjaan orang tua di kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Pekerjaan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
Orang Tua Jeneponto
n % n % n %
Ayah
Nelayan 3 8.6 3 2.8 6 4.3
Pedagang 0 0 6 5.7 6 4.3
Petani 8 22.9 40 37.7 48 34
PNS 17 48.6 39 36.8 56 39.7
Polisi 1 2.9 2 1.9 3 2.1
Supir 0 0 3 2.8 3 2.1
Swasta 3 8.6 7 6.6 10 7.1
Tentara 0 0 2 1.9 2 1.4
Wiraswasta 2 5.7 4 3.8 6 4.3
Total 34 100 106 100 140 100
Ibu
IRT 19 54.3 69 65.1 88 62.4
Pedagang 5 14.3 9 8.5 14 9.9
PNS 11 31.4 25 23.6 36 25.5
Swasta 0 0 3 2.8 3 2.1
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data Primer, 2018)
Tabel 10.
Distribusi pekerjaan orang tua di kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Pendidikan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
Orang Tua Jeneponto
n % n % n %
Ayah
SD 0 0 2 1.9 2 1.4
SMP 3 8.6 12 11.3 15 10.6
SMA 15 42.9 52 49.1 67 47.5
Diploma 1 2.9 4 3.8 5 3.5
Universitas 15 42.9 36 34 51 36.2
Total 34 100 106 100 140 100
Ibu
Tidak tamat SD 1 2.9 1 0.9 2 1.4
SD 2 5.7 14 13.2 16 11.3
SMP 3 8.6 16 15.1 19 13.5
SMA 16 45.7 47 44.3 63 44.7
Diploma 6 17.1 8 7.5 14 9.9
Universitas 7 20 20 18.9 27 19.1
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data Primer, 2018)
Tabel 11.
Distribusi pendapatan orang tua di kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Pendapatan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
orang tua Jeneponto
n % n % n %
< 2.670.000 14 40 54 50.9 68 48.2
≥ 2.670.000 21 60 52 49.1 73 53.2
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
survei Riskesdas 2013 yang kemudian total pendapatan tiap orang tua
tangga.
53
Jeneponto.
Tabel 12.
Distribusi pengetahuan tentang sarapan pada remaja putera di
kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Pengetahuan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
sarapan Jeneponto
n % n % n %
Kurang 10 28.6 28 26.4 38 26.9
Baik 25 71.4 78 73.6 103 73.1
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
Tabel 13.
Distribusi kepercayaan tentang sarapan pada remaja putera di
kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Kepercayaan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
sarapan Jeneponto
n % n % n %
Percaya 15 42.9 53 50 68 48.2
Tidak percaya 20 57.1 53 50 73 51.8
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
kategori tidak percaya bahwa sarapan memilik dampak yang baik bagi
Tabel 14.
Distribusi persepsi tentang sarapan pada remaja putera di kabupaten
Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 Total
Persepsi sarapan MAN Binamu
Jeneponto
n % n % n %
Bermanfaat 16 45.7 50 47.2 66 46.8
Tidak bermanfaat 19 54.3 56 52.8 75 53.2
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
pandangan subjektif remaja putera terkait sarapan yang dalam hal ini
tidak bermanfaat.
Tabel 15.
Distribusi sikap tentang sarapan pada remaja putera di kabupaten
Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 Total
Sikap sarapan MAN Binamu
Jeneponto
n % n % n %
Positif 12 34.3 55 51.9 67 47.5
Negatif 23 65.7 51 48.1 74 52.5
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
Jeneponto.
Tabel 16.
Distribusi ketersediaan sarapan di rumah tangga di kabupaten
Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Ketersediaan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
sarapan di rumah Jeneponto
n % n % n %
Tidak pernah 9 25.7 8 7.5 17 12.1
Kadang-kadang 5 14.3 24 22.6 29 20.6
Sering 21 60 74 69.8 95 67.4
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
dan 14.3%.
Negeri 9 Jeneponto.
Tabel 17.
Distribusi aturan sarapan di rumah tangga di kabupaten Jeneponto
tahun 2018.
Nama Sekolah
Aturan sarapan SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
dirumah Jeneponto
n % n % n %
Ada 23 88.5 87 88.8 110 88.7
Tidak ada 3 11.5 11 11.2 14 11.3
Total 26 100 98 100 124 100
(Sumber : Data primer, 2018)
Tabel 18.
Distribusi pelaku pembuat sarapan di rumah tangga di kabupaten
Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
Pelaku pembuat SMA Negeri 9 Total
MAN Binamu
sarapan Jeneponto
n % n % n %
Ibu 23 88.5 83 84.7 106 85.5
Sendiri 1 3.8 12 12.2 13 10.5
Lainnya 2 7.7 3 3.1 5 4
Total 26 100 98 100 124 100
(Sumber : Data primer, 2018)
pada sampel. Hal itu dibuktikan dengan data bahwa 85.5% remaja
88.5% dari sampel di tiap sekolah tersebut mengakui bahwa ibu yang
Tabel 19.
Distribusi besar keluarga di rumah tangga di kabupaten Jeneponto
tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 Total
Besar keluarga MAN Binamu
Jeneponto
n % n % N %
≤ 4 orang 14 53.8 48 49 62 50
> 4 orang 12 46.2 50 51 62 50
Total 26 100 98 100 124 100
(Sumber : Data primer, 2018).
Binamu didominasi oleh keluarga besar atau lebih dari 4 orang dalam
keluarga.
Tabel 20.
Distribusi frekuensi sarapan remaja putera terhadap besar keluarga di
rumah tangga di kabupaten Jeneponto tahun 2018.
Besar keluarga
Frekuensi Total
≤ 4 orang > 4 orang
sarapan
n % n % n %
Tidak pernah 1 1.6 1 1.6 2 1.6
Jarang 12 19.4 11 17.7 23 18.5
Kadang-kadang 12 19.4 16 25.8 28 22.6
Sering 37 59.7 34 54.8 71 57.3
Total 62 100 62 100 124 100
(Sumber : Data primer, 2018).
60
Jeneponto.
Pada bagian ini, tidak hanya akan memuat data terkait frekuensi
sarapan tapi juga memuat waktu sarapan dan tempat sarapan remaja
Tabel 20.
Distribusi frekuensi sarapan remaja putera di kabupaten Jeneponto
tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 MAN Total
Frekuensi sarapan
Jeneponto Binamu
n % n % n %
Tidak pernah 9 25.7 19 17.9 28 19.9
Jarang 6 17.2 17 16.1 23 16.3
Kadang-kadang 4 11.4 24 22.6 28 19.8
Setiap hari 16 45.7 46 43.4 62 44
Total 35 100 106 100 141 100
(Sumber : Data primer, 2018)
tinggi dari MAN Binamu yaitu 43.4% dan 45.7% dari remaja putera
di masing-masing sekolah.
terbiasa sarapan.
Tabel 21.
Distribusi waktu sarapan pada remaja putera di kabupaten Jeneponto
tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 MAN Total
Waktu sarapan
Jeneponto Binamu
n % n % n %
<06:00 3 11.5 4 4.4 7 5.7
06:00 – 06:59 20 76.9 70 72.9 90 73.8
07:00 – 07:59 2 7.7 16 16.3 18 14.8
08:00 – 09:00 1 3.8 6 6.4 7 5.7
Total 26 100 96 100 122 100
(Sumber : Data primer, 2018)
dominasi oleh waktu sarapan pukul 06:00 hingga 06:59 yaitu 76.9%
Tabel 22.
Distribusi tempat sarapan pada remaja putera di kabupaten
Jeneponto tahun 2018.
Nama Sekolah
SMA Negeri 9 MAN Total
Tempat sarapan
Jeneponto Binamu
n % n % n %
Rumah 21 80.8 84 87.5 105 86.1
Sekolah 5 19.2 12 12.5 17 13.9
Total 26 100 96 100 122 100
(Sumber : Data primer, 2018)
MAN Binamu yaitu 87.5% sampel atau sebanyak 86.1% dari remaja
B. Pembahasan
kabupaten Jeneponto.
dengan 73.6% remaja putera di MAN Binamu yang juga berada pada
kategori baik.
tidak tahu bahwa kerugian sarapan bagi siswa adalah lambat berpikir
suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
dalam empat kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat
(11.34%).
dengan prestasi belajar siswa tanpa disertai sikap dan perilaku sarapan
pagi.
sarapan, hal tersebut bisa saja dipengaruhi oleh factor lain. Meski
kabupaten Jeneponto.
tidak percaya terhadap sarapan lebih besar dari MAN Binamu yaitu
67
yang padat dan berat, namun aktivitas sekolah yang mereka yakini
sarapan.
metode yang berbeda. Keyakinan bisa berasal dari apa yang dia alami,
baca, dengar, atau lihat. Selain itu, kepercayaan atau keyakinan juga
makan sarapan (17,6 ± 3,6; 14,6 ± 3,7 dan 11,8 ± 3,3 masing-masing;
ukuran porsi yang lebih besar karena persiapan untuk olahraga yang
kadang dan mereka yang tidak pernah makan sarapan (7,7 ± 2,1; 7,9 ±
citra tubuh (Geshwind et al, 2008 dalam Reeves et al, 2013) dan
bahagia dan lebih rileks dan puas dengan citra tubuh dan berat badan
yang memiliki frekuensi sarapan 0-3 kali dalam satu minggu. Artinya
Keyakinan bahwa belum makan jika bukan makan nasi masih saja
putera yang menganggap bahwa main course dengan nasi lah yang
menjadi definisi makan (pagi, siang, atau malam) bagi remaja putera
makanan bukanlah “apa yang dimakan?” melainkan “zat apa yang ada
menganggap bahwa sarapan yang baik terdiri atas menu yang lengkap.
didasari oleh keyakinan bahwa bukan makan jika tidak makan nasi.
kabupaten Jeneponto.
(negatif). Meskipun terdapat 1.4% yang berbeda dari teori yang ada,
kurangnya makanan yang tersedia untuk sarapan. Hal ini bisa juga
dukungan keluarga, teman dan kelompok sebaya, guru, orang tua dan
makanan sehat.
kabupaten Jeneponto.
tinggi, 29.9% siswa memiliki sikap yang rendah dan sisanya terbagi
makanan dan gizi kita juga ditentukan oleh sikap kita terhadap mereka
mungkin melihat diri mereka sebagai orang yang sadar kesehatan, tapi
74
intervensi.
perlu factor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan
menjadi 91.84±1.09).
75
Pernyataan sikap tentang saat tidak sarapan, remaja putera akan cepat
yang dilakukan.
bantuan dari anggota keluarga lain seperti ayah, kakak, nenek, dan
yang bekerja.
tidak berlaku jika tidak ada pangan yang tersedia di rumah tangga.
Untuk remaja putera yang tidak memiliki aturan ini di rumah mereka,
ada sekitar 62.4% ibu sampel yang tidak bekerja atau berperan sebagai
sarapan baik pada anak dengan ibu bekerja maupun tidak bekerja
sarapan.
mengajarkan tata cara makan kepada anak Suku melalui sistem sosial
dipengaruhi pula oleh aturan yang didasarkan kepada adat istiadat dan
ganda yakni tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai
sarapan.
orang lain selain ibu (3.5%) dan diri sendiri (9.3%). Kondisi tersebut
memiliki kebiasaan sarapan yang rendah dari pada anak yang ibunya
tidak bekerja (Siega et al, 1998). Hal ini didukung dengan penelitian
lebih dari 4 orang (keluarga besar) sebanyak 44% dan sama dengan
ibu, anak, dan anggota keluarga yang lainnya yang hidup dari
jaminan apakah zat gizi yang diasup juga turut cukup atau tidak.
remaja. Orang tua menjadi contoh teladan yang positif terhadap anak-
makanan yang tidak habis dikonsumsi saat malam hari. Tidak ada
(main course) diperoleh dengan cara dibeli. Pangan yang dibeli saat
kinerja akademik baik pada remaja pria dan wanita yang sehat di
lebih tinggi dari MAN Binamu yaitu 45.7% dan 43.4% dari sampel di
aspek fungsi otak, seperti aktivitas jaringan saraf dan kinerja kognitif.
Berbeda dengan remaja perempuan yang hanya sarapan dua hari per
terkait masalah ini namun kesimpulan awal dapat ditarik bahwa laki-
laki harus lebih sering sarapan jika ingin memiliki kinerja dalam
makanan padat atau cair antara pukul 6 hingga 10 pagi pada hari kerja
dan pukul 6 hingga 11 pagi pada akhir pekan atau hari libur. Affenito
pada hari kerja dan antara pukul 5 sampai 11 pagi pada hari libur.
waktu kerja perut seseorang dimulai pukul 7 hingga pukul 9 pagi. Hal
penelitian lanjutan terkait ini, hal ini bisa dijadikan sebagai acuan
remaja putera dan MAN Binamu yaitu 79.2% remaja putera atau
di kabupaten Jeneponto.
menolak rezeki dari Tuhan dan jika menolak rezeki tersebut, maka akan
paham ini maka jika keluarga telah menyajikan sarapan di rumah, maka
telah tersaji. Meskipun ada pula remaja putera yang tidak peduli dengan
hal itu dikarenakan memilih sarapan di sekolah. Ada pula remaja putera
seperti pendatang dari pulau Jawa. Suku melalui sistem sosial budaya
oleh adat-istiadat dan agama (Pearson et al., 2009 dalam Sari, 2013).
remaja putera akan sarapan di rumah apabila dipaksa oleh keluarga dan
bukan kemuan dari diri sendiri. Selain itu, remaja putera yang sarapan di
sekolah karena hanya karena lapar. Sehingga meskipun tanpa melalui uji
remaja putera.
C. Keterbatasan Penelitian.
setelah waktu sholat Dhuhur selesai meskipun terdapat kelas yang sedang
tidak belajar atau memasuki jam istirahat. Hal ini membuat peneliti harus
masuk saat siswa sedang lelah dan sulit berkonsentrasi saat mengisi
kuesioner. Hal tersulit di SMA Negeri 9 Binamu adalah ketika peneliti harus
datang kembali ke SMA Negeri 9 Binamu meski hanya satu sampel yang
putra sebagai sampel. Selain itu, di SMA Negeri 9 Jeneponto juga ditemukan
siswa yang sering mengikuti lomba, sehingga sulit menemui siswa tersebut di
sekolah, namun kondisi itu bisa ditaktisi dengan menunggu siswa tersebut
87
masuk sekolah kembali. Akan tetapi, berbeda dengan siswa yang di drop out
BAB VI
A. Kesimpulan
disimpulkan bahwa :
kategori ini.
menyediakan sarapan.
distribusi pangan sarapan dari kategori keluarga besar (> 4 orang) dan
87
89
8. Frekuensi sarapan sampel paling tinggi pada kategori setiap hari yaitu
B. Saran
para guru yang paling dekat dengan siswa disarankan untuk memberikan
tersebut telah baik, maka ini akan menjadi batu loncatan bagi kabupaten
sendiri.
yang dalam hal ini orang tua, kepala sekolah, guru, siswa, akademisi,
sarapan bagi pelajar secara umum dan remaja putera secara khusus.
lebih optimal dan bisa digeneraliasikan pada wilayah yang lebih luas.
91
DAFTAR PUSTAKA
Aday, L.A., & Llewellyn, J.C., 2006. Designing and conducting health surveys : a
comprehensive guide third edition. San Fransisco : Jossey-Bass.
Adriani, M., & Bambang, W., 2012. Peranan gizi dalam siklus kehidupan edisi
pertama. Jakarta : Prenadamedia Group.
Adolphus, K., Clare, L.L., & Louise, D., 2013. The effects of breakfast on
behaviour and academic performance in children and adolescents. Frountiers in
Human Neuroscience, 7 (425), p. 1-28.
Agusanty, S.F., Istiti, K., & I Made, A.G., 2014. Faktor risiko sarapan pagi dan
makanan selingan terhadap kejadian overweight pada remaja sekolah menengah
atas. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 10 (03), hal. 139-149.
Ahmad, F., 2013. Hubungan status gizi dengan tingkat sosial ekonomi orang
tua/wali murid siswa kelas atas Sekolah Dasar Negeri 3 Jatiluhur kecamatan
Karanganyar kabupaten Kebumen. Skripsi Sarjana. Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Universitas Negeri Yogyakarta, D.I.Yogyakarta.
Almatsier, S., 2002. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S., Susirah, S., & Moesijanti, S., 2011. Gizi seimbang dalam daur
kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Amrin, S.H., Rahayu, I., & Ulfah, N., 2014. Hubungan kebiasaan sarapan dan
konsumsi suplemen dengan status hemoglobin pada remaja putri di sman 10
makassar. Reporsitory Universitas Hasanuddin [Online]. 24 Sep.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/11304 [diakses pada 3 Februari
2018]
90
92
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang, 2017. Kabupaten Pinrang dalam angka
2016. Pinrang : Badan Pusat Statistik.
Badang Pusat Statistik Kabupaten Wajo, 2017. Kabupaten Wajo dalam angka
2016. Wajo : Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2017. Provinsi Sulawesi Selatan
dalam angka 2016. Sulawesi Selatan : Badan Pusat Statistik.
Betteng, R., Damayanti, P., & Nelly, M. 2014. Analisis faktor risiko penyebab
terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada wanita usia produktif di puskesmas
Wawonasa. Jurnal e-Biomedik, 2 (2), hal 404-412.
Briawan, D., Ikeu, E., & Ratu, D.K., 2013. Pengaruh media kampanye sarapan
sehat terhadap perubahan pengetahuan, sikap, dan kebiasaan sarapan anak sekolah
dasar di kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, 8 (2), p. 115-122.
Contento, I.R., 2011. Nutrition education linking research, theory, and practice
second edition. [e-book]. United States of America : Jones and Bartlett Publishers.
Devi, S., Ali, D., & Setiawan, 2015. Breakfast compotition in junior high school
students. Althea Medical Journal, 2 (4), hal. 525-528.
Dewi, A.N., & Tatik, M., 2014. Hubungan kebiasaan sarapan dengan kadar
hemoglobin pada remaja putri (studi penelitian di smp negeri 13 semarang).
Journal of Nutrition College, 3 (4), hal. 824-830.
Erison, M., 2014. Hubungan antara body image dan kebiasaan makan dengan
status gizi remaja di sma padang. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekologi Manusia.
Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Ermelena, 2017. Indikator kesehatan sdgs di indonesia. Proc. The 4th Indonesian
Conference on Tobacco or Health, Balai Kartini, Jakarta. 15th May 2017.
Fiore, H., Travis, S., Whalen, A., Auinger, P., & Ryan, S., 2006. Potentially
protective factors associated with healthful body mass index in adolescents with
obese and nonobese parents: a secondary data analysis of the third national health
and nutrition examination survey 1988-1994. Journal of American Dietetic
Association, [online] 106 (1), p. 55-64.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16390667 [diakses pada 13 Januari 2018]
Folta, S.C. et al., 2016. School staff, parent and student perceptions of a breakfast
in the classroom model during initial implementation. Public Health Nutrition, 19
(9), p. 1696-1706.
Galani, M.R., Saifuddin, S., & Alharini, S., 2014. Hubungan karakteristik sosial
ekonomi dan asupan makan pagi dengan status gizi pada anak Sekolah Dasar
Negeri Cambaya kecamatan Ujung Tanah kota Makassar. Reporsitori Universitas
Hasanuddin. [online]. Abstrak dari data base Reporsitori Universitas Hasanuddin.
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/11350 [diakses pada 4 Maret
2018].
Hardinsyah & I Dewa, N.S. (editor), 2016. Ilmu gizi teori dan aplikasi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
94
Hardinsyah, 2013. Sarapan sehat salah satu pilar gizi seimbang. Proc. Simposium
Nasional Sarapan Sehat, Krida Bakti Setneg, Jakarta. 8 Januari 2013.
Indrasari, A.P., Mutalazimah, M., Dewi, K., & Ajeng, P.B., 2018. Perception and
quality of breakfast on primary school children. Journal of Nutraceuticals and
Herbal Medicine, 1 (1), hal. 33-39.
Kathleen, L.M., & Escott-Stump, S., 2004. Krause’s food, nutrition, & diet
therapy. Philadelphia : Saunders Company.
Kementerian Kesehatan RI, 2010. Riset kesehatan dasar 2010. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
Kral, T.V.E., Linda, M.W., Moonseong, H., & Myles, S.F., 2011. Effect of eating
breakfast compared with skipping breakfast on ratings of appetite and intake at
subsequent meals in 8 to 10 years old children. American Journal of Clinical
Nutrition, 93 (2), p. 284-91.
Khan, A., 2005. The relationship between breakfast, academic performance, and
vigilance in school aged children. M.Ed. tesis. Univ. of Mudorch, Australia.
95
Lazzeri, G. et al., 2016. Trends from 2002 to 2010 in daily breakfast consumption
and its socio-demographic correlates in adolescents across 31 countries
particippating in the hbsc study. PLoS ONE, 11 (3), p. 2-13.
Lentini, B., & Ani, M., 2014. Hubungan kebiasaan sarapan dan status hidrasi
dengan konsentrasi berpikir pada remaja. Journal of Nutrition College, 3 (4), hal.
631-637.
Lingga, M., 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas
fisik, status gizi, dan body image remaja putri yang bersatuts gizi normal dan
gemuk/obes di SMA Budi Mulya Bogor. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekologi
Manusia. Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Melinda, D., Rahaju, N., & Sri, L., 2017. Studi komparatif kadar hemoglobin pada
remaja yang sarapan dan tidak sarapan. Jurnal Borneo Cendikia, 1 (1), hal. 70-78.
Michaud, C., Musse, N., Nicholas, J.P., & Mejean, L., 1991. Effect of breakfast
size on short term memory, concentration, mood, and blood glucose. Journal of
Adolescent Health, [Online]. 12 (1). Abstract from Science Direct database.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/019700709190042K?_rdoc=1&
_fmt=high&_origin=gateway&_docanchor=&md5=b8429449ccfc9c30159a5f9ae
aa92ffb [diakses pada 13 Januari 2018]
Muchtar, M., Madarina, J., & Indria, L.G., 2011. Sarapan dan jajan berhubungan
dengan kemampuan konsentrasi pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 8 (1),
hal. 28-35.
Mutari, F., 2014. Kebiasaan sarapan, konsumsi buah dan sayur, dan status gizi
siswa sekolah menengah pertama di Bogor. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekologi
Manusia. Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
Niswah, I., Rizal, M.M.D., Karina, R.E., 2014. Kebiasaan sarapan, status gizi, dan
kualitas hidup remaja SMP Bosowa Bina Insani Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, 9
(2), hal.97-102.
Nursyafitri, Sirajuddin, & Abdullah, T., 2014. Kebiasaan sarapan dan kemampuan
menghapal al-quran di pondok pesantren moderen Ulul Albab kelurahan Sudiang
Raya kecamatan Biring Kanaya kota Makassar. Media Gizi Pangan, 18 (2).
96
Pertiwi, K.I., Hardinsyah, & Ekadwiyani, K.R., 2013. Konsumsi pangan dan gizi
serta skor pola pangan harapan pada anak usia sekolah 7-12 tahun di Indonesia.
Jurnal Gizi dan Pangan, 9 (2), p. 159-166.
Purnamasari, I., 2013. Pengetahuan dan sikap pada makan pagi dan jajan siswa
kelas XI program studi keahlian tata boga SMK N 3 Klaten. Skripsi Sarjana.
Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Pramesti, A.D.A., 2016. Hubungan kebiasaan makan pagi dan aktivitas fisik
dengan status gizi pada siswi SMA Muhammadiyah 1 Surakarta. Skripsi Sarjana.
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah.
Ramadhani, A., & Auliana, R., 2014. Kebiasaan sarapan pagi siswa kelas V SDN
Caturnunggal IV Ddepok Sleman Yogyakarta. E-Jurnal Universitas Negeri
Yogyakarta, [Online]. 3 (1). Abstract from E-Jurnal Universitas Negeri
Yogyakarta database. http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/7787/27/821
[diakses pada 21 Mei 2018]
Reeves, S., Lewis, G.H., Yvone, M.M., & Jörg, W.H., 2013. Breakfast habits,
beliefs, and measures of health and wellbeing in a nationally representative uk
sample. Appetite. 60 (1), p. 51-57.
Rizkyta, T., & Tatik, M., 2014. Hubungan kebiasaan sarapan dengan kadar
glukosa darah remaja puteri (studi penelitian di SMP Negeri 13 Semarang). Jurnal
of Nutrition College, 3 (4), hal. 723-729.
Rohayati, I., 2003. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kebiasaan sarapan
dan prestasi belajar siswa SD 2 Jepang kecamatan Mejobo kabupaten Kudus.
Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro, Jawa
Tengah.
Sari, A.F.I., 2013. Kebiasaan sarapan pada remaja siswi sekolah menengah
kejuruan di bogor. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian
Bogor, Jawa Barat.
Sari, A.F.I., Dodik, B., & Cesila, M.D. 2012. Kebiasaan dan kualitas sarapan pada
siswi remaja di kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, 7 (2), hal. 97-102.
Schlenker, E.D., & Sara, L., 2007. Williams’ essentials of nutrition and diet
therapy. United State of America : Mosby Elsevier.
Sety, L.M., & Darisman, P., 2013. Tingkat asupan energi, protein, kebiasaan
makan pagi, dan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari. Jurnal Kesehatan,
4 (2), hal. 333-343.
Siega-Riz, A.M., Barry, M.P., & Terry, C., 1998. Trends in breakfast
consumption for children in United States from 1965 to 1991. American Journal
of Clinical Nutrition, 67 (suppl), hal. 7488-568.
Soekirman, 2000. Ilmu gizi dan aplikasinya. Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas RI.
Sumantri, M., 2014. Modul pertumbuhan dan perkembangan anak. Makassar :
Universitas Terbuka.
Tapper, K., et al, 2008. Development of a scale to measure 9-11 year olds’
attitudes towards breakfast. European Journal of Clinical Nutrition, 62, p. 511-
518.
Tumiwa, E.S., Sisfani, S., & Amatus, Y.I., 2016. Hubungan pengetahuan tentang
sarapan pagi dengan prestasi belajar anak di SD Inpres Talikuran kecamatan
Kawangkoan Utara. E-Journal Keperawatan (eKp), 4 (1).
Ulvie, Y.N.S., 2011. Tingkat jasmani, status gizi, dan asupan zat gizi makan pagi
pada siswa SMP Negeri di kota Yogyakarta. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia, 1 (1), hal. 60-67.
Wawan, A., & Dewi. 2010. Teori dan pengukuran pengetahuan sikap dan
perilaku manusia. Yogyakarta : Penerbit Nuha Medika.
Zullig K., Ubbes, V.A., Pyle, J., & Valois, R.F., 2006. Self-reported weight
perceptions, dieting, behaviour, and behaviour eating among hing school
adolescents. Journal of School Health, [Online] 76 (3), p. 87-92.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1746-1561.2006.00074.x/full.
[diakses pada 13 Januari 2018].