Anda di halaman 1dari 83

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa : Yita G W

Dokter Pembimbing: dr. Herry Susanto, Sp.A

NIM

Tanda tangan

: 030.10.281

I. IDENTITAS PASIEN
DATA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Asuransi
No. RM

PASIEN
AYAH
IBU
An. AM
Tn. D
Ny. S
2 tahun 5 bulan
26 tahun
23 tahun
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Bandasari RT 10/RW 02, Dukuhturi
Islam
Islam
Islam
Jawa
Jawa
Jawa
Kelas 6 SD
SMA
SMP
Pelajar
buruh
Ibu Rumah Tangga
Rp.800.000
1.000.000,Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
BPJS Non PBI
737636

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung dan ayah
kandung pasien pada hari Kamis, tanggal 17 Desember 2015, pukul 10.00, di
Ruang Puspanidra RSU Kardinah Tegal.
1

a. Keluhan Utama
BAB cair.
b. Keluhan Tambahan
Demam, mual, muntah, dan nyeri perut
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 5 bulan datang ke IGD RSU
Kardinah Tegal tanggal 15 Desember 2015 pukul 11.05 WIB diantar oleh
ibunya dengan keluhan BAB cair sejak 1 hari SMRS. BAB cair terjadi 4
kali dalam sehari, dengan volume sekitar 1/3 gelas belimbing. BAB
terdapat sedikit ampas dan terdapat lendir.
Menurut ibu pasien, warna tinja pasien saat itu kuning tua. BAB
tidak disertai darah. Ibu pasien juga mengaku tidak mengetahui bau tinja
anaknya ketika BAB cair. BAB cair berlangsung terus menerus, tidak
berhenti ketika pasien berhenti makan. Ibu pasien juga mengaku bahwa
pasien mengalami muntah 6 kali dalam sehari. Muntah berisi susu
makanan, warna kuning muda, sebanyak kurang lebih 1/4 gelas
belimbing. Selain itu, nyeri perut juga dirasakan pasien sejak 2 hari
SMRS. Nyeri yang dirasakan di sekitar ulu hati ini, terus menerus dan
tidak dipengaruhi makanan maupun aktivitas atau posisi tertentu, serta
tidak bertambah nyeri saat BAB. Nyeri perut dirasakan makin hebat.
Nyeri tidak menjalar ke bagian yang lain. Oleh karena nyeri perut yang
dirasakan ini, pasien menjadi tidak nafsu makan. Pasien menjadi malas
bermain, lemas dan kurang beraktivitas. Menurut ibu pasien, saat diberi
minum pasien tak tampak kehausan. Pasien kemudian ditatalaksana di
IGD pasien dipasang infus untuk terapi cairan, dan obat-obatan suntik.
Pasien lalu diprogram untuk rawat inap di bangsal.

Keluhan perut kembung, batuk, sesak napas, kejang, pilek, nyeri


menelan, atau bersin-bersin disangkal. Mimisan maupun gusi berdarah
disangkal. Ibu pasien juga menyangkal pasien menggigil atau pun
berkeringat malam saat demam. BAK lancar. Tidak ada nyeri berkemih.
BAK berwarna kuning jernih.
Pada saat ini, perawatan hari ke-2, pasien masih mengalami BAB
cair 2 kali dalam sehari dan demam sudah turun, serta pasien sudah tidak
muntah lagi. Namun, pasien masih tidak nafsu makan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Tidak ada
riwayat operasi, riwayat trauma, riwayat minum obat herbal dan jamu
disangkal. Riwayat penyakit lain, seperti asma, kurang darah, penyakit
jantung, penyakit paru disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga di rumah yang mengalami hal yang
sama seperti pasien.
f.

Riwayat Lingkungan Perumahan


Kepemilikan rumah yaitu rumah pribadi. Rumah berukuran 4 x 20
cm, berada di wilayah padat penduduk, beratap genteng, berlantai
keramik, dan berdinding tembok. Dasar atap terpasang plafon. Kamar
tidur berjumlah 2, kamar mandi berjumlah 1, terdapat dapur, dan ruang,
serta teras yang berjumlah 1, berada di depan rumah. Penerangan rumah
bersumber listrik dan dan air minum dari PAM. Jarak septic tank dengan
rumah sekitar 10 meter. Limbah rumah tangga tersalur di selokan.
Selokan jarang dibersihkan. Cahaya matahari dapat akses masuk ke
dalam rumah. Ventilasi baik. Tempat bermain anak lebih sering di dalam
rumah.
3

Kesan: Keadaan lingkungan dan sanitasi kurang baik.


g. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai buruh, berpenghasilan kurang-lebih
Rp. 800.000 1.000.000,- per bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu
rumah tangga. Ayah menanggung nafkah 2 orang yaitu 1 orang istri dan 1
orang anak. Biaya pengobatan ditanggung lewat BPJS yang dibayar iuran
perbulan.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.
h. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal
Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan sebulan
sekali pada setiap kehamilannya. Mendapatkan suntikan TT 2x. Tidak
pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama
kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal,
riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal, riwayat
demam selama kehamilan disangkal.
Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
i. Riwayat Persalinan
1. Tempat kelahiran

: Rumah bidan

2. Penolong persalinan

: Bidan

3. Cara persalinan

: Pervaginam spontan

4. Masa gestasi

: 9 bulan G2P0A1

5. Air ketuban

: JERNIH

6. Berat badan lahir

: 3200 gram

7. Panjang badan lahir

: Ibu lupa

8. Lingkar kepala

: Ibu lupa

9. Langsung menangis

: Ya

10. Nilai APGAR

: Ibu tidak tahu


4

11. Kelainan bawaan

: Tidak ada

12. Penyulit/ komplikasi

: Tidak ada

Kesan: Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan sehat.


j. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu dan anak
dalam keadaan sehat.
Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal baik.
k. Corak Reproduksi Ibu
Ibu P2A1, anak pertama mengalami keguguran saat usia kehamilan
3 bulan. Anak kedua laki-laki (pasien) saat ini berusia 2 tahun 5 bulan
lahir spontan.
l. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku saat ini sedang menggunakan kontrasepsi pil
KB.
m. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan
o Berat badan lahir 3300 gram, panjang badan lahir ibu lupa.
o Berat badan sekarang 13 kg, tinggi badan sekarang 91 cm
(Lihat pemeriksaan khusus)

Perkembangan
o Senyum

: Ibu lupa

o Tengkurap

: 4 bulan

o Duduk

: 6 bulan

o Merangkak

: 8 bulan

o Berdiri

: 9 bulan
5

o Berjalan

: 11 bulan

o Berlari

: 12 bulan

Kesan: Usia anak saat ini 2 tahun 5 bulan. Riwayat perkembangan anak
baik sesuai umur.
n. Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia kurang lebih 6
bulan. Usia 7 bulan diberikan

ASI dan bubur susu. Usia 9 bulan

diberikan ASI dengan nasi tim. Usia 1 tahun masih diberikan ASI,
ditambah susu formula, serta diberikan makanan yang lunak dan buah
pisang yang dilumatkan. Susu formula tidak diencerkan. Saat diberikan
susu formula, anak mencret. Riwayat mengganti merk susu formula
disangkal. Setelah botol susu digunakan, ibu pasien mengaku botol susu
direbus. Usia 1,5 tahun, ASI dan susu formula masih diberikan, namun
anak sudah mulai makan nasi, sayur, dan lauk pauk. Ibu pasien mengaku
anak biasanya mencuci tangan sebelum makan, namun lebih sering tanpa
menggunakan sabun. Pasien saat sakit ini hanya makan 1 kali sehari. Ibu
pasien juga mengatakan pasien gemar makan jajanan yang dijual di
sekitar lingkungan rumah.
Kesan: Kualitas makanan dan kuantitas makanan cukup baik.

o. Riwayat Imunisasi
VAKSIN
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B

DASAR (umur)
2 bulan
2 bulan
4 bulan 6 bulan
0 bulan
2 bulan 4 bulan
9 bulan
0 bulan
1 bulan 6 bulan

ULANGAN (umur)
18 bulan
18 bulan
-

Kesan: Imunisasi dasar lengkap dan selalu mengikuti jadwal


imunisasi yang tertera pada KMS
6

p. Silsilah/ Ikhtisar Keturunan

Laki-laki

Perempuan

Pasien

Kesan : Pasien adalah anak tunggal dan tidak ada anggota keluarga
pasien yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

III.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, tanggal 17
Desember 2015, pukul 14.30 WIB, di Ruang Puspanidra RSU Kardinah
Tegal.
a. Kesan Umum
7

Keadaan Umum

: tampak sakit sedang, menangis kuat

Kesadaran

: compos mentis

b. Tanda Vital
Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 132 x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup

Laju nafas

: 32 x/menit

Suhu

: 37,1C (aksila)

c. Data Antropometri
Berat badan sekarang

: 13 kg

Tinggi badan sekarang

: 91 cm

Lingkar kepala

: 49 cm

Status Internus
o Kepala

: Mesocephali

o Rambut

: Hitam, cukup lebat, tampak terdistribusi merata, tidak

mudah dicabut
o Mata

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem

palpebra (-/-),

mata cekung (-/-), refleks cahaya langsung/tidak langsung

(+/+), pupil anisokor (-/-)


o Hidung

: Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), epistaksis (-)

o Telinga

: Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)

o Mulut

: Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), gusi

berdarah (-)
o Tenggorok

: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus

(-), granulasi (-).


o Leher

: Simetris, pembesaran KGB (-)

o Axilla

: Pembesaran KGB (-)


8

o Thorax

: Dinding thorax normothorax dan simetris

o Pulmo:

Inspeksi

: Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,

retraksi (-)

Palpasi

: Vocal fremitus simetris pada lapang paru kiri dan

kanan

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan

Auskultasi

: Suara napas vesikuler di seluruh lapang paru kiri-

kanan, ronki (-/-), wheezing (-/-).


o Cor:

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.

Perkusi

Batas atas

: Intercostalis II parasternal kiri

Batas Kanan : Intercostalis IV garis parasternal kanan


Batas Kiri

: Intercostalis V garis midclavicula kiri

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

o Abdomen

Inspeksi

: datar, distensi (-), simetris.

Auskultasi

: Bising usus (+) 4 kali/ menit, kuat

Palpasi

: supel, undulasi (-), ballotement (-), distemsi (-),

nyeri tekan epigastrium (+)

Limpa

Perkusi

: tidak terapa pembesaran


: Timpani di ke 4 kuadran abdomen, nyeri ketuk

CVA (-/-)
o Inguinal

: Pembesaran KGB (-).

o Genitalia

: Jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan.

o Anorektal

: Tidak dilakukan pemeriksaan.

o Kulit

: Tidak ada efloresensi bermakna, ikterik (-).

o Ekstremitas:
Akral Dingin
Akral Sianosis
CRT
Oedem
Tonus Otot
Trofi Otot

Superior
-/-/<2
-/Normotonus
Normotrofi

Inferior
-/-/<2
-/Normotonus
Normotrofi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Darah 15 Desember 2015
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
3
Leukosit
9,2
10 /ul
4,4-11,3
Eritrosit
4,2
106/ul
4,1-5,1
Hemoglobin
8,7 L
g/dl
11,2-14,5
Hematokrit
24,6 L
%
37 47
RDW
17,6 H
%
11,5 14,5
MCV
62,7 L
U
80 96
MCH
20,7 L
Pcg
28 33
MCHC
33,0
g/dl
33 36
Trombosit
333
103/ul
150 521
10

CRP

negatif

negatif

Laboratorium Darah 16 Desember 2015


Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Feses
Makroskopis
Konsistensi
Lembek
Lembek s/d padat
Warna
Coklat
Lendir
Negatif
Darah
Negatif
Negatif
Mikroskopis
Leukosit
Positif
Eritrosit
Negatif
Epitel
Negatif
Silinder
Negatif
Yeast
Negatif
Amoeba
Negatif
Negatif
Telur cacing
Negatif
Karbohidtrat
Negatif
Negatif
Lemak
Negatif
Protein
Bakteri
Positif

V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri
Anak laki-laki usia 2 tahun 5 bulan.

Pemeriksaan Status Gizi


Pertumbuhan persentil anak menurut CDC adalah

Berat badan 13 kg.

sebagai berikut:

Tinggi badan 91 cm.

1. BB/U= 13/13 x100% = 100% (Berat badan normal

Lingkar kepala 49 cm.

menurut umur)
2. TB/U = 91/91 x 100% = 100% (Tinggi badan
normal menurut umur)
3. BB/TB = 41/41 x 100% = 100% (Gizi baik)
Kesan: Anak laki-laki 2 tahun 5 bulan, status gizi baik.

11

Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)


12

Kesan: Lingkar kepala 49 cm pada anak laki-laki usia 2 tahun 5 bulan,


mesosefali.
VI. DAFTAR MASALAH

BAB cair 4 kali perhari

Muntah 6 kali perhari


Demam subfebris
Mual
Nyeri perut

Hemoglobin menurun
Hematokrit menurun
RDW meningkat
MCV menurun
MCH menurun

13

VII. DIAGNOSIS BANDING


-

Diare Akut
a. Infeksi
b. Makanan
c. Konstitusi
d. Psikologis

Anemia mikrositik hipokrom


a. Anemia defisiensi besi

Dehidrasi
a. Tanpa dehidrasi
b. Dehidrasi tidak berat
c. Dehidrasi berat
Status gizi baik

VIII.

DIAGNOSIS KERJA

a. Diare akut ec infeksi


b. Anemia mikrosirik hipokrom ec suspek defisiensi besi
c. Tanpa dehidrasi
d. Status gizi baik

IX. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa

IVFD D5% 10 tpm

Inj. Ondansentron (4 mg) 3 x 1/3 ampul

Inj. Cefotaxime (1 g) 3 x 1/3 ampul

P.O. Paracetamol sirup 3 x 5ml

P.O. Interzinc 1 x 5 ml

P.O. L-bio 2 x 5 ml

b. Nonmedikamentosa
-

Diet :

3 x nasi

1 x buah

3 x 200cc susu

3 x sayur

Kalori : 1250 kkal

Protein : 31,25 gram

Edukasi :
a. Menjelaskan mengenai penyakit pasien saat ini, serta
rencana manajemen yang akan diberikan
b. Upaya pencegahan penyebab diare, seperti memperbaiki
penyiapan makanan pendamping ASI, misalnya botol susu
sebaiknya direbus dan dicuci setiap sehabis minum,
penggunaan air bersih, membiasakan mencuci tangan
dengan sabun dibawah air mengalir setelah BAB dan makan,
serta penggunaan jamban yang bersih dan higienis.
c. Upaya perbaikan daya tahan tubuh pasien. Pemberian susu
formula jangan diencerkan. Menambah nilai gizi pada
makanan anak dalam jumlah cukup untuk mempertahankan
status gizi baik, serta pengawasan jajanan anak.

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam

Quo ad sanationam : Ad bonam

Quo ad functionam : Ad bonam

: Ad bonam


XI. SARAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan elektrolit darah

Pemeriksaan darah rutin ulang

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas feses

Pemeriksaan SADT

Pemeriksaan GDS

XII. PERJALANAN PENYAKIT

15 Desember 2015

Hari Perawatan ke-0


BAB cair 6x/hari ampas (+)

Hari Perawatan ke-1


BAB cair 3x/hari ampas (+)

lendir (+), muntah 4x/hari isi makanan S

lendir (+), muntah (-), mual (+), demam

dan susu, mual (+), demam (+), nyeri

(+), nyeri perut (+), batuk (-), pilek (-),

perut (+), batuk (-), pilek (-), kejang (-),

kejang (-), makan (+), minum (+)

makan (+), minum (+)

KU: CM, TSS

TTV: HR 124x/m, RR 32x/m, S O

16 Desember 2015

KU: CM, TSS

TTV: HR 132x/m, RR 32x/m, S

38,5 C, TD 100/70 mmHg, BB 13 kg

36,9 C, BB 13 kg

Kepala:

Mesosefali,

UUB

Kepala:

Mesosefali,

UUB

menutup

menutup

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), NT

Abdomen: supel, BU (+), NT

epigastrium (+). Hepar : tidak teraba

epigastrium (+). Hepar : tidak teraba

pembesaran.

pembesaran.

Lien

tidak

teraba

pembesaran

pembesaran

(-/-)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE

(-/-)

Lien

tidak

teraba

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE

Ekstremitas bawah: AD (-/-),

Ekstremitas bawah: AD (-/-),

OE (-/-)

OE (-/-)

Lab darah:

Lab feses:

leukosit : 9.200, trombosit :

Makroskopik

Konsistensi:

333.000,

hemoglobin

8.7

L,

lembek,

warna:

hematokrit : 26.4 H, RDW : 17.6 H,

coklat, lendir: negatif, darah: negatif

MCV : 62.7 L, MCH : 20.7 , MCHC :

Mikroskopik

33.0, CRP : negatif

Leukosit:

positif,

eritrosit:

negatif, epitel: negatif, silinder: negatif,


yeast: negatif, amoeba: negatif, telur
cacing: negatif, karbohidrat: negatif,
lemak: negatif, protein: (-), bakteri:

Diare akut ec susp infeksi

positif

Diare akut ec infeksi

Anemia mikrositik hipokrom

Anemia mikrositik hipokrom

Tanda dehidrasi

Tanda dehidrasi

Gizi baik
Rawat inap

IVFD D5% 10 tpm

Inj. Ondansentron (4 mg) 3 x 1/3

Inj. Ondansentron (4 mg) 3 x 1/3


ampul

ampul

Gizi baik
IVFD D5% 10 tpm

Inj. Cefotaxime (1 g) 3 x 1/3


ampul

Inj. Cefotaxime (1 g) 3 x 1/3


ampul

P.O. Paracetamol sirup 3 x 5ml

P.O. Paracetamol sirup 3 x 5ml

P.O. Interzinc 1 x 5 ml

P.O. Interzinc 1 x 5 ml

P.O. L-bio 2 x 5 ml

P.O. L-bio 2 x 5 ml

17 Desember 2015
Hari Perawatan ke-2

18 Desember 2015
Hari Perawatan ke-3

BAB cair 2x/hari ampas (+)

lendir (+), muntah (-), mual (+), demam S

(+), demam (-), nyeri perut (-), batuk

(+), nyeri perut (-), batuk (-), pilek (-),

(-), pilek (-), kejang (-), makan (+),

kejang (-), makan (+), minum (+)

KU: CM, TSS

minum (+)

KU: CM, TSS

TTV: HR 128x/m, RR 28x/m, S O

37,1 C, BB 13 kg

Kepala:

BAB cair (-), muntah (-), mual

TTV: HR 124x/m, RR 32x/m, S

36,6 C, BB 13 kg
Mesosefali,

UUB

Kepala:

Mesosefali,

UUB

menutup

menutup

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), NT

Abdomen: supel, BU (+), NT

(-), distensi (-). Hepar : tidak teraba

(-), distensi (-). Hepar : tidak teraba

pembesaran.

pembesaran.

Lien

tidak

teraba

pembesaran

pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE

(-/-)

Lien

tidak

teraba

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE

(-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-),

OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-),

OE (-/-)

Diare akut ec infeksi

Diare akut ec infeksi

Anemia mikrositik hipokrom

Anemia mikrositik hipokrom

Tanda dehidrasi

Tanda dehidrasi

Inj. Ondansentron (4 mg) 3 x 1/3 P

Gizi baik
IVFD D5% 10 tpm

ampul

Gizi baik
IVFD D5% 10 tpm
Inj. Cefotaxime (1 g) 3 x 1/3
ampul

Inj. Cefotaxime (1 g) 3 x 1/3

P.O. Paracetamol sirup 3 x 5ml

ampul

P.O. Interzinc 1 x 5 ml

P.O. Paracetamol sirup 3 x 5ml

P.O. Interzinc 1 x 5 ml

P.O. L-bio 2 x 5 ml

19 Desember 2015

Hari Perawatan ke-4


BAB cair (-), muntah (-), mual (+),

demam (-), nyeri perut (-), batuk (-), pilek

(-), kejang (-), makan (+), minum (+)

KU: CM, TSS

TTV: HR 124x/m, RR 32x/m, S

36,6 C, BB 13 kg

Kepala: Mesosefali, UUB menutup

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-),

BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), NT (-),

distensi

(-).

Hepar

tidak

teraba

pembesaran. Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE

(-/-)

Diare akut ec infeksi

Anemia mikrositik hipokrom

Tanda dehidrasi

Gizi baik
Acc pulang

Aff infus

P.O. Paracetamol sirup 3 x 5ml

P.O. Interzinc 1 x 5 ml

P.O. L-bio 2 x 5 ml

P.O. L-bio 2 x 5 ml P. O. Curliv 3 x 1


cth

ANALISIS KASUS


Pasien anak laki-laki 2 tahun 5 bukan, didiagnosis diare akut, anemia,
tanpda dehidrasi dengan gizi baik. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Diare akut

Masalah
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan BAB

Diare

Interpretasi

adalah penyakit

yang

cair sejak satu hari SMRS. BAB cair

ditandai dengan bertambahnya

enam kali perhari disertai ampas dan

frekuensi defekasi labih dari

lendir, muntah empat kali perhari isi

biasanya (> 3 kali/hari) disertai

makanan dan susu, demam sejak satu

perubahan

hari SMRS, mual, dan nyeri perut.

(menjadi cair) dengan /tanpa

konsistensi

tinja

darah dan/atau lendir.

Diare akut : diare yang terjadi

secara mendadak pada bayi dan

anak yang sebelumnya sehat.

Diare juga merupakan suatu


masalah yang kerap kali terjadi

di dalam kesehatan masyarakat

dan di dalam bagian pelayanan

Higiene dan sanitasi lingkungan yang

kegawatdaruratan,

buruk

pada

anak

dengan usia dibawah 5 tahun.

Faktor resiko terjadinya diare.

Demam

Infeksi oleh bakteri.

Nyeri tekan epigastrium

Nyeri perut yang nonspesifik

Pemeriksaan Fisik

dan nonfokal disertai dengan

kram perut merupakan hal yang


biasa

terjadi

pada

beberapa

organisme. Nyeri biasanya tidak


bertambah bila dilakukan palpasi
pada perut.
Pemeriksaan Penunjang
- Lab feses :

Leukosit : positif

Bakteri : positif

Etiologi diare:

1. Infeksi: virus, bakteri, dan parasit


2. Malabsorpsi

3. Makanan
4. Alergi terhadap makanan tertentu
5. Imunidefisiensi
6. Psikologis

Anemia mikrositik hipokrom

Masalah
Pemeriksaan

Interpretasi

Penunjang
- Lab darah :

hemoglobin : 8.7 L

Anemia

hematokrit : 26.4 H

MCV : mikrositik

RDW : 17.6 H

MCH : hipokrom

MCV : 62.7 L

Penyebab

MCH : 20.7 L

mikrositik hipokrom suatu

MCHC : 33.0

keadaan kekurangan besi

anemia

(Fe) dalam tubuh yang


mengakibatkan
pembentukan eritrosit atau
sel

darah

mengalami

merah

ketidakmatangan (imatur).
Sel darah merah yang
terbentuk ukurannya lebih
kecil dari normal dan
hemoglobin

dalam

sel

darah merah berjumlah


sangat sedikit.

Tanpa dehidrasi

Pada pasien ini tidak didapatkan adanya dehidrasi, meurut


penentuan derajat dehidrasi pada diare dari WHO. Pasien dalam
keadaan composmentis, dengan keadaan umum baik, mata tidak
cekung, minum biasa, dan turgor kulit cepat kebali.

TINJAUAN PUSTAKA

DIARE AKUT

I. DEFINISI
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi labih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan


konsistensi tinja (menjadi cair) dengan /tanpa darah dan/atau lendir.
-

Diare akut : diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat

Diare kronik : diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut

II. EPIDEMIOLOGI
Diare merupakan penyakit yang umum terjadi pada hampir semua

kelompok usia dan merupakan penyakit kedua tersering setelah influenza

(common cold). Penyakit diare juga merupakan suatu masalah yang kerap kali
terjadi di dalam kesehatan masyarakat dan di dalam bagian pelayanan
kegawatdaruratan, terutama untuk anak-anak dibawah usia lima tahun.
Diperkirakan terdapat 100 juta kasus diare akut setiap tahunnya di Amerika
Serikat. Kasus-kasus tersebut merupakan 5% dari keseluruhan kunjungan ke
praktek pribadi dan 10% dari pasien-pasien yang dirawat inap.

Walaupun

telah

banyak

hasil

yang

diperoleh

dibidang

penanggulangan diare, namun hingga kini diare masih merupakan penyebab


kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara berkembang. Episode diare
setiap tahun di Indonesia masih berkisar sekitar 60 juta dengan kematiannya
sebanyak 200.000-250.000. Menurut survei kesehatan rumah tangga yang
dilakukan di Indonesia pada tahun 1986 angka kematian karena diare merupakan
12% diantara seluruh angka kematian kasar yang besarnya 7/1000 penduduk.
Angka ini merupakan angka yang tertinggi diantara semua penyebab kematian.
Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26% kematian anak balita disebabkan
oleh diare.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak

dibawah usia 3 tahun mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang
lebih besar mengalami kejadian diare 1 kali setiap tahunnya. Dari data-data
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sekitar 500 juta anak-anak yang berusia
dibawah 5 tahun akan mengalami diare sebanyak 1 kali setiap tahunnya. Di negara
maju seperti di Amerika Serikat maka hanya <10% dari kasus-kasus diare tersebut
yang dibawa ke tenaga medis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hal ini
disebabkan karena pengobatan/perawatan di rumah yang efektif.

Berbeda dengan negara maju, maka di negara yang berkembang

yang tidak memiliki sumber pengetahuan yang mencukupi untuk perawatan di


rumah, maka angka kematiannya sangat tinggi. Sekitar 2 juta anak di seluruh
dunia diperkirakan meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare akut ini, dan

hal ini merupakan penyebab kematian kedua tersering setelah, infeksi saluran
pernafasan.

Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal

melalui 1) makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen,


2) kontak langsung tangan dengan penderita atau baran-barang yang telah
tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa
Inggris maka terdapat 4 F di dalam cara penularan diare ini yaitu food (makanan),
feces (tinja), finger (jari tangan), and fly (lalat).

Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat

meningkatkan transmisi enteropatogen, diantaranya adalah 1) tidak cukup


tersedianya air bersih, 2) tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana
MCK, 4) higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, 5) cara
penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan
bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan
terlalu cepat diberi makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko
pada pejamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap
enteropatogen diantaranya adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah
(BBLR), imunodefisiensi atau imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan
peningkatan motilitas usus.

III. ETIOLOGI

Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini:

1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.


a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus,
Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio
cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus,

Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens,


Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura,
Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida spp.
2) Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida
rantai panjang, atau protein seperti beta-laktoglobulin.
3) Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan makanan
terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia beracun atau
makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, antara lain
Clostridium perfringens, Staphylococcus.
4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cows milk protein
sensitive enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan
lainnya.
5) Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita
AIDS.
6) Psikologis : rasa takut dan cemas.

Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka

yang paling sering menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi
virus. Rotavirus dan adenovirus merupakan penyebab tersering diare akut pada
anak dibawah usia 2 tahun. Astrovirus dan calicivirus biasanya menginfeksi anakanak yang berusia dibawah tahun.

Berikut ini akan dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare


akut spesifik yang dianggap merupakan penyebab diare yang utama :

Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia

pada biopsi duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron.


Ternyata kemudian Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare
akut yang paling sering, terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di

Indonesia, berdasarkan penelitian di beberapa Rumah Sakit di Jakarta,


Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut disebabkan oleh Rotavirus.

Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel

mukosa usus, infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus,
pembengkakan mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak
teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi
cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan pencernaan
(digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase
akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.

Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan

juga merupakan penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada
saat ini telah dikenal 5 golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu
ETEC (Enteropathogenic Escherichia coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia
coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC (Enteroadherent Escherichia
coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).

ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara

berkembang. Transmisinya

melalui

makanan

(makanan

sapihan/makanan

pendamping), dan minuman yang telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2


faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang menyebabkan ETEC dapat melekat
pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin. Gen untuk faktor
kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat ditransmisikan ke
bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu
toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas
(heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang
aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan
meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil
siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP
akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi

diare. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya.


ETEC tidak menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus
mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari,
tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).

EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan

panas pada bayi dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini
membentuk koloni melekat pada mukosa usus, akan tetapi tidak mampu
menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa usus karena adanya
plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin yang
melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering
menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.

EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan

letusan kecil (KLB) diare karena keracunan makanan (food borne). Secara
biokimiawi dan serologis bakteri ini menyerupai Shigella spp., dapat menembus
mukosa usus halus, berkembang biak di dalam kolonosit (sel epitel kolon) dan
menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering ditemukan eritrosit
dan leukosit.

EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat

dengan kuat pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis.
Diduga bakteri ini mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair
sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).

EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal

dapat menyebabkan kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa


daging yang dimasak kurang matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik,
kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair disertai darah. EHEC
menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan perdarahan usus
besar.

Shigella spp.

Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai

dari asimptomatik sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejangkejang, toksis, tenesmus ani, dan tinja yang berlendir dan darah. Golongan
Shigella yang sering menyerang manusia di daerah tropis adalah Shigella
dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi di
daerah sub tropis.

Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena

kemampuannya mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia


berkembang biak dan mengeluarkan leksotoksin yang bersifat merusak sel
(sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian terminal dari ileum dan
kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan kerusakan
sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke
dalam lumen usus danakhirnya keluar bersama tinja.

Salmonella spp.
Di dunia terdapat lebih dari 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis

saja yang menyebabkan diare. Di dalam klinik, golongan Salmonella yang


menyebabkan diare dikenal dengan nama Nontyphoidal Salmonellosis, yang
paling sering menimbulkan diare pada anak adalah S. Paratyphi A, B dan C.
Binatang merupaka reservoir utama, oleh karena itu infeksi Salmonella spp. ini
biasanya disebabkan oleh makanan yang berasal dari binatang, seperti daging,
telur, susu, dan makanan-makanan daging dalam kaleng. Diare yang disebabkan
Salmonella spp, biasanya disertai dengan rasa mual, kram perut, dan panas.

Patogenesis Salmonella spp. ini seperti halnya denan Shigella

dapat melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus sehingga juga dapat
dijumpai adanya lendir dan darah pada tinja. Akan tetapi Salmonellosis ini tidak
menyebabkan ulkus seperti pada Shigella.

Vibrio cholera.

Vibrio cholera pertama kali ditemukan oleh Robert Koch tahun

1883 pada penderita kolera. Terdapat dua biotipe Vibrio cholera yaitu El Tor dan
classic, serta dua serotipe yaitu Ogawa dan Inaba. El Tor terkenal menyebabkan
pandemi yang dimulai dari Sulawesi dan kemudian menyebab ke Asia, Afrika,
Eropa, dan Amerika Utara.

Vibrio cholera mempunyai sifat yaitu tidak menyebabkan

kerusakan mukosa usus dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan diare. Vibrio
cholera masuk ke dalam lumen usus melalui lambung dan peranan asam lambung
akan menentukan seseorang apakah rentan terhadap diare atau tidak. Pada orang
yang kadar asam lambungnya normal maka untuk dapat menimbulkan diare
dibutuhkan jumlah kuman yang masuk sebesar 106, akan tetapi jika asam
lambungnya kurang (pH menjadi lebih tinggi) maka jumlah 10 4 sudah dapat
menimbulkan diare. Setelah kuman tersebut masuk ke dalam usus maka ia akan
mengeluarkan toksin. Toksin yang dihasilkan oleh kuman kolera ini yaitu
enterotoksin dan terdapat 2 jenis yaitu komponen A dan komponen B. Komponen
B ini akan menempel pada reseptor yang ada di dinding sel mukosa usus yang
disebut Gmi. Kemudian komponen A yang terlihat bersama dengan komponen B
akan melakukan penetrasi ke dalam sel dan memisahkan diri dari Komponen B.
Selanjutnya di dalam sel komponen ini akan merangsang sensitifitas enzim adenil
siklase dengan hasil selanjutnya akan meningkatkan akumulasi cAMP yang akan
merangsang sekresi cairan isotonis dan klorida sehingga timbulah diare berair
(Watery diarrhea).

Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia

prevalensinya sekitar 5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah,
juga terdapat gejala sakit perut disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan
bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat tersebut (seperti pada apendisitis
akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin dan toksin LT.

Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum,

ileum, dan colon. Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema,
pembesaran kelenjar limfe mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum
peritonei. Jonjot usus halus ditemukan memendek dan melebar tetapi tidak
konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena invasi bakteri ke dinding
usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel radang.

Yersinia enterokolitika
Yersinia enterokolitika merupakan bakteri baru sebagai penyebab

diare dan telah banyak dilaporkan di berbagai negara di Eropa dan Amerika Utara.
Patogenesis terutama oleh strain serotipe 03.08809 dengan melakukan invasi ke
dalam mukosa usus, membentuk plasmid perantara dan enterotoksin yang tahan
panas (ST) dan dapat mengaktifkan enzim guanilat siklase sehingga terjadi
akumulasi cGMP pada sel sehingga akan terjadi diare. Pada pemeriksaan
histologis terdapat abses-abses kecil di daerah plaque Peyeri dan nodula
limphatisi. Pada beberapa penderita menyebabkan limfadenitis mesenterikum dan
ileutis.

Entamoeba histolytica
Entamoeba histolytica tersebar di seluruh dunia. Insidensinya

rendah dan sering terjadi overdiagnosis sehingga pengobatannya juga sering


berlebihan (misalnya penggunaan enterovioform). Insidensi pembawa kista pada
anak (carrier) sekitar 5% saja tetapi sebagian besar (90%) asimptomatik dan
hanya sebagian kecil (10%) saja yang menjadi sakit. Diare biasanya berlendir
disertai darah, terkenal dengan nama disentri amoeba. Gejalanya yang mencolok
adalah tenesmusnya. Penularan biasanya melalui makanan atau air (minuman)
yang tercemar oleh parasit Entamoeba histolytica, terkenal menyebabkan ulkus
yang menggaung, dan dapat menyebabkan abses hati.

Cryptosporodium

Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap

sebagai penyebab diare terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal
hanya patogen pada binatang saja. Cryptosporodium merupakan golongan
coccidium,

sering

menyebabkan

diare

pada

manusia

yang

menderita

imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang


Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui
oro-fekal dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan
mukosa usus oleh perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi
gangguan absorpsi makanan.

IV. PATOGENESIS

Virus.

Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga

dapat disebabkan oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus,


calicivirus, dan sebagainya. Garis besar patogenesisnya sebagai berikut ini. Virus
masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau minuman,
kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam
epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel
epitel usus halus bagian apikal akan diganti oelh sel dari bagian kripta yang belum
matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat
berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan
terjadi

diare

osmotik. Vili

usus

kemudian akan

memendek sehingga

kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang.


Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan

melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria,
untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan.

Bakteri.
Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis

besarnya adalah sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus,


kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini
kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga
terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat tidak tahan
panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat
tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas
enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen
usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida,
dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian akan terjadi
hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan di dalam lumen
usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen
usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon seorang anak dapat menyerap
sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan
sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan
kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka
akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat
mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya
sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus (Sunoto, 1991).

Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan

menyebabkan diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain
yang menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan
merangsang pembentukan cAMP, diantaranya adalah V. Cholera, ETEC, Shigella
spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang

pembentukan cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan


Staphylococcus sp.

Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi


menjadi 3 bagian besar yaitu :

1) Diare sekretorik
2) Diare invasif/dysentriform diarrhae
3) Diare osmotik

Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim

adenil siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP.
Akumulasi cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan
diikuti secara positif ileh air, natrium, kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen
usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke
dalam keadaan dehidrasi.

Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang

dihasilkan oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella,


Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim
adenil siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP.
Diare sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera.

Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila

disebabkan oleh vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3)


tidak disertai dengan panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam
keadaan dehidrasi.

Diare Invasif
Diare

invasif

adalah

diare

yang

terjadi

akibat

invasi

mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada

mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella,
Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang
disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja berlendir dan sering
disebut sebgai dysentriform diarrhea.

Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam

lambung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil
mengeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase
untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare sekretorik.
Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus sampai di usus
besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau melakukan invasi
ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa mikro-mikro
ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan gejala
tinja berlendir dan berdarah.

Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah

biasanya b.a.b sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan,


tenesmus ani, nyeri abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila
disebabkan oleh amoeba, seringkali menjadi kronis dan meninggalkan jaringan
parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.

Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang

invasif dimana diare oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke
dalam traktus digestivus bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi
barier asam lambung, kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam bagian
apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti
dengan sel dari bagian kripta yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau
gepeng. Karna imatur, sel-sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan
makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus
memendek dan kemampuan absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare
akan bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat
menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena cukup

luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut sehingga akan
terjadilah diare osmotik.

Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering

pada anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan
peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.

Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya

tekanan osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke
dalam lumen usus, sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering
terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.

Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif

maupun transpor aktif dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus


dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan
oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak
dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.

Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut

akan difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas
hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal
distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif.
Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna
setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang
mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena
dapat menimbulkan diare osmotik.

Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan

tetapi biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda
klinis umum seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang
asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klninitest positif. Bentuk yang

paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi
enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus.
Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi
intoleransi laktosa.

Tabel 1. Karakteristik Tinja dan Menentukan Asalnya


K

Usus Kecil

Usus Besar

Watery

Mukoid

a
r
a
k
t
e
r
i
s
t
i
k
T
i
n
j
a

T
a

dan/atau

berdarah

p
i

l
a
n

Banyak

Sedikit

Meningkat

Meningkat

Kemungkina

Kemungkinan

o
l
u
m
e

F
r
e
k
u
e
n
s
i

D
a

tetapi

pernah darah

segar

S
u
b

positif

darah segar

tidak

Kemungkina

>5,5

Negatif

n <5,5

Kemungkina
n positif

s
t
a
n
s
i
p
e
r
e
d
u
k
s
i

< 5 / LPK

Kemungkinan >
10 /LPK

Normal

Kemungkinan

leukositosis

(bandemia)

u
m
W
B
C

Virus

Bakteri

invasif

(Rotavirus,

(E.coli, Shigella

Adenovirus,

sp., Salmonella

Calicivirus,

sp.,

Astrovirs,

Campylobacter

Norwalk

sp, Yersinia sp.,

virus)

Aeromonas sp,

Plesiomonas sp)

Toksin
bakteri

Toksin

bakteri

(Clostridium

(E.coli,

C.

difficile

perfringens,
Vibrio
spesies)

Parasit

Parasit

(Giardia sp.,

(Entamoeba

Cryptosporo

histolytica)

dium sp.)

Tabel 2. Organisme Penyebab Diare dan Gejala yang Sering


Timbul

Org

anis

Rota

virus

Ya

me

Ade

novi

Nor

walk

Ya

Ti

Astr

ovir

+/

+/

Cali

civir

Ya

+/

Aero

mon

+/

+/

Cam

pylo

Ti

rus

virus

us

us

as
speci
es

bact
er
speci
es

diffi

Ti

perf

Ri

Ti

Ente

rohe

Ti

+/

Ente

roto

Ya

Ples

iom

+/

+/

cile

ring
ens

morr
hagi
c E
coli

xige
nic
E
coli

onas
speci
es

Sal

mon

Ya

Shig

ella

Ti

Vibr

io

Ya

Ti

Yersi

nia

Ya

Giar

dia

Ti

Ti

Cry

ptos

Ti

ella
speci
es

speci
es

speci
es

ente
roco
litic
a

speci
es

pori

diu
m
speci
es

Enta

moe

Ti

ba
speci
es

Tabel 3. Organisme Yang Menyebabkan Keracunan Makanan

Riwa
yat
Maka

Organisme

nan

Susu

Campylobacter and Salmonella species

Telur

Salmonella species

Dagin

Dagin
g Sapi

Poutry

perfringens,

Aeromonas,

Campylobacter, and Salmonella species

Enterohemorrhagic E coli

Campylobacter species

Babi

C perfringens, Y enterocolitica

Seafo

Astrovirus, Aeromonas, Plesiomonas, and

od

Oyster

Vibrio species

Calicivirus,

Sayur
an

Plesiomonas

and

Vibrio

species

Aeromonas species, C perfringens

Tabel 4. Organisme yang Berhubungan Dengan Perjalanan

Foreign Travel

Organism

Enterotoxigenic E coli, Aeromonas,

History

Nonspecific

Giardia, Plesiomonas, Salmonella, and


Shigella species

Underde

C perfringens

veloped
tropics

Africa

Entamoeba species, Vibrio cholerae

South

Entamoeba species, V cholerae

and
Central
America

Asia

V cholerae

Australia

Yersinia species

Canada Europe

India

Entamoeba species, V cholerae

Japan

Vibrio parahaemolyticus

Mexico

Aeromonas, Entamoeba, Plesiomonas,


and Yersinia sp.

New

Clostridium species

Guinea

V. FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Penyerapan cairan di usus halus


Dalam keadaan normal, usus halus mampu menyerap cairan

sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air
oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus
dan didalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan
natrium ke dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu 1) berpasangan dengan
ion klorida, atau bahan non-elektrolit seperti glukosa, asam amino, peptida, dll, 2)
pertukaran dengan ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang intraseluler (tight
junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap.

Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan

melalui enzim Na-K-ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang


intraseluler dan selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum
dan kolon, cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat.

Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan

dari proses absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida
di dalam sel kripta dan pada waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan dari
sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi klorida di dalam sel kripta
dapat pula ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa cyclic
nucleotide, misalnya cAMP, cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian
permeabilitas sel kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke lumen usus.

Dalam

keadaan

normal

usus

besar

dapat

meningkatkan

kemampuan penyerapannya sampai 4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan


yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml
maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan
dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena
terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya
kolitis, atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar,
misalnya karena virus, disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat
dimengerti bahwa setiap perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di
dalam usus halus maupun usus besar (kolon), dapat menyebabkan diare,
kehilangan cairan, elektrolitm, dan akhirnya dehidrasi.

Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik,

diare osmotik, peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA.
Penjelasan mengenai mekanisme dari hal-hal tersebut semuanya telah dijelaskan
pada uraian diatas pada referat ini.

Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-

hal sebagai berikut :

1) Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa


2) Gangguan sirkulasi darah
3) Hipoglikemia
4) Gangguan gizi.

Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam


basa.

Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan

elektrolit yang dikenal dengan nama dehidrasi. Dehidrasi ini terjadi karena 1)
hilangnya cairan melalui tinja atau muntah (concomitant water losses) selama
diare/muntah berlangsung. CWL ini banyaknya bervariasi tergantung dari berat
ringannya penyakit. Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30 ml/kgBB/24 jam, 2)
kehilangan cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin (insensible water losses),
3) besarnya jumlah kehilangan cairan (previous water losses).

Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah

banyaknya kehilangan cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin,


tergantung dari umur. Makin muda anak makin banyak kehilangan cairan dan
makin bertambah umur makin berkurang Selain itu NWL juga dipengaruhi oleh
suhu tubuh, makin tinggi suhu tubuh maka akan bertambah kehilangan cairannya.
Setiap kenaikan suhu 1C diatas normal (37C) akan menambah hilangnya cairan
sebanyak 10 ml.

Tabel 5. Penilaian Derajat Dehidrasi

Penilai
an

1.
Lihat :

Baik
sadar

Norm

Keadaa
n umum

*Gelis
ah
rewel

*Lesu/lun
glai/tdk
sadar

al

Mata
Air
Mata

Mulut
dan
Lidah

Cekun
g

Tidak
ada

Sangat
cekung,
kering

Tidak ada

Sangat
kering

*Malas
minum/td
k bisa
minum

Ada

Basah

Minu
m
biasa,
tidak
haus

Kering

*Haus
ingin
minum
banya
k

Rasa
Haus

2.
Periksa
Turgor
Kulit

Kemb
ali
cepat

*Kem
bali
lambat

*Kembali
sangat
lambat

3. Hasil
Pemerik
saan

Tanpa
dehidr
asi

Dehidr
asi
Ringa
n/
Sedan
g

Dehidrasi
Berat

Bila ada 1
tanda
*
ditambah
1
atau
lebih
tanda lain

Rencana
Terapi C

4.
Terapi

Renca
na
Terapi
A

Bila
ada 1
tanda
*
ditamb
ah 1
atau
lebih
tanda
lain

Renca
na
Terapi
B

Gejala dan tanda dari dehidrasi tersebut diatas adalah rasa haus,

menurunnya turgor kulit, mukosa mulut kering, mata cekung, air mata tidak ada,
ubun-ubun besar yang cekung pada bayi, oliguria yang dapat berlanjut menjadi
anuria, hipotensi, takikardia, dan menurunnya kesadaran.

Gangguan keseimbangan elektrolit. Tonisitas dari plasma sebagian

besar ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat dibagi menjadi 3 menurut tonisitas
plasma yaitu :
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L.
Dalam praktek di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.

Selain perubahan kadar Na plasma juga kalium dapat mengalami

perubahan karena kalium banyak keluar pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26
mEq/L dan pada kolera 96 mEq/L sehingga dapat terjadi hipokalemia, namun
penurunan kalium pada plasma ini biasanya akan diganti dengan kalium yang
terdapat pada cairan intraseluler, dengan tentunya kadar kalium intraseluler akan
menurun. Secara singkatnya maka gangguan elektrolit yang sering terjadi pada
keadaan diare adalah hiponatremia (Na < 130mEq/L), hipernatremia (Na
>150mEq/L), dan hipokalemia (K < 3 mEq/L)

Gangguan asam basa. Akibat kehilangan cairan yang banyak pada

diare tersebut diatas maka akan terjadi hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia


maka jaringan akan terjadi metabolisme secara anaerobik yang akan menghasilkan
produk asam laktat yang selanjutnya akan menyebabkan keadaan asidosis
respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut dapat terlihat berupa
pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul).

Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui

tinja, akibatnya pH darah akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi

dengan jalan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Sebagai akibat diare yang
hebat dan tubuh tidak sanggup mengadakan kompensasi lagi, maka terjadilah
asidosis metabolik, dan mungkin akan diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria
atau anuria dan penimbunan asam laktat karena terjadinya hipoksia pada jaringan
tubuh.

Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan

(dehidrasi berat) akan terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini
disebabkan cairan ekstraseluler banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi
darah ke jaringan berkurang, dengan akibat hipoksia yang akan menambah
beratnya asidosis metabolik, penurunan kesadaran, dan dapat menimbulkan
kematian bila tidak segera ditangani dengan baik.

Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita

diare dan lebih sering lagi bila sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab
yang pasti belum diketahui tapi kemungkinanya adalah 1) gangguan proses
glikogenolisis, 2) gangguan penyimpanan glikogen pada hati, 3) gangguan
absorpsi dan digesti karbohidrat terutama pada KEP di mana terjadi atropi jonjor
usus. Akibat dari hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi hipotonik
dengan kompensasi air akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi
edema sel-sel otak yang dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejangkejang.

Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian

makanan selama sakit dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan
absorpsi terutama laktosa karena terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya

pemberian susu dengan laktosa tinggi akan menambah beratnya diare. Pada anak
yang sebelumnya sudah menderita KEP akan memperberat keadaan KEP nya,
yang dalam fase selanjutnya akan memperberat pula diarenya.

V.

MANIFESTASI

KLINIS

DAN

PEMERIKSAAN

PENUNJANG

Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat

ditemukan beberapa hal, antara lain adalah sebagai berikut ini :


1) Dehidrasi. Dehidrasi merupakan hal yang utama sebagai penyebab kesakitan
dan kematian, sehingga perlu dilakukan penilaian pada setiap pasien akan
tanda, gejala, dan tingkat keparahan dehidrasinya. Letargi, penurunan
kesadaran, ubun-ubun besar yang mencekung, membran mukosa yang
mengering, mata cekung, turgor kulit yang menurun, dan terlambatnya
capillary refill perlu dijadikan suatu hal yang patut dicurigai kearah dehidrasi.
2) Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak atau
terjadinya edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa terjadi
malabsorpsi dari karbohidrat, lemak dan/atau protein. Organisme tersering
yang dapat menyebabkan malabsorpsi lemak dan diare yang intermiten adalah
Giardia sp.
3) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram
perut merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri
biasanya tidak bertambah bila dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi
nyeri perut yang fokal maka nyeri akan bertambah dengan palpasi, bila terjadi
rebound tenderness, maka kita harus curiga terjadinya komplikasi atau curiga
terhadap suatu diagnosis yang noninfeksius.
4) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang
menyebabkan auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas
saluran pencernaan.

5) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada


kulit perianal, terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat
yang sekunder seringkali merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi
asam empedu sekunder dapat menyebabkan dermatitis disekitar perianal yang
sangat hebat yang seringkali ditandari sebagai suatu luka bakar.

Pemeriksaan Laboratorium

Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya substansi
yang mereduksi maka menandakan adanya intoleransi karbohidrat, yang
biasanya disebabkan secara sekunder oleh penyakit virus.

Infeksi yang enteroinvasif terhadap usus besar menyebabkan leukosit terutama


netrofil akan tampak di dalam tinja. Tidak adanya lekosit pada tinja tidak
menghilangkan kemungkinan adanya organisme enteroinvasif. Meskipun
demikian,

adanya

leukosit

di

dalam

tinja

dapat

mengeliminasikan

kemungkinan penyebab enterotoksigenik E.coli, Vibrio sp., dan virus.

Lakukan pemeriksaan setiap eksudat yang ditemukan di dalam tinja untuk


mencari leukosit. Keberadaan eksudat merupakan suatu hal yang sangat tinggi
nilainya untuk memikirkan adanya colitis (80% merupakan nilai prediksi yang
positif). Colitis merupakan suatu yang infeksius, alergi, atau bagian dari
penyakit inflamasi pada saluran pencernaan (penyakit Crohn, colitis ulseratif).

Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri. Suatu


tingkat kecurigaan terhadap suatu penyebab perlu diketahui terlebih dahulu
untuk menentukan media mana yang memungkinkan untuk penyebab diare
tersebut tumbuh. Medium-medium yang dapat digunakan untuk kultur dapat
dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Selalu lakukan kultur dari tinja untuk organisme-organisme Salmonella,


Shigella, dan Campylobacter serta Yersinia enterocolotica, terutama pada
tampilan gejala klinis yang menandakan adanya colitis atau jika ditemukan
adanya leukosit pada tinja.

Diare yang berdarah dengan riwayat pernah memakan daging-dagingan maka


perlu dicurigai kemungkinan etiologi enterohemoragik E.coli. Jika E.coli
ditemukan di dalam tinja, maka perlu ditentukan apakah E.coli tersebut
termasuk ke dalam tipe O157:H7 atau bukan. Tipe E.coli tersebut merupakan
tipe yang sering ditemukan sebagai penyebab dari HUS (hemolytic uremic
syndrome).

Adanya riwayat pernah memakan makanan laut (seafood) atau pernah


berpergian keluar negeri maka perlu dilakukan skrining tambahan untuk
mencari spesies Vibrio dan Plesiomonas.

Antigen

rotavirus

dapat

diidentifikasi

dengan

pemeriksaan

enzim

immunoassay dan pemeriksaan aglutinasi latex dari tinja. Kejadian falsenegatif sekitar 50%, dan false-positif pun seringkali muncul, terutama jika
terdapat darah di dalam tinja.

Antigen Adenovirus (serotipe 40 dan 41) dapat dideteksi dengan cara enzim
immunoassay.

Tabel 6. Medium Kultur Bakteri yang Optimum

o
n
M

Microbiologic
Characteristics

e
t
h
o
d

Oxidase-positive

flagellated

gram-negative

bacillus (GNB)

o
n

a
r

s
p
e
c
i
e
s

Rapidly

motile

curved

gram-negative rod (GNR);

Campylobacter jejuni 90%

and Campylobacter coli 5%

of infections

b
a

r
s
p
e
c
i
e
s

Anaerobic

spore-forming

gram-positive rod (GPR);

toxin-mediated

produces

pseudomembranous colitis

e
c
e

diarrhea;

f
o
x
i
t
i
n
f
r
u
c
t
o
s
e
e
g
g
(
C
C
F
E
)
a
g

a
r
;
e
n
z
y
m
e
i
m
m
u
n
o
a
s
s
a
y
(
E
I
A
)
f

o
r
t
o
x
i
n
;
l
a
t
e
x
a
g
g
l
u
t
i
n
a
t
i
o
n

(
L
A
)
f
o
r
p
r
o
t
e
i
n

Anaerobic

GPR;

diarrhea

r
f

spore-forming
toxin-mediated

M
a

n
k
e
y
e
o
s
i
n
m
e
t
h
y
l
e
n
e
b
l

Lactose-producing GNR

u
e
(
E
M
B
)
o
r
S
o
r
b
i
t
o
l
M
a
c
C
o
n
k
e
y

(
S
M
)
a
g
a
r

o
m

s
s
p
e
c
i
e
s

Oxidase-positive GNR

e
l

c
C

e
s

E
M
B
,
x
y
l
o
s
e
l

Nonlactose
producing GNR

nonH2S-

y
s
i
n
e
d
e
o
x
y
c
h
o
l
a
t
e
(
X
L
D
)
,
o
r
H

e
k
t
o
e
n
e
n
t
e
r
i
c
(
H
E
)
a
g
a
r

Nonlactose

and

H2S-

producing GNR; verotoxin

(neurotoxin)

l
a

M
a

y
E
M
B
,
X
L
D
,
o
r
H
E
a
g

a
r

o
o
s

p
e

s
u
l
f
a
t
e
c
i
t
r
a
t

Oxidase-positive
curved GNB

motile

e
b
i
l
e
s
a
l
t
s
s
u
c
r
o
s
e
(
T
C
B
S
)
a
g

a
r

C
e

a
s
a
n
n
o
v
o
b
i

Nonlactose-producing oval
GNR

o
c
i
n
(
C
I
N
)
a
g
a
r

Tabel 7. Medium Kultur yang Digunakan Untuk Mengisolasi


Bakteri

Blood agar

All aerobic bacteria and


yeast; detects cytochrome
oxidase production

MacConkey

Inhibits

gram-positive

eosin-methylene

organisms; permits lactose

blue (EMB) agar

fermentation

Xylose-lysine-

Inhibits

gram-positive

deoxycholate

organisms

(XLD)

nonpathogenic GNB; permits

agar;

Hektoen enteric

lactose

(HE) agar

H2S production

Skirrow agar

fermentation

and
and

Selective for Campylobacter


species

Sorbitol-

MacConkey

Selective

for

enterohemorrhagic E coli

(SM) agar

Cefsulodin-

Selective for Y enterocolitica

Selective for Vibrio species

Selective for C difficile

ingrasannovobiocin
(CIN) agar

Thiosulfatecitrate-bilesucrose (TCBS)
agar

Cycloserinecefoxitin-

fructose-egg
(CCFE) agar

Pemeriksaan tinja untuk mencari ova dan parasit merupakan cara terbaik
untuk menemukan parasit penyebab diare. Lakukanlah pemeriksaan tinja
setiap 3 hari sekali atau setiap 2 hari sekali.

Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang disebabkan
oleh virus dan toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi tidak secara
konstan pada diare yang disebabkan oleh enteroinvasif bakteri. Organisme
shigella menyebabkan leukositosis dengan tanda bandemia (netrofilia) dengan
variasi pada total hitung jenis sel darahnya.

Pada suatu waktu, maka protein-losing enteropathy dapat diketemukan pada


pasien dengan inflamasi yang luas di dalam saluran pencernaan akibat infeksi
oleh bakteri yang enteroinvasif (seperti Salmonella spp., enteroinvasif E.coli).
Dalam keadaan ini dapat ditemukan keadaan kadar serum albumin yang
rendah dan kadar alfa1-antitripsin fekal yang tinggi.

VII. PENATALAKSANAAN
Diare akut di negara berkembang umumnya merupakan diare

infeksius yang disebabkan virus, bakteri dan parasit. Pada diare infeksius terjadi
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi serta reabsorpsi
cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit
dan gangguan keseimbangan asam basa. Selain itu terjadi invasi dan destruksi
pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Bila penderita tidak
mendapatkan penanganan adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik.

Tujuan pengobatan diare akut pada anak menurut World Health

Organization (WHO) adalah:

Pencegahan dehidrasi: bila tidak dijumpai tanda-tanda dehidrasi

Pengobatan dehidrasi: bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi (Tabel 2.1)

Mencegah timbulnya kurang kalori protein: dengan cara memberikan


makanan selama diare berlangsung dan setelah diare berhenti.

Mengurangi lama dan beratnya diare dan mengurangi kekambuhan diare


pada hari-hari mendatang: dengan memberikan zink dengan dosis 10-20
mg selama 10-14 hari.

WHO menganjurkan pemberian oralit untuk mengganti cairan

yang hilang melalui diare, pemberian oralit berguna untuk mencegah terjadinya
dehidrasi dan mengobati dehidrasi (treatment) pada diare akut. Bila pemberian

oralit gagal dilakukan pemberian cairan secara intravena dan penderita harus
dirawat di rumah sakit. Pemberian cairan dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi
yang terjadi, pada dehidrasi ringan-sedang diberikan cairan rehidrasi 75 cc/kg
berat badan selama 4 jam, sedangkan pada dehidrasi berat diberikan 100 cc/kg
berat badan dalam waktu 3 sampai 6 jam.

Antibiotika diberikan hanya pada kolera, disentri basiler, amubiasis

dan giardiasis atau adanya penyakit penyerta (sepsis, pneumonia, dan lain-lain).
Pemberian antidiare dan antimuntah tidak dianjurkan karena tidak terbukti
menguntungkan bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan usus atau membuat bayi
tertidur lama bahkan menimbulkan kematian pada bayi.

Setelah rehidrasi selesai makanan segera diberikan walaupun diare

masih terus berlangsung, pemberian makanan bertujuan untuk mencegah


terjadinya kurang kalori protein karena anak yang menderita diare akan
kehilangan berat badan sebanyak 1% setiap harinya, mempercepat rehabilitasi
mukosa usus yang rusak dan mengurangi pemecahan lemak dan protein tubuh
sehingga mengurangi pembentukan asam-asam organik dan mencegah terjadinya
asidosis metabolik. Selain itu ASI (Air Susu Ibu) pada anak yang menderita diare
harus tetap diberikan.

Keberadaan oralit sebagai terapi pencegahan dehidrasi telah

menurunkan angka kematian yang disebabkan diare akut, dari 5 juta anak/tahun
menjadi 3.2 juta/tahun. Sayangnya oralit tidak dapat mengurangi keparahan diare
(pengeluaran tinja, frekuensi dan lamanya diare).

Manfaat Zink pada Diare Akut


Zink termasuk dalam trace element, yaitu elemen-elemen yang

terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil dan mutlak diperlukan.
Sumber zink terbaik pada makanan adalah protein hewani terutama daging, hati,
kerang dan telur.

Manfaat pemberian zink pada diare telah dibuktikan pada banyak

studi di berbagai negara terutama di negara berkembang. Umumnya studi tersebut

merupakan studi acak tersamar ganda. WHO juga telah merekomendasikan


pemberian zink untuk terapi diare akut,10 mg untuk anak usia < 6 bulan dan 20
mg untuk anak 6 bulan selama 10 sampai 14 hari.

Studi di India mendapatkan penurunan keparahan dan lama diare

pada anak 6 sampai 35 bulan setelah pemberian zink glukonas serta berkurangnya
risiko untuk berlanjutnya diare. Studi di Nepal juga mendapatkan berkurangnya
lama diare pada anak penderita diare akut yang diberikan zink.

Di India dilakukan pemberian zink sulfat 15 mg (usia _12 bulan)

atau 30 mg (usia _12 bulan) perhari dibagi menjadi 3 dosis selama 14 hari
bersama dengan oralit pada anak berusia 3 sampai 36 bulan dengan diare akut
nonkolera yang mengalami dehidrasi. Setelah terapi didapatkan berkurangnya
frekuensi buang air besar berair, lama, dan risiko berlanjutnya diare lebih dari 7
hari.

Pemberian zink pada anak penderita kolera dilakukan di

Bangladesh. Pada anak berusia 3 sampai 14 tahun dengan diare kolera selain
diberikan antibiotika juga diberikan zink asetat 30 mg perhari dalam 2 dosis
sampai diare mengalami perbaikan atau sampai 7 hari, didapatkan penurunan lama
diare dan frekuensi buang air besar berair pada anak yang diberi zink
dibandingkan yang diberi plasebo.

Studi pada anak berusia 6 sampai 9 bulan di Guatemala

mendapatkan berkurangnya kejadian diare akut dan kemungkinan untuk berlanjut


menjadi diare persisten pada anak yang mendapat suplementasi zink perhari
selama 7 bulan. Hasil serupa juga didapatkan pada studi lain di Bangladesh dan
India. Suatu studi acak tersamar ganda di India menyimpulkan suplementasi zink
glukonas perhari selama 6 bulan menurunkan keparahan diare akut pada anak
yang berusia lebih dari 11 bulan dan anak dengan kadar zink plasma rendah.

Studi lain memberikan suplementasi zink asetat 70 mg/minggu

selama 12 bulan pada anak berusia 2 sampai 12 bulan, dengan kesimpulan


rendahnya kejadian diare pada kelompok yang diberi suplemen zink dibandingkan
anak yang mendapatkan placebo. Suplementasi zink pada bayi dengan berat lahir
rendah juga bermanfaat, dimana kejadian diare lebih rendah pada bayi yang
mendapat 5 mg zink sulfat sampai usia 1 tahun dibandingkan bayi yang mendapat
placebo. Studi meta analisis menyimpulkan suplementasi zink mengurangi
frekuensi, keparahan, serta lamanya diare pada anak.

Mekanisme Kerja Zink pada Diare Akut


Mekanisme yang menjelaskan pengaruh zink terhadap diare

kemungkinan adalah sebagai berikut. Diare akut pada anak di negara berkembang
umumnya diare infeksius, zink mempunyai efek terhadap enterosit dan sel-sel
imun yang berinteraksi dengan agen infeksius pada diare. Zink terutama bekerja
pada jaringan dengan kecepatan turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan
sistem imun dimana zink dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein.

Zink

bekerja

pada

tight

junction

level

untuk

mencegah

meningkatnya permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin oleh sel mast dan
respon kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin pada usus dan
mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai TNF _yang juga
merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus.

Zink menstabilkan struktur membran dan memodifikasi fungsi

membran dengan cara berinteraksi dengan oksigen, nitrogen dan ligan sulfur
makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan. Zink melindungi membran
dari efek agen infeksius dan dari peroksidasi lemak. Pada usus tikus, defisiensi
zink menurunkan absorpsi air dan natrium dan dapat mempengaruhi aktivitas
disakaridase. Pada studi lain yang juga dilakukan pada tikus didapatkan bahwa
zink menginhibisi cAMP yang meningkatkan sekresi klorida dengan menghambat
saluran membran basolateral kalium.

Probiotik sebagai Terapi Diare Akut


Probiotik berasal dari bahasa Yunani pro bios yang berarti untuk

kehidupan. Pada pertemuan para ahli yang digagas oleh The Food and Agriculture
Organization of the United Nations (FAO) dan WHO didefinisikan probiotik
sebagai mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah adekuat dapat
memberikan dampak positif bagi kesehatan pejamu.

sebagai

Terdapat tiga genus bakteri asam laktat yang sering dipergunakan


probiotik:

Lactobacillus,

Bifidobacterium

dan

Streptococcus.

Lactobacillus merupakan probiotik yang paling banyak diteliti manfaatnya bagi


manusia khususnya Lactobacillus rhamnosus strain GG (Lactobacillus GG).
Terdapat 22 studi yang telah dilakukan untuk membuktikan manfaatnya bagi
kesehatan, umumnya sebagai terapi diare akut pada anak dan secara bermakna
mengurangi keparahan diare akut.

Satu studi membandingkan keefektivan 5 jenis probiotik dalam

mengurangi keparahan diare akut pada anak, dimana Lactobacillus GG 6 x 109


CFU (Colony forming units) yang diberikan 2 kali/hari selama 5 hari sangat
bermakna mengurangi lamanya diare dibandingkan dengan probiotik lainnya.

Mekanisme Lactobacillus GG dalam mengurangi lama diare akut

diperkirakan karena bakteri tersebut menstabilkan mikroflora usus, mengurangi


lamanya shedding rotavirus dan mengurangi peningkatan permeabilitas usus yang
disebabkan oleh infeksi rotavirus dan secara bersamaan meningkatkan fungsi IgA
sekretori.

Studi meta analisis pemberian Lactobacillus pada anak penderita

diare akut menyimpulkan pemberian Lactobacillus aman dan efektif sebagai


terapi diare akut, dari 9 studi acak tersamar ganda yang masuk dalam kriteria
inklusi 4 studi memakai Lactobacillus GG sebagai probiotik, 2 studi
Lactobacillus reuteri dan Lactobacillus acidophilus/Lactobacillus bulgaricus dan
1 studi memakai heat killed Lactobacillus acidophilus.

Walaupun telah terbukti dapat mengurangi keparahan diare akut

pada anak, akan tetapi pemberian probiotik belum direkomendasikan oleh WHO
sebagai terapi baku.

Kombinasi Zink dan Probiotik pada Terapi Diare Akut


Zink

dan

probiotik

telah

terbukti

keefektivannya

dalam

mengurangi keparahan diare akut. Satu studi memberikan kombinasi keduanya


dalam terapi diare akut dengan memberikan diet yang mengandung kombinasi
probiotik dan zink pada anak usia 6 sampai 12 bulan, dan secara bermakna
menurunkan keparahan diare akut, akan tetapi studi ini tidak membandingkan
terapi kombinasi tersebut dengan pemberian zink tunggal. Zink dan probiotik
bekerja pada tempat yang berbeda dalam mengurangi keparahan diare akut, maka
merupakan hal yang rasional bila menggabungkan keduanya sebagai terapi diare
akut pada anak.

Berikan nasihat pada ibu/keluarga


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara

pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa


anaknya ke petugas kesehatan jika anak:

- Buang air besar cair lebih sering

- Muntah berulang-ulang

- Mengalami rasa haus yang nyata

- Makan atau minum sedikit

- Demam

- Tinjanya berdarah

- Tidak membaik dalam 3 hari

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, R.E et.all. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.


International Edition. Saunders 2004. p 1239-1241

2. Subagyo

dan

Santoso

NB.

Diare

akut

dalam

Buku

Ajar

Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK


Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010:87-110
3. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
4. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis

in

Children

in

Europe.

Journal

of

Pediatric

Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.


5. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009.
6. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality
Formulation. Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002.
7. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
8. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood
Diarrhea and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
9. Budiarso, Aswita.dkk. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare .
Jakarta: Departement Kesehatan R.I PPM & PLP. 2009
10. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak . Kamis, 31 September 2010
www.depkes.go.id
11. Ganna, Herry. Melinda, Heda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis
dan Terapi. Edisi 3. Bandung : 2005
12. Santoso, N. Budi, Diare Pada Bayi Dan Anak, Lab/SMF. Ilmu Kesehatan
Anak FK. Unibraw/RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 2001
13. Pusponegoro. H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004
14. Rasad S., 2005,

Radiologi Diagnostik (2nd edition), Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta


15. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai