Anda di halaman 1dari 13

1

C. Pendidikan Sebagai Wahana Konstruksi Sosial


,____
1. Pendidikan sebagai wahana sosialisasi nilai-nilai sosial
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan -asana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003).
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. (Pusat Bahasa Depdiknas. 2002 :
263)
Pendidikan adalah usaha yang diupayakan oleh manusia untuk mentransfer nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan bentuk-bentuk ideal kehidupan
mereka kepada generasi sesudahnya untuk membantu mereka dalam meneruskan
kegiatan kehidupan yang efektif dan berhasil (Ahmed, 1990). Pendidikan
merupakan bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
(Marimba, 1987). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.(Soekidjo
Notoatmodjo. 2003).

Pendidikan dapat pula dimaknai sebagai usaha yang dilakukan oleh orang
dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk membimbing atau
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan, I(Armani.
2005).
Pendidikan sebagai upaya sadar yang dilakukan untuk membantu
peserta didik menuju kedewasaan bertujuan untuk mengembangkan seluruh
potensi peserta didik sehingga dapat dikembangkan secara bertanggung
jawab. 3agi bangsa Indonesia tujuan pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berkembang-nya
potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, (UU No. 20,
tahun 2003).
Berdasarkan pengertian dan tujuan pendidikan di atas, maka salah satu
agenda utama pendidikan sekarang ini adalah upaya untuk memanusiakan
manusia. Pendidikan ialah kemanusiaan manusia muda atau pengangkatan
manusia muda ke taraf insani. (Dray karya, 1980). Pendidikan dianggap
berhasil dan berfungsi baik jika pendidikan dapat mewujudkan manusia
dewasa yang sejati manusia yang sarat dengan tampilan nilai-nilai
kemanusiaan. Kedewasaan itu dapat dilihat dari sisi pribadi, sosial, ekonomi,
sebagai makhluk Tuhan dan pemegang mandat kultural. Manusia dewasa

adalah manusia yang berkesadaran dan berani berbuat dan bertanggung jawab
atas perbuatannya,(Danim;2006:4).
Ada beberapa kata kunci dari pengertian dan tujuan pendidikan di atas.
Pertama, bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang secara sadar dilakukan
oleh orang-orang dewasa dan secara bertanggung jawab untuk membantu
anak atau peserta didik dalam proses perkembangannya, baik perkembangan
intelektual, emosional dan spiritual. Kedua, Bantuan yang diberikan berupa
segala aspek yang berkaitan dengan pengembangan potensi, baik potensi
pengetahuan, bakat dan keterampilan, dan potensi sosial lainnya, sehingga
lengan kekuatan dan potensi itu peserta didik dapat melangsungkan
kehidupan ke depannya secara bertanggung jawab. Ketiga, usaha pendidikan
bertujuan mengembangkan dan mewariskan nilai-nilai, baik nilai-nilai agama,
moral dan sosial yang telah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
Pewarisan nilai yang merupakan bagian penting dari fungsi
pendidikan menunjukkan bahwa secara sosiologis pendidikan memiliki
fungsi strategis. Menurut Jeane H. Ballantine (1983) fungsi pendidikan dalam
masyarakat itu sebagai berikut: (1) fungsi sosialisasi, (2) fungsi seleksi,
latihan dan alokasi, : fungsi inovasi dan perubahan sosial, (4) fungsi
pengembangan pribadi dan sosial. Meta Spencer dan Alex Inkeles (1982)
menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut:
(1) memindahkan nilai-nilai budaya, (2) nilai-nilai pengajaran, (3)
peningkatan mobilitas sosial, (4) fungsi stratifikasi, (5) latihan jabatan, (6)

mengembangkan dan memantapkan hubungan -hubungan sosial (7)


membentuk semangat kebangsaan, (8) pengasuh bayi.
Pendidikan menjadi pijakan sosiologis bagi pengembangan dan
penanaman nilai-nilai sosial yang berkembang di tengah masyarakat.
Pendidikan diposisikan sebagai suatu lembaga yang dapat mendidik anak
untuk memiliki perilaku yang baik, menanamkan nilai-nilai positif yang
berkembang di tengah masyarakat, pendidikan menjadi landasan untuk
pengembangan nilai-nilai tradisi dan sosial kehidupan masyarakat. (Malcom
Vick, dalam Jennifer Allen, 2003). Pendidikan adalah transmisi budaya, dari
nilai-nilai di mana sekolah mengajarkan berbagai nilai inti masyarakat dari
generasi ke generasi.(Henslin, 2006:184).
Nilai merujuk pada suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu
tindakan dianggap sah, dan secara moral dapat diterima jika harmonis atau
selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterima. (Horton dan Hunt, 1984). Nilai
merupakan gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga,
dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang menganut nilai
tersebut. (M.Z. Lawang, 2004). Nilai merupakan hakekat sesuatu yang
menyebabkan hal itu pantas dikejar manusia karena mengandung sesuatu
yang baik. (Suparno, dkk, 2002). Nilai adalah implikasi hubungan yang
diadakan oleh manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan
satu ukuran. (Pudjianto, 1984). Nilai merupakan realitas abstrak yang menjadi

daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan.


(Yvon Ambriose, 2000:28).
Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, mudah atau
tidak indah dan benar atau salah, (http://id.wikipedia.orsz/wiki). Nilai sosial
adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna
fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia. (Hendropuspito, 1989).
Nilai sosial merupakan alat pengenal tentang sikap dan perilaku manusia
dalam tindakan sosialnya di tengah masyarakat. Nilai sosial yang dianut oleh
suatu masyarakat merupakan motif intrinsic dalam diri manusia yang akan
menentukan perilaku dan tindakan sosialnya.
Nilai sosial merupakan konsep abstrak yang ada dalam pikiran
manusia, yang kemudian mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Perilaku manusia baik atau buruk sangat tergantung
pada nilai yang terkandung dalam perbuatan itu. Nilai yang dimiliki oleh
manusia menjadi pengarah dan kekuatan seleksi perilaku manusia, jika suatu
perilaku dianggap baik dan sesuai dengan nilai yang berlaku di tengah
masyarakat, maka perilaku akan dipertahankan terus, dan jika perilaku
dianggap tidak sesuai dengan tata nilai yang berlaku, maka perilaku akan
dihilangkan. Nilai juga menjadi contoh untuk menumbuh kembangkan dan
pemelihara yang sangat kuat terhadap :berbagai sikap dan perilaku.

Di tengah masyarakat terdapat berbagai macam variasi nilai sosial, yang


sesuai dengan latar belakang sosial dan konteks budayanya. Masing-masing
kelompok masyarakat memiliki nilai-nilai sosial yang di anut dan dipelihara
sehingga menjadi sumber nilai dan citra masyarakat yang memelihara nilai itu.
Sebagai contoh di kalangan Bugis Makassar Siri' menjadi sumber tata nilai yang
diakui dan sangat dipelihara, sehingga seluruh sikap dan perilaku masyarakat
Bugis Makassar di ukur oleh tata nilai budaya siri' tersebut. Siri' merupakan suatu
sistem nilai dan norma berfungsi sebagai acuan dan pengarah dalam mengartikan
dan menilai sesuatu diluar maupun di dalam diri, sehingga segala tindakan selalu
didasarkan pada nilai-nilai siri'. Siri' dalam masyarakat Bugis Makassar,
merupakan pedoman dan modal dasar dalam hidup, (Salam, 2012). Apa yang
dilarang di dalam tata nilai itu tidak akan dilakukan, dan apa yang dinilai baik
oleh budaya siri' tersebut akan terus diilakukan dan dipertahankan, dan bahkan
masyarakat penganutnya rela berkorban untuk mempertahankannya. Sikap dan
perilaku pengorbanan untuk mempertahankan budaya siri' tersebut merupakan
nilai tertinggi di kalangan masyarakat Bugis Makassar.
Dalam kehidupan manusia paling tidak ada tiga macam nilai sosial mg
mewarnai dan membentuk sikap dan perilaku manusia Nilai-nilai sosial tersebut
adalah nilai material yang berkaitan dengan kebutuhan fisik manusia, nilai vital
yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia

dalam

beraktivitas, dan nilai kerohanian yang berkaitan dengan berbagai konsepsi yang
berkaitan dengan kebutuhan rohani manusia, seperti nilai kebenaran, nilai

keindahan, dan nilai keagamaan. (Notonegoro, dalam Setiap Kolip, 2010: 125).
Nilai-nilai sosial tersebut dianut oleh masyarakat menjadi pembenar dan tolak
ukur perbuatan penganutnya dalam kehidupan sosial. Karena nilai-nilai sosial
merupakan faktor yang sangat strategis dalam mengendalikan kehidupan sosial,
karena nilai-nilai sosial mengandung berbagai

konsep

yang

dapat

mengendalikan perilaku manusia dalam kehidupannya. Suatu nilai sosial yang


diyakini dan dipegang teguh oleh masyarakat

penganutnya

akan

membawa

dan mengarahkan perilaku masyarakat kearah perilaku positif.


Fungsi nilai sosial adalah menjadi faktor pendorong cita-cita atau harapan
bagi kehidupan sosial, menjadi petunjuk arah berpikir, berperasaan, bertindak dan
panduan dalam menimbang penilaian masyarakat, alat
dalam kehidupan kelompok, dan menjadi benteng

perekat solidaritas di
bagi stabilitas budaya

kelompok atau masyarakat, (Setiadi dan Kolip 2010;127). Fungsi nilai-nilai sosial
yang demikian strategis menuntut penganutnya
mensosialisasikan

lebih

jauh

untuk

senantiasa

dan menetralisasikan nilai-nilai sosial tersebut dan generasi

ke generasi. Nilai-nilai sosial harus senantiasa ditumbuhkembangkan di tengah


masyarakat : alui berbagai media dan terutama melalui pendidikan, agar nilai-nilai
tersebut tetap terpelihara, tumbuh dan berkembang dan senantiasa menjadi pijakan
manusia dalam berpikir, bersikap dan bertindak.
Proses sosialisasi memungkinkan para anggota masyarakat mengetahui
nilai-nilai sosial baik melalui interaksi individu maupun melalui proses belajar.
Sosialisasi merupakan suatu proses belajar mengajar, melalui sosialisasi individu

belajar menjadi anggota masyarakat, di mana prosesnya tidak semata-mata


mengajarkan pola-pola perilaku sosial kepada individu, tetapi juga individu
tersebut mengembangkan dirinya atau melakukan proses penegasan dirinya,
(Veeger, 1992). Sosialisasi merupakan suatu proses belajar peran, status dan nilai
yang diperlukan untuk keikutsertaan (partisipasi) dalam situasi sosial,
(Brinkerhoff dan White, 1989).
Salah satu media atau wahana sosialisasi nilai-nilai sosial adalah pendidikan:
Posisi pendidikan dalam perubahan masyarakat berkaitan erat dengan fungsi
pendidikan sebagai agen of change. Pendidikan merupakan sebuah proses transfer
ilmu pengetahuan, pendidikan dapat pula dimaknai sebagai proses penanaman
nilai-nilai kepada individu, (Martono, 2011). Pendidikan berfungsi untuk
menyampaikan, meneruskan atau mentransmisikan kebudayaan, diantaranya
adalah nilai-nilai sosial dari generasi ke generasi auction, 2010).
Sistem pendidikan massal timbul dalam dunia modern secara khusus
sebagai alat sosialisasi individu yang intensif ke dalam nilai dan aspirasi Negara
bangsa yang rasional dan modern. Pendidikan massal timbul untuk membangun
pemerintahan modern, membentuk individu-individu sesuai dengan kepatutan dan
tujuan agama, politik, dan ekonomi kolektif. (Sanderson, 2003)
Dalam kenyataannya lembaga pendidikan terdiri atas lembaga pendidikan
keluarga, sekolah dan masyarakat atau biasa juga dikenal lembaga pendidikan in
formal, lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non formal. Ketiga
lembaga pendidikan biasa juga disebut dengan istilah tri pusat pendidikan.

Pendidikan keluarga berfungsi memberikan pendidikan awal kepada anak,


menjamin kehidupan emosional anak, menanamkan nilai-nilai moral, memberikan
dasar pendidikan sosial dengan segala nilai-nilai yang terkandung didalamnya,
peletakan

dasar-dasar

keagamaan.

Pendidikan

sekolah

berfungsi

untuk

mengembangkan kecerdasan anak, spesialisasi dan efisiensi, sosialisasi nilai,


konservasi dan transmisi kultural, transisi dari rumah ke masyarakat. Pendidikan
non formal berfungsi untuk meningkatkan keterampilan, mendidik mereka
menjadi warga Negara yang baik, mengarahkan kehidupan mereka agar lebih
berdaya guna. (Hasbullah, 2006).
Patut diakui bahwa pendidikan bersifat multi fungsi. Pendidikan dapat
mempercepat perkembangan masyarakat, namun pendidikan dapat juga
dimanfaatkan untuk membangkitkan nilai-nilai sosial di suatu masyarakat, atau
pendidikan juga dapat digunakan sebagai perantara untuk mempertahankan status
quo. (I.N. Thut dan Doni Adams, 2005). Sekalipun demikian secara umum
pendidikan masih dipandang sebagai kekuatan utama dalam mewariskan dan
mengajarkan nilai-nilai sosial, Semua aspek yang dianggap positif dan perlu terus
dikembangkan dari generasi ke generasi hanya dapat digunakan melalui upaya
pendidikan. Pendidikan masih merupakan media ma untuk melanggengkan
kebudayaan dan nilai-nilai positif dalam masyarakat.
Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan nilai melalui pendidikan yang
penting artinya dalam mewujudkan masyarakat bangsa yang teguh pada nilainilai. Hakekat pendidikan nilai adalah mengantarkan peserta didik mengenali,

10

mengembangkan, dan menerapkan nilai-nilai, moral dan keyakinan masyarakat.


untuk memasuki kehidupan budaya zamannya.

Pendidikan nilai merupakan

peserta didik untuk; (a) memperoleh basis pengetahuan mengenai nilai tradisi
yang

telah

membantu

terbentuknya

budaya

kontemporer,

(b)

untuk

mengembangkan empati terhadap persepsi dan perasaan orang-orang yang telah


sangat berkomitmen terhadap tradisi, (c) untuk mengembangkan keterampilan
kritis dan menghargai nilai-nilai; (d) mengembangkan dan mempraktekkan
keterampilan pengambilan keputusan dan negosiasi nilai, pendorong mereka
untuk mengembangkan kepedulian terhadap masyarakat untuk menghargai
sesama. (Hill, 1991).
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, sebagaimana termasuk dalam
Undang-Undang bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam
prosesnya dilakukan secara sadar dan berencana dan tidak terlepas dari nilai-nilai
agama dan budaya. Nilai-nilai agama dan budaya harus dijadikan pijakan yang
kuat untuk mencapai tujuan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan
aspek spiritualitas yakni beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia;
Pengembangan aspek intelektualitas yakni pengembangan ilmu, kecakapan dan
kreatifitas, pengembangan aspek emosional yakni masyarakat yang mandiri,
demokratis dan bertanggung jawab. Tujuan pendidikan pada dasarnya tidak lepas
dari tujuan hidup manusia (Langgulung, 1988), di mana manusia itu hidup. Tujuan
pendidikan nasional sebagaimana dikemukakan di atas, sesungguhnya tidak
terlepas dari tujuan dan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh nilai-

11

nilai falsafah Pancasila. Dalam Pancasila terkandung berbagai nilai seperti nilainilai ketuhanan, yang meng-hendaki manusia Indonesia memiliki semangat
spiritual untuk senantiasa beriman dan beribadah kepada Tuhan. Nilai-nilai
kemanusiaan yang meng-hendaki manusia Indonesia memiliki semangat untuk
selalu menjalin persatuan dan kesatuan, saling menghargai, berkeadilan. Nilainilai kebijaksanaan yang menghendaki agar manusia Indonesia memiliki
semangat untuk memperluas wawasan melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, selalu menempatkan nilai-nilai
agama dan nilai-nilai falsafah Pancasila yang menyinari semua nilai etika lainnya,
dan karenanya pengembangan religius dan akhlak mulia menempati-:empat yang
khusus dalam pendidikan nasional. Pendidikan nasional di Indonesia berorientasi
untuk mengembangkan nilai-nilai universal dari masyarakat, mengembangkan
pribadi yang berusia dan beradab sebagai anggota masyarakat, mengembangkan
nilai-nilai sosial yang menghargai nilai-nilai etnisitas, dan nilai-nilai kebangsaan
yang di bingkai oleh semangat nilai-nilai sosial Bhineka Tunggal Ika (Tilaar dan
Nugroho, 2009).
Secara ideal pendidikan adalah sarana bagi proses transformasi budaya, dan
juga sebagai pusat pembudayaan kemampuan, nilai dan sikap peserta didik.
Dengan fungsinya yang demikian strategis, menuntut adanya proses pendidikan
yang benar-benar berangkat dari pandangan bahwa lembaga pendidikan sebagai
pusat pembudayaan, pengembangan kemampuan, nilai dan cap dan memposisikan

12

disiplin ilmu pengetahuan dan masalah kehidupan sebagai wahana bagi terjadinya
proses pembudayaan kemampuan intelektual, kemampuan moral dan kemampuan
teknologi, serta pengembangan nilai dan sikap (nilai moral keagamaan, moral
politik, moral sosial, moral kebangsaan, moral ekonomi) (Soedijarto, 2003).
Pendidikan adalah suatu proses kemanusiaan dan kemanusiaan peserta didik
(Danim, 2006:4). Sebagai proses kemanusiaan lembaga pendidikan bertanggung
jawab untuk mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan peserta yang sejati, yakni
berpikir dan bertindak sesuai logika kemanusiaan dan fisika yang berkembang
serta norma-norma agama di tengah masyarakat, mengedepankan kearifan dalam
bertindak sebagai cerminan dari makhluk yang berbudi luhur. Sebagai proses
kemanusiaan peserta didik, akan bertanggung jawab untuk memanusiakan
manusia, mengembangkan peserta didik untuk memiliki kapasitas keilmuan yang
memadai serta keterampilan untuk mengangkat derajat dan harkat nya sebagai
manusia. Proses pendidikan bertanggung jawab untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang berkemanusiaan baik dari sisi pribadi sosial, ekonomi dan
menyadari eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mengemban
amanah suci di muka bumi.
Uraian yang telah dikemukakan dengan gambling menggambarkan bahwa
lembaga pendidikan dengan segala proses pendidikan dan pembelajarannya
merupakan wahana yang sangat strategis untuk mensosialisasikan nilai-nilai sosial
di tengah masyarakat. Lembaga pendidikan dan kegiatan pembelajarannya
merupakan tempat untuk merumuskan dan mengembangkan nilai-nilai, sekaligus

13

mengalihkan nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi melalui sosialisasi


pembelajaran di kelas. Pendidikan memiliki kerangka dan proses serta metode
yang jelas dalam mensosialisasikan nilai-nilai kepada peserta didik, sehingga
proses sosialisasi nilai dapat berlangsung secara sistematis dan dinamis.

Anda mungkin juga menyukai