Anda di halaman 1dari 3

Bioindikator berasal dari kata bahasa Inggris yaitu bio dan indicator.

Bio artinya
mahluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan mikroba. Sedangkan indicator artinya
variable yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan
memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan- perubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu. Jadi bioindikator adalah komponen biotik (mahluk
hidup) yang dijadikan sebagai indikator.
Bioindikator juga merupakan indikator biotis yang dapat menunjukkan waktu dan
lokasi, kondisi alam (bencana alam), serta perubahan kualitas lingkungan yang
telah terjadi karena aktifitas manusia.
INDIKATOR TANAMAN
Ada atau tidak nya tanaman tertentu atau kehidupan vegetatif lainnya dalam suatu
ekosistem dapat memberikan petunjuk penting tentang kesehatan lingkungan
hidup.
Tanaman dapat berfungsi sebagai indikator kondisi lingkungan. Tanaman bereaksi
terhadap kondisi tanah maupun kondisi cuaca. Banyak tumbuhan yang dapat
dijadikan sebagai indikator suatu lingkungan. Beberapa jenis tumbuhan yang
dapat dijadikan indikator pencemaran lingkungan, antara lain sebagai berikut:
1. Lichen sebagai bioindikator polusi udara
Lichen dapat digunakan sebagai indikator polusi udara alami
dengan cara membandingkan jumlah tumbuhan lumut kerak (Lichen) yang
terdapat pada batang pepohonan di suatu derah. Semakin sedikit tumbuhan
lumut kerak (Lichen) yang tumbuh pada pepohonan di suatu lingkungan,
maka tingkat polusi di lingkungan tersebut tinggi. Begitu pula sebaliknya,
semakin banyak tumbuhan lumut kerak (Lichen) yang tumbuh, maka
tingkat polusi si lingkungan tersebut rendah. Polusi udara mengakibatkan
kondisi suhu udara di lingkungan menjadi meningkat, serta tanah dan
tumbuhan dilingkungan yang terkena polusi udara menjadi kering.
2. Lamun sebagai bioindikator timbal
Kerusakan lingkungan akibat industrialisasi, diakibatkan oleh
limbah yang umumnya mengandung bahan-bahan berbahaya bagi
kehidupan, di antaranya adalah unsur logam berat. Salah satu unsur logam

berat tersebut adalah timbal (Pb), yang menunjukkan beracun pada sistem
syaraf, mempengaruhi kerja ginjal dan menyebabkan kelumpuhan. Selain
itu bagian daun lamun dapat berfungsi sebagai bioakumulator terakhir
sehingga dapat digunakan untuk menentukan sebaran kandungan logam
berat Pb dalam suatu perairan besar. Lamun juga dapat digunakan untuk
membantu mengurangi toksisitas logam berat Pb.

INDIKATOR HEWAN
Suatu kenaikan atau penurunan populasi hewan dapat menunjukkan kerusakan
ekosistem yang disebabkan oleh polusi. Sebagai contoh, jika polusi menyebabkan
menipisnya sumber makanan penting spesies hewan tertentu, akan berkurang pula
jumlah spesies hewan ini. Selain untuk memantau ukuran dan jumlah spesies
tertentu, mekanisme pengindikasian lingkungan melalui hewan meliputi
pemantauan konsentrasi racun dalam jaringan hewan atau pemantauan tingkat
kecacatan yang timbul dalam populasi hewan. Sebagai contoh, invertebrata dapat
menjadi biondikator. Invertebrata air hidup di bagian bawah perairan. Mereka juga
disebut makroinvertebrata bentik, atau bentos (bentik = bawah, makro = besar,
invertebrata = hewan tanpa tulang belakang) dan dapat menjadi indikator yang
baik kesehatan DAS (Daerah Aliran Sungai) karena invertebrata ini mudah untuk
diidentifikasi di laboratorium, dapat hidup selama lebih dari satu tahun, memiliki
mobilitas yang terbatas dan penghubung atau integrator dari kondisi lingkungan.
Katak juga dapat menjadi boindicators kualitas dan perubahan lingkungan : Katak
cenderung terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada habitat darat dan air
tawar, dan terpapar kontaminan di udara, sedimen, dan air. Ini menjadikan katak
sebagai biondikator potensial kualitas dan perubahan lingkungan . Alasan
mengapa katak dapat dipengaruhi oleh perubahan dan kontaminasi lingkungan

meliputi: sebagian besar katak menghabiskan waktu di air tawar saat telur dan
larva akuatik, kebanyakan katak menghabiskan waktu keluar dari air saat belum
dewasa terestrial dan dewasa, saat katak bertelur dan katak memiliki kulit semipermeabel.
Odum, Howard. T. 1992. Ekologi Sistem. UGM Press. Yogyakarta.
Prawiro, Ruslan. H. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran.
Satyawacana. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai