telah ditentukan. Perceraian dalam istilah ilmu fiqih disebut talaq atau furqah.
Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian.
Perceraian membawa akibat hukum terputusnya perkawinan. Persoalan yang
akan timbul setelah terjadinya perceraian cukup banyak diantaranya adalah
apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak, maka perceraian juga
membawa akibat hukum terhadap si anak, yaitu orang tua tidak dapat mengasuh
anak secara bersama-sama, dalam hal ini hak asuh anak diserahkan kepada salah
satu orang tuannya. Dalam sebuah lembaga perkawinan telah ditentukan bahwa
anak-anak adalah menjadi tanggung jawab suami dan isteri sebagai bapak dan
ibu dari anak-anak hingga dewasa. Ketentuan peraturan Perundang-undangan
telah memberikan hak asuh anak dibawah umur (mumayyiz) kepada ibunya, akan
tetapi dalam hal anak yang sudah mumayyiz bisa memilih untuk ikut ayah atau
ibunya, maka akan diberikan kesempatan untuk memelih sendiri.
Hak asuh anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya. Hak asuh
dalam hal ini meliputi berbagai hal, yaitu masalah ekonomi, pendidikan dan
segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak. Undang-undang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak secara rinci mengatur masalah
hak asuh anak karena tugas dalam mengasuh seorang anak, berada dalam
tanggung jawab suami yang merupakan bapak bagi anak-anaknya. Dalam
konsep Islam tanggung jawab ekonomi berada di pundak suami sebagai kepala
keluarga tetapi tidak menutup kemungkinan isteri dapat membantu suami dalam
menaggung kewajiban ekonomi tersebut. Hal yang terpenting dalam hak asuh
anak adalah adanya kerja sama dan rasa saling tolong menolong antara suami
2
dan istri dalam mengasuh anak dan mengantarkannya hingga anak itu menjadi
dewasa.
Berdasarkan pra penelitian beberapa kasus yang terjadi di Kota Kupang
menunjukan bahwa tingkat perceraian mencapai angka 50%, khususnya dalam
wilayah hukum pada Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang. Dalam kasus
perceraian tersebut sehubungan dengan hak asuh anak dibawah umur sering kali
menjadi persoalan oleh kedua orang tuanya untuk mengasuh anak yang menjadi
korban dari perceraian.
Dalam konteks kehidupan modern dalam semua aspek kehidupan manusia,
hak asuh anak perlu dipahami secara lebih luas dan meyeluruh. Hal ini
dimaksudkan agar orang tua tidak hanya memperioritaskan pada terpenuhinya
kewajiban materiil akan tetapi lebih dari itu kebutuhan mereka akan cinta dan
kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti akibat perceraian khususnya cerai gugat bagi anak dengan judul
Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Cerai Gugat Berdasarkan Putusan
Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka
dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
implementasi hak asuh anak di bawah umur akibat cerai gugat berdasarkan
putusan Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang?
C. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang.
2. Spesifikasi Penelitian
a. Penelitian empiris, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari
lapangan dengan cara wawancara atau interview langsung terhadap
responden penelitian
b. Penelitian normatif, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer, yakni data yang diperoleh dari lapangan dengan teknik
wawancara atau interview berdasarkan pertanyaan yang disampaikan
oleh peneliti baik secara tertulis maupun secara lisan
b. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti
c. Data tersier, yakni data yang diperoleh dari dokumen-dokumen.
4. Aspek-aspek Yang diteliti
a. Syarat-syarat dan prosedur hak asuh anak dibawah umur akibat cerai
gugat
b. Implementasi putusan terhadap hak asuh anak dibawah umur akibat
cerai gugat
c. Hambatan dalam hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat
5. Populasi, Sampel dan Responden
a. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasangan cerai
gugat yang diputuskan di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
dalam kurun waktu tiga (2) tahun terakhir dengan pertimbangan
bahwa terdapat kasus cerai gugat, yang dimana pada kasus tersebut
diajukan juga gugatan untuk hak asuh anak.
b. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik penarikan sampel jenuh dengan pertimbangan
semua responden mendapatkan kesempatan yang sama.
c. Responden
Yang menjadi Responden dari penelitian ini, adalah:
Hakim yang menangani perkara perceraian
: 3 orang
Panitera di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
: 1 orang
Penggugat
: 3 orang
Tergugat
: 3 orang
Jumlah
: 10 orang
6. Teknik Pengumpulan Data
Data Primer dilakukan dengan cara:
a. Teknik wawancara atau interview, yaitu mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada responden
b. Studi pustaka, yaitu mempelajari literatur-literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
Data Sekunder dilakukan dengan cara:
a. Studi kepustakaan, yaitu dengan menulusuri dan mengkaji berbagai
peraturan Perundang-undangan atau literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian
b. Studi dokumen, yaitu dengan mencari, menemukan dan mengkaji
berbagai dokumen seperti putusan Pengadilan Agama yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian
7. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data dilakukan dengan cara:
1. Editing, yaitu meneliti kembali hasil penelitian sehingga
mendapat data yang jelas dan lengkap
2. Coding, yaitu menyusun secara sistematis semua data yang
diperoleh dari lapangan
3. Tabulasi, yaitu data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
b. Analisis Data dilakukan dengan cara:
Data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
2. S.M.Al Habsi,
Periode Tahun1972-1983
sekarang.
Sumber: Data Tersier
b) Tugas Pokok Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan lembaga peradilan tingkat pertama
yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara- perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beragama islam
di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam serta waqaf, zakat, infaq dan sedekah serta
ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor
50 Tahun 2009.
KETUA
WAKIL KETUA
PANITERA/SEKRETARIS
WAKIL PANITERA
PANMUD PEMOHON
PANMUD GUGATAN
PANMUD HUKUM
WAKIL SEKRETARIS
KASUBAG UMUM
KASUBAG KEPEGAWAIAN
KASUBAG KEUANGAN
10
Agama
serta
mengawasi,
mengevaluasi
dan
11
12
13
Pengadilan
Agama
serta
mengawasi,
mengevaluasi
dan
pemberitahuan
putusan
permohonan
kasasi,
14
2. Sudah dewasa
15
16
Setelah
persyaratan
diatas
dilengkapi
maka
pihak
yang
Selanjutnya
berkasnya
dibawah
kepanitera
untuk
17
anak
dibawah
umur
jatuh
ke
pihak
ibu
dimana
Hakim
18
penguasaan ibu untuk dipelihara dan di didik sampai anak tersebut menjelang
dewasa. (Wawancara dengan Bapak Sutaji dan Bapak Rasyid Muzhar pada
tanggal 13 Juli 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)
Penulis berpendapat bahwa pada dasarnya hak asuh anak dibawah
umur lebih di prioritaskan kepada pihak ibu, disebabkan ibu lebih pendekatan
emosional dalam memelihara dan mendidik anak tersebut, seperti menyusui
bagi anak yang masih membutuhkan ASI (Air Susu Ibu) dan merawat anak
tersebut dengan baik. Akan tetapi, hak asuh anak dibawah umur juga bisa
jatuh kepada pihak ayah dengan pertimbangan-pertimbangan Hakim yang
lebih mendasar, misalnya seperti ibu merupakan seorang pemboros, ibu tidak
memperdulikan kesehatan jasmani dan rohani anak dan lain sebagainya.
Adapun hal yang dapat mempertimbangkan bahwa hak asuh anak
dibawah umur dapat jatuh ke pihak ayah dengan alasan, jika kedua orang tua
sama-sama bekerja, maka hak asuh anak lebih baik jatuh kepihak ayah karena
dengan sibuknya ibu bekerja dan kemungkinan akan menimbulkan pihak ayah
merasa tidak perlu memberikan nafkah kepada anak, pihak yang menganggap
pihak ibu mampu menafkahi. Jika anak jatuh ke pihak ayah, ayah harus
bertanggung jawab untuk menafkaho anaknya dan mendidik anaknya sehingga
lebih efektif dalam pemeliharaan anak tersebut. Jika ibu berhubungan dengan
tindakan yang melawan hukum seperti melakukan perbuatan kriminal.
Contohnya, yaitu narkoba, penipuan, pencurian, pembunuhan dan sebagainya
yang mengakibatkan ibu di penjara sehingga tidak dapat mengasuh anak
secara baik. Jika ibu diketahui tidak berakal sempurna, sakit sehingga tidak
efektif untuk mengasuh anak tersebut. Hal ini akan mempengaruhi jiwa
19
seorang anak, jika orang yang merawatnya memiliki akal yang tidak sempurna
sehingga menimbulkan ancaman bagi si anak.
Hasil penelitian lanjutan bersama dengan salah satu Panitera
Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang, menjelaskan bahwa pada prinsipnya, jika
terjadi perceraian antara suami istri, bisa ada mantan suami dan mantan isteri,
namun tidak ada mantan anak. Jadi anak tetap milik bapak dan ibu meskipun
hidup mereka berpisah, untuk masalah anak ingin mengikuti bapak atau ibu
bisa ditanyakan langsung kepada anaknya jika umurnya sudah mencapai 12
tahun. Panitera juga menambahkan bahwa faktor anak masih dibawah umur
yang mengharuskan hak asuh anak jatuh kepada ibu karena anak masih sangat
membutuhkan kasih sayang serta Air Susu Ibu (ASI) yang hanya diperoleh dari
seorang ibu. (Wawancara dengan Bapak Yunus Kapa, S.Hi pada tanggal 24
Agustus 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)
Penulis berpendapat bahwa, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan pada Pasal 41, Pasal 49 ayat (1) dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 26 ayat (1),
setelah terjadinya perceraian kedua orang tua wajib memelihara, mendidik,
merawat, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan dan
mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak anak, serta untuk ayah
agar dapat menafkahi anak tersebut hingga dewasa. Selanjutnya aturan-aturan
mengenai hak asuh anak tidak hanya dalam ruang lingkup perkawinan namun
juga dengan kesejahteraan anak. Hak-hak anak yang akan diperoleh terkait
juga dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
20
Anak Pasal 13 ayat (1) yang menegaskan bahwa, setiap anak selama dalam
pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain berhak mendapatkan perlindungan
dari diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,
kekejaman, kekerasaan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah
lainnya. Dengan adanya aturan seperti diatas maka anak akan terlindungi
haknya jika kedua orang tua dapat menjalankannya dengan baik dan benar
meskipun telah berpisah atau putusnya perkawinan.
Disamping itu berdasarkan hasil wawancara dengan 2 (dua) orang
responden mengatakan, bahwa setelah terjadinya putusan perceraian dan
putusan hak asuh anak dibawah umur yang jatuh kepada ibu, si ibu telah
memberikan hak dan kewajiban terhadap anaknya, namun mantan suami tidak
pernah berkunjung dan memberikan kebutuhan sandang kepada anaknya
seperti pakaian, biaya sekolah dan lain sebagainya. (Wanwancara dengan Ibu
HW dan IF pada tanggal 20 Juni 2015)
Sedangkan salah seorang responden mengatakan, bahwa setelah
terjadinya putusan perceraian dan putusan hak asuh anak dibawah umur yang
jatuh kepada ibu, mantan suami masih berkunjung dan memberikan kebutuhan
sandang kepada anaknya seperti pakaian, biaya sekolah dan lain sebagainya.
(Wawancara dengan Ibu MY pada tanggal 01 Juli 2015)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan, bahwa
dari 3 (tiga) perkara tentang hak asuh anak dibawah sebagai orang tua
mengetahui mengenai pengaturan hukum terhadap hak asuh anak dibawah
21
22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menguraikan bab-bab diatas berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan. Maka sampailah penulis pada bab penutup yang berisi
23
24
atas anaknya. Maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut tidak mematuhi
dan menghormati peraturan yang telah di putuskan oleh majelis hakim.
Secara keseluruhan bahwa untuk memperoleh hak asuh anak syarat dan
prosedurnya antara lain
a) Berakal sehat
b) Sudah dewasa
c) Mampu mendidik
d) Amanah dan berbudi
e) Beragama Islam
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka gugurlah kebolehan
hadhanahnya seperti yang penulis sampaikan pada bab sebelumnya.
2. Pasca perseraian seorang ayah tidak secara tegas diwajibkan bertanggung
jawab sepanjang tidak ada kekuatan hukum yang mengikat. Sehingga
dalam hasil penelitian penulis, implementasi Orang tua dalam hal ini ayah
tidak bertanggung jawab terhadap anak pasca perceraian. Namun hemat
penulis bahwa secara moral orang tua harus tetap bertanggung jawab
secara moral dan materill.
3. Dari hasil penelitian Hambatan Hak Asuh anak dibawah umur terletak
pada egoisme masing-masing pihak.
B. Saran
Setelah menguraikan dari pernyataan-penyataan di atas, penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya kepada suami dan isteri melaksanakan aturan hukum yang
telah ada, dan melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh Majelis
Hakim, dan juga mempunyai kerjasama yang baik antara kedua pasangan
terhadap anak, sehingga tidak adanya keterbatasan salah satu orang tua
yang tidak memiliki kuasa secara penuh untuk bertemu anaknya.
25
26