Anda di halaman 1dari 26

A.

LATAR BELAKANG MASALAH


Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina
sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan bermasyarakat.
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1
pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan
pengertian perkawinan menurut Islam dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1
Tahun 1991 tentang hukum perkawinan pasal 2, pernikahan yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Pada dasarnya perkawinan itu bertujuan untuk selama-lamanya namun
adakalanya ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak
dapat diteruskan jadi harus diputuskan ditengah jalan atau terpaksa terputus
dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadinya perceraian antara suami
isteri. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak, baik suami maupun isteri
sudah sama-sama merasa ketidak cocokan dalam menjalin rumah tangga. Dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak memberikan
definisi mengenai perceraian secara khusus. Namun dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam pasal 39 ayat (2) menyebutkan
bahwa, perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang

telah ditentukan. Perceraian dalam istilah ilmu fiqih disebut talaq atau furqah.
Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian.
Perceraian membawa akibat hukum terputusnya perkawinan. Persoalan yang
akan timbul setelah terjadinya perceraian cukup banyak diantaranya adalah
apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak, maka perceraian juga
membawa akibat hukum terhadap si anak, yaitu orang tua tidak dapat mengasuh
anak secara bersama-sama, dalam hal ini hak asuh anak diserahkan kepada salah
satu orang tuannya. Dalam sebuah lembaga perkawinan telah ditentukan bahwa
anak-anak adalah menjadi tanggung jawab suami dan isteri sebagai bapak dan
ibu dari anak-anak hingga dewasa. Ketentuan peraturan Perundang-undangan
telah memberikan hak asuh anak dibawah umur (mumayyiz) kepada ibunya, akan
tetapi dalam hal anak yang sudah mumayyiz bisa memilih untuk ikut ayah atau
ibunya, maka akan diberikan kesempatan untuk memelih sendiri.
Hak asuh anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya. Hak asuh
dalam hal ini meliputi berbagai hal, yaitu masalah ekonomi, pendidikan dan
segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak. Undang-undang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak secara rinci mengatur masalah
hak asuh anak karena tugas dalam mengasuh seorang anak, berada dalam
tanggung jawab suami yang merupakan bapak bagi anak-anaknya. Dalam
konsep Islam tanggung jawab ekonomi berada di pundak suami sebagai kepala
keluarga tetapi tidak menutup kemungkinan isteri dapat membantu suami dalam
menaggung kewajiban ekonomi tersebut. Hal yang terpenting dalam hak asuh
anak adalah adanya kerja sama dan rasa saling tolong menolong antara suami
2

dan istri dalam mengasuh anak dan mengantarkannya hingga anak itu menjadi
dewasa.
Berdasarkan pra penelitian beberapa kasus yang terjadi di Kota Kupang
menunjukan bahwa tingkat perceraian mencapai angka 50%, khususnya dalam
wilayah hukum pada Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang. Dalam kasus
perceraian tersebut sehubungan dengan hak asuh anak dibawah umur sering kali
menjadi persoalan oleh kedua orang tuanya untuk mengasuh anak yang menjadi
korban dari perceraian.
Dalam konteks kehidupan modern dalam semua aspek kehidupan manusia,
hak asuh anak perlu dipahami secara lebih luas dan meyeluruh. Hal ini
dimaksudkan agar orang tua tidak hanya memperioritaskan pada terpenuhinya
kewajiban materiil akan tetapi lebih dari itu kebutuhan mereka akan cinta dan
kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan diatas, maka penulis tertarik
untuk meneliti akibat perceraian khususnya cerai gugat bagi anak dengan judul
Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Cerai Gugat Berdasarkan Putusan
Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka
dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana
implementasi hak asuh anak di bawah umur akibat cerai gugat berdasarkan
putusan Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang?
C. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang.
2. Spesifikasi Penelitian
a. Penelitian empiris, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari
lapangan dengan cara wawancara atau interview langsung terhadap
responden penelitian
b. Penelitian normatif, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer, yakni data yang diperoleh dari lapangan dengan teknik
wawancara atau interview berdasarkan pertanyaan yang disampaikan
oleh peneliti baik secara tertulis maupun secara lisan
b. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti
c. Data tersier, yakni data yang diperoleh dari dokumen-dokumen.
4. Aspek-aspek Yang diteliti
a. Syarat-syarat dan prosedur hak asuh anak dibawah umur akibat cerai
gugat
b. Implementasi putusan terhadap hak asuh anak dibawah umur akibat
cerai gugat
c. Hambatan dalam hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat
5. Populasi, Sampel dan Responden
a. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasangan cerai
gugat yang diputuskan di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
dalam kurun waktu tiga (2) tahun terakhir dengan pertimbangan
bahwa terdapat kasus cerai gugat, yang dimana pada kasus tersebut
diajukan juga gugatan untuk hak asuh anak.
b. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik penarikan sampel jenuh dengan pertimbangan
semua responden mendapatkan kesempatan yang sama.

c. Responden
Yang menjadi Responden dari penelitian ini, adalah:
Hakim yang menangani perkara perceraian
: 3 orang
Panitera di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
: 1 orang
Penggugat
: 3 orang
Tergugat
: 3 orang
Jumlah
: 10 orang
6. Teknik Pengumpulan Data
Data Primer dilakukan dengan cara:
a. Teknik wawancara atau interview, yaitu mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada responden
b. Studi pustaka, yaitu mempelajari literatur-literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
Data Sekunder dilakukan dengan cara:
a. Studi kepustakaan, yaitu dengan menulusuri dan mengkaji berbagai
peraturan Perundang-undangan atau literatur yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian
b. Studi dokumen, yaitu dengan mencari, menemukan dan mengkaji
berbagai dokumen seperti putusan Pengadilan Agama yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian
7. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data dilakukan dengan cara:
1. Editing, yaitu meneliti kembali hasil penelitian sehingga
mendapat data yang jelas dan lengkap
2. Coding, yaitu menyusun secara sistematis semua data yang
diperoleh dari lapangan
3. Tabulasi, yaitu data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.
b. Analisis Data dilakukan dengan cara:
Data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk
tabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Singkat Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
a) Sejarah Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
Sejarah Peradilan Agama Kelas 1B Kupang tidak terlepas dari sejarah
Peradilan Nasional Indonesia umumnya dan terlebih khusus sejarah Peradilan
Agama di Indonesia. Kita ketahui bahwa, sistim Peradilan di Indonesia
didasarkan pada Amanat Undang-undang Dasar 1945, bahwa berdasarkan
Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen ke empat yang termuat dalam
Pasal 24 ayat (2) mengamanatkan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Implementasi dari amanat Undang-undang 1945 tersebut, maka
khusus untuk Peradilan Agama di Indonesia dalam sejarah perjalanannya
mengalami beberapa kali perubahan regulasi dan yang terakhir dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua dengan Undang-undang

Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang


Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, bahwa
untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan khususnya
masyarakat muslim maka disetiap daerah dibentuklah Pengadilan Agama
tidak terkecuali Kota Kupang.
Dari penelitian yang penulis lakukan diperoleh catatan bahwa
Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang didirikan berdasarkan keputusan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1960, pada tanggal 14
Nopember 1960 Tentang Pembentukan Lembaga Mahkamah Syariah
Kupang, yang secara de facto baru beroperasi pada tahun 1964. Pengadilan
Agama yang sebelumnya bernama Mahkamah Syariah ini awal berdirinya
berkantor sementara pada Kantor Urusan Agama Provinsi Nusa Tenggara
Timur, sekarang Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Nusa Tenggara
Timur yang terletak di Kelurahan Fontein Kota Kupang.
Ketika tahun 1968 Kantor Urusan Agama Provinsi NTT (sekarang
Kanwil Kementrian Agama) berpindah alamat di jalan raya El-Tari Kupang,
maka secara bersamaan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kupang
ikut berpindah alamat karena pada saat itu Pengadilan Agama belum
memeliki gedung sendiri, dan baru pada tahun 1975 Pengadilan Agama
mendirikan gedung kantor sendiri diatas tanah milik Kantor Wilayah
Kementrian Agama Nusa Tenggara Timur bertempat di jalan raya El-TariKupang.
Pada awalnya Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kupang
dibawah wilayah Yuridiksi Hukum Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah
Syariah Surabaya dengan wilayah hukum meliputi Indonesia Timur,

kemudian dengan dibentuknya Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah


Syariah Ujung Pandang maka seluruh Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syariah wilayah Timur masuk pada wilayah yuridiksi hukum Pengadilan
Tinggi Agama atau Mahkamah Syariah Ujung Pandang. Kemudian pada
tahun 1982 Pengadilan Agama Kupang masuk dalam wilayah yuridiksi
hukum Pengadilan Tinggi Agama Mataram berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 1982 tanggal 28 Oktober 1982
Tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Mataram yang membawahi
Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur.
Selanjutnya pada tanggak 24 Nopember 1995 Pengadilan Agama Kupang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1995 Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1995 dan penjelasannya yang dimuat
dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 35 Tahun 1995
Tentang Pembentukan 4 (empat) Pengadilan Tinggi Agama masing-masing
Bengkulu, Palu, Kendari dan Kupang, maka Pengadilan Agama Kupang
masuk dalam yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Kupang bersama dengan
seluruh Pengadilan Agama yang tersebar di seluruh Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kupang sejak berdirinya
pada tahun 1964 telah berganti kepemimpinan sebanyak 12 (dua belas) kali
yang mana ketua dan masa baktinya adalah sebagai berikut:
1. Hamzah bin Isak,

Periode Tahun 1964-1972

2. S.M.Al Habsi,

Periode Tahun1972-1983

3. Drs. Nurdin Abubakar, S.H,

Periode Tahun 1983-1989

4. Drs. Rahmat Wibawa, SH., MH,

Periode Tahun 1989-1993

5. Drs. Aksin Abdul Hamid,

Periode Tahun 1993-1997

6. Drs. Tahrir Adnan,

Periode Tahun 1997-2001

7. Drs. H. Bisri Mustaqim, MH,

Periode Tahun 2001-2003

8. Drs. H. Achmad Hanifah,

Periode Tahun 2003-2005

9. Drs. Nur Khazim, MH,

Periode Tahun 2005-2008

10. H. Sarwohadi, SH., MH,

Periode Tahun 2008-2010

11. Drs. H. Syaiful Heja, MH,

Periode Tahun 2010-2012

12. Drs. Muhamad Camuda, MH,

Periode Tahun 2012 sampai

sekarang.
Sumber: Data Tersier
b) Tugas Pokok Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan lembaga peradilan tingkat pertama
yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara- perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beragama islam
di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam serta waqaf, zakat, infaq dan sedekah serta
ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor
50 Tahun 2009.

c) Strukrur Organisasi Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang


HAKIM

KETUA
WAKIL KETUA

PANITERA/SEKRETARIS

WAKIL PANITERA

PANMUD PEMOHON
PANMUD GUGATAN
PANMUD HUKUM

WAKIL SEKRETARIS

KASUBAG UMUM
KASUBAG KEPEGAWAIAN
KASUBAG KEUANGAN

KELOMPOK FUNGSIONAL PANITERA PENGGANTI

KELOMPOK FUNGSIONAL JURU SITA

Sumber: Data Tersier


d) Uraian Tugas Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
Pada dasarnya setiap organisasi harus mempunyai uraian tugas yang
jelas dan dipahami oleh setiap unit kerja masing-masing. Berikut akan
diuraikan tugas dari masing-masing unit kerja pada Pengadilan Agama Kelas
1B Kupang, yaitu sebagai berikut:
1. Hakim
Mencatat dan meneliti berkas perkara yang diterima, menentukan
hari sidang, menyidangkan perkara, membuat keputusan atau
penetapan, mengevaluasi dan menyelesaikan perkara yang
ditangani serta melaksanakan tugas khusus dan melaporkan

10

pelaksanaan tugas Kepada Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B


Kupang
2. Ketua
Merencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi
Peradilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis Dirjen
Peradilan Agama Mahkamah Agung serta peraturan perundangundangan yang berlaku
3. Wakil Ketua
Mewakili Ketua Pengadilan Agama dalam hal: merencanakan dan
melaksanakan tugas pokok dan fungsi Peradilan Agama serta
mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas
sesuai dengan kebijakan teknis Direktorat Jendral Badan Peradilan
Agama (BADILAG) berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
4. Penitera/ Sekretaris
Merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis di
bidang administrasi perkara dan administrasi umum di lingkungan
Pengadilan

Agama

serta

mengawasi,

mengevaluasi

dan

melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis


Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
5. Wakil Panitera
Mewakili Panitera dalam hal merencanakan dan melaksanakan
pemberian pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan
peradilan di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi,
mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan

11

kebijaksanaan teknis Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang


berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
6. Panitera Muda Pemohon
Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteran pemohon,
melakukan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan
perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan
urusan lain yang ada ada hubungannya dengan perkara perdata di
lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi
dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
berdasarkan peratiran perundang-undangan yang berlaku
7. Panitera Muda Gugatan
Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan gugatan,
melakukan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan
perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan
urusan lain yang berhubungan dengan gugatan di lingkungan
pengadilan agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
8. Panitera Muda Hukum
Merencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan hukum,
mengumpulkan, mengolah dan mengkaji data, menyajikan statistik
perkara, menyimpan arsip berkas perkara yang masih berlaku,
melakukan administrasi pembinaan hukum agama dan tugas lain
di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi

12

dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan


teknis Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
9. Wakil Sekretaris
Mewakili Sekretaris dalam merencanakan dan melaksanakan
pemberian pelayanan teknis di bidang administrasi umum di
lingkungan Pengadilan Agama Kelas 1 B Kupang serta
mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas
sesuai dengan kebijaksanaan teknis Ketua Pengadilan Agama Krui
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
10. Kepala Sub Bagian Kepegawaian
Merencanakan dan melaksanakan pengurus kepegawaian di
lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi
dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama
Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
11. Kepala Sub Bagian Keuangan
Merencanakan dan melaksanakan pengurusan keuangan di
lingkungan Pengadilan Agama kecuali mengenai pengelolaan
biaya perkara serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
12. Kepala Sub Bagian Umum
Merencanakan dan melaksanakan pengurusan surat menyurat,
perlengkapan rumah tangga dan perpustakaan di lingkungan

13

Pengadilan

Agama

serta

mengawasi,

mengevaluasi

dan

melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan


kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama
Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
13. Kelompok Fungsional Panitera Penggugat
Panitera Pengganti secara administratif bertanggung jawab kepada
panitera dan secara teknis administratif bertanggung jawab kepada
Majelis Hakim
14. Kelompok Fungsional Juru Sita
Jurusita Pengadilan Agama mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua
majelis sidang;
b. Melakukan
pemanggilan,

pemberitahuan

putusan

Pengadilan Agama, putusan banding, kasasi dan peninjauan


kembali menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undangundang;
c. Menyampaikan akta permohonan banding, memori banding
dan kontra memori banding;
d. Menyampaikan akta pernyataan

permohonan

kasasi,

memori kasasi dan kontra memori kasasi;


e. Melakukan pemberitahuan pernyataan peninjauan kembali
dan pemberitahuan jawaban atas permohonan peninjauan
kembali;
f. Melakukan pemberitahuan pemeriksaan berkas banding,
kasasi dan peninjauan kembali;

14

g. Menyampaikan pengumuman, teguran dan pemberitahuan


putusan/ penetapan pengadilan menurut cara yang telah
ditentukan oleh undang-undang;
h. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan
Agama dan membuat berita acara penyitaan, yang salinan
resminya disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
Sumber: Data Tersier
B. Syarat-Syarat Dan Prosedur Hak Asuh Anak
a) Syarat-syarat Hak Asuh Anak
Melaksanakan tugas hadhanah bukanlah suatu tugas yang mudah
karena bukan saja memelihara dengan memenuhi kebutuhan jasmani anak
saja akan tetapi pendidikan atau moral anakpun menjadi tanggung jawab
pelaksana hadhanah itu sendiri. Karena itu tidak sembarangan orang yang
dapat melaksanakan hadhanah. Adapun kriteria atau syarat-syarat ini tidak
terpenuhi salah satunya, maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan
hadhanahnya. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1. Berakal sehat
Bagi orang yang kurang akal dan gila, keduanya tidak boleh
menangani hadhanah karena mereka ini tidak dapat mengurusi
dirinya sendiri. Karena itu, ia tidak boleh disertai tugas mengurus
orang lain. Sebab orang yang tidak punya apa-apa tentu tidak
dapat memberi apa-apa untuk orang lain

2. Sudah dewasa

15

Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas


yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan
tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi
persyaratan
3. Mampu mendidik
Orang buta, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya
tidak boleh menjadi pengasuh untuk mengurus kepentingan anak
kecil, juga tidak berusia lanjut yang bahkan ia sendiri perlu diurus,
bukan orang yang meninggalkan urusan rumahnya sehingga
merugikan anak kecil yang diurusnya
4. Amanah dan berbudi
Orang yang curang tidak aman bagi anak kecil, dan ia tidak dapat
dipercaya untuk bisa menunaikan kewajibannya dengan baik.
Terlebih lagi, nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan yang
tidak baik
5. Beragam Islam
Diisyaratkan oleh kalangan mazhab syafii dan hanafi. Oleh
karena itu bagi orang kafir tidak ada hak untuk mengasuh anak
yang muslim, karena ditakutkan akan membahayakan aqidah anak
tersebut.
b) Prosedur Hak Asuh Anak
Adapun prosedur pengajuan Permohonan Hak Asuh Anak adalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Fotokopi KTP Suami Isteri yang sudah dilegalisir;


Fotokopi Akta Cerai yang sudah dilegalisir;
Fotokopi Akta Kelahiran Anak yang sudah dilegalisir;
Surat Permohonan sebanyak 7 (Tujuh) rangkap;

16

Setelah

persyaratan

diatas

dilengkapi

maka

pihak

yang

mengajukan permohonan membayar biaya guna mendapatkan


Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepihak Bank Rakyat
Indonesia (BRI), setelah mendapatkan SKUM dan Nomor Resi
dari Bank, pemohon membawa Nomor Resi kemeja 1 pengadilan
untuk mendapatkan Nomor Register Perkara, setelah sampai
kemeja 1 Pengadilan maka petugas pengadilan meneruskan kepada
Ketua Pengadilan untuk ditetapkan Penunjukan Majelis Hakim
(PMH).

Selanjutnya

berkasnya

dibawah

kepanitera

untuk

menetapkan panitera dan juru sita, kemudian panitera membawa


berkasnya ke ketua majelis untuk ditetapkan hari sidang sekaligus
dengan perintah kepada juru sita untuk memanggil pihak yang
berperkara.
C. Implementasi Putusan Terhadap Hak Asuh Anak Akibat Cerai Gugat
Dalam hal perceraian telah ada aturan yang mengatur tentang hak dan
kewajiban orangtua dalam mengasuh anak, namun pada kenyataannya aturan
itu tidak di indahkan oleh pengunaannya.
Menurut M. Yahya Harahap, menjelasakan bahwa: Orang tua yang
melalaikan kewajiban terhadap anaknya yaitu meliputi ketidakbecusan si
orang tua itu atau sama sekali tidak mungkin melaksanakannya sama sekali,
boleh jadi disebabkan dijatuhi hukum penjara yang memerulukan waktu lama,
sakit udzur atau gila dan kepergian dalam suatu jangka waktu yang tidak
diketahui kembalinya. Sedangkan berkelakuan buruk meliputi, segala tingkah
laku yang senonoh sebagai orang pengasuh dan pendidik yang seharusnya
memberikan contoh yang baik.

17

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dengan 2 (dua)


Anggota Majelis Hakim Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang, menjelaskan
bahwa, perceraian sudah menjadi hal yang biasa diruang lingkup perkawinan,
dari perceraian inilah timbul adanya hak atas pengasuhan anak dibawah umur.
Selanjutnya para Hakim juga menegaskan bahwa hak asuh anak diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105 huruf a dan Pasal 105 huruf b,
bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya dan dikatakan pemeliharaan anak yang sudah
mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya
sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Hakim juga menambahkan bahwa
sebelum dilakukannya putusan perkara, para hakim melakukan mediasi untuk
para pihak berdasarkan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2008 Tentang Mediasi. (Wawancara dengan Bapak Sutaji dan Bapak Rasyid
Muzhar pada tanggal 13 Juli 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B
Kupang)
Berdasarkan hasil wawancara

yang berkaitan dengan dasar

pertimbangan Majelis Hakim memutuskan perkara hak asuh anak dibawah


umur dari 3 (tiga) perkara gugatan hak asuh anak dibawah umur akibat cerai
gugat memperoleh jawaban yang sama yaitu dalam memutuskan perkara hak
asuh

anak

dibawah

umur

jatuh

ke

pihak

ibu

dimana

Hakim

mempertimbangkan, anak masih dibawah umur sehingga perlu adanya


perawatan kasih sayang dari ibunya dan sebagaimana selama perkawinan
berlangsung anak dipelihara dan dididik oleh ibu, maka untuk kepentingan
anak tersebut Hakim memandang patut jika anak-anak tersebut dibawah

18

penguasaan ibu untuk dipelihara dan di didik sampai anak tersebut menjelang
dewasa. (Wawancara dengan Bapak Sutaji dan Bapak Rasyid Muzhar pada
tanggal 13 Juli 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)
Penulis berpendapat bahwa pada dasarnya hak asuh anak dibawah
umur lebih di prioritaskan kepada pihak ibu, disebabkan ibu lebih pendekatan
emosional dalam memelihara dan mendidik anak tersebut, seperti menyusui
bagi anak yang masih membutuhkan ASI (Air Susu Ibu) dan merawat anak
tersebut dengan baik. Akan tetapi, hak asuh anak dibawah umur juga bisa
jatuh kepada pihak ayah dengan pertimbangan-pertimbangan Hakim yang
lebih mendasar, misalnya seperti ibu merupakan seorang pemboros, ibu tidak
memperdulikan kesehatan jasmani dan rohani anak dan lain sebagainya.
Adapun hal yang dapat mempertimbangkan bahwa hak asuh anak
dibawah umur dapat jatuh ke pihak ayah dengan alasan, jika kedua orang tua
sama-sama bekerja, maka hak asuh anak lebih baik jatuh kepihak ayah karena
dengan sibuknya ibu bekerja dan kemungkinan akan menimbulkan pihak ayah
merasa tidak perlu memberikan nafkah kepada anak, pihak yang menganggap
pihak ibu mampu menafkahi. Jika anak jatuh ke pihak ayah, ayah harus
bertanggung jawab untuk menafkaho anaknya dan mendidik anaknya sehingga
lebih efektif dalam pemeliharaan anak tersebut. Jika ibu berhubungan dengan
tindakan yang melawan hukum seperti melakukan perbuatan kriminal.
Contohnya, yaitu narkoba, penipuan, pencurian, pembunuhan dan sebagainya
yang mengakibatkan ibu di penjara sehingga tidak dapat mengasuh anak
secara baik. Jika ibu diketahui tidak berakal sempurna, sakit sehingga tidak
efektif untuk mengasuh anak tersebut. Hal ini akan mempengaruhi jiwa

19

seorang anak, jika orang yang merawatnya memiliki akal yang tidak sempurna
sehingga menimbulkan ancaman bagi si anak.
Hasil penelitian lanjutan bersama dengan salah satu Panitera
Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang, menjelaskan bahwa pada prinsipnya, jika
terjadi perceraian antara suami istri, bisa ada mantan suami dan mantan isteri,
namun tidak ada mantan anak. Jadi anak tetap milik bapak dan ibu meskipun
hidup mereka berpisah, untuk masalah anak ingin mengikuti bapak atau ibu
bisa ditanyakan langsung kepada anaknya jika umurnya sudah mencapai 12
tahun. Panitera juga menambahkan bahwa faktor anak masih dibawah umur
yang mengharuskan hak asuh anak jatuh kepada ibu karena anak masih sangat
membutuhkan kasih sayang serta Air Susu Ibu (ASI) yang hanya diperoleh dari
seorang ibu. (Wawancara dengan Bapak Yunus Kapa, S.Hi pada tanggal 24
Agustus 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)
Penulis berpendapat bahwa, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan pada Pasal 41, Pasal 49 ayat (1) dan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 26 ayat (1),
setelah terjadinya perceraian kedua orang tua wajib memelihara, mendidik,
merawat, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan dan
mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak anak, serta untuk ayah
agar dapat menafkahi anak tersebut hingga dewasa. Selanjutnya aturan-aturan
mengenai hak asuh anak tidak hanya dalam ruang lingkup perkawinan namun
juga dengan kesejahteraan anak. Hak-hak anak yang akan diperoleh terkait
juga dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
20

Anak Pasal 13 ayat (1) yang menegaskan bahwa, setiap anak selama dalam
pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain berhak mendapatkan perlindungan
dari diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,
kekejaman, kekerasaan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah
lainnya. Dengan adanya aturan seperti diatas maka anak akan terlindungi
haknya jika kedua orang tua dapat menjalankannya dengan baik dan benar
meskipun telah berpisah atau putusnya perkawinan.
Disamping itu berdasarkan hasil wawancara dengan 2 (dua) orang
responden mengatakan, bahwa setelah terjadinya putusan perceraian dan
putusan hak asuh anak dibawah umur yang jatuh kepada ibu, si ibu telah
memberikan hak dan kewajiban terhadap anaknya, namun mantan suami tidak
pernah berkunjung dan memberikan kebutuhan sandang kepada anaknya
seperti pakaian, biaya sekolah dan lain sebagainya. (Wanwancara dengan Ibu
HW dan IF pada tanggal 20 Juni 2015)
Sedangkan salah seorang responden mengatakan, bahwa setelah
terjadinya putusan perceraian dan putusan hak asuh anak dibawah umur yang
jatuh kepada ibu, mantan suami masih berkunjung dan memberikan kebutuhan
sandang kepada anaknya seperti pakaian, biaya sekolah dan lain sebagainya.
(Wawancara dengan Ibu MY pada tanggal 01 Juli 2015)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan, bahwa
dari 3 (tiga) perkara tentang hak asuh anak dibawah sebagai orang tua
mengetahui mengenai pengaturan hukum terhadap hak asuh anak dibawah

21

umur, namun tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Ayah terkesan tidak


berani atau melarikan diri dari tanggung jawab terhadap anak yang merupakan
tanggung jawab kedua orang tua.
Hak asuh anak dibawah umur secara psikologis berhak diasuh oleh
ibunya, karena ibu yang lebih mengetahui dan mengerti secara jelas apa yang
harus dilakukan dalam memelihara anak yang masih dibawah umur, seperti Air
Susu Ibu (ASI) bagi anak yang masih membutuhkan, serta diperlukan sikap
kelembutan dari seorang ibu dengan penuh kesabaran dalam menghadapi anakanak dibawah umur yang masih membutuhkan kasih sayang dari seorang
perempuan. Perbedaan cara asuh ibu dan ayah ialah, ayah juga dapat
memberikan kasih sayang, memelihara, mendidik, memberikan pendidikan
yang terbaik namun sebagian dari ayah di satu sisi memliki sikap yang sangat
kaku dalam menghadapi anak dan mengerti bagaimana masuk ke dunia anak
yang masih sangat membutuhkan perhatian agar tidak salah didikan sejak dini.
D. Hambatan Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Cerai Gugat
Dalam implementasi hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat
terdapat beberapa hambatan, yaitu:
1. Dari tiga perkara hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat dimana
pada saat persidangan terjadi adanya perselisihan terkait persepsi antara
suami dan isteri akan dirinya masing-masing. Dimana kedua belah pihak
saling menonjolkan kelebihan diri masing-masing tanpa memikirkan

22

kelangsungan perkembanga anak. Anak diposisikan sebagai suatu barang,


bahkan sebagai simbol atas kemenangan satu pihak atas pihak lain.
2. Dari tiga perkara hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat terdapat
dua perkara dimana kenyataan orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh
anak tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai orang tua, yang
menyebabkan kepentingan anak terabaikan. Sehingga banyak anak yang
tidak mendapatkan kasih sayang secara penuh akibat keegoisan dari orang
tua itu sendiri yang menimbulkan rasa ketakutan dari anak tersebut
terhadap salah satu orang tuanya yang tidak memiliki kuasa secara penuh.
3. Perceraian selalu saja merupakan rentetan goncangan-goncangan yang
menggoreskan luka batin bagi mereka yang terlibat, terutama anak-anak.
Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai
oleh orang tuanya, hal itu tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak
mereka. Reaksi anak akan berbeda-beda terhadap perceraian orang tuanya.
Semua tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang
berlangsung sebelum terjadi perceraian.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menguraikan bab-bab diatas berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan. Maka sampailah penulis pada bab penutup yang berisi

23

kesimpulan dan saran-saran dari pembahasan permasalahan sebelumnya,


yaitu sebagai berikut:
1. Pengaturan hukum terhadap hak asuh anak dibawah umur di wilayah
hukum Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang terdapat ketentuan hukum
yang berlaku yaitu Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf (a) yang
berbunyi: dalam hal perceraian pemeliharaan anak yang belum mummayiz
(belum berumur 12 tahun) adalah hak ibunya. Dan Pasal 156 huruf (a)
Kompilasi Hukum Islam berbunyi: akibat putusnya perkawinan karena
perceraian ialah anak yang belum mummayiz berhak mendapat Hadhanah
dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal.
Dari rumusan 2 (dua) Pasal Kompilasi Hukum Islam diatas jelas bahwa
ketika terjadi perceraian, hukum menghendaki hak asuh anak yang belum
mummayiz jatuh ketangan Ibu. Akan tetapi pasal 105 dan 156 Kompilasi
Hukum Islam tersebut bersifat tidak mutlak, melainkan hanya hak, yang
dibatasi pada pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi:
Apabila pemegang Hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah
dicukupi, maka Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah.
Sedangkan Undang-undang Tentang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
serta Undang-undang yang berkaitan dengan hak pengasuhan anak
dibawah umur, hak asuh anak dibawah umur jatuh ke pihak ibu, namun
bapak tetap mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam memelihara,
mendidik anak-anak mereka hingga dewasa. Namun hal ini tidak
diterapkan oleh salah satu orang tua yang tidak memiliki hak asuh penuh

24

atas anaknya. Maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut tidak mematuhi
dan menghormati peraturan yang telah di putuskan oleh majelis hakim.
Secara keseluruhan bahwa untuk memperoleh hak asuh anak syarat dan
prosedurnya antara lain
a) Berakal sehat
b) Sudah dewasa
c) Mampu mendidik
d) Amanah dan berbudi
e) Beragama Islam
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka gugurlah kebolehan
hadhanahnya seperti yang penulis sampaikan pada bab sebelumnya.
2. Pasca perseraian seorang ayah tidak secara tegas diwajibkan bertanggung
jawab sepanjang tidak ada kekuatan hukum yang mengikat. Sehingga
dalam hasil penelitian penulis, implementasi Orang tua dalam hal ini ayah
tidak bertanggung jawab terhadap anak pasca perceraian. Namun hemat
penulis bahwa secara moral orang tua harus tetap bertanggung jawab
secara moral dan materill.
3. Dari hasil penelitian Hambatan Hak Asuh anak dibawah umur terletak
pada egoisme masing-masing pihak.
B. Saran
Setelah menguraikan dari pernyataan-penyataan di atas, penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Sebaiknya kepada suami dan isteri melaksanakan aturan hukum yang
telah ada, dan melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh Majelis
Hakim, dan juga mempunyai kerjasama yang baik antara kedua pasangan
terhadap anak, sehingga tidak adanya keterbatasan salah satu orang tua
yang tidak memiliki kuasa secara penuh untuk bertemu anaknya.

25

2. Kepada pasangan suami isteri meskipun telah bercerai hendaknya


melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap anak yang masih dibawah
umur dengan memberikan kasih sayang kepada anak, memelihara dan
mendidik anak dibawah umur tersebut hingga ia dewasa, menafkahi
kelangsungan hidup anak, memberikan pendidikan dan kesehatan yang
bermutu, memberikan perlindungan dari bahaya dan ancaman terhadap
jiwa anak, memberikan kesempatan yang tidak terbatas bagi anak untuk
bertemu ibu atau bapak setelah perceraian.

26

Anda mungkin juga menyukai