Anda di halaman 1dari 2

Agar Mendapat Pertolongan Allah

Ketika harga diri telah dijadikan salah satu kata kunci utama hidup seorang Muslim di tengahtengah pergaulan manusia yang lalai dan diperkuda hawa nafsu, semoga saja Allah
menakdirkan kita menjadi bukti kemuliaan Islam. Siapa pun yang dianugerahi karunia ini,
niscaya tidak akan merasakan kecemasan menghadapi kehidupan dunia. Betapa tidak!
pertolongan-Nya yang sangat mengesankan akan senantiasa tercurah kepada kita, diminta
ataupun tidak.
Misalnya saat kita ingin membangun masjid atau lembaga dakwah. Sekiranya kita tidak yakin
bahwa Allah SWT akan menolong kita yang ingin mendirikan rumah-Nya dan menolong
menegakkan agama-Nya, niscaya akan dengan mudah. Bahkan mungkin penuh kesadaran
menukar harga diri dengan kepingan-kepingan uang logam, yang mungkin nilainya lebih kecil
daripada yang diberikan kepada pengemis atau penjaga WC umum.
Kita akan rela mencampakkan rasa malu kita dan rela tubuh ini terpanggang terik sinar
matahari untuk berjalan berkilo-kilo meter dari pintu ke pintu, berdiri di pinggir jalan raya sambil
mengacung-acungkan kotak kencleng, atau mengetuk-ngetuk kaca pintu mobil di perempatan
jalan. Padahal, bukankah tangan di atas itu jauh lebih baik dari pada tangan yang menengadah
di bawah?
Sesungguhnya, keadaan semacam itu sangat dimaklumi. Umat Islam saat ini baru terjaga dari
tidur lelapnya. Saat terjaga, ternyata orang lain sudah banyak berbuat, melangkah begitu jauh
dan sudah berbekal sejumlah potensi untuk bersaing. Akibatnya, bisa kita lihat ke dalam diri kita
sendiri, kita masih memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal potensi sumber daya manusia,
dana, kesempatan, maupun strategi untuk bersaing.
Mengingat hal itu, apakah lantas kita hanya akan mengandalkan kemampuan diri yang
notabene pas-pasan, apa yang bisa kita dapat? Kalaupun kita memilih berjuang sekuat-kuatnya
untuk menjaga kemuliaan diri, tak ingin meminta-minta sumbangan. Sementara jalan wirausaha
pun belum membuahkan hasil yang berarti, lalu siapa yang harus kita andalkan?
Hendaknya kita mulai mencita-citakan menjadi orang yang selalu rindu pertolongan Allah.
Biarlah Dia yang mengatur segalanya bagi kita. Biarlah kita menjadi bagian dari rencana dan
strategi-Nya. Karena dengan begitu, kita akan menjadi orang yang bisa meraih sukses dalam
bidang apapun yang dapat mendatangkan kemaslahatan, sekaligus derajat kemuliaan kita, pun
tetap terpelihara dan bahkan terentaskan.
Mau berdakwah, melanjutkan sekolah, menempuh ujian, mencari pekerjaan, berwirausaha,
atau melakukan apapun, kalau hanya mengandalkan otak dan kemampuan belaka, sungguh
amat terbatas. Kita tidak bisa melacak apa yang akan terjadi besok atau lusa. Kita tidak tahu
persaingan seberat apa yang akan dihadapi. Kita tidak tahu penipu mana yang akan
mengganjal dan menghadang kita.
Akan tetapi, kalau Allah berkehendak menolong kita, maka Dia Mahatahu segala-gala. Sekalikali tidak akan terhalang karunia dan pertolongan-Nya walaupun bergabung seluruh jin dan
manusia untuk menghalanginya.
Jadi, kalau ada yang harus kita lakukan sekarang adalah mencari pertolongan Allah, dengan
cara berjuang sekuat-kuatnya agar kita menjadi orang yang layak ditolong oleh-Nya. Akan
tetapi, bukankah untuk sampai ke arah itu amat berat? Nah, di sinilah justru letak kesalahannya:
menganggap berat perjuangan yang justru belum kita mulai. Padahal, Allah sama sekali tidak
mempersulit kita. Kita saja yang suka menghalangi datangnya pertolongan Allah itu.
Karenanya, agar kita menjadi orang yang tidak menghalangi pertolongan-Nya, rahasianya
adalah memulai dengan membersihkan dan meluruskan niat. Untuk apa kita melakukan suatu

usaha? Untuk kepentingan sendiri, bolehkah? Untuk ma'isyah rumah tangga, bolehkah? Keduaduanya boleh saja.
Hanya saja, kalau demi motivasi semacam itu, siapa pun dapat melakukannya, bahkan
termasuk orang yang tidak beriman sekalipun. Padahal, kita harus mendapatkan nilai lebih dari
sekadar untuk mencukupi diri atau keluarga. Ketika ingin berwirausaha, niatkanlah karena ingin
memiliki harga diri, agar tidak menjadi beban orang lain. Yang kedua, mudah-mudahan usaha
kita menjadi dakwah. Yang ketiga, mudah-mudahan banyak teman kita yang bergabung,
sehingga mereka mendapatkan rezeki yang jelas kehalalannya.
Dan yang keempat, mudah-mudahan jerih payah kita membuahkan rezeki yang berlimpah ruah,
sehingga bisa menolong orang yang memang membutuhkan pertolongan. Hendaknya, seperti
inilah niat kita. Tidak lagi hanya untuk kepentingan diri dan keluarga, tetapi menjadi melebar
untuk kepentingan umat. Inilah awal yang baik.
Kalau niat dan motivasi kita hanya sekadar untuk memperkaya diri, jangan-jangan malah kita
tidak pernah menjadi kaya. Lain lagi kalau diniatkan untuk memperkaya umat dan menolong
agama Allah, maka Allah lah yang akan menjamin kekayaan kita. Bukankah Dia telah tegastegas berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu" (QS. Muhammad [47]:7).
Lalu, siasat seperti apa yang dapat kita lakukan agar menjadi bagian dari orang yang layak
ditolong oleh-Nya? Langkah awal yang harus kita lakukan adalah berusaha terus menerus
untuk meningkatkan pengenalan kita kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Ujung dari
semua itu adalah terbangunnya ketakwaan dan ketawakkalan. Tidak takut kecuali hanya padaNya, karena Dialah satu-satunya tempat bergantung segala makhluk.
Manusia hanya diwajibkan berikhtiar, sedang tercapai atau tidaknya ikhtiar tersebut, semuanya
bergantung pada izin Allah. Sekiranya kita sudah memiliki kesanggupan seperti itu, maka apa
lagi yang harus dicemaskan di dunia ini? Jaminan dan janji Allah itu pasti. Mustahil Dia
mengingkarinya. "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya baginya jalan keluar dan
diberinya rezeki dari jalan yang tiada terduga. Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah,
niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu" (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3).

Anda mungkin juga menyukai