Anda di halaman 1dari 16

Respon Latihan Aerobik dan Anaerobik Maksimal

pada Anak dengan Cerebral Palsy


ASTRID C. J. BALEMANS1,2, LEONTIEN VAN WELY1,2, SUSAN J. A. DE HEER1, JANNEKE
VAN DEN BRINK1, JOS J. DE KONING1, JULES G. BECHER1,2, and ANNET J.
DALLMEIJER1,2

Department of Rehabilitation Medicine, MOVE Research Institute, Amsterdam VU University

Medical Center, Amsterdam, THE NETHERLANDS; and 2EMGO Institute for Health and Care
Research, VU University, Amsterdam, THE NETHERLANDS

ABSTRAK
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan respon latihan
aerobik dan anaerobik maksimal anak-anak dengan cerebral palsy (CP) dengan
tingkat kerusakan motorik dan dibandingkan dengan anak typically developing
(TD). Metode: 70 anak dengan CP, dengan berbagai tingkat gangguan motorik
(Gross Motor Function Classification System (GMFCS) IIII), dan 31 TD
melakukan sebuah tes latihan aerobik maksimal kontinu bertahap dan tes Wingate
anaerobik 20-s pada cycle ergometer. Peak oksigen uptake (V O2peak), anaerobic
threshold (AT), peak ventilation (V Epeak), peak oxygen pulse (peak pulsa O2),
peak ventilatory equivalent of oxygen (puncak VE / V

O2

) dan karbon dioksida

(puncak VE / VCO2), peak aerobic power output (POpeak), dan mean aerobic power
(P20mean) diukur. Kekuatan otot kaki isometrik ditentukan sebagai hasil sekunder.
Hasil: Analisis mengungkapkan VO2peak lebih rendah untuk CP (I: 35,5 1.2
(SE); II: 33,9 1.6; III: 29,3 2.5 mL.kg -1.min-1) dibandingkan dengan TD (41,0
1,3, P< 0,001) dan efek yang sama untuk AT (I: 19,4 0,9; II: 19,2 1.2; III:
15,5 1.9; TD: 24,1 1.0 mL.kg -1.min-1, P < 0,001). VEpeak dan peak O2 pulse
juga lebih rendah, sedangkan peak VE / V CO2 lebih tinggi pada CP dibandingkan
dengan TD (P< 0,05) dan peak VE / VO2 sama antara kelompok. Semua variabel
tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan untuk tingkat gangguan motorik.
POpeak lebih rendah untuk CP (I: 2,4 0,1; II: 1,8 0,1; III: 1,4 0.2 W.kg -1)

versus TD (3,0 0,1, P< 0,001), bersamaan dengan P20 mean rendah pada CP (I: 4,6
0,2; II: 3,3 0,2; III: 2,5 0,4 W.kg-1) versus TD (6,4 0,2, P< 0,001), dan
keduanya menurun secara bermakna dengan meningkatnya gangguan motorik.
Kesimpulan: Anak dengan CP mengalami penurunan respon latihan aerobik dan
anaerobik, tapi menurun dalam respon latihan aerobik dan pernapasan tidak
separah seperti yang diperkirakan pada gangguan motorik. Penelitian masa depan
harus mengungkapkan peran tidak aktif pada respon latihan anak-anak dengan CP
dan kemungkinan perbaikan melalui intervensi pelatihan. Kata Kunci:
KEBUGARAN FISIK, TES LATIHAN, KAPASITAS AEROBIK, KAPASITAS
ANAEROBIK,

KETERBATASAN

MOBILITAS,

LATIHAN

FISIOLOGI

KLINIS
Kebugaran fisik telah menjadi topik yang menarik pada anak-anak dengan
cacat fisik selama beberapa dekade (12). Penyebab paling umum sebagian besar
cacat fisik di masa anak-anak adalah cerebral palsy (CP), yang didefinisikan
sebagai '' Sekelompok gangguan perkembangan gerakan dan postur menyebabkan
keterbatasan aktivitas yang dikaitkan dengan gangguan bukan progressif yang
terjadi saat perkembangan otak janin atau bayi '' (2,8). Gangguan motorik terkait
dengan CP meliputi spastisitas, penurunan kontrol motorik dan peningkatan
koaktifasi, dan menghasilkan gangguan kemampuan fungsional (2,15,23).
Kemampuan fungsional diklasifikasikan menurut Gross Motor Classification
System (GMFCS) (20), yang diidentifikasikan menjadi lima tingkat: anak-anak di
tingkat I dan II mampu berjalan tanpa alat bantu jalan, anak-anak di tingkat III
dapat berjalan dengan alat bantu jalan, dan anak-anak di tingkat IV dan V tidak
bisa ambulasi.
Akibat adanya disabiltas ini, anak-anak dengan CP memiliki penurunan
kebugaran fisik, yang berhubungan dengan status kesehatan yang rendah dan
perkembangan keadaan sekunder, seperti obesitas, penyakit jantung, dan diabetes
(12,13). Penurunan tingkat kebugaran juga dapat berkontribusi atau mungkin
menghasilkan aktivitas fisik yang tidak aktif dan, akibatnya, dapat mempengaruhi
partisipasi dalam kehidupan sehari-hari (7,13). Kebugaran fisik yang memadai

penting untuk kesehatan secara keseluruhan tetapi sangat penting untuk anak
dengan kecacatan yang memiliki keterbatasan dalam kegiatan sehari-hari mereka
dan memerlukan perhatian khusus (12).
Anak-anak dengan CP memiliki tingkat kebugaran fisik rendah dari
komponen kapasitas aerobik (10,14,34) dan kapasitas anaerobik (27,30). Selain
15% -28% kapasitas maksimal aerobik lebih rendah (10,14,34), kapasitas
anaerobik dibutuhkan untuk mempertahankan latihan intensitas tinggi durasi
pendek telah dilaporkan hingga 50% lebih rendah pada anak-anak rawat jalan
dengan CP dibandingkan dengan anak-anak yang menunjukkan typical
development (27,30). Walaupun penelitian sebelumnya menunjukkan penurunan
nilai-nilai kebugaran aerobik dan anaerobik dalam berjalan pada anak dengan CP,
beberapa peneliti telah menyelidiki bagaimana komponen kebugaran ini
dipengaruhi oleh tingkat gangguan motorik (10,14,27,30,34). Informasi ini dapat
digunakan untuk meningkatkan intervensi kebugaran yang ditujukan pada anak
dengan berbagai tingkat gangguan motorik.
Seperti yang dijelaskan oleh Wasserman dkk. (37), kebugaran fisik
tergantung pada tiga sistem fisiologis: fungsi otot, fungsi kardiovaskular, dan
fungsi pernapasan. jika kita mempertimbangkan tiga sistem ini pada anak dengan
CP, mungkin diharapkan gangguan aktivasi motorik langsung mempengaruhi
kekuatan otot (39) karena massa otot yang lebih kecil (19), perubahan arsitektur
dan jenis serat otot (22), dan gangguan koordinasi (2). Selain itu, massa otot yang
kecil menghasilkan ekstraksi oksigen rendah, penurunan peak oxygen uptake
(VO2peak), yang pada gilirannya dapat menginduksi penurunan ambang batas
ventilasi dan anaerobik (AT) (3,25,38).
Fungsi kardiovaskular tidak langsung dipengaruhi oleh gangguan motorik
yang berhubungan dengan CP. Namun, selama latihan maksimal, Verschuren dan
Takken (34) menemukan penurunan peak oxygen pulse (peak O2 pulse), yang
mungkin mencerminkan stroke volume yang rendah dan / atau ekstraksi oksigen
perifer yang berkurang (37). Meskipun yang terakhir diharapkan di CP karena
volume otot yang kecil, stroke volume yang menurun mungkin juga menghasilkan

penurunan tingkat aktifitas fisik, yang menginduksi terjadinya deconditioning


(29).
Meskipun tidak mungkin fungsi pernapasan dipengaruhi oleh gangguan
motorik pada anak rawat jalan, beberapa penulis menyarankan bahwa spastisitas
dari otot pernapasan dapat mempengaruhi fungsi paru (9,14). Penelitian ini
memang menemukan bahwa anak-anak dengan CP memiliki peak ventilatory
equivalent of oxygen yang tinggi (peak VE / VO2) dibanding anak dengan
typically developing (TD) (14,18), meskipun penelitian terbaru lainnya
menemukan nilai-nilai yang sama dari peak VE / VO2 pada anak-anak dengan CP
dan kontrol (34). Peak ventilation (VEpeak) mungkin juga berkurang, dan meskipun
ini dikonfirmasi pada satu penelitian (34), hasil ini tidak dapat dikonfirmasi di
tempat lain (14,17). Peak ventilatory equivalent of carbon dioxide (puncak VE /
VCO2) belum diselidiki pada anak-anak dengan CP tapi mungkin dipengaruhi
oleh penurunan pembersihan laktat pada otot yang spastik (5).
Penjelasan untuk penurunan kebugaran aerobik dan anaerobik sehingga
dapat ditemukan di kedua fungsi gangguan motorik dan dekondisioning. Dalam
penelitian ini, kami mengeksplorasi hipotesis bahwa kebugaran aerobik dan
anaerobik menurun pada anak dengan CP, dibandingkan dengan TD, dan
kebugaran yang menurun sebagai peningkatan tingkat GMFCS. Perbedaan antara
tingkat GMFCS diharapkan lebih kecil untuk parameter yang sekunder
terpengaruh karena dekondisioning, seperti VO2peak, AT, peak O2 pulse, dan VEpeak,
dan lebih mungkin untuk dilihat dalam parameter yang langsung dipengaruhi oleh
gangguan motorik yang berhubungan dengan CP, seperti aerobik dan daya
pengelaran anaerobik dan kekuatan otot.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan respon latihan
aerobik dan anaerobik maksimal pada anak-anak dengan CP dengan tingkat
gangguan motorik dibandingkan dengan anak-anak dari TD

METODE
Peserta. Para peserta termasuk 31 TD dan 70 anak-anak dengan CP yang
36 diklasifikasikan sebagai GMFCS tingkat I, 24 sebagai GMFCS tingkat II, dan
10 sebagai GMFCS tingkat III (Tabel 1). Empat puluh tujuh dari anak-anak
dengan CP mengambil bagian dalam program intervensi learn 2 move 7-12 (33),
11 anak-anak dengan CP berpartisipasi dalam penelitian reliabilitas latihan
maksimal, dan 12 anak-anak dengan CP diukur untuk tujuan klinis. TD direkrut
melalui sekolah dasar atau melalui kolega departemen dan dipilih kecocokan pada
usia dan jenis kelamin pada anak-anak dengan CP. Kriteria eksklusi yang
kontraindikasi untuk melakukan latihan maksimal seperti kejang yang tidak stabil,
aritmia jantung, defek mitokondria, displasia hip, keluhan muskuloskeletal, dan /
atau riwayat operasi kurang dari 6 bulan atau pengobatan botox kurang dari 3
bulan. Orang tua dan anak yang lebih tua dari 12 tahun menandatangani informed
consent, dan semua penelitian telah disetujui oleh Medical Ethical Board of the
VU University Medical Center Amsterdam.

Prosedur dan Peralatan. Anak-anak yang mengunjungi klinik rawat jalan


dari VU University Medical Center Amsterdam untuk sesi pengukuran dimana
parameter hasil primer (respon latihan aerobik dan anaerobik) dan parameter hasil
sekunder (kekuatan otot) yang ditentukan dan jumlah jam partisipasi olahraga per
minggu dimintakan. Anak-anak diberi petunjuk khusus untuk tidak makan atau
minum (kecuali untuk air) 1,5 jam sebelum sesi pengukuran. Tinggi badan (m)
dan berat badan (kg) diukur dengan ukuran dinding-tetap dan skala elektronik
5

(DGI 250D, KERN DE versi 3.3 10/2004; Kern & Sohn GmbH, BalingenFrommern) dan digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh (kg.m -2).
Ketebalan lemak bawah kulit dari sisi trisep dan subskapularis ditentukan dengan
Holtain skinfold caliper (akurasi, 0,2 mm; ProCare BV, Groningen, The
Netherlands) (26). Mean dari lipatan kulit dari tiga pengukuran per sisi dan
penjumlahan dari keduanya dihitung.
Semua pengukuran dilakukan di laboratorium dengan suhu lingkungan
190C-220C dan kelembaban relatif 41% -50% dan secara acak dilakukan selama
pagi atau sore hari setiap musim dalam setahun. Setelah penentuan antropometri,
peserta dilakukan tes kekuatan otot isometrik, tes latihan maksimal, dan, setelah
istirahat 20-menit, Wingate anaerobic test (WAnT). Semua anak-anak yang
terbiasa memakai sepatu ortopedi atau ortose di kehidupan sehari-hari
mengenakan ini selama tes latihan. Pengukuran kekuatan otot isometrik diukur
dengan hand held dynamometer (MicroFet; Biometrics, Almere, the Netherlands).
Tes latihan maksimal dan WAnT dilakukan dengan cycle ergometer, disesuaikan
untuk anak-anak dengan engkol yang disesuaikan, sepatu fiksasi, dan sadel anak
(Corival V2; Lode B.V, Groningen, the Netherlands). Pertukaran gas di paru
diukur dengan sistem analisis gas (Quark CPET; Cosmed Srl, Rome, Italy) dan
perangkat lunak yang sesuai (PFT CPET Suite, version 9.1b, Cosmed Srl) untuk
penetuan oxygen uptake (VO2), produksi karbon dioksida (CO2), dan ventilasi
(VE). Sebelum pengumpulan data, volume dikalibrasi dengan jarum suntik 3-L,
dan alat analisa O2 dan CO2 dikalibrasi menggunakan udara ambien dan gas
referensi untuk mengetahui konsentrasi. HR dipantau selama uji latihan maksimal
dengan Cosmed HR Monitor (Cosmed S.r.l.). Software tertentu digunakan untuk
melakukan dan memproses WAnT (Wingate Software V1, Lode B.V., Groningen,
the Netherlands).

PROTOKOL

Respon latihan aerobik. Untuk sosialisasi, anak-anak duduk dan


menonton film sambil mengenakan topeng selama 5 menit. Tes latihan progresif
maksimal cycle ergometer dilakukan, berdasarkan protokol McMaster (1). Untuk
menentukan pengaturan ergometer dan untuk membiasakan diri bersepeda di
ergometer, anak-anak melakukan fase pemanasan 2-3 menit pada beban
berdasarkan HR 100-115 bpm. Kemudian, dilakukan tes submaksimal 4-6 menit
untuk membentuk latihan tetap dan menentukan beban awal dari tes progresif
maksimal. Beban submaksimal berdasarkan pada tinggi dan tingkat GMFCS (lihat
Tabel, Tambahan digital 1, http://links.lww.com/MSS/A193, memperkirakan
beban submaksimal untuk tes latihan), dengan target HR 60% -70% dari estimasi
maksimal HR mereka (sekitar 1,75 X beban pemanasan). Setelah istirahat 1-min,
anak-anak mulai tes maksimal dengan beban yang meningkat setiap menit sampai
tenaga maksimal tercapai. Beban per tahap didasarkan pada tingkat GMFCS dan
tinggi (lihat Tabel, Tambahan Digital 2, http://links.lww.com/MSS/A194,
memperkirakan beban per kenaikan tahap untuk tes latihan maksimal). Tes latihan
maksimal dianggap sebagai tes maksimal jika dua dari tiga kriteria berikut
dicapai: 1) HR >180 bpm, 2) RER >1, dan / atau 3) tanda subjektif kelelahan.
Sebuah fase pemulihan 2 menit terdiri dari bersepeda di 10 W sampai HR
menurun mencapai HR di fase submaksimal. Anak-anak bersepeda pada 60-70
rpm di seluruh tes bersepeda. Reliabilitas dari respon protokol latihan aerobik
ditentukan dalam penelitian percontohan dan menunjukkan korelasi koefisien
antar kelas > 0,9, dengan pengukuran SE 1,45 mL.kg-1.min-1 VO2peak (hasil tidak
dipublikasikan).
Respon latihan anaerobik. WAnT 20-s, test sprint

terhadap torsi

konstan, dilakukan (16). Untuk menentukan torsi optimal dan untuk sosialisasi,
tiga sprint pemanasan dari 5 s dilakukan pada torsi yang berbeda berdasarkan
tinggi

dan

tingkat

GMFCS

(lihat

Tabel,

tambahan

digital

3,

http://links.lww.com/MSS/A195, Faktor torsi untuk memperkirakan torsi yang


optimal untuk Wingate test). Pada awalnya, di antara sprint pemanasan dari 40 s,
anak-anak bersepeda selama 2 menit pada beban yang sama seperti yang
digunakan untuk pemanasan pada tes aerobik. Torsi yang optimal didefinisikan

sebagai torsi di mana anak mengakhiri sprint 5-s antara siklus frekuensi dari 90
sampai 100 rpm. WanT 20-s dilakukan di torsi optimal yang telah ditentukan dan
didahului dan diikuti oleh 3 menit bersepeda pada beban pemanasan. Reliabilitas
dar WanT 20-s (P20mean) ditentukan dalam penelitian percontohan dan
menunjukkan korelasi koefisien antar kelas > 0,99, dengan pengukuran SE 0,22
W.kg-1 (11).
Kekuatan otot. Kekuatan otot isometrik dari knee ekstensor dan abduktor
hip kaki yang tidak dominan dinilai dalam tiga percobaan setelah satu latihan
percobaan menggunakan '' make-methode, '' yang telah dilaporkan menunjukkan
intrasession yang baik dan reliabilitas intersession dengan koefisien korelasi antar
kelas 0,71-0,97 dan pengukuran SE dari 13,61-25,26 N pada anak dengan CP (4).
Penilaian tetap ekstremitas anak dengan dynamometer, dan anak mendorong
dengan kekuatan maksimal selama 3 s membentuk peak force (N) (24).
PENGUMPULAN DATA
HASIL PRIMER
Respon latihan aerobik. Gas pernapasan yang terkumpul setiap kali
bernafas. Parameter aerobik maksimal, lebih dari 30 s di mana beban tertinggi
dipertahankan, dihitung dan terdiri dari 1) VO 2peak (mL.kg-1.min-1), 2) VEpeak
(L.min-1), 3) peak respiratory frequency (Rfpeak (breathsmin-1)), 4) peak tidal
volume (VTpeak (mL.breath-1)), 5) peak O2 pulse (mL.beat-1), 6) peak VE / VO2, dan
7) puncak VE / v CO2. Tiga ambang ventilasi dihitung selama tes latihan
maksimal: AT, ambang ventilasi 1 (VT1), dan ambang ventilasi 2 (VT2). AT
didefinisikan sebagai titik di mana terjadi kenaikan produksi CO2 yang relatif
lebih cepat dibanding ambilan VO2, yang mewakilkan pergantian ke glikolisis
anaerobik, dan ditentukan dengan metode lereng V oleh dua penilai independen
(3). Peningkatan produksi CO2, sebagai akibat buffering laktat dalam sel otot,
menghasilkan peningkatan ventilasi dalam dua tahap: VT1 dan VT2. VT1 ditandai
dengan peningkatan tidak linier di VE / VO2 dihasilkan dari ventilasi yang lebih
tinggi karena permintaan O2 yang meningkat, sedangkan VT2 terjadi pada tahap
berikutnya dekat dengan kapasitas maksimal, diwakili oleh hiperventilasi berakhir

sebagai kelebihan CO2 (37). Peak aerobic output (POpeak (W.kg-1)) didefinisikan
sebagai beban bahwa anak-anak mampu bertahan setidaknya 30 s.
Respon latihan anaerobik. Nilai mean kekuatan anaerobik lebih dari 20 s
(P20mean [W.kg-1]) dan puncak daya anaerobik (P20peak [W.kg-1]), output daya
tertinggi, yang berasal dari 20-s WAnT
HASIL SEKUNDER
Kekuatan otot. Mean dari peak force (N) didapatkan dari tiga uji coba
dikalikan dengan moment arm (m) untuk memperkirakan moment sekitar sendi
(N.m) dan dinormalisasikan untuk berat badan (N.m.kg -1) untuk kedua knee
ekstensor dan abduktor hip. Informasi lebih lanjut tentang protokol dapat
ditemukan di tempat lain (33).
Analisis statistik. Perhitungan jumlah sampel menunjukkan bahwa
setidaknya delapan anak di masing-masing kelompok GMFCS diminta untuk
dideteksi perbedaan dalam VO2peak dari 4 mL.kg-1.min-1 dan di P20mean dari 1,5
W.kg-1 dengan kekuatan 0,9 dan alpha 0,05. Model umum linear univariat
diterapkan untuk menguji perbedaan antara TD dan tingkat GMFCS
menggunakan post hoc penyesuaian Bonferroni. Analisis disesuaikan untuk
perancu dari usia, tinggi badan, berat badan, dan / atau jenis kelamin. Analisis
yang dilakukan dengan menggunakan Predictive Analytics Software Statistic 18
(SPSS Inc, Chicago, IL). Nilai P dari < 0.05 dianggap bermakna secara statistik.
HASIL
Peserta. Satu anak muncul sebagai orang asing di hampir setiap
pengukuran hasil karena perbedaan besar dalam tinggi dan berat badan
dibandingkan dengan peserta sisa dan dikeluarkan dari analisis. Tabel 1
menyajikan karakteristik peserta. Sebuah perbedaan yang bermakna dalam
ketebalan lipatan kulit yang ditemukan antara TD dan GMFCS III (P < 0,05).
Juga, anak-anak TD muncul untuk berpartisipasi lebih sering dalam olahraga
daripada anak-anak dengan CP (P < 0,001).

Semua anak mampu menyelesaikan kedua tes kekuatan otot dan tes
kebugaran anaerobik. Semua anak bekerja sama dalam kinerja tes bersepeda
aerobik, tapi dua anak tidak mampu menyelesaikan tes karena kurangnya
motivasi. Dua anak dikeluarkan dari analisis karena mereka gagal memenuhi
kriteria RER >1,0 dan HR >180, menunjukkan bahwa mereka tidak mencapai
kinerja aerobik maksimal. Data pernapasan kurang untuk tiga anak, dua anak
dengan CP menolak untuk mengenakan masker analisis gas, dan satu tes
terganggu oleh masalah teknis. Ambang ventilasi selama latihan maksimal tidak
dapat ditentukan berdasar jumlah peserta: AT untuk 1 TD, VT1 untuk 10 CP
(GMFCS I: 2; GMFCS II: 6; GMFCS III: 2), VT2 untuk 7 TD, dan 33 anak
dengan CP (GMFCS I: 12; GMFCS II: 14; GMFCS III: 7).
Respon Latihan dan Gangguan Motorik
Nilai mean dari pengukuran hasil, dikoreksi untuk usia, tinggi, berat, dan /
atau jenis kelamin pada saat yang tepat, dan hasil dari model linear umum
univariat dapat ditemukan pada Tabel 2.

10

Hasil Primer
Respon latihan aerobik. Analisis mengungkapkan VO2peak lebih rendah
(Gambar. 1A) dan bentuk absolut AT (Gambar. 1B) untuk semua tingkat GMFCS
dibandingkan dengan TD (P < 0,001). VT1 dan VT2 secara bermakna lebih
rendah (P < 0,05) pada GMFCS III dan I, masing-masing, dibandingkan dengan
TD ketika dinyatakan dalam bentuk absolut, tapi AT, VT1, dan VT2 menunjukkan
tidak ada perbedaan ketika dinyatakan relatif terhadap VO 2peak. VEpeak dan peak O2
pulse juga lebih rendah (P < 0,05) pada GMFCS III dan I, masing-masing, dan
puncak VE / VCO2 dan Rfpeak lebih tinggi pada CP, untuk GMFCS II, dan I dan II,
masing-masing, dibandingkan dengan TD (P < 0,05), sedangkan peak VE / VO2
dan VTpeak adalah serupa antara kelompok. Tidak ada perbedaan antara tingkat
GMFCS ditemukan untuk variabel aerobik pernapasan ini. POpeak (Gambar. 2A)
adalah lebih rendah untuk CP vs TD dan menurun secara bermakna dengan
meningkatnya tingkat GMFCS (P < 0,001).

Respon latihan anaerobik. P20mean (Gambar. 2B) dan P20peak lebih rendah
di CP dibandingkan dengan TD (P < 0,001) dan lebih rendah dengan
meningkatnya tingkat GMFCS. Rasio anaerobik dan aerobik lebih rendah pada CP
dibandingkan dengan TD (P < 0,05)

11

Hasil Sekunder
Kekuatan otot isometrik dari abduktor hip lebih rendah pada CP (P <
0,001) dibandingkan dengan TD dan menurun dengan meningkatnya tingkat
GMFCS. Kekuatan otot isometrik dari knee ekstensor lebih rendah pada CP
dibandingkan dengan TD (P < 0,001).
DISKUSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan respon latihan
aerobik dan anaerobik maksimal pada anak-anak dengan CP dengan berbagai
tingkat gangguan motorik dan dibandingkan dengan TD. Ini adalah penelitian
pertama yang menguji respon latihan aerobik dan anaerobik dari kelompok besar
anak-anak dengan CP yang dibedakan oleh tingkat GMFCS, termasuk GMFCS
tingkat III, dibandingkan dengan TD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anakanak dengan CP mengalami penurunan respon latihan aerobik dan anaerobik
dibandingkan dengan TD. Namun, sebagian besar respon latihan pernapasan
aerobik tidak dapat dibedakan atas dasar tingkat GMFCS saja.
Temuan utama dari penelitian ini adalah bahwa VO2peak anak-anak dengan
CP menurun dibandingkan dengan TD. Meskipun demikian, tidak ada hubungan
yang bermakna dengan tingkat gangguan motorik. Temuan ini sesuai dengan hasil
Verschuren dkk. (36), yang juga tidak menemukan perbedaan VO2peak antara
GMFCS I dan II (I: 42,18; II: 41,45, mL.kg-1.min-1). Penelitian lain menemukan
VO2peak lebih rendah pada CP daripada TD (10,14,17,18,28,34). Sebuah penjelasan
12

untuk penurunan VO2peak mungkin berkurangnya ekstraksi oksigen pada otot saat
berolahraga karena kecilnya massa otot pada anak dengan CP. Namun, sudah di
laporkan bahwa distribusi jenis serat mungkin mendukung untuk mencukupi
VO2peak, karena anak-anak dengan CP memiliki proporsional lebih serat otot slowtwitch (6). Mengingat temuan kami bahwa VO2peak tidak menunjukkan penurunan
dengan tingkat gangguan motorik, berbeda dengan penurunan karena massa otot
yang rendah, tampaknya ada faktor selain gangguan motorik juga mempengaruhi
kapasitas aerobik maksimal. Karena rendahnya tingkat aktivitas fisik yang
dilaporkan pada anak dengan CP, deconditioning mungkin juga menjelaskan
sebagian penurunan VO2peak (29,32).
Kami menemukan bahwa AT, secara absolut, menunjukkan pola yang
sama dari nilai-nilai pada anak CP tanpa hubungan dengan tingkat gangguan
motorik. Satu-satunya penelitian lain untuk menyelidiki AT pada remaja dengan
CP menemukan AT lebih tinggi (22,0 5.2 mL.kg-1.min-1) dari yang terlihat dalam
hasil kami (25). Ketika dinyatakan relatif terhadap VO 2peak, tidak ada perbedaan
yang ditemukan untuk AT, yang dapat dijelaskan oleh penurunan VO2peak tersebut.
AT yang rendah dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa anak-anak
melakukan kegiatan fisik setiap hari, seperti berjalan kaki, dekat atau di atas AT
mereka, sehingga di awal terjadi kelelahan. Oksidasi aerobik mungkin terhambat
oleh kecilnya volume otot pada CP, yang merangsang perubahan awal untuk
glikolisis anaerobik seperti yang diungkapkan pada AT yang rendah (5).
Penurunan AT mungkin juga disebabkan oleh lokal obstruksi venous return yang
dihasilkan dari paresis spastik dari trisep surae (5). Temuan bahwa baik VO 2peak
dan AT menunjukkan sedikit atau tidak ada perbedaan antara berbagai tingkatan
gangguan motorik (GMFCS) menunjukkan bahwa, selain efek dari massa otot
yang lebih kecil, kedua parameter juga bisa menurun sebagai akibat dari
deconditioning. Jumlah jam partisipasi olahraga yang lebih rendah pada anak CP
mendukung hipotesis ini. Juga, anak dengan CP yang kurang mampu berjalan
jarak jauh, dan mereka melakukan lebih sedikit terkait aktivitas aerobik, yang juga
dapat menjelaskan rendahnya respon latihan mereka.

13

Rendahnya O2 pulse ditemukan pada tingkat GMFCS I dibandingkan


dengan TD, yang sejalan dengan Verschuren dan Takken (34), meskipun mereka
menemukan nilai yang lebih tinggi di kedua CP (8.58 3.0 mL.beat -1) dan
kelompok TD (10,3 3.6 mL.beat-1). Rendahnya O2 pulse mendukung penurunan
ekstraksi oksigen perifer, karena ini menentukan oksigen pulse dalam kombinasi
dengan stroke volume. Rendahnya stroke volume mungkin juga hasil dari
deconditioning (12).
Parameter pernapasan tidak konsisten mempengaruhi CP. Pertama, anakanak di tingkat GMFCS III menunjukkan rendahnya VEpeak dibandingkan dengan
TD dengan tidak ada perbedaan dalam VTpeak. Adanya ketidakkonsistenan literatur:
tidak ada perbedaan VEpeak ditemukan selama cycle ergometry (17), sedangkan
hasil berbeda dilaporkan untuk latihan treadmill (34). VTpeak belum diselidiki
sebelunya pada anak dengan CP. Kedua, puncak yang serupa nilai VE / VO2 kami
temukan untuk CP dan TD berbeda dengan penelitian sebelumnya (14,17) tetapi
sesuai dengan penelitian dari Verschuren dan Takken (34). Oleh karena itu, hasil
kami tidak mendukung saran bahwa paresis spastik mempengaruhi otot
pernapasan (9). Ketiga, puncak yang lebih tinggi VE / VCO2 hanya terlihat di
GMFCS II dan Rfpeak meningkat pada GMFCS I dan II, dibandingkan dengan TD.
Ini mungkin menunjukkan meningkatnya respon ventilasi dengan peningkatan
VCO2, terjadi pada VT1 dan VT2, karena buffering laktat berlebihan (5,37).
Kurangnya deteksi VT1 dan VT2 di sejumlah besar anak-anak dengan CP
mungkin disebabkan oleh perubahan yang lebih bertahap oksidasi aerobik ke
glikolisis anaerobik, disertai pembentukan laktat selama tahap awal latihan.
Daya output aerobik dan anaerobik yang ditemukan menurun pada anak
dengan CP dan selanjutnya menurun dengan tingkat yang lebih tinggi dari
gangguan motorik. Penurunan nilai dengan gangguan motorik yang lebih tinggi
juga terlihat untuk kekuatan otot. Hal ini mencerminkan fakta bahwa kedua daya
output dan kekuatan otot dipengaruhi oleh masalah yang terkait dengan CP,
sedangkan respon latihan pernapasan aerobik tidak dipengaruhi oleh gangguan
koordinasi. Pengaruh koordinasi harus diperhitungkan ketika menafsirkan daya
output dan nilai kekuatan. Nilai yang lebih rendah untuk kapasitas aerobik dan

14

anaerobik pada anak dengan CP juga ditampilkan oleh van den Berg-Emons dkk.
(30). Sebuah tes Wingate dari 30 s dilakukan pada penelitian sebelumnya, walau
20 s yang kita diterapkan, menjelaskan rendahnya nilai dari mean kekuatan di
bandingkan dengan penelitian kami (21,27,30). Namun, nilai-nilai yang lebih
rendah di bandingkan dengan penelitian kami juga ditampilkan untuk puncak daya
baik di kelompok CP dan TD (30).
Kami tidak menemukan perbedaan yang bermakna antara puncak HR dan
puncak RER, menunjukkan bahwa anak-anak dengan CP, termasuk anak yang
diklasifikasikan sebagai GMFCS tingkat III, dapat mencapai kapasitas aerobik
maksimal pada cycle ergometer. Hal ini menguntungkan karena tes kebugaran dan
hasil mereka dapat digunakan untuk mengukur kebugaran dan mengevaluasi
program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran fisik (31,35).
Anak-anak dalam kelompok kontrol dipilih secara berhati-hati dengan
mencocokkan kontrol oleh usia dan jenis kelamin untuk anak-anak CP. Meskipun
demikian, ketebalan lipatan kulit yang lebih tinggi pada anak-anak dengan
GMFCS III dan penurunan nilai dari jam partisipasi olahraga di semua tingkatan
GMFCS dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak
dengan CP mungkin lebih sedentary daripada kelompok kontrol, yang dapat
mempengaruhi respon latihan. Namun, efek dari jenis dan intensitas partisipasi
olahraga dan aktivitas fisik sehari-hari lainnya terhadap respon latihan harus
diselidiki dalam penelitian berikutnya.
Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah anak yang diklasifikasikan
sebagai GMFCS III lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Evaluasi
lebih lanjut dari respon latihan aerobik dan anaerobik pada anak-anak ini
diperlukan. Selain itu, pengujian anak rawat jalan dengan CP pada cycle
ergometer mungkin merugikan karena bersepeda tidak spesifik untuk kondisi
kehidupan sehari-hari mereka. Namun, keuntungan cycle ergometer termasuk
kemungkinan untuk mengukur standar pengiriman output daya eksternal dan
kurangnya pembatasan pada anak-anak dalam mencapai kinerja maksimal karena
masalah keseimbangan saat ambulasi. Selanjutnya, meskipun sifat heterogen dari

15

populasi yang diuji dapat dianggap kerugian, berbagai karakteristik juga akan
bermanfaat bagi generalisasi.
Kesimpulannya, kami menunjukkan bahwa respon latihan aerobik dan
anaerobik lebih rendah pada anak dengan CP, di semua tingkat GMFCS,
dibandingkan dengan anak-anak menunjukkan typical development. Hasil pada
pernapasan dan respon latihan aerobik tidak menonjol seperti yang diharapkan
berdasarkan pada tingkat keparahan CP saja. Hal ini menunjukkan bahwa
penelitian masa depan harus menyelidiki peran aktif pada kapasitas aerobik anak
dengan CP dan fokus pada kemungkinan peningkatan melalui intervensi pelatihan.

16

Anda mungkin juga menyukai