Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.R

TTL

: 01-01-1961

Umur

: 54 tahun

Alamat

: JL. Menteng Rawa, Jakarta Selatan

Pekerjaan

: Pensiunan Pegawai Swasta

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 06-01-2016

No. RM

: 6389..

ANAMNESIS (autoanamnesis pada tanggal 6/1/2016)


Keluhan Utama
Nyeri lutut sejak 3 bulan.
KeluhanTambahan
Nyeri pada lutut pada saat naik tutun tangga, batuk dan kontrol tekanan darah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri lutut sejak 3 bulan, nyeri lutut dirasakan hilang
timbul. Pasien mengatakan lutut terasa sakit terutama saat naik tangga dan turun tangga,
dan membaik jika beristirahat dan berbaring. Pasien juga mengatakan lutut sering terasa
kaku, namun hilang dengan sendirinya, kesemutan pada tangan dan kaki disangkal.
Pasien mengatakan sebelumnya sudah cek asam urat, dari hasil pemeriksaan tersebut
hasilnya didapatkan normal. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk dan pilek. Pasien
mengatakan memang pernah mengalami batuk-batuk lama, namun membaik akhir-akhir

ini, batuk yang dirasakan saat ini hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan pilek yang
hilang timbul, pilek dirakasan pasien yang timbul bersamaan dengan batuk, namun
terkadang membaik. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Demam, keringat malam,
penurunan berat badan, nafsu makan menurun, pusing, sesak nafas, nyeri dibelakang
tengkuk dan keluhan lain disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini


Riwayat hipertensi sejak 10 tahun, pasien sering kontrol tekanan darahnya ke
puskesmas, dan selama ini sering mengkomsumsi

obat darah tinggi yaitu

Amlodipine 10 mg dan Captopril 25 mg.


Riwayat Flek paru sejak 5 bulan lalu, saat itu berobat jalan dan mendapat obat
minum selama 6 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lainnya disangkal. Riwayat kencing
manis, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya pada anggota keluarga yang lain
disangkal.
Riwayat Pengobatan
Untuk riwayat hipertensinya pasien sering mengkonsumsi obat hipertensi yaitu
amlodipine 10 mg, captopril 25 mg. Pasien juga pernah mengkomsumsi OAT untuk 6
bulan.
Riwayat Alergi
Alergi debu, makanan dan obat disangkal
Riwayat Psikososial
Pasien mengaku sering makan makanan yang berlemak, pasien juga mengatakan tidak
terlalu menjaga pola makannya, sehingga berat badannya meningkat dan pasien tidak
pernah berolahraga. Pasien tidak merokok, dan sering konsumsi kopi sebanyak satu
gelas per hari. Pasien menyangkal kosumsi alcohol.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi

: 92 x/menit

Respirasi

: 22 x/menit

Suhu

: 37oC

Antropometri
BB saat ini

: 109 kg

TB

: 161 cm

IMT

: 31.22 m/kg2

Kesimpulan

obes II

Status Generalis:
Kepala : Normocephal
Mata

: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik(-/-)

Mulut : Lidah kotor (-), lidah tremor (-), faring hiperemis (-)
Hidung : Mukosa edema (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi
Telinga : CAE edema (-/-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), MT intak/intak
Leher

: Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal

Pulmo :
Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-), pernapasan torakoabdominal
Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-), vokal fremitus simetris (+/+)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 6
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Cor

:
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 6 linea midaxillaris sinistra anterior,
Perkusi :
Batas atas : ics 4 linea parasternalis dekstra
Batas kanan : ics 5linea parasternalis dekstra
Batas kiri : ics 6 linea midaxillaris sinistra anterior
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : Perut tampak cembung , distensi (-)
Palpasi : Supel, NTE (-), nyeri tekan kuadran kiri atas (-), nyeri tekan kuadran
kanan atas(-), ballotement (-), nyeri ketok pinggang (-/-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit
Ekstremitas :
Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-)
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-)
Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan
IV.

RESUME

V.

PENATALAKSANAAN
- Farmakologis :
Amlodipine 10 mg 1x1 pc
Captopril 25 mg 3x1 pc
GG tab. 3x1 pc
Piroxicam 20 mg capl 1x1 pc
- Non farmakologis :
1. Edukasi pasien untuk menurunkan berat badan
2. Edukasi pasien untuk menjaga asupan dan pola makanannya,
untuk menghindari asupan garam berlebih, kolesterol dan lain
sebagainya.

3. Meningkatkan

konsumsi

buah

menurunkan asupan lemak.


4. Latihan fisik dengan berolahraga.
VI.

PROGNOSIS
Ad fungsionam
Ad sanationam
Ad vitam

: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tekanan Darah dan Hipertensi

dan

sayur

serta

untuk

1.1 Pengertian Tekanan Darah


Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding - dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang
diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh
darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut
denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan
sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).
Pada umumnya tekanan darah bergantung pada beberapa faktor berikut :
1. Banyaknya darah yang dialirkan
2. Banyaknya darah yang ada di perifer
3. Elastisitas pembuluh darah
4. Kepekatan darah (viskositas)
5. Tekanan darah di perifer.
Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah
akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktivitas fisik.
Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali menjadi normal. Apabila tekanan
darah tetap tinggi, maka disebut sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi.
1.2 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri.
Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut dihasilkan
oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan
kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik 140
mmHg dan diastolik 90 mmHg. Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah
menekan dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi
tekanan darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis
merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri-arteri terhalang
lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah
menjadi sulit. Ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah
memaksa melewati jalam yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi.
Hipertensi didefinisikan oleh the seventh of the joint national committee on
prevention, detection,avaluation and treatment of high blood pressure(JNC 7) sebagai

tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, memppunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi
maligna (aru W. sudoyo,2006).

2. Epidemiologi Hipertensi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk
pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama
dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di
dunia (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R, 2007). Semakin meningkatnya populasi usia
lanjut maka, jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah
(Yogiantoro M, 2006). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di
negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita
hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R,
2007).
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya.
Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai
keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi
yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan
Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang
Sumatera Barat 17,8% ( Wade, A Hweir, D N Cameron A, 2003).
Hasil penelitian Oktora (2007) mengenai gambaran penderita hipertensi yang di rawat
inap di bagian penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekan baru tahun 2005 didapatkan
penderita hipertensi meningkat secara nyata pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar
24,07% dan mencapai puncaknya pada kelompok umur 65 tahun yaitu sebesar 31,48%. Jika
dibandingkan antara pria dan wanita didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi
yaitu sebesar 58,02% dan pria sebesar 41,98% (Oktora R, 2007).

3. Patofisiologi Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor faktor resiko tertentu, yaitu :
1. Faktor risiko seperti : Genetik, Asupan garam, Stres, Obesitas, Ras, Merokok dan
Diet.
2. Sistem saraf simpatis : tonus simpatis, danvariasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh
darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga
memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin,
aldosteron.

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan
oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral
resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh
interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan
abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung
dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada bagan 2.1

4. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The seventh report of the joint national committee on prevention, Detection,
evaluation and treatment of high blood pressure(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Aru.W.sudoyo, 2006).

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori

Sistol (mmHg)

Dan/atau

Diastole (mmHg)

Normal

<120

Dan

<80

Pre hipertensi

120-139

Atau

80-89

Hipertensi tahap 1

140-159

Atau

90-99

Hipertensi tahap 2

160

Atau

100

5. Faktor Risiko Hipertensi


5.1 Karaktristik
5.1.1 Usia
Penelitian menunjukkan bahwa usia seseorang bertambah, tekanan darah pun akan
meningkat (Andra, 2007). Penyakit tidak menular tertentu seperti

penyakit

kardiovaskular, diabetus mellitus, dan lain-lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua
seseorang maka semakin besar risiko terserang penyakit tersebut (Gunawan-Lany,2005).
Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60
tahun (Nurkhalida,2003) Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur 50-an dan 60-an (Price,1995). Umur akan mempengaruhi
hipertensi, usia 40 tahun keatas akan berisiko hipertensi (Yundini, 2006).
5.1.2 Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular tertentu,
yang banyak dicetuskan oleh hipertensi dimana pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik
(Gunawan,Lany,2005).

Sedangkan menurut Arif Mansjoer(2001), pria dan wanita

menapouse berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Penelitian lain mengatakan bahwa


laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang relatif sama menderita hipertensi
(Mansjoer-Arif,2001). Menurut MN. Bustan (1997) bahwa wanita lebih banyak yang
menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon
estrogen pada wanita.
5.1.3

Faktor Genetik

Menurut Nurkhalida riwayat keluarga dekat yang mempunyai riwayat hipertensi


akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa

seseorang memiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika
orang tuanya penderita PTM (Nurkhalida,2003). Jika seorang dari orang tua menderita
PTM, maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang 25%
terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai penyakit tidak menular
maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%(Gunawan,Lany,2005).
5.2 Pola Makan
5.2.1 Garam
Fungsi garam dalam kadar normal adalah sebagai ion-ion penjaga kestabilan
pada sel tubuh dan dapat membantu menahan air. Pada kondisi garam yang berlebih
(normal 2400 mg perhari), garam tersebut dapat menyebabkan tubuh menahan terlalu
banyak air sehingga volume cairan darah akan meningkat tanpa disertai penambahan
ruang pada pembuluh darah, yang akibatnya akan menambah menambah tekanan
darah dalam pembuluh darah.
5.2.2

Kolesterol
Kolesterol dalam jumlah kecil sangat diperlukan tubuh kita, namun jika

berlebihan/hiperkolesterolemia, itu dapat menjadi salah satu faktor penyebab untuk


perkembangan

aterosklerosis

yang

berhubungan

erat

dengan

hipertensi.

Mengkonsumsi lemak secara berlebihan dapat meningkatkan kadar trigliserida dan


kolesterol LDL. Makan yang mengandung kadar kolesterol yang tinggi yakni seperti
kuning telur, jeroan (paru/hati/ginjal/jantung), udang, kepiting dan sebagainya.
5.3 Gaya Hidup
5.3.1 Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >
25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu
faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi
penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi
yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas
tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi
dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan
dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur
(aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah.

Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan
bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi
juga akan bertambah (Suyono Slamet, 2001), (Teodosha S, Gilliard, Brent E, et al,
2000).
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah
yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan
tubuh menahan natrium dan air (Yundini, 2006), (Teodosha S, Gilliard, Brent E, et al,
2000), (Sheps, Sheldon G, 2005).
Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan
antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal
maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan
bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga
bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi
dikemudian hari (Hull-Alison, 1996).
Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah
sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara
(Suyono-Slamet, 2001), (Teodosha S, Gilliard, Brent E, et al, 2000), (Hull-Alison,
1996), (Sheps, Sheldon G, 2005).
Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja
yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi).
Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat
badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang yang obesitas bisa dijadikan
langkah positif untuk mencegah terjadinya hipertensi (Khomsan-Ali, 2003).
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 %
memiliki berat badan lebih (Nurkhalida, 2003).
5.3.2

Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga

isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang
melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (SuyonoSlamet, 2001), (Sutedjo, 2006), (Sheps, Sheldon G, 2005).
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, Sheldon
G, 2005), (Hernelahati M, Kujala UM, Kaprio J, et al., 1998).
5.4 Merokok
Merokok dapat merangsang sistem adrenergic dan meningkatnya tekanan darah.
Selain itu rokok juga bisa mempengaruhi pembuluh darah. Racun pada rokok yang
bejumlah ribuan oksidan. Radikal bebas yang merusak dinding pembuluh darah dan
menyebabkan keelastisan pembuluh darah berkurang akibatnya pembuluh darah
meningkat ( Lany Gunawan, 2001 ). Merokok membuat darah menjadi mudah membeku,
dan lengket, selain itu nikotin bisa memacu pengeluaran adrenalin yang bisa
meningkatkan kerja jantung (Muahammadun, 2010).
5.5 Kafein dan Alkohol
Konsumsi secara berlebihan alkohol dan kafein yang terdapat dalam minuman
kopi, teh dan cola akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada seseorang.
Alkohol bersifat meningkatkan aktifitas saraf simpatis karena dapat merangsang sekresi
corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada pengngkatan tekanan darah.
Sementara kafein menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya (Anggraini et al , 2008 ).
6. Manifestasi Klinis Hipertensi

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan
manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan
darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi
pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunangkunang dan pusing.
7. Pencegahan Hipertensi
Untuk pencegahan pada hipertensi terdiri dari :
a. Menghentikan merokok
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi
karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
b. Menurunkan berat badan yang berlebih
Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan jantung
dan volume sekuncup juga berkurang.
c. Menurunkan konsumsi alkohol yang berlebih
Dapat menurunkan kerja denyut jantung dan cardiac output.
d. Latihan fisik
Olahraga, terutama bila disertai dengan penurunan berat badan, menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin
TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya
aterosklerosis akibat hipertensi.

e. Menurunkan asupan garam


Tidak mengkonsumsi garam secara berlebihan dapat menghindari resiko
terjadinya resistensi cairan pada tubuh.
f. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak
Perbanyak mengkonsumsi buah dan sayuran, serta kurangi mengkonsumsi
makan yang mengandung kadar kolesterol yang tinggi yakni seperti kuning telur,
jeroan (paru/hati/ginjal/jantung), udang, kepiting dan sebagainya.
8. Tatalaksana Hipertensi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah target tekanan darah yatiu <140/90
mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan
darah adalah < 130/80 mmHg. Pada umumnya penatalaksanaan pada pasien hipertensi
meliputi dua cara yaitu (Yogiantoro, 2006):
1.

Non Farmakologis

2.

Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium
chanel

blocker atau calcium

antagonist,

Angiotensin

Converting

Enzyme

Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker ataureceptor antagonist/ blocker(ARB).


Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer
alah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan
beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target
dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain (Suyono, S.
2001). Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat menurunkan sistole dan
mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih (Staessen A Jan, et al. 2000).
Menurut Arif Mansjoer (2001), penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi
sebagian besar pasien dimulai dengan dosisrendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai
umur dan kebutuhan. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai
dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah dan dapat mengontrol
hipertensi terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap risiko dari kematian
mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat

bangun tidur. Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari
golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan
mengurangi efek samping. Setelah diputuskan untuk untuk memakai obat antihipertensi dan
bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta
bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuaidengan algoritma.
Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat yang lain. Jika
tambahan obat yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1
tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan
progresif (Mansjoer, Arif. 2001).
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mansjoer, et al.(2001), pemeriksaan penunjang meliputi :
a. urinalisa,
b.

darah perifer lengkap,

c.

kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula arah puasa, kolesterol total, kolesterol
HDL)

d.

pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol
LDL, TSH, dan ekokardiografi.
Pemerikasaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi

ginjal. Kadar kretinin serum lebih berarti dibandingkan dengan ureum sebagai indikator laju
glomerolus (glomerolar filtration rate) yang menunjukkan derajat fungsi ginjal, Pemeriksaan
yang lebih tepat adalah pemeriksaan klirens atau yang lebih popular disebut

creatinin

clearance test (CTC). Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi (Gunawan,Lany. 2005). Menurut
Slamet Suyono (2001), pemeriksaan urinalisa diperlukan karena selain dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hampir
separuh pasien.
10. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit diantaranya adalah
stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit arteri koronaria anuerisma, gagal
ginjal, dan ensefalopati hipertensi (Shanty, 2011).

a. Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya atau
terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati
dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan CVA(cerebrovascular
accident). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh
darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan
pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita
hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan
darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan
atau faktor emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak dapat
menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang
dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan akhirnya mati.
Darah yang tersembur dari pembuluh darah yang pecah tersebut juga dapat merusak selsel otak yang berada disekitarnya.
b.

Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan

darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat
akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada
akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium. Disamping itu juga secara
sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan
arteriosclerosis.
c. Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri
koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk pada percabangan arteri yang
ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex.
Aliran darah kedistal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara
yang di sebabkan olehakumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang
di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke
miokardium. Kegagalan sirkulasikolateral untuk menyediakan supply oksigen yang
adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria.

d. Aneurisme
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah sehingga
memungkinkan darah masuk. pelebaran pembuluh darah bisa timbul karena dinding
pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta disekans. kejadian ini dapat
menimbulkan penyakit aneurisma diamana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat,
sakit di perut sampai ke pinggang belakang dan di ginjal. aneurisme pada perut dan dada
penyebab utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan
(aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisme.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan
yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian.
Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai
komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya
tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor
risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus.

DAFTAR PUSTAKA

Armilawaty, Amalia H, Amirudin R. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian


Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. 2007.

Corwin J. Hipertensi. In: Budi N, editor. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2007.p.484-89.

Hernelahti M, Kujala UM, Kaprio J, et.al., Hypertension in master endurance athletes.


J. Hypertens 1998;16(11):1573-7 (ISSN: 0263 6352).

Kaplan M. Norman, Hypertension in The Population at large In Clinical


Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland USA: Williams & Wilkins,
1998; 1-17.

Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W.: Kapita Selekta Kedokteran,

Jakarta, Media Aesculapius FKUI, 2001


Price, L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Sarastini N. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada


Masyarakat Kelompok Usia 30 Tahun ke Atas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo
Kodya Depok Tahun 2008. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta; 208.p.9-34.

Sidabutar, R. P., Wiguno P. Hipertensi Essensial. In: Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Soeparman, Sarwono Waspadji.Balai Penerbit FK-UI, 1999. p: 205-222

Sudoyo, Aru W, dkk. Hipertensi essensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2
edisi V. Pusat Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : Interna Publishing. 2009.p.1083

Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal.453-470.

Suyono-Slamet, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,
2001; 253, 454-459,463-464.

Tambayong J. Hipertensi. In: Monica E, editor. Patofisiologi. Jakarta: EGC;1999.p.95

Teodosha S. Gilliard, Lackland, Brent Egan, Robert Woolson, Effect of Total Obesity
and Abdominal Obesity on Hipertension. Medical University of Saouthcaroline, 2000;
123.

Anda mungkin juga menyukai