Case Hipertensi DR - Tri
Case Hipertensi DR - Tri
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.R
TTL
: 01-01-1961
Umur
: 54 tahun
Alamat
Pekerjaan
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 06-01-2016
No. RM
: 6389..
ini, batuk yang dirasakan saat ini hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan pilek yang
hilang timbul, pilek dirakasan pasien yang timbul bersamaan dengan batuk, namun
terkadang membaik. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Demam, keringat malam,
penurunan berat badan, nafsu makan menurun, pusing, sesak nafas, nyeri dibelakang
tengkuk dan keluhan lain disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 37oC
Antropometri
BB saat ini
: 109 kg
TB
: 161 cm
IMT
: 31.22 m/kg2
Kesimpulan
obes II
Status Generalis:
Kepala : Normocephal
Mata
: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik(-/-)
Mulut : Lidah kotor (-), lidah tremor (-), faring hiperemis (-)
Hidung : Mukosa edema (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi
Telinga : CAE edema (-/-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), MT intak/intak
Leher
Pulmo :
Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-), pernapasan torakoabdominal
Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-), vokal fremitus simetris (+/+)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 6
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
:
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 6 linea midaxillaris sinistra anterior,
Perkusi :
Batas atas : ics 4 linea parasternalis dekstra
Batas kanan : ics 5linea parasternalis dekstra
Batas kiri : ics 6 linea midaxillaris sinistra anterior
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Perut tampak cembung , distensi (-)
Palpasi : Supel, NTE (-), nyeri tekan kuadran kiri atas (-), nyeri tekan kuadran
kanan atas(-), ballotement (-), nyeri ketok pinggang (-/-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit
Ekstremitas :
Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-)
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-)
Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan
IV.
RESUME
V.
PENATALAKSANAAN
- Farmakologis :
Amlodipine 10 mg 1x1 pc
Captopril 25 mg 3x1 pc
GG tab. 3x1 pc
Piroxicam 20 mg capl 1x1 pc
- Non farmakologis :
1. Edukasi pasien untuk menurunkan berat badan
2. Edukasi pasien untuk menjaga asupan dan pola makanannya,
untuk menghindari asupan garam berlebih, kolesterol dan lain
sebagainya.
3. Meningkatkan
konsumsi
buah
PROGNOSIS
Ad fungsionam
Ad sanationam
Ad vitam
: bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan
sayur
serta
untuk
tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, memppunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi
maligna (aru W. sudoyo,2006).
2. Epidemiologi Hipertensi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk
pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama
dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di
dunia (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R, 2007). Semakin meningkatnya populasi usia
lanjut maka, jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah
(Yogiantoro M, 2006). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di
negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita
hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, Amalia H, Amirudin R,
2007).
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya.
Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai
keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi
yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan
Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang
Sumatera Barat 17,8% ( Wade, A Hweir, D N Cameron A, 2003).
Hasil penelitian Oktora (2007) mengenai gambaran penderita hipertensi yang di rawat
inap di bagian penyakit dalam RSUD Arifin Achmad Pekan baru tahun 2005 didapatkan
penderita hipertensi meningkat secara nyata pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar
24,07% dan mencapai puncaknya pada kelompok umur 65 tahun yaitu sebesar 31,48%. Jika
dibandingkan antara pria dan wanita didapatkan wanita lebih banyak menderita hipertensi
yaitu sebesar 58,02% dan pria sebesar 41,98% (Oktora R, 2007).
3. Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor faktor resiko tertentu, yaitu :
1. Faktor risiko seperti : Genetik, Asupan garam, Stres, Obesitas, Ras, Merokok dan
Diet.
2. Sistem saraf simpatis : tonus simpatis, danvariasi diurnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh
darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga
memberikan kontribusi akhir.
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin,
aldosteron.
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan
oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral
resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh
interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan
abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung
dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada bagan 2.1
4. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The seventh report of the joint national committee on prevention, Detection,
evaluation and treatment of high blood pressure(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Aru.W.sudoyo, 2006).
Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
160
Atau
100
penyakit
kardiovaskular, diabetus mellitus, dan lain-lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua
seseorang maka semakin besar risiko terserang penyakit tersebut (Gunawan-Lany,2005).
Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60
tahun (Nurkhalida,2003) Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur 50-an dan 60-an (Price,1995). Umur akan mempengaruhi
hipertensi, usia 40 tahun keatas akan berisiko hipertensi (Yundini, 2006).
5.1.2 Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular tertentu,
yang banyak dicetuskan oleh hipertensi dimana pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik
(Gunawan,Lany,2005).
Faktor Genetik
seseorang memiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika
orang tuanya penderita PTM (Nurkhalida,2003). Jika seorang dari orang tua menderita
PTM, maka dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang 25%
terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai penyakit tidak menular
maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar 60%(Gunawan,Lany,2005).
5.2 Pola Makan
5.2.1 Garam
Fungsi garam dalam kadar normal adalah sebagai ion-ion penjaga kestabilan
pada sel tubuh dan dapat membantu menahan air. Pada kondisi garam yang berlebih
(normal 2400 mg perhari), garam tersebut dapat menyebabkan tubuh menahan terlalu
banyak air sehingga volume cairan darah akan meningkat tanpa disertai penambahan
ruang pada pembuluh darah, yang akibatnya akan menambah menambah tekanan
darah dalam pembuluh darah.
5.2.2
Kolesterol
Kolesterol dalam jumlah kecil sangat diperlukan tubuh kita, namun jika
aterosklerosis
yang
berhubungan
erat
dengan
hipertensi.
Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan
bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi
juga akan bertambah (Suyono Slamet, 2001), (Teodosha S, Gilliard, Brent E, et al,
2000).
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah
yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan
tubuh menahan natrium dan air (Yundini, 2006), (Teodosha S, Gilliard, Brent E, et al,
2000), (Sheps, Sheldon G, 2005).
Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan
antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal
maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan
bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga
bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi
dikemudian hari (Hull-Alison, 1996).
Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah
sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara
(Suyono-Slamet, 2001), (Teodosha S, Gilliard, Brent E, et al, 2000), (Hull-Alison,
1996), (Sheps, Sheldon G, 2005).
Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja
yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi).
Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat
badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang yang obesitas bisa dijadikan
langkah positif untuk mencegah terjadinya hipertensi (Khomsan-Ali, 2003).
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 %
memiliki berat badan lebih (Nurkhalida, 2003).
5.3.2
Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang
melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (SuyonoSlamet, 2001), (Sutedjo, 2006), (Sheps, Sheldon G, 2005).
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, Sheldon
G, 2005), (Hernelahati M, Kujala UM, Kaprio J, et al., 1998).
5.4 Merokok
Merokok dapat merangsang sistem adrenergic dan meningkatnya tekanan darah.
Selain itu rokok juga bisa mempengaruhi pembuluh darah. Racun pada rokok yang
bejumlah ribuan oksidan. Radikal bebas yang merusak dinding pembuluh darah dan
menyebabkan keelastisan pembuluh darah berkurang akibatnya pembuluh darah
meningkat ( Lany Gunawan, 2001 ). Merokok membuat darah menjadi mudah membeku,
dan lengket, selain itu nikotin bisa memacu pengeluaran adrenalin yang bisa
meningkatkan kerja jantung (Muahammadun, 2010).
5.5 Kafein dan Alkohol
Konsumsi secara berlebihan alkohol dan kafein yang terdapat dalam minuman
kopi, teh dan cola akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada seseorang.
Alkohol bersifat meningkatkan aktifitas saraf simpatis karena dapat merangsang sekresi
corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada pengngkatan tekanan darah.
Sementara kafein menstimulasi jantung untuk bekerja lebih cepat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya (Anggraini et al , 2008 ).
6. Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan
manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan
darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi
pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunangkunang dan pusing.
7. Pencegahan Hipertensi
Untuk pencegahan pada hipertensi terdiri dari :
a. Menghentikan merokok
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi
karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
b. Menurunkan berat badan yang berlebih
Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah,
kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan jantung
dan volume sekuncup juga berkurang.
c. Menurunkan konsumsi alkohol yang berlebih
Dapat menurunkan kerja denyut jantung dan cardiac output.
d. Latihan fisik
Olahraga, terutama bila disertai dengan penurunan berat badan, menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin
TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya
aterosklerosis akibat hipertensi.
Non Farmakologis
2.
Farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium
chanel
antagonist,
Angiotensin
Converting
Enzyme
bangun tidur. Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari
golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan
mengurangi efek samping. Setelah diputuskan untuk untuk memakai obat antihipertensi dan
bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta
bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuaidengan algoritma.
Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat yang lain. Jika
tambahan obat yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1
tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan
progresif (Mansjoer, Arif. 2001).
9. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mansjoer, et al.(2001), pemeriksaan penunjang meliputi :
a. urinalisa,
b.
c.
kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula arah puasa, kolesterol total, kolesterol
HDL)
d.
pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol
LDL, TSH, dan ekokardiografi.
Pemerikasaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi
ginjal. Kadar kretinin serum lebih berarti dibandingkan dengan ureum sebagai indikator laju
glomerolus (glomerolar filtration rate) yang menunjukkan derajat fungsi ginjal, Pemeriksaan
yang lebih tepat adalah pemeriksaan klirens atau yang lebih popular disebut
creatinin
clearance test (CTC). Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi (Gunawan,Lany. 2005). Menurut
Slamet Suyono (2001), pemeriksaan urinalisa diperlukan karena selain dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada hampir
separuh pasien.
10. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit diantaranya adalah
stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit arteri koronaria anuerisma, gagal
ginjal, dan ensefalopati hipertensi (Shanty, 2011).
a. Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya atau
terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini akan mati
dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan CVA(cerebrovascular
accident). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh
darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan
pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita
hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan
darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan
atau faktor emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak dapat
menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang
dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan akhirnya mati.
Darah yang tersembur dari pembuluh darah yang pecah tersebut juga dapat merusak selsel otak yang berada disekitarnya.
b.
Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan
darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat
akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada
akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium. Disamping itu juga secara
sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan
arteriosclerosis.
c. Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri
koronaria, bersama dengan diabetes mellitus. Plak terbentuk pada percabangan arteri yang
ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex.
Aliran darah kedistal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara
yang di sebabkan olehakumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang
di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke
miokardium. Kegagalan sirkulasikolateral untuk menyediakan supply oksigen yang
adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria.
d. Aneurisme
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah sehingga
memungkinkan darah masuk. pelebaran pembuluh darah bisa timbul karena dinding
pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta disekans. kejadian ini dapat
menimbulkan penyakit aneurisma diamana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat,
sakit di perut sampai ke pinggang belakang dan di ginjal. aneurisme pada perut dan dada
penyebab utamanya pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan
(aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisme.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan
yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian.
Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai
komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya
tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor
risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin J. Hipertensi. In: Budi N, editor. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2007.p.484-89.
Sidabutar, R. P., Wiguno P. Hipertensi Essensial. In: Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Soeparman, Sarwono Waspadji.Balai Penerbit FK-UI, 1999. p: 205-222
Sudoyo, Aru W, dkk. Hipertensi essensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2
edisi V. Pusat Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : Interna Publishing. 2009.p.1083
Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR. Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal.453-470.
Suyono-Slamet, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI, Jakarta: Balai Pustaka,
2001; 253, 454-459,463-464.
Teodosha S. Gilliard, Lackland, Brent Egan, Robert Woolson, Effect of Total Obesity
and Abdominal Obesity on Hipertension. Medical University of Saouthcaroline, 2000;
123.