Anda di halaman 1dari 57

Jl.MH. Thamrin No.

2 Jakarta 10110 - Indonesia


http://www.bi.go.id
BANK INDONESIA
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Telepon : +62 61 3818163


+62 21 3818206 (sirkulasi)
Fax. : +62 21 3452489
E-mail : BKM_TOD@bi.go.id
Website : http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Laporan Kebijakan Moneter


Triwulan I-2010

Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Darmin Nasution Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur

Budi Mulya Deputi Gubernur

i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation
Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate,
(2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan
moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Strategi Kebijakan Moneter


Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal
(nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking)
dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan
moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan,
baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang
rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
setiap tahunnya. Berdasarkan KMK No.1/KMK.011/2008 sasaran inflasi untuk periode tahun 2008 – 2010, masing-
masing sebesar 5,0%, 4,5%, dan 4,0% dengan deviasi ±1%. Namun demikian, berdasarkan perkembangan terkini,
Bank Indonesia mengusulkan kepada Pemerintah tentang perubahan sasaran inflasi tahun 2010-2012 menjadi
sebesar 5% ± 1%, 5% ± 1%, dan 4,5% ± 1%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah
panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank
Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank
Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai
sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB
O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan
seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi
perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG
mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan
prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press
dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan
merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan
tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.

iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Daftar Isi Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

Daftar Isi

1. Tinjauan Umum............................................................................. 1

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini....................................... 5

Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 5

Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 7

Neraca Pembayaran Indonesia.......................................................... 15

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan . ................... 17

Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 17

Inflasi............................................................................................... 19

Kebijakan Moneter . ........................................................................ 21

4. Perekonomian Indonesia ke Depan............................................. 28

Asumsi dan Skenario yang Digunakan . ........................................... 28

Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 30

Prakiraan Inflasi................................................................................ 37

5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan I-2010............................... 39

Tabel Statistik.................................................................................... 40

ix
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009 Daftar Isi

x
Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum
Penguatan ekonomi domestik terus berlanjut didukung oleh kinerja ekonomi
global yang kondusif. Aktivitas ekonomi Indonesia menunjukkan peningkatan yang
cukup signifikan pada triwulan IV 2009. Pada triwulan tersebut perekonomian Indonesia
mampu tumbuh sebesar 5,4% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun 2009 perekonomian
tumbuh sebesar 4,5% (yoy). Kondisi perekonomian yang semakin menunjukkan suasana
optimis tersebut mendukung prospek ekonomi yang lebih baik dari perkiraan semula.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran
5,5%-6,0% dan pada tahun 2011 mencapai 6,0%-6,5%. Stabilitas harga masih terjaga
sebagaimana tercermin pada perkembangan IHK yang rendah selama triwulan I 2010.
Hal ini sejalan dengan perkiraan tekanan inflasi yang signifikan, yang belum akan muncul
setidaknya sampai semester I 2010. Untuk keseluruhan tahun, inflasi IHK tahun 2010 akan
berada pada kisaran sasaran sebesar 5%±1%.

Bank Indonesia memandang bahwa proses pemulihan ekonomi global terus


berlangsung dan semakin kuat. Ekonomi negara maju, terutama di AS dan Jepang terus
membaik. Demikian juga pemulihan ekonomi Asia non-Jepang, terutama China dan India
juga semakin kuat. Sementara itu, indikasi perbaikan ekonomi di Eropa mulai terlihat meski
masih terbatas. Penyelesaian krisis Yunani sejauh ini direspons secara positif oleh pelaku
ekonomi dan hanya berdampak terbatas di pasar finansial.

Pemulihan ekonomi global yang disertai dengan perbaikan persepsi risiko memicu
optimisme di pasar finansial dan pasar komoditas. Hal ini dicerminkan oleh indeks harga
di bursa saham global yang mencatat kenaikan dan harga komoditas di pasar internasional
yang cenderung meningkat. Aliran modal asing ke pasar keuangan emerging market terus
berlangsung seiring dengan semakin membaiknya persepsi risiko. Kondisi ini mendorong
penguatan nilai tukar mata uang di kawasan tersebut. Optimisme yang semakin kuat
terhadap pemulihan ekonomi global dan permintaan global yang membaik, mendorong
kenaikan harga berbagai komoditas. Kenaikan harga yang dibarengi oleh penguatan mata
uang sejauh ini belum memicu kenaikan inflasi global secara signifikan terutama di negara
maju. Dalam kondisi proses pemulihan ekonomi dunia yang belum sepenuhnya kembali
normal, otoritas moneter terutama di negara maju cenderung masih menerapkan stance
kebijakan moneter yang akomodatif. Sinyal kebijakan pengetatan moneter lebih banyak
tampak di emerging market terkait dengan meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan
ekspansi ekonomi yang tinggi.

Kinerja ekonomi domestik pada triwulan I 2010 berpotensi lebih baik dibandingkan
dengan perkiraan sebelumnya. Pada triwulan I 2010, ekonomi domestik diperkirakan
tumbuh 5,7% (yoy). Perkembangan tersebut didukung oleh hal-hal sebagai berikut.
Pertama, kinerja ekspor diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi global
dan membaiknya harga komoditas internasional. Kedua, konsumsi diperkirakan masih kuat
didukung oleh daya beli masyarakat dan ekspektasi konsumen yang terjaga. Ketiga, sejalan
dengan peningkatan ekspor dan konsumsi rumah tangga, pemulihan investasi diperkirakan
lebih kuat didukung oleh berbagai upaya Pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur.

1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Selain itu, iklim investasi pada tahun 2010 yang lebih baik juga didukung oleh perbaikan
sovereign credit rating Indonesia oleh S&P dari BB- ke BB. Dengan peningkatan tersebut,
rating Indonesia tinggal 1 notch menuju investment grade. Keempat, sejalan dengan
perbaikan kinerja di sisi eksternal, sejumlah sektor diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi
yakni sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Pertumbuhan sektor industri
pengolahan yang lebih tinggi didorong oleh membaiknya industri yang berorientasi ekspor
dan industri otomotif. Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan yang lebih tinggi
sejalan dengan kenaikan kegiatan ekspor dan impor serta membaiknya kinerja industri
pengolahan. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan untuk
mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi terutama terkait dengan upaya mempercepat
implementasi program-program infrastruktur dan memanfaatkan secara optimal peluang
dari implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA).

Berlanjutnya penguatan ekonomi juga terlihat dari perkembangan ekonomi daerah


yang terus menunjukkan perbaikan. Kinerja perekonomian daerah terutama ditopang oleh
perekonomian di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua (Kali-Sulampua), dan
Jakarta. Sementara itu, kegiatan ekonomi di wilayah lainnya (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
atau Jabalnustra) menunjukkan perlambatan. Kinerja ekonomi daerah yang meningkat
bersumber dari peningkatan ekspor, investasi, dan konsumsi. Membaiknya kinerja ekspor di
masing-masing wilayah bersumber dari kenaikan ekspor komoditas utama, seperti produk
pertambangan dan CPO di Sumatera dan Kali-Sulampua, serta produk kimia di Jabalnustra.
Dari sisi negara tujuan utama, ekspor masing-masing wilayah mengalami pergeseran
yang semula ke Jepang, Amerika dan Eropa, beralih ke negara ASEAN dan China karena
pemulihan ekonomi terutama terjadi di kawasan tersebut. Bahkan porsi ekspor Sumatera
dan Kali-Sulampua ke India menunjukkan peningkatan, terutama untuk produk CPO dan
batubara. Sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi, investasi terindikasi menguat. Hal
itu tercermin dari indikator pertumbuhan konsumsi semen dan impor barang modal yang
pertumbuhannya masih positif. Dari sisi investasi Pemerintah Daerah, belanja modal juga
menunjukkan peningkatan. Peningkatan investasi terutama terkait dengan proyek-proyek
infrastruktur seperti perbaikan dan pembangunan jalan, bendungan, jembatan, dan bandara.
Dari sisi lapangan usaha, sektor industri mengalami peningkatan terkait dengan membaiknya
permintaan domestik dan eksternal. Kinerja sektor industri yang membaik tercermin dari
kapasitas produksi dan impor bahan baku yang meningkat di seluruh daerah. Dari sektor
pertambangan, membaiknya kinerja di sektor ini terutama bersumber dari peningkatan
produksi pertambangan nonminyak dan gas (nonmigas), khususnya batubara dan tembaga,
sedangkan produksi migas masih cenderung melambat.

Dari sisi harga, inflasi tetap terkendali pada triwulan I 2010. Tekanan inflasi pada
triwulan I 2010 cenderung rendah ditandai oleh deflasi pada Maret 2010 sebesar 0,14%
(mtm), sehingga secara tahunan inflasi IHK mencapai 3,43% (yoy). Terkendalinya inflasi pada
tingkat yang relatif rendah sejalan dengan kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah dan
kecukupan pasokan dalam merespons kenaikan permintaan. Selain itu, rendahnya inflasi di
bulan Maret 2010 juga didukung oleh meredanya tekanan inflasi yang bersumber dari volatile
food (terutama beras) karena mulainya musim panen di beberapa daerah dan minimalnya
tekanan inflasi yang bersumber dari administered price.

2
Tinjauan Umum

Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2010 diperkirakan masih tetap
solid yang didukung oleh pemulihan ekonomi dunia. Transaksi berjalan diperkirakan
akan mencatat surplus. Hal tersebut sejalan dengan kinerja ekspor yang terus membaik
terutama berasal dari komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) di antaranya batubara dan
tembaga. Di sisi lain, impor juga meningkat sejalan dengan akselerasi permintaan domestik
dan ekspor. Dari sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF) triwulan I 2010 diperkirakan
juga mencatat surplus terkait dengan aliran modal masuk dan penerbitan obligasi valas
pemerintah. Indikator risiko Indonesia membaik, tercermin pada indikator credit default
swaps (CDS) Indonesia yang saat ini berada pada level terendah, penurunan yield spread
Government Bond Indonesia dengan US Treasury Note, serta perbaikan rating Indonesia.
Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Maret 2010 diperkirakan
mencapai 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri Pemerintah.

Sejalan dengan kinerja NPI yang solid, nilai tukar rupiah cenderung menguat. Secara
keseluruhan, selama triwulan I 2010 rupiah rata-rata menguat 2,2% ke level Rp9.254/USD.
Pada akhir triwulan I 2010, rupiah mencapai level Rp9.090/USD atau menguat 3,7% (point
to point). Penguatan nilai tukar rupiah didukung oleh kondisi fundamental makroekonomi
yang kondusif, tercermin pada kinerja NPI yang cukup baik dan membaiknya persepsi risiko.
Selain itu, penguatan rupiah juga didukung oleh imbal hasil rupiah tetap menarik tercermin
pada uncovered interest parity (UIP), covered interest parity (CIP) dan yield spread Government
Bond Indonesia yang relatif tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan dengan negara kawasan
lainnya. Penguatan rupiah yang terjadi juga diikuti oleh volatilitas nilai tukar yang relatif stabil
mencapai 0,57% dibandingkan dengan triwulan IV 2009 yang mencapai 0,56%.

Kinerja sektor keuangan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan
domestik. IHSG selama triwulan I 2010 mengalami penguatan yang cukup signifikan, yaitu
mencapai 10,2%. Kinerja IHSG tersebut merupakan yang tertinggi di negara kawasan.
Beberapa faktor yang mendorong perbaikan IHSG antara lain prospek perekonomian
Indonesia yang membaik, diikuti oleh menurunnya persepi risiko, perbaikan credit rating,
dan masih tingginya imbal hasil rupiah. Hal serupa juga tercermin pada indikator keuangan
lainnya seperti yield SUN yang menurun. Di pasar uang antar bank, ekses likuiditas masih
cukup besar sehingga mendorong suku bunga PUAB O/N mendekati koridor bawah BI
Rate. Langkah Bank Indonesia memperpanjang jangka waktu SBI antara lain dalam rangka
mendalamkan pasar (financial deepening) berjalan dengan baik tercermin dari menurunnya
spread suku bunga tertinggi dan terendah di pasar PUAB O/N. Selain itu, porsi SBI dengan
tenor 3 bulan saat ini porsinya meningkat menjadi 67,04% dari 24,64% di akhir triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan menurunnya persepsi risiko perbankan, suku bunga deposito
dan kredit masih mengalami penurunan meskipun belum sebesar yang diharapkan. Ke
depan, transmisi kebijakan moneter diperkirakan akan semakin membaik seiring dengan
meningkatnya optimisme perbankan pada kondisi perekonomian.

Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil. Hal itu tercermin
dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per Februari sebesar 19,3%. Sementara
itu, rasio gross non-performing loan (NPL) tetap terkendali pada 4% dengan rasio neto NPL

3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

sebesar 1%. Selain itu likuiditas perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang antar bank
semakin membaik. Demikian pula dana pihak ketiga (DPK) menunjukkan peningkatan.

Perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik selama triwulan I-2010
diperkirakan akan terus berlanjut ke depan. Hal ini memperkuat keyakinan Bank
Indonesia bahwa prospek perekonomian Indonesia akan lebih baik dari perkiraan
semula. Pertumbuhan ekonomi pada 2010 diperkirakan mencapai kisaran 5,5%-6,0%,
lebih tinggi dari perkiraan semula sebesar 5,0%-5,5%. Perbaikan ekonomi tidak hanya
ditopang oleh konsumsi yang tetap kuat, tetapi juga didukung oleh peningkatan ekspor
sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Peningkatan permintaan yang dibarengi oleh
perbaikan iklim investasi diperkirakan mendorong peningkatan investasi secara signifikan.
Perbaikan ekonomi tersebut diperkirakan terus berlanjut pada 2011 dengan pertumbuhan
ekonomi dapat mencapai 6,0%-6,5%. Peningkatan permintaan yang dapat direspons sisi
penawaran secara memadai diharapkan dapat menjaga tekanan inflasi ke depan pada
tingkat yang rendah. Prospek ekonomi jangka menengah panjang (medium-terms) tahun
2010-2014 secara lengkap tersaji dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2009 yang dapat
diakses melalui website Bank Indonesia.

Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan


sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5%±1% dan arah kebijakan moneter saat
ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan
berlangsungnya intermediasi perbankan. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
pada 6 April 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%
dengan koridor suku bunga sebesar +/- 50bps di sekitar BI Rate.

4
Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global turut mendukung kinerja perekonomian
domestik. Selama triwulan I 2010, pemulihan ekonomi global semakin merata yang didukung
oleh tetap solidnya perekonomian di kawasan Asia. Kondisi tersebut memberikan dampak
positif pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Pada triwulan I 2010, perekonomian
akan tumbuh lebih baik dari prakiraan semula yang didorong oleh adanya perbaikan ekspor
serta didukung oleh adanya indikasi peningkatan investasi. Membaiknya permintaan negara
mitra dagang yang disertai oleh masih tingginya harga komoditas berdampak positif pada
kinerja ekspor. Sejalan dengan itu, optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya kondisi
perekonomian yang disertai dengan perbaikan iklim investasi domestik dan berbagai rencana
proyek infrastruktur pemerintah berdampak pada perbaikan kinerja investasi. Sementara itu,
konsumsi rumah tangga berada dalam arah yang membaik ditopang oleh masih kuatnya
daya beli masyarakat serta terjaganya optimisme konsumen. Di sisi penawaran, membaiknya
kinerja ekspor dan impor diprakirakan mendorong peningkatan kinerja sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Membaiknya permintaan ekspor
akan memberikan kontribusi positif terhadap sektor industri pengolahan, sementara kenaikan
impor akan berdampak positif terhadap kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan I 2010 terutama
dipengaruhi oleh adanya pergeseran masa panen ke awal triwulan II 2010. Sektor lainnya yang
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi adalah sektor listrik, gas dan
air bersih sejalan dengan berlanjutnya program konversi minyak tanah di beberapa daerah
dan sudah mulai beroperasinya beberapa proyek listrik 10.000 MW tahap I, serta sektor
pengangkutan dan komunikasi terkait dengan penetrasi bisnis usaha telekomunikasi.

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA


Proses pemulihan ekonomi global diperkirakan berjalan semakin pesat pada triwulan
I 2010. Laju perbaikan ekonomi dunia masih disokong oleh kelompok negara berkembang
khususnya Asia. Sementara perekonomian negara maju diperkirakan akan mencatatkan
pertumbuhan positif meski masih dihadapkan pada tingginya angka pengangguran dan
ketatnya penyaluran kredit. Di sisi lain, pemulihan negara-negara kawasan Uni Eropa sedikit
tertinggal akibat krisis defisit fiskal yang melilit beberapa negara seperti Yunani serta lemahnya
indikator-indikator konsumsi. Sementara itu, kinerja produksi di negara maju tumbuh solid
seiring berhasilnya program stimulus fiskal yang memicu aktivitas industri serta didukung
oleh rendahnya level inventory. Di negara berkembang, solidnya permintaan domestik di
China menyebabkan tingginya permintaan impor di negara kawasan Asia dan memberikan
efek spill-over pada pertumbuhan ekonomi kawasan Asia lainnya.

Perekonomian AS pada triwulan IV-2009 tumbuh solid didorong oleh aktivitas


industri yang menguat. Stimulus fiskal yang dikucurkan oleh Pemerintah AS mampu

5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

menggerakkan produksi yang juga ditopang oleh semakin rendahnya level inventory. Ekonomi
AS pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 5,6% (qtq, annualize) atau sudah tumbuh positif
secara year-on-year sebesar -0,1%. Melihat perkembangan tersebut, ekonomi AS pada
triwulan I 2010 diprakirakan akan tumbuh positif. Berdasarkan informasi terkini, konsumsi di
AS mulai menguat ditopang oleh tertahannya laju peningkatan PHK. Membaiknya konsumsi
rumah tangga tercermin dari meningkatnya penjualan eceran selama 4 bulan berturut-turut.
Peningkatan konsumsi tersebut juga dipicu oleh pemutusan hubungan kerja yang semakin
melambat dan tertahannya peningkatan laju pengangguran yang kini mencapai 9,7%.
Kondusifnya pasar tenaga kerja tercermin dari penurunan rata-rata initial jobless claim pada
triwulan I 2010 sebesar 467 ribu orang dari 500 ribu orang pada triwulan sebelumnya. Selain
itu, pertumbuhan negatif angka payroll juga semakin mengecil. Sisi produksi AS semakin
membaik bahkan terindikasi sudah memasuki fase ekspansi. Stimulus fiskal pemerintah AS
berupa pembangunan proyek infrastruktur mampu memicu aktivitas produksi AS. Di sisi
lain, menguatnya penjualan eceran memicu turunnya level inventory dan direspons dengan
peningkatan produksi seperti tercermin dari indeks pembelian kalangan pabrikan (PMI) dan
industrial production yang meningkat.

Kinerja pasar keuangan global kembali dalam tren menguat setelah sempat jatuh
akibat ketidakpastian penyelesaian krisis fiskal di Eropa pada pertengahan triwulan.
Optimisme investor pada pasar keuangan global terus meningkat sebagaimana tercermin
pada bursa saham di negara maju yang menguat sepanjang triwulan I 2010. Namun
demikian, bursa saham sempat anjlok dipicu oleh membengkaknya defisit fiskal negara
GIPSY (Greece, Ireland, Portugal, Spain, dan Italy) serta ketidakjelasan solusi penyelesaiannya.
Memasuki akhir triwulan I 2010, risk appetite investor kembali membaik seiring dengan
solusi pendanaan defisit fiskal Yunani yang melibatkan Uni Eropa dan IMF. Pasar global
juga meningkat dipicu oleh rilis data fundamental ekonomi global yang terus mengalami
perbaikan dan laporan keuangan emiten yang sesuai dengan perkiraan.

Proses pemulihan ekonomi Asia pada triwulan IV-2009 mengalami kemajuan pesat
dan telah mencapai angka pertumbuhan positif. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi
Asia telah rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada semester pertama tahun
2009. Beberapa negara di Asia yang perekonomiannya bertumpu pada sektor eksternal
mengalami perbaikan yang signifikan seiring dengan tingginya permintaan ekspor ke China
dan India. Selain itu, permintaan domestik juga cenderung meningkat yang didorong oleh
positive wealth assets seiring dengan meningkatnya harga rumah dan bursa saham Asia serta
tertahannya suku bunga di level yang rendah. Sementara itu, beberapa negara Asia lainnya
yang perekonomiannya lebih bertumpu pada permintaan domestik terus melanjutkan tren
positif. Ke depan, ekonomi China dan India masih menjadi motor utama perekonomian
di Asia. Perekonomian China dan India diperkirakan masing-masing akan tumbuh sebesar
11,1% (yoy) dan 7,9% (yoy) pada triwulan I 2010.

Tekanan inflasi dunia sepanjang triwulan I 2010 relatif terjaga. Berdasarkan data
realisasi inflasi yang dikompositkan, tekanan inflasi dunia masih relatif stabil jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi dunia pada Maret 2010 berada pada level
3,1% (yoy), tidak berubah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Harga komoditas

6
Perkembangan Makroekonomi Terkini

internasional yang meningkat terindikasi belum memberikan tekanan inflasi seiring dengan
aktivitas ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih.

Kebijakan moneter masih cenderung akomodatif meski sinyal pengetatan mulai


terlihat di beberapa emerging market. Pada triwulan I 2010 sebagian besar Bank Sentral
utama seperti Fed, BoJ, dan ECB masih menahan kenaikan suku bunga sebagai upaya
mendorong pemulihan ekonomi domestik. The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga
di kisaran 0%-0,25% terkait masih tingginya angka pengangguran dan masih terjaganya
prakiraan inflasi. Sementara ECB tetap mempertahankan suku bunga pada level 1,0% untuk
memberikan iklim kondusif pada penyelesaian krisis defisit fiskal Yunani. Di sisi lain, BoJ
meningkatkan 3 month loan facility menjadi 20 triliun yen (222 milliar dolar AS), dua kali
lipat dari sebelumnya untuk mendorong terjadinya inflasi pada jangka menengah meskipun
suku bunga masih bertahan di level yang rendah yakni sebesar 0,1%. Beberapa bank sentral
negara berkembang Asia dan bank sentral negara maju mulai beralih menempuh kebijakan
ketat. Sinyal pengetatan moneter terlihat jelas di negara China dan India yang menaikkan giro
wajib minimumnya masing-masing 100bps dan 75bps sepanjang triwulan I 2010. Beberapa
bank sentral Asia yang sudah menaikkan suku bunga acuannya diantaranya Malaysia dan
India. Bank sentral negara maju seperti Australia dan Israel juga sudah menaikkan suku bunga
acuannya seiring tekanan inflasi yang meningkat serta ekonomi yang sudah berekspansi.

PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2010 diprakirakan semakin membaik.
Peningkatan kinerja ekspor yang cukup tinggi dan masih kuatnya konsumsi rumah tangga
mampu mendorong berlanjutnya perbaikan pertumbuhan ekonomi. PDB triwulan I 2010
diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni mencapai
5,7% (yoy). Hal tersebut didukung oleh perkembangan indikator penuntun PDB yang
mengindikasikan peningkatan (Grafik 2.1).

�������������������������������������������������������
Pertumbuhan PDB diperkirakan meningkat dengan bertopang pada
����� �����
perbaikan ekspor dan konsumsi rumah tangga (Tabel 2.1). Kinerja
��������� ���������������
�����
����� ekspor diprakirakan tumbuh semakin membaik seiring dengan perbaikan
����� ekonomi global dan masih tingginya harga komoditas internasional. Impor
�����
�����
juga diprakirakan tumbuh lebih tinggi sebagai respons dari membaiknya
���� permintaan eksternal terhadap komoditas industri pengolahan. Sejalan
���������������������
��������������������������������������������������������� ����
����������������������������������������������������������������������
dengan perbaikan kinerja ekspor, investasi diperkirakan akan meningkat,
���� �����������������������������
����
����������������������������������������������������������������������������� �������������������� ���� ����� baik berupa investasi yang dilakukan pemerintah maupun swasta.
������������������������������������������������������������������������� ������������������� ���� �����

���� ���� Sementara itu, konsumsi berada dalam arah yang membaik meskipun
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� angka pertumbuhannya pada triwulan I 2010 diprakirakan melambat.
Grafik 2.1 Hal tersebut lebih dipengaruhi oleh base effect factor periode tahun
Indikator Penuntun PDB sebelumnya yang tumbuh tinggi terkait Pemilu Legislatif.

7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan

2008 2009 2010


Indikator 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I*
Total Konsumsi 4,9 5,5 5,5 6,3 6,4 5,9 7,3 6,3 5,4 5,9 6,2 4,4
Konsumsi Swasta 5,0 5,7 5,5 5,3 4,8 5,3 6,0 4,8 4,7 4,0 4,9 3,4
Konsumsi Pemerintah 3,9 3,6 5,3 14,1 16,4 10,4 19,2 17,0 10,3 17,0 15,7 12,3
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9,4 13,9 12,2 12,3 9,4 11,9 3,5 2,4 3,2 4,2 3,3 6,9
Ekspor Barang dan Jasa 8,5 13,6 12,4 10,6 2,0 9,5 -18,7 -15,5 -7,8 3,7 -9,7 19,0
Impor Barang dan Jasa 9,0 18,0 16,1 11,1 -3,7 10,0 -24,4 -21,0 -14,7 1,6 -15,0 21,1
PDB 6,3 6,2 6,3 6,2 5,3 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,7

* Angka Proyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2010 diprakirakan masih


akan tumbuh positif. Hal tersebut dikonfirmasikan oleh pergerakan indikator penuntun
konsumsi rumah tangga yang terus mengindikasikan perbaikan (Grafik
2.2). Membaiknya konsumsi rumah tangga didukung oleh daya beli
������������������������������������������������������������ masyarakat yang masih cukup kuat. Kenaikan UMP dengan rata-rata
��� �����
���������� ���������������
sebesar 8,8% (yoy) pada awal tahun 2010 yang juga disertai kenaikan
��� �����
��� gaji PNS, TNI, dan Polri sebesar 5% menjadi salah satu faktor yang
�����
���
�����
menopang perbaikan daya beli masyarakat. Pergerakan nilai tukar petani
��� ���� dan upah buruh hingga Februari 2010 yang relatif stabil menjadi salah
��� ���� satu indikator yang menunjukkan masih cukup kuatnya penghasilan
�� ���� masyarakat. Sementara itu, optimisme masyarakat terhadap pendapatan
�� ����
���������������������������������� yang diterimanya berpotensi mendorong kenaikan konsumsi rumah
�� ����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � tangga lebih lanjut. Indikasi membaiknya konsumsi rumah tangga
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
juga terlihat dari penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan yang
Grafik 2.2 meningkat. Namun, jika dibandingkan dengan realisasi konsumsi rumah
Indikator Penuntun Konsumsi Rumah Tangga tangga triwulan I 2009, pertumbuhan konsumsi rumah tangga periode
laporan diprakirakan lebih rendah daripada konsumsi triwulan I 2009
tersebut terkait dengan tingginya pengeluaran konsumsi lembaga
nonprofit menjelang Pemilu Legislatif (base effect factor). Berdasarkan
perkembangan tersebut, konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2010
diprakirakan masih tumbuh positif sebesar 3,4% (yoy).

Perkembangan beberapa indikator dini juga turut mendukung


perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2010. Konsumsi
barang tahan lama seperti penjualan mobil, sepeda motor, dan barang
elektronik masih mencatat pertumbuhan yang tinggi (Grafik 2.3).
Indeks penjualan eceran (IPE) Februari 2010 tercatat sebesar 209,2
atau tumbuh mencapai 41,3% (yoy), meningkat dibandingkan dengan
bulan sebelumnya yang sebesar 40,3% (yoy). Pertumbuhan IPE tersebut
Grafik 2.3 ditopang oleh terus membaiknya beberapa kelompok komoditas seperti
Pert. Penjualan Barang Elektronik makanan dan tembakau, pakaian dan perlengkapan, serta peralatan
tulis. Di sisi lain, indeks keyakinan konsumen juga bergerak membaik.

8
Perkembangan Makroekonomi Terkini

Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari kenaikan


�������������������������������������������������������������� pertumbuhan impor barang konsumsi hingga Februari 2010. Searah
��� dengan hal tersebut, indikator yang terkait dengan pembiayaan konsumsi
������������������������������� ���� ���
��� ����������������������������� seperti pertumbuhan M1 riil juga menunjukkan tren yang meningkat.
���

��� Kinerja investasi diprakirakan tumbuh meningkat pada triwulan


���
I 2010 sebagai dampak berlanjutnya perbaikan permintaan
���
domestik dan eksternal. Perbaikan pertumbuhan investasi tersebut
��
sejalan dengan perkembangan indikator penuntun investasi yang
��
��������������������������������������������������������������������������
menunjukkan peningkatan investasi dibandingkan dengan triwulan
��
�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� � ��� �
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
sebelumnya (Grafik 2.4). Peningkatan investasi juga tercermin dari
impor barang modal (Grafik 2.5) yang tumbuh membaik dan realisasi
Grafik 2.4
investasi bangunan sebagaimana ditunjukkan oleh masih tingginya
Indikator Penuntun Investasi
konsumsi semen. Sementara itu, terjaganya optimisme pelaku usaha
terkait dengan perkiraan kenaikan order luar negeri dan iklim investasi
yang kondusif berdampak positif mendorong kenaikan investasi pada
�������� ����� triwulan I 2010. Sejalan dengan perkembangan tersebut, investasi
�� ���

�� ���
pada triwulan I 2010 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,9% (yoy),
�� ��� lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari
��
��
strukturnya, pangsa utama pertumbuhan investasi pada triwulan I 2010
����� ��
� diperkirakan masih didominasi oleh investasi bangunan.
��

��

Peningkatan pertumbuhan investasi didukung oleh perkembangan

� ���
berbagai indikator dini investasi. Investasi nonbangunan
���������������������
� ��� mengindikasikan perbaikan yang tercermin dari impor barang modal
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� yang cenderung meningkat hingga Februari 2010. Pola yang sama
juga tercermin pada pertumbuhan konsumsi semen (Grafik 2.6) yang
Grafik 2.5
membaik hingga Februari 2010 sejalan dengan bergulirnya realisasi
Pertumbuhan Impor Barang Modal
sektor bangunan dan proyek infrastruktur. Selain itu, perkembangan
kegiatan investasi tersebut sejalan dengan perkembangan realisasi PMA
dan PMDN yang cenderung membaik hingga akhir tahun 2009. Hal
�������� ����� tersebut didukung informasi BKPM bahwa realisasi investasi PMA pada
�� ��
�� triwulan I 2010 diperkirakan meningkat pada kisaran 9,2 – 11,7 miliar
��

��
��
dolar AS dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009. Selain
��

�� �� itu, peningkatan investasi didukung oleh perbaikan pada sisi pembiayaan


��
� sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit investasi yang mulai

� � membaik (Grafik 2.7).
� ��


����� ��� Semakin membaiknya kondisi perekonomian negara mitra
����������������� ���
� ���
dagang dan harga komoditas mendorong kinerja ekspor tumbuh
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� meningkat. Hal tersebut tercermin dari kenaikan permintaan negara
maju seperti Amerika dan negara emerging markets terutama China
Grafik 2.6
(Grafik 2.8). Tren peningkatan indeks produksi, tingkat kepercayaan
Pertumbuhan Konsumsi Semen
konsumen serta sentimen bisnis negara G3 dan China hingga Februari

9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

2010 juga mendukung akselerasi pertumbuhan ekspor. Selain itu, harga


������� ������� komoditas yang cenderung meningkat di pasar internasional turut
�� ��

��
berdampak positif pada tingginya volume perdagangan global yang
��
��
tercermin dari indeks Baltic Dry. Perdagangan dengan negara lainnya
�� seperti India juga diperkirakan semakin membaik sehubungan dengan
��
� disepakatinya Free Trade Agreement (AI-FTA) negara-negara ASEAN
��
dengan India serta mulai diimplementasikannya ACFTA secara penuh


� pada awal tahun 2010. Data ekspor BPS terkini mencatat nilai ekspor
�����������������
�� pada Februari 2010 mencapai 11,20 miliar dolar AS atau meningkat
������������
���
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
��
tajam 57,05% (yoy) dibandingkan dengan Februari 2009. Berdasarkan
���� ���� ���� ���� perkembangan tersebut, ekspor pada triwulan I 2010 diperkirakan
Grafik 2.7 tumbuh meningkat yaitu sebesar 19,0% (yoy). Sejalan dengan hal
Pertumbuhan Kredit Investasi dan PMTB tersebut, pertumbuhan ekspor non migas masih ditopang oleh ekspor
komoditas primer berupa produk pertambangan seperti batubara dan
produk hasil industri seperti minyak kelapa sawit.

Tren positif pertumbuhan impor diprakirakan berlanjut pada


������� �������
��� �� triwulan I 2010 sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik
������������������
��������������� �� dan peningkatan permintaan eksternal. Hal tersebut ditunjukkan
���������������� ��
��� oleh pergerakan indikator penuntun impor yang membaik dibandingkan
�������������������

dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.9). Setelah menunjukkan tren positif

��
��
pada akhir tahun, pada Februari impor kembali menunjukkan peningkatan
��� baik secara tahunan maupun bulanan. Berdasarkan data BPS, nilai impor

��� pada Februari 2010 mencapai 9,50 miliar dolar AS atau meningkat
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ��� ���
sebesar 63,23% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun
��� ���
sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, impor pada triwulan I 2010
���� ���� ���� ����
diperkirakan tumbuh mencapai 21,1% (yoy). Pangsa pertumbuhan impor
Grafik 2.8 terutama masih bersumber dari impor bahan baku/penolong yang tumbuh
Pertumbuhan Ekspor ke Negara Maju membaik. Dilihat dari golongan komoditas HS 2 dijit, pertumbuhan nilai
impor pada Februari 2010 didorong oleh pertumbuhan impor beberapa
komoditas yang terkait dengan penambahan kapasitas produksi seperti
����������������������������������������������������������� mesin/pesawat mekanik serta mesin dan peralatan listrik.
��� �����
���� �������������� ������������������������������� �����
���
�������������������������������
���������
��� �����

��� ����� Operasi Keuangan Pemerintah


��� �����
Realisasi kinerja operasi keuangan Pemerintah selama Januari-
��� �����

�� ������� ����
Februari 2010 diwarnai oleh pencapaian target APBN yang lebih
�� ��������� ���� baik untuk penerimaan dan belanja negara dibandingkan tahun
�� ����
�������������������������������������������������������������������������������������
������������������������������������������������������������������
2009. Sebagaimana pola di tahun-tahun sebelumnya, realisasi APBN di dua
�� ����

��
���������������������������������������������������������������������������
����
bulan pertama 2010 mencatat surplus anggaran dan jumlah surplus di 2010
�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
tersebut relatif sama dibandingkan tahun 2009. Namun demikian, realisasi
Grafik 2.9 pendapatan dan belanja negara tersebut terhadap targetnya,mengalami
Indikator Penuntun Impor perbaikan dibandingkan dengan tahun lalu. Penerimaan dan hibah negara
telah mencapai 11,4% dari target APBN, atau lebih tinggi dari tahun

10
Perkembangan Makroekonomi Terkini

2009 yang sebesar 10,7%. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari hasil penerimaan
perpajakan yang membaik. Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh kinerja belanja negara yang
telah mencapai 9,3% dari target APBN, sedikit meningkat dari 9,2% dari target APBN di 2009.
Kondisi tersebut didorong oleh penyaluran belanja ke daerah yang lebih tinggi. Sementara itu,
realisasi Belanja Modal di awal tahun masih minimal. Di sisi pembiayaan, realisasi penerbitan
SBN telah mencapai sepertiga dari target APBN sejalan dengan perkembangan pasar SUN yang
kondusif, walaupun operasi keuangan masih mengalami surplus anggaran.

Membaiknya aktivitas perekonomian pada tahun 2010 mampu mendorong kinerja


sektor perpajakan. Selama dua bulan pertama tahun 2010, penerimaan perpajakan
mencapai 12,2% dari target APBN, atau lebih baik dari tahun 2009 yang baru sebesar
11,5%. Meningkatnya penerimaan perpajakan tersebut berasal dari penerimaan PPN, pajak
ekspor dan cukai. Kenaikan penerimaan PPN dan pajak ekspor diindikasi akibat aktivitas
perekonomian yang membaik, termasuk meningkatnya kegiatan ekspor. Selain karena
kondisi global tersebut, kenaikan Pajak Ekspor juga dikarenakan oleh kebijakan yang
membebankan tarif Bea Keluar untuk komoditas crude palm oil (CPO) yang lebih tinggi sesuai
dengan perkembangan harganya di pasar internasional.1 Sebaliknya, penerimaan PPh relatif
menurun terutama dari sektor migas. Menurunnya penerimaan terkait migas juga terjadi pada
penerimaan nonpajak. Namun secara pencapaian target APBN, penerimaan nonpajak relatif
sama dengan tahun sebelumnya sebesar 8,6% seiring dengan target yang lebih rendah.

Penyerapan belanja negara membaik yang ditopang oleh peningkatan penyaluran


transfer ke daerah. Sampai dengan Februari 2010, realisasi transfer ke daerah mencapai
16,4% dari target APBN. Pencapaian tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu
sebesar 14,7% seiring dengan pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) yang lebih besar. Namun secara umum, perbaikan belanja negara relatif terbatas
akibat rendahnya belanja Pemerintah pusat yang hanya mencapai 6,2% dari target APBN,
atau lebih rendah dari pencapaian tahun sebelumnya sebesar 6,7%. Kondisi ini dikarenakan
masih rendahnya pengeluaran yang bersifat non-discretionary seperti pembayaran Subsidi dan
Bunga Utang. Minimnya pengeluaran juga terjadi pada Belanja Modal yang baru mencapai
2,3% dari target APBN. Di sisi lain, realisasi Belanja Pegawai dan Bantuan Sosial mampu
mencatat perbaikan dari periode sama tahun lalu.

Di sisi pembiayaan, tingginya minat pelaku pasar berdampak pada penerbitan SBN
yang lebih besar dari targetnya selama triwulan I 2010. Total penerbitan SBN dan SBSN
(gross) selama triwulan I 2010 mencapai sekitar 66,5 triliun rupiah atau 38% dari target
APBN. Namun demikian, pencapaian tersebut masih lebih rendah dari tahun 2009 akibat
besarnya penerbitan global bond pada triwulan I 2009. Selain minat pelaku pasar yang
besar, tingginya penerbitan SBN juga didukung oleh pasar SUN yang kondusif sebagaimana
tercermin dari yield SUN pasar sekunder di hampir seluruh tenor yang mengalami penurunan
dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2009. Kondisi tersebut berimbas pada yield di pasar
primer yang juga menurun pada Maret 2010.

1 Terjadi kenaikan tarif Bea Keluar CPO dari 0% di tahun 2009 menjadi 3% sejak awal tahun 2010 akibat mulai meningkatnya harga
CPO

11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Penawaran Agregat
Kinerja sektor usaha pada triwulan I 2010 mengindikasikan perbaikan sejalan
dengan perkembangan indikator sektoral yang menunjukkan peningkatan (Tabel
2.2). Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor bangunan, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa tumbuh diprakirakan tumbuh
membaik pada triwulan I 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Membaiknya
sektor perdagangan, hotel dan restoran terutama didorong oleh peningkatan subsektor
perdagangan besar (impor) serta terkait juga dengan penerapan Asean China Free Trade
Agreement (ACFTA). Sementara peningkatan pertumbuhan sektor pengangkutan dan
komunikasi masih didorong oleh subsektor telekomunikasi. Penyumbang utama dalam
pertumbuhan PDB triwulan I 2010 diprakirakan berasal dari sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sementara itu, pangsa terbesar terhadap perekonomian masih berasal dari sektor industri
pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian.

% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000


Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran

2008 2009 2010


Indikator 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I*

Pertanian 3,4 6,4 4,8 3,2 5,1 4,8 5,9 2,9 3,3 4,6 4,1 4,5
Pertambangan & Penggalian 2,0 -1,6 -0,4 2,3 2,4 0,7 2,6 3,4 6,2 5,2 4,4 5,0
Industri Pengolahan 4,7 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,5 1,5 1,3 4,2 2,1 4,2
Listrik, Gas & Air Bersih 10,3 12,3 11,8 10,4 9,3 10,9 11,2 15,3 14,5 14,0 13,8 14,0
Bangunan 8,6 8,2 8,3 7,8 5,9 7,5 6,2 6,1 7,7 8,0 7,1 8,1
Perdagangan, Hotel & Restoran 8,4 6,7 7,7 7,6 5,5 6,9 0,6 0,0 -0,2 4,2 1,1 5,1
Pengangkutan & Komunikasi 14,0 18,1 16,6 15,6 16,1 16,6 16,8 17,0 16,4 12,2 15,5 14,2
Keuangan, Persewaan & Jasa 8,0 8,3 8,7 8,6 7,4 8,2 6,3 5,3 4,9 3,8 5,0 4,2
Jasa-jasa 6,6 5,5 6,5 7,0 5,9 6,2 6,7 7,2 6,0 5,7 6,4 5,2
PDB 6,3 6,2 6,3 6,2 5,3 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,7
* Angka Proyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS

Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan I 2010 berada dalam arah yang
membaik dengan angka pertumbuhan yang diprakirakan relatif stabil. Membaiknya
permintaan eksternal menjadi faktor positif bagi perkembangan sektor industri pengolahan
terutama industri yang berorientasi ekspor seperti subsektor alat angkutan, mesin dan
peralatannya, subsektor kimia dan barang dari karet, subsektor tekstil, barang kulit dan alas
kaki, serta subsektor barang kayu dan hasil hutan. Indikator permintaan domestik sektor
industri seperti penjualan mobil dan sepeda motor juga menunjukkan tren perbaikan seiring
dengan masih cukup kuatnya daya beli masyarakat. Perkembangan kinerja sektor industri
juga dikonfirmasi oleh indikator penuntun sektor industri pengolahan yang berada dalam
fase ekspansi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh perkembangan indeks dan utilisasi kapasitas
produksi Survei Produksi BI serta impor bahan baku industri yang berada dalam tren yang
meningkat pada pertengahan triwulan I 2010. Impor bahan baku tumbuh sebesar 68,9%
(yoy) disertai peningkatan indeks produksi dan kapasitas utilisasi yaitu masing-masing sebesar

12
Perkembangan Makroekonomi Terkini

5,7% (yoy) dan 7,3% (yoy) pada Januari 2010. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang
disalurkan kepada sektor industri sampai dengan pertengahan triwulan I 2010 tumbuh stabil
namun masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2009.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran diprakirakan tumbuh meningkat pada


triwulan I 2010. Faktor utama yang memengaruhi peningkatan kinerja sektor perdagangan,
hotel, dan restoran adalah meningkatnya impor serta membaiknya kinerja sektor industri
pengolahan. Impor pada Februari 2010 tumbuh sebesar 63,23% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, kinerja sektor
industri pengolahan yang membaik mengindikasikan adanya peningkatan jumlah barang
yang diperdagangkan di sektor perdagangan. Meskipun di sisi lain, sektor pertanian dan
sektor pertambangan yang juga turut memengaruhi kinerja sektor perdagangan diprakirakan
mengalami sedikit perlambatan. Indikasi meningkatnya kinerja sektor perdagangan juga
tercermin dari naiknya indeks penjualan riil Survei Penjualan Eceran (SPE) BI dan tingkat hunian
hotel di Bali. Indeks penjualan riil pada Februari 2010 tumbuh meningkat yaitu dari 36,5%
(yoy) pada Januari 2010 menjadi 40,0% (yoy). Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang
disalurkan pada sektor perdagangan menunjukkan perkembangan yang relatif stabil.

Sektor pertanian mengindikasikan adanya perlambatan pada triwulan I 2010.


Melambatnya kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2010 terutama dikarenakan oleh
adanya pergeseran musim panen raya padi. Masa panen raya tahun 2010 diperkirakan
berlangsung pada periode Maret-April. Adanya pergeseran masa tanam yang terjadi pada
akhir tahun 2009 berpengaruh pada konsentrasi produksi panen padi yang bergeser ke bulan
April sehingga produksi pada akhir triwulan I 2010 lebih rendah dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya. Produksi padi pada masa panen ini diperkirakan masih cukup
baik seiring dengan tingkat kegagalan panen padi akibat banjir ataupun puso periode Januari-
Februari 2010 yang lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama dalam 5 tahun
terakhir. Berdasarkan ARAM I BPS tahun 2010, produksi padi tahun 2010 diperkirakan hanya
meningkat 0,88% dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 64,9 juta ton. Meskipun berada di
bawah target awal Pemerintah, perkiraan produksi padi ini masih mampu untuk memenuhi
kebutuhan domestik. Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan pada triwulan I 2010
diperkirakan masih dapat menopang kinerja sektor pertanian seiring dengan masih cukup
tingginya ekspor beberapa komoditas perkebunan. Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit
perbankan kepada sektor pertanian menunjukkan perkembangan yang relatif stabil.

Sektor pertambangan masih menunjukkan kinerja yang membaik pada triwulan I


2010. Perbaikan sektor tersebut tercermin dari perkembangan beberapa indikator dini yaitu
ekspor batubara, nikel, tembaga, bijih, kerak dan abu logam serta produksi minyak yang
berada dalam arah yang meningkat sampai dengan awal triwulan I 2010. Hal itu terutama
dipengaruhi oleh permintaan negara mitra dagang yang membaik. Di sisi lain, permintaan
eksternal komoditas batubara juga didukung oleh sistem penjualan ekspor jangka panjang.
Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan kepada sektor pertambangan menunjukkan
peningkatan sampai dengan pertengahan triwulan I-2010.

Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I 2010 diprakirakan


tumbuh membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasi

13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

dari perkembangan beberapa indikator dini sektor pengangkutan dan komunikasi yang
menunjukkan perbaikan. Masih tingginya pertumbuhan subsektor komunikasi tercermin dari
masih meningkatnya jumlah pelanggan seluler sampai dengan triwulan IV 2009. Beberapa
operator seluler utama mencatat terjadinya peningkatan jumlah pelanggan. Selain dari seluler,
meningkatnya sektor telekomunikasi juga didorong oleh meningkatnya penggunaan internet.
Sementara itu, membaiknya kinerja subsektor pengangkutan terindikasi dari meningkatnya
jumlah penumpang angkutan udara dan kereta api sampai dengan Februari 2010 yaitu
masing-masing tunbuh sebesar 23,3% (yoy) dan 1,4% (yoy). Indikator lain yaitu angkutan
kargo pada lima pelabuhan utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, dan
Makassar) sampai dengan awal triwulan I 2010 tumbuh cukup tinggi sebesar 5,6% (yoy).
Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor pengangkutan dan
komunikasi tumbuh sedikit menurun sampai dengan pertengahan triwulan I 2010.

Sektor bangunan pada triwulan I 2010 diprakirakan tumbuh membaik yaitu sebesar
8,1% (yoy). Membaiknya pertumbuhan sektor bangunan terindikasi dari beberapa indikator
dini diantaranya yaitu konsumsi dan produksi semen yang mengalami peningkatan sampai
dengan pertengahan triwulan I 2010. Konsumsi semen pada Februari 2010 tumbuh sedikit
meningkat yaitu dari 13,2% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 13,4% (yoy). Sementara
produksi semen tumbuh membaik dari 13,3% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 14,5% (yoy)
pada Februari 2010. Di sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor
bangunan hingga Februari 2010 diperkirakan sudah tidak akan mengalami perlambatan
yang lebih dalam lagi.

Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I 2010 diprakirakan semakin membaik
yang didukung oleh masih kuatnya ekonomi di Jakarta, Sumatera, dan Kali-
Sulampua. Sementara itu, berlakunya AC-FTA telah menjadi peluang bagi daerah yang
berbasis sumber daya alam (SDA). Kinerja perekonomian Indonesia mengalami peningkatan
cukup signifikan pada triwulan IV tahun 2009 yang tumbuh sebesar 5,4%. Sehingga
secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 relatif kuat yakni mencapai 4,5%
(yoy). Secara umum, kuatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun
���
�����
2009 bersumber dari kinerja konsumsi di Jakarta dan Jabalnustra serta
��� kinerja ekspor di Sumatera dan Kali-Sulampua ke negara China dan
�� India. Sumber kuatnya kinerja konsumsi di daerah antara lain tingginya
��
realisasi belanja konsumsi APBD rata-rata sebesar 92,6%, lebih tinggi
��

��
dari tahun 2008 yang sebesar 83,1%, khususnya untuk belanja barang/
� jasa dan bantuan sosial.
���
Menguatnya perekonomian daerah diprakirakan berlanjut
���

��� pada triwulan I 2010 yang disumbang oleh meningkatnya


� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� �
���� ���� pertumbuhan ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua serta masih
����� �������� ������� ���������� ������������
tingginya pertumbuhan ekonomi Jakarta. Di sisi permintaan,
Grafik 2.10
terjadi penguatan ekspor khususnya perkebunan (CPO, kopi) dan
Pertumbuhan Volume Ekspor
pertambangan (batubara, nikel) di Sumatera dan Kali-Sulampua (Grafik

14
Perkembangan Makroekonomi Terkini

2.10), sedangkan kinerja konsumsi cenderung melambat. Sementara itu,


�����
�� kinerja investasi menunjukkan perbaikan khususnya di Jakarta seiring
dengan meningkatnya belanja modal swasta. Di sisi sektoral, sektor
��
industri meningkat di Jakarta dan Jabalnustra yang didukung oleh sektor
�� pertambangan di Sumatera dan Kali-Sulampua dan sektor perdagangan
di Jakarta dan Sumatera. Penerapan AC-FTA telah memberikan peluang
��
bagi daerah yang memiliki basis ekspor CPO, kopi di Sumatera dan

pertambangan di Kali-Sulampua. Namun, pada industri TPT dan makanan
��
� � � � � � � �

����
di Jabalnustra akan menghadapi tantangan meskipun industri lainnya
���� ���� ���� (furniture, kerajinan) akan memiliki peluang.
����
����� �������� ������� ���������� ������������ Meskipun inflasi daerah pada triwulan I 2010 relatif rendah, namun
����������������
terdapat beberapa daerah yang diperkirakan di atas inflasi nasional
Grafik 2.11
terkait permasalahan distribusi. Beberapa daerah yang mengalami inflasi
Pertumbuhan Semen Wilayah
di atas inflasi nasional sebagian besar berada di wilayah Kali-Sulampua.
Masih rendahnya inflasi daerah disebabkan oleh masuknya panen pada
bulan Maret di beberapa daerah, sedangkan hambatan distribusi barang
�������� ��������

���������������������
�� akibat faktor cuaca menjadi faktor yang menekan harga di daerah,
���������������� �������������������������

�������������� ��������������������
���������������
������������������ ��������������������
��
kecuali di Jakarta. Di sisi permintaan, daya beli masyarakat di daerah
�������������
�����
� yang masih cukup tinggi dapat direspons dengan peningkatan produksi.
���

� �������� Namun, hambatan terjadi terkait dengan keterbatasan pasokan (gula,
� ������� ���� ����
�������

beras) dan bahkan terdapat potensi tekanan inflasi yang berasal dari
����
���� ����

� ����
����
����
����
����
���� ���� ����
����
����� ����
����
���� turunnya aktivitas arus barang ke Jawa dan luar Jawa.
���� ���� ����
���� ���� ���� ���� ����
����
���� ����
����
���� ���� ���� ���� ���� �

����� �����
����� ����� ����� ����� �����

�� ��
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � �
���� ���� ���� ���� NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Kondisi makroekonomi domestik yang kuat serta positifnya kondisi
Grafik 2.12
eksternal menopang solidnya kinerja eksternal Indonesia selama
Perkembangan Inflasi Jakarta
triwulan I 2010. Beredarnya sentimen positif seputar pemulihan ekonomi
dunia tetap menjadi faktor utama penopang kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia, terutama di sisi perdagangan barang. Secara keseluruhan, NPI triwulan I 2010
diprakirakan akan mencatat surplus. Pencapaian surplus tersebut mendukung pencapaian
cadangan devisa sebesar 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan
pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah. Kinerja ekspor diprakirakan membaik
ditopang oleh membaiknya perkembangan harga komoditas serta kuatnya permintaan atas
komoditas berbasis sumber daya alam oleh beberapa negara terutama negara berkembang.
Meski demikian, meningkatnya daya serap perekonomian domestik mendorong kenaikan impor
sehingga mampu mengimbangi kenaikan nilai ekspor. Dengan perkembangan tersebut, neraca
perdagangan diprakirakan akan mencatat surplus. Sementara itu, laju pemulihan kawasan
Asia yang relatif lebih cepat memberi tambahan daya tarik investasi pada aset finansial. Meski
sempat mengalami goncangan akibat sentimen negatif instabilitas fiskal di Yunani, kinerja
surplus transaksi modal dan finansial mencatat surplus di sisi portofolio yang lebih tinggi akibat
membaiknya minat investor asing. Namun, peningkatan surplus tersebut dibarengi dengan
meningkatnya penempatan aset domestik di luar negeri serta defisit transaksi ULN swasta.

15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Transaksi Berjalan
Kinerja transaksi berjalan diprakirakan akan tetap mencatat surplus meski lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2009. Porsi utama surplus transaksi berjalan
tetap berasal dari neraca perdagangan. Prakiraan surplus transaksi berjalan disumbang oleh
penurunan defisit neraca jasa (karena menurunnya pembayaran jasa travel) dan pendapatan
(terutama penurunan pembayaran bunga ULN korporasi).

Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global mendorong perbaikan kinerja ekspor


sehingga mampu menopang kinerja transaksi berjalan. Penelusuran data selama
periode Januari-Februari 2010 menunjukkan kinerja ekspor komoditas berbasis sumber daya
alam cenderung lebih baik dari komoditas manufaktur. Kondisi tersebut diprakirakan akan
berlanjut pada Maret 2010, sejalan dengan bergesernya basis pertumbuhan ekonomi dunia
ke emerging market yang menjadi pasar utama ekspor bahan baku asal Indonesia. Sementara
itu, perbaikan kinerja ekspor komoditas manufaktur diperkirakan masih terbatas sejalan
dengan lambatnya pemulihan ekonomi negara maju. Perkembangan harga komoditas juga
turut menopang perbaikan kinerja ekspor. Hingga akhir triwulan, mayoritas komoditas ekspor
utama nonmigas Indonesia mengalami kenaikan harga. Faktor fundamental berupa masih
kuatnya sentimen pemulihan ekonomi global menjadi penggerak utama harga komoditas
di pasar internasional. Sementara itu, komponen transaksi berjalan lainnya yaitu neraca jasa
akan mengalami penurunan disebabkan realisasi penerimaan devisa turis yang meningkat,
sementara membaiknya neraca pendapatan di antaranya disebabkan oleh menurunnya
pembayaran bunga ULN.

Neraca Modal dan Finansial


Transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2010 diprakirakan akan tetap mencatat
surplus. Surplus transaksi modal dan finansial tersebut ditopang antara lain dari arus masuk
modal investasi langsung (FDI) yang diprakirakan meningkat, terutama di sektor nonmigas.
Peningkatan arus masuk FDI tersebut disebabkan oleh prakiraan membaiknya perekonomian
domestik yang disertai dengan meningkatnya harga komoditas. Secara umum, membaiknya
iklim investasi tersebut tercermin juga dari tren peningkatan investasi, baik dalam bentuk
penarikan dana (cash call) maupun pinjaman. Di sisi portofolio, kondisi makroekonomi
domestik yang kuat serta imbal hasil rupiah yang relatif tinggi mampu menopang peningkatan
arus masuk modal jangka pendek. Dana asing yang ditempatkan pada instrumen SBI dan
SUN mengalami peningkatan.

Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut
di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I 2010 mencapai 71,8
miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
Pemerintah.

16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010

3. Perkembangan dan Kebijakan


Moneter Triwulan I-2010

Proses pemulihan ekonomi global yang masih terus berlangsung menunjukkan perkembangan
yang semakin baik. Kondusifnya perkembangan eksternal tersebut ditambah dengan solidnya
kondisi perekonomian domestik memberikan dukungan bagi pergerakan nilai tukar dan
inflasi selama triwulan I 2010. Nilai tukar rupiah bergerak menguat selama triwulan I
2010. Rata-rata nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 2,2% ke level Rp9.254 per dolar AS
yang diiringi dengan tingkat volatilitas yang tetap stabil dari 0,56% pada triwulan IV 2009
menjadi 0,57% pada triwulan I 2010. Di sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan I 2010
mulai menunjukkan sedikit peningkatan. Secara tahunan, inflasi IHK pada triwulan I
2010 mencapai 3,43% (yoy) atau lebih tinggi dari akhir tahun 2009 yang sebesar 2,78%
(yoy). Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi dari
faktor non-fundamental khususnya inflasi volatile food, sedangkan tekanan inflasi dari faktor
fundamental yang tercermin pada inflasi inti justru mengalami penurunan.

Di sisi lain, transmisi kebijakan moneter melalui berbagai jalur berlangsung semakin baik.
Di jalur suku bunga, kebijakan moneter ditransmisikan dengan baik khususnya di
suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) dan simpanan. Selain itu, penurunan suku
bunga kredit juga masih terus berlangsung. Di jalur kredit, transmisi kebijakan moneter
mengalami perbaikan pada triwulan I 2010. Pertumbuhan kredit sampai dengan Februari
2010 meningkat menjadi 9,4% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian akhir tahun 2009 yang
hanya sebesar 8,7% (yoy). Sementara itu, transmisi kebijakan moneter di pasar modal,
pasar SUN, dan pasar reksadana juga positif. Di pasar saham, IHSG meningkat cukup
signifikan dan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bursa di beberapa negara
di kawasan regional. Di pasar SUN, yield SUN menunjukkan penurunan di hampir seluruh
tenor. Sementara itu, pasar reksadana juga menunjukkan perkembangan yang baik searah
dengan dengan kinerja underlying assetnya.

������
�����

����� �����������
NILAI TUKAR RUPIAH
������
����� �������������������� Rupiah menunjukkan kinerja yang positif pada triwulan I 2010.
����� �����������������
������ Terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta semakin
�����
������
����� kuatnya kondisi fundamental ekonomi domestik memberikan dukungan
����� �����
yang positif bagi pergerakan nilai tukar. Secara rata-rata, rupiah menguat
����

���� �����
�����
����� �����
����� sebesar 2,2% menjadi Rp9.254 per dolar AS (Grafik 3.1). Selain menguat,
���� ����� volatilitas rupiah pun tetap terjaga (Grafik 3.2). Pada akhir triwulan I
����
� �� � �� �� � �� �� �� �� � �� �� �� �� � �� �� � �� �� ��� ��� �� 2010, rupiah ditutup pada level Rp9.090 per dolar AS.
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �� � �� �� �
���� ���� ���� ����
Berkembangnya sentimen negatif di pasar keuangan global terkait
Grafik 3.1
masalah defisit fiskal yang dialami beberapa negara di Eropa sempat
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
memberikan tekanan pada mata uang regional Asia, termasuk rupiah.

17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Masalah defisit fiskal yang dialami negara GIPSY (Greece, Ireland,



�����
������ Portugal, Spain dan Italy) menimbulkan kekhawatiran akan kelanjutan
��
����������� ����������������� ���������������������
����� � pemulihan ekonomi global. Namun, perkembangan ekonomi global
����� �
yang terus membaik, terutama di kawasan Asia, pada gilirannya mampu

����� membuat mata uang regional Asia kembali stabil bahkan cenderung

�����
� menguat seiring dengan kepercayaan investor terhadap ekonomi
�����
� regional Asia yang terus meningkat.
����

���� �����
� Selain dipengaruhi oleh kondisi eksternal, penguatan rupiah juga
����
���� �
����
turut didukung oleh kondisi perekonomian domestik yang kian solid.
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� Perekonomian Indonesia berhasil mencatat pertumbuhan yang cukup
���� ���� ���� ���� ���� ����
tinggi sebesar 5,4% (yoy) pada triwulan IV 2009. Sementara itu, laju
Grafik 3.2
inflasi hingga triwulan I 2010 tetap terkendali. Kedua hal tersebut, disertai
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
dengan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang positif, mampu
mendukung pergerakan nilai tukar rupiah yang apresiatif selama triwulan
I 2010. Solidnya kinerja ekonomi domestik menyebabkan kepercayaan
� ��� investor asing terus meningkat. Meningkatnya kepercayaan investor
����������� �����������
terhadap kondisi ekonomi Indonesia ditandai oleh peningkatan rating
��� ���
obligasi Indonesia yang dilakukan oleh dua lembaga rating internasional,
��� ������������ ��� yaitu Fitch dan S&P. Kedua lembaga tersebut menaikkan rating Indonesia
�������������
��� ������������������ ���
menjadi BB+ dengan outlook positif, sehingga dengan demikian, posisi
Indonesia saat ini hanya tinggal 1 notch di bawah investment grade.
��� ���

Kondisi fundamental perekonomian yang solid diikuti oleh


��� ���
persepsi risiko domestik yang terus membaik. Indikator Credit
��� ��� Default Swap (CDS) Indonesia masih berada pada level rendah (163
������ ������� ������ ������ ������ ������ ������
������������������ bps). Hal itu sejalan dengan indikator risiko lainnya yaitu yield spread
Grafik 3.3 antara obligasi pemerintah Indonesia dan US T-Note yang mengalami
Indikator Persepsi Risiko penurunan. Pergerakan indeks EMBIG yang mengukur faktor risiko
negara-negara emerging markets tetap stabil, bahkan cenderung turun
dari level 294 pada akhir tahun 2009 menjadi 261 pada akhir triwulan
��
� I 2010 (Grafik 3.3). Sementara itu, premi swap yang merupakan salah
�������� �������� satu indikator ekspektasi arah pergerakan rupiah tetap bergerak stabil
�������� ���������
�� untuk semua tenor (Grafik 3.4).

Membaiknya faktor risiko domestik membuat daya tarik investasi


��
dalam rupiah semakin besar. Indikator imbal hasil rupiah yang
tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan luar negeri (UIP –

Uncovered Interest Parity) berada pada level 6,33%, masih merupakan


yang tertinggi dibandingkan dengan negara kawasan Asia lainnya (Grafik
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ����
3.5). Dengan membaiknya premi risiko maka daya tarik investasi dalam
������������������������ rupiah semakin besar, tercermin dari indikator CIP (Covered Interest
Grafik 3.4 Parity) yang berada dalam tren meningkat selama tahun 2010. Pada akhir
Premi Swap Berbagai Tenor Maret 2010, indikator CIP berada pada level 4,69%, merupakan yang
tertinggi dibandingkan negara kawasan Asia lainnya (Grafik 3.6).

18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010

INFLASI
� Inflasi tetap terkendali pada triwulan I 2010. Secara tahunan, inflasi
����

���
IHK pada triwulan I 2010 tercatat sebesar 3,43% (yoy), meningkat
��������� dibandingkan dengan akhir tahun 2009 sebesar 2,78% (yoy)(Grafik 3.7).
��� ����
Meskipun mengalami peningkatan, inflasi IHK masih tetap terkendali.
���
����
��������� Hal itu tercermin pada kecenderungan pergerakan inflasi IHK yang terus
���
����� ����
����
menurun setiap bulannya, bahkan tercatat mengalami deflasi pada Maret
���
2010 sebesar 0,14% (mtm).
����
��������
���� Lebih tingginya inflasi IHK pada triwulan I 2010 dibandingkan
��� ��� ��� ������ ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ���
���� ���� ����
dengan akhir tahun 2009 terutama disebabkan oleh tekanan
Grafik 3.5 pada kelompok bahan makanan yang bergejolak (volatile food).
Perbandingan UIP Beberapa Negara Mundurnya masa panen beras mengakibatkan pasokan komoditas
tersebut mengalami kendala yang pada gilirannya menyebabkan
kenaikan harga. Sementara itu, rendahnya imported inflation, terjaganya
ekspektasi inflasi serta belum adanya kebijakan Pemerintah yang bersifat

���
����
strategis mampu mengimbangi tekanan pada kelompok volatile food
���

���
sehingga inflasi tetap dapat dikendalikan.
����
���

��� ���� Jika dilihat berdasarkan kelompok pengeluarannya, tekanan


��� ���� inflasi pada triwulan I 2010 terutama berasal dari kelompok
����
bahan makanan dan kelompok makanan jadi (Grafik 3.8). Tingginya
����
���� ��������� ���������
tekanan kenaikan harga beras dan beberapa komoditas lainnya pada
���� �������� ����� awal triwulan meningkatkan indeks kelompok bahan makanan menjadi
����
��� ��� ��� ��������� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� 129,59 pada triwulan I 2010, dari akhir tahun 2009 sebesar 127,46.
���� ���� ����
Selain itu, pertumbuhan indeks kelompok barang lainnya seperti
Grafik 3.6 kelompok makanan jadi juga meningkat cukup signifikan dibandingkan
Perbandingan CIP Beberapa Negara dengan periode sebelumnya akibat kenaikan harga produk turunan
beras dan gula pasir.

Inflasi inti menurun pada triwulan I 2010. Secara tahunan, inflasi


inti tercatat sebesar 3,56% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
������ akhir tahun 2009 yang mencapai 4,28% (yoy). Penurunan tersebut
��
���
���������������� dipengaruhi baik oleh faktor eksternal maupun domestik. Dari sisi
�������������
��
������������������ eksternal, masih rendahnya harga komoditas internasional serta nilai
tukar rupiah yang cenderung terapresiasi mendorong turunnya imported
��
inflation. Meskipun di sisi lain, inflasi mitra dagang mulai meningkat
� seiring dengan proses pemulihan ekonomi dunia, hal itu belum secara
signifikan memengaruhi inflasi inti (Grafik 3.9). Kondisi tersebut
�� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � �
tercermin pada beberapa indikator seperti inflasi komoditas impor dan
���� ���� ���� ����
� inflasi IHPB impor yang masih bergerak menurun (Grafik 3.10).

Grafik 3.7 Sementara itu, dari sisi domestik, kondisi fundamental ekonomi yang
Perkembangan Inflasi solid mendorong terjaganya ekspektasi inflasi. Pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi mencapai 5,4% pada triwulan IV 2009, tingkat inflasi

19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

yang relatif rendah serta nilai tukar rupiah yang menguat memberikan
������
���� pengaruh positif pada perkembangan ekspektasi inflasi. Hasil survei
������������� ������������
���� ��������� ������� Consensus Forecast (CF) pada Maret 2010 menunjukkan terjadinya
��������� �����������������������
���� �������������������������������������� ����������
���
penurunan ekspektasi inflasi untuk tahun 2010, sedangkan untuk tahun
���� 2011 ekspektasi inflasi relatif stabil (Grafik 3.11). Survei lainnya yakni
���
Survei Konsumen dan Survey Penjualan Eceran Bank Indonesia juga
���
mencerminkan ekspektasi konsumen dan ekspektasi pedagang yang
���
terjaga (Grafik 3.12 dan Grafik 3.13).
����

����
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � �
Di sisi kesenjangan output, mulai naiknya permintaan masih
���� ���� ���� ����
dapat direspon oleh sisi penawaran secara memadai. Hal tersebut
Grafik 3.8 menyebabkan tekanan dari sisi kesenjangan output pada inflasi
Inflasi per Kelompok relatif minimal. Indikasi mulai meningkatnya permintaan ditunjukkan
oleh pertumbuhan penjualan riil yang mengalami kenaikan (Grafik
3.14). Kenaikan tersebut terutama terjadi pada kelompok pakaian
dan perlengkapannya serta konstruksi. Sementara itu, indikator sisi
� ������ penawaran yang tercermin dari indeks produksi sektor pengolahan
��
��� terlihat menunjukkan tren meningkat (Grafik 3.15). Kondisi itu sejalan
�� ��������������������������
���
dengan kapasitas produksi terpakai di sektor industri pengolahan yang
��
���
juga berada pada tren yang meningkat (Grafik 3.16).
����������������������������������
��
��� Inflasi volatile food pada triwulan I 2010 menunjukkan
� ��� peningkatan. Kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 4,41%
� ����
(yoy), lebih tinggi dari akhir tahun 2009 sebesar 3,95% (yoy). Peningkatan
������������������������������� tersebut terutama bersumber dari tingginya harga komoditas beras pada
�� ����
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � �
���� ���� ���� ���� ���� ���� awal triwulan I 2010 yang disebabkan oleh mundurnya waktu musim
panen serta kendala distribusi. Naiknya harga beras pada gilirannya
Grafik 3.9
mendorong terjadinya peningkatan harga pada kelompok makanan jadi
Inflasi Mitra Dagang dan Nilai Tukar
terutama produk-produk turunan beras. Namun, kondisi tersebut dapat
teratasi memasuki akhir periode laporan. Sejak Maret 2010, kondisi
pasokan beras membaik dan mampu menahan kenaikan harga beras
� ������
�� �� lebih lanjut, bahkan menyebabkan kelompok volatile food mengalami
deflasi sebesar 1,14% (mtm).
�� ��
Pada kelompok administered prices, tekanan inflasi pada triwulan
�����������������������
�� �� I 2010 relatif minimal sejalan dengan tidak adanya kebijakan yang
������������ bersifat strategis. Belum adanya rencana kebijakan administered prices
� �� yang direalisasikan oleh Pemerintah sepanjang triwulan I 2010 dapat

�����������������������
menjaga terkendalinya inflasi administered prices. Komoditas rokok dan
� �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � �
bahan bakar rumah tangga merupakan dua komoditas yang dominan
memberikan sumbangan inflasi pada kelompok administered price, yakni
�� ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� sebesar 0,06% dan 0,03%. Sementara itu, komoditas bensin hanya
Grafik 3.10 memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,02% sepanjang triwulan I
Inflasi Komoditas Impor, inflasi inti dan IHPB Impor 2010. Hal itu terkait dengan naiknya harga minyak mentah internasional
sebesar 87,8% sejak awal tahun 2010. Dengan perkembangan tersebut,

20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010

pada triwulan I 2010 inflasi administered prices tercatat sebesar 0,71%



������
(qtq) atau 2,31% (yoy).
��������������������������
��������������������������


KEBIJAKAN MONETER
Suku Bunga

Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga jangka
� pendek pada triwulan I 2010 berjalan dengan baik. Kondisi itu
khususnya didorong oleh melimpahnya likuiditas perbankan yang

� � � � � � � � � �� �� �� � � � menyebabkan suku bunga PUAB O/N (Pasar Uang Antar Bank – Over
���� ����
��������������������������� Night) bergerak cenderung turun mendekati koridor bawah BI Rate.
Grafik 3.11 Rata-rata harian PUAB O/N pada triwulan I 2010 menurun sebesar
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast 11bps menjadi 6,19% atau 31bps berada di bawah BI Rate (Grafik 3.17).
Perkembangan tersebut kemudian ditransmisikan ke suku bunga PUAB
dengan jangka waktu yang lebih panjang dengan struktur suku bunga
PUAB yang terus membaik. Sebagaimana pergerakan suku bunga PUAB
������ ������
��� ��
O/N, suku bunga PUAB dengan jangka waktu di atas O/N juga menurun
���
dengan besaran yang relatif sama (Grafik 3.18). Rata-rata tertimbang
��� ��
suku bunga PUAB jangka waktu 2-6, 7, 8-26 dan di atas 30 hari masing-
���

��� ��
masing menurun sebesar 7-11bps kecuali untuk suku bunga PUAB tenor
���
27-30 hari yang mengalami penurunan yang lebih besar yaitu 57bps.
��� ������������������������������������������ � Kondisi tersebut mengindikasi persepsi counterparty risk yang terus
��� ������������������������������������������ membaik sejalan dengan terus membaiknya risiko di pasar uang.
��������������������������������
��� �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � �
���� ���� ���� ���� ���� ���� Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga deposito
semakin membaik. Perbaikan transmisi tersebut terjadi baik pada
Grafik 3.12.
periode BI Rate tetap maupun menurun. Pada triwulan I 2010, suku
Ekspektasi Inflasi Konsumen
bunga deposito 1 bulan diindikasi menurun sebesar 18bps (Tabel 3.1).
(Survei Konsumen Bank Indonesia)
Dengan perkembangan tersebut, BI Rate yang tetap pada level 6,5%
sejak September 2009 telah direspon positif dengan penurunan suku
bunga deposito 1 bulan total sebesar 117bps (s.d Februari 2010), lebih
������ ������
������������������������������������������
��
baik bila dibandingkan dengan periode BI Rate tetap pada periode
���
������������������������������������������
�������������������������������� ��
sebelumnya (Agustus 2007 s.d Januari 2008). Sementara itu, sejak
���

���
Desember 2008 hingga Februari 2010, suku bunga deposito 1 bulan
��
���
telah menurun sebanyak 335bps dari total penurunan BI Rate sebesar
��� ��
300bps, atau lebih baik daripada periode penurunan BI Rate sebelumnya
���
(Mei 2006 s/d Juli 2007) sebesar 283bps dari total penurunan BI Rate

���
sebesar 425bps.
��� �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � Penurunan suku bunga deposito juga diikuti oleh perbaikan struktur
���� ���� ���� ���� ���� ����
suku bunga deposito berbagai tenor. Hal itu tercermin pada struktur
Grafik 3.13.
suku bunga deposito yang cenderung datar (flat), meskipun suku bunga
Ekspektasi Inflasi Pedagang
deposito jangka waktu 12 bulan masih lebih tinggi dibandingkan dengan
(Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia)
suku bunga deposito tenor 24 bulan.

21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Berdasarkan kelompok banknya, penurunan suku bunga deposito


�� terbesar terjadi di bank asing dan campuran. Pada triwulan I 2010,
�����������������������������������

��
����������������������������������� bank asing dan campuran tercatat menurunkan suku bunga deposito
��
sebesar 20bps, atau terbesar di antara kelompok bank lainnya yaitu
��
bank persero (-12bps), BPD (-10bps) dan bank swasta (-7bps). Meskipun


demikian, selama periode BI Rate tidak berubah (sejak September 2009)
bank persero tetap menjadi kelompok bank yang paling agresif dalam
��
menurunkan suku bunga depositonya yaitu sebesar 149bps diikuti
���
oleh bank swasta sebesar 102bps. Secara level, kelompok bank asing
���
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � dan campuran merupakan kelompok bank yang menawarkan rata-rata
���� ���� ���� ���� ���� ����
suku bunga deposito yang terendah (7,3%) sementara kelompok BPD
Grafik 3.14
menawarkan rata-rata suku bunga tertinggi (8,7%).
Pertumbuhan Penjualan Riil
Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga kredit
masih terus berlangsung. Pada triwulan I 2010, penurunan suku
bunga kredit diindikasi masih berlanjut seiring dengan menurunnya persepsi risiko ekonomi
perbankan. Rata-rata penurunan suku bunga kredit hingga Februari
2010 (sejak September 2009) mencapai sebesar 56bps, atau hanya
���
������������������������������������������ separuh dari penurunan suku bunga deposito 1 bulan yang mencapai
117bps. Hal itu di antaranya terkait dengan masih tingginya persepsi
���
risiko penyaluran kredit dan upaya bank untuk mempertahankan margin
yang tinggi di tengah rendahnya permintaan kredit.
���
Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga KMK diperkirakan
menurun dengan besaran yang lebih signifikan. Seiring dengan
�� membaiknya persepsi risiko ekonomi oleh perbankan, suku bunga
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � �������
���� ���� ���� ���� ���� KMK diperkirakan menurun secara lebih agresif, sedangkan suku
Grafik 3.15 bunga Kredit Konsumsi (KK) diprediksi mengalami penurunan paling
Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan (SP) tipis terkait dengan karakteristiknya yang tidak terlalu elastis dengan
perubahan suku bunga (Tabel 3.1). Sementara itu, berdasarkan kelompok

Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Triwulan I-2009 Triwulan II-2009 Triwulan III-2009 Triwulan IV-2009 Triwulan I-2010
Suku Bunga (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar

BI Rate 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50

Penjaminan Deposito 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00

Dep 1 bulan (Weighted Average) 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38 7,16 6,87 7,09 na na

Base Lending Rate 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20 13,00 12,96 13,01 12,94 12,83 12,65 12,66 12,65

Kredit Modal Kerja (KMK) 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 14,45 14,30 14,17 14,09 13,69 13,69 13,75 na na

Kredit Investasi (KI) 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 13,58 13,48 13,20 13,20 13,03 12,96 13,24 na na

Kredit Konsumsi (KK) 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 16,66 16,62 16,67 16,53 16,47 16,42 16,32 na na

22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010

banknya, secara agregat bank persero merupakan kelompok bank



��� yang memberikan suku bunga kredit terendah. Rata-rata suku bunga
�����������������������������������������������
KMK tertinggi ditawarkan oleh Bank Umum Swasta Nasional dan BPD,
��
sedangkan rata-rata suku bunga KK tertinggi masih ditawarkan oleh
����� Bank Asing dan Campuran.
��

��
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Pertumbuhan DPK pada triwulan I 2010 diperkirakan melambat
��
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � �������
���� ���� ���� ���� ����
sesuai pola historisnya pada awal tahun. Sampai dengan Februari
2010, pertumbuhan DPK hanya sebesar 9,3% (yoy), lebih rendah dari
Grafik 3.16
akhir tahun 2009 yang mencapai 12,5% (yoy) (Grafik 3.19). Dengan
Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SP)
perkembangan tersebut, pada triwulan I 2010 (sampai dengan Februari
2010), posisi DPK menurun sebesar Rp41,4 triliun menjadi Rp1.931,6
triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
� (Februari 2009), posisi DPK justru mengalami peningkatan sebesar
��

��� �������
�������������������������
Rp13,8 triliun. Hal itu terjadi karena pada saat krisis masyarakat enggan
��������������
� menggunakan dananya untuk melakukan kegiatan ekonomi dan lebih
���
memilih untuk menempatkan dananya di perbankan. Dengan kembali

normalnya perkembangan DPK pada triwulan I 2010 sesuai dengan pola
���

� historisnya, hal itu memberikan indikasi positif terhadap perkembangan


��� aktivitas perekonomian masyarakat pada triwulan I 2010.

���
Di sisi lain, pertumbuhan kredit pada triwulan I 2010 menunjukkan
�� �� � �� � �� � �� � �� � �� �� �� �� �� �� � �� � �� � �� �� �� �� �� �� � �� � ��
��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
perkembangan yang positif. Pertumbuhan kredit (dengan channeling)
���� ����
������� �������� ��������� pada triwulan I 2010 (sampai dengan Februari 2010) mencapai 9,4%
������������ ������������ �������������������
�������������� (yoy), meningkat dari akhir tahun 2009 yang sebesar 8,7% (yoy) (Grafik
Grafik 3.17 3.19). Jika dibandingkan dengan akhir tahun 2009, posisi kredit pada
Suku Bunga PUAB O/N & Instr. Moneter triwulan I 2010 (sampai dengan Februari 2010) masih mengalami
penurunan sebesar Rp11,2 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya (Februari 2009), penurunan

��� posisi kredit pada saat itu jauh lebih besar dibandingkan dengan

penurunan posisi kredit saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perkembangan kredit telah mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya
���
yang juga dikonfirmasi oleh pola perubahan kredit bulanan di Februari
���
2010 yang telah lebih baik dibandingkan dengan pencapaian selama 3
��� tahun terakhir. Perkembangan kredit diperkirakan terus membaik seiring
���
dengan mulai pulihnya permintaan domestik dan luar negeri.

� Perbaikan transmisi kebijakan moneter melalui jalur kredit berasal


��� �������� ������ ��������� ���������� ���������

������ ������ ������ ������


baik dari sisi permintaan (demand side) maupun sisi penawaran
����������������������� (supply side). Dari sisi permintaan, perbaikan pertambahan kredit
Grafik 3.18
dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi domestik maupun eksternal yang
Suku Bunga PUAB Berbagai Tenor
mulai pulih, disertai dengan terus menurunnya suku bunga kredit yang

23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

diindikasi dari spread antara suku bunga kredit dengan BI Rate yang
���������� �����������
��
�� semakin mengecil. Sementara itu, dari sisi penawaran, persepsi risiko
�� ��� ekonomi oleh perbankan yang mulai membaik memberikan kontribusi
��
�� �
pada suku bunga kredit untuk turun.
�� ���
��
�� � Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi (KK) dan
��
��� kredit investasi (KI) telah tumbuh positif, sedangkan kredit modal
��
�� � kerja (KMK) masih tumbuh negatif. Sampai dengan Februari 2010,


��� pertumbuhan KMK masih tercatat mengalami pertumbuhan negatif
� �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� sebesar 4,8% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan KI dan KK mengalami
���� ���� ����
��������� ������������ ������� peningkatan mencapai 14,7% (yoy) dan 34% (yoy). Pertumbuhan KK
Grafik 3.19 merupakan yang paling agresif sebagai penopang pertumbuhan kredit
Pertumbuhan Dana, Kredit dan BI Rate secara agregat. Berdasarkan valutanya, perbaikan pertumbuhan kredit
pada triwulan I 2010 terutama terlihat pada kredit dalam Rupiah,
sedangkan kredit dalam valas (dalam USD) masih menunjukkan

������
pertumbuhan yang negatif.
���

��� Berdasarkan sektoral, meningkatnya pertumbuhan kredit


��� terutama disumbang oleh sektor lainnya. Pada triwulan I 2010,
��� sektor lainnya mengalami akselerasi pertumbuhan penyaluran kredit
�� yang mencapai 43,5% (yoy), meningkat dari 18,8% (yoy) pada akhir
��
tahun sebelumnya (Grafik 3.20). Beberapa sektor lainnya yang juga
��
mengalami akselerasi pertumbuhan penyaluran kredit ialah sektor
��
pertambangan, pengangkutan dan jasa sosial. Sektor listrik, air dan

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ����
gas juga masih memiliki pertumbuhan penyaluran kredit yang relatif
������������������ ������������ ����������� �������
tinggi. Di sisi lain, seiring dengan mulai membaiknya kondisi eksternal,
Grafik 3.20 diharapkan pertumbuhan kredit khususnya di sektor industri pengolahan
Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Sektoral dan perdagangan diharapkan akan semakin membaik terkait dengan
meningkatnya permintaan luar negeri.

Likuiditas perekonomian khususnya M1 terus meningkat pada


triwulan I 2010. Pertumbuhan likuiditas perekonomian khususnya M1
����� �
yang terus meningkat sejak Oktober 2009, mencapai 13,7% (yoy) pada
�� ��
�� Februari 2010 (Grafik 3.21). Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
�� �����
pencapaian inflasi yang lebih rendah dari perkiraan merupakan faktor
��
penyumbang dari pertumbuhan M1 yang terus meningkat. Pertumbuhan
��
M1 terutama disumbang oleh pertambahan giro, sedangkan uang kartal
��
juga menunjukkan tren peningkatan. Meningkatnya giro khususnya


yang dimiliki oleh perseorangan serta badan usaha milik swasta –
lainnya 1 sejalan dengan peningkatan kredit. Selain itu, pertumbuhan

� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� �
���� ���� ���� ���� ���� ���� giro perseorangan yang selaras dengan pergerakan IHSG merefleksikan
Grafik 3.21 meningkatnya aktifitas masyarakat untuk melakukan transaksi di sektor
Pertumbuhan Uang Beredar Nominal finansial.Hal itu diindikasi masih terus terjadi pada triwulan I 2010 terkait
dengan masih positifnya return dari pasar saham. Berbagai kondisi

1 Data Moneter dari LBU sampai dengan Desember 2009

24
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010

tersebut mengkonfirmasi semakin membaiknya kondisi perekonomian


��
����������
�����
domestik. Di sisi lain, sampai dengan Februari 2010, pertumbuhan
�� likuiditas perekonomian M2 dan M2 Rupiah tercatat sebesar 10,4% dan
�����
�� 12,3% (yoy) melambat dari akhir tahun 2009 yang mencapai 13,2%
�����

��������������
dan 14,0% (yoy) (Grafik 3.21). Posisi M2 dan M2 Rupiah masing-masing
��������������������
� ����� menurun sebesar Rp44,4 triliun dan Rp40,8 triliun seiring dengan

�����
berkurangnya komponen uang kuasi pada awal tahun.

���

���
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
� Pasar Keuangan
���� ���� ���� ����
IHSG menunjukkan kinerja yang positif selama triwulan I 2010.
Grafik 3.22
IHSG mengalami penguatan sebesar 10,2% selama triwulan I 2010
IHSG dan Net Beli Asing
dan ditutup pada level 2.777,3. Kebijakan Bank Indonesia untuk
mempertahankan BI Rate pada level 6,5% pada akhir triwulan I
2010 menjadi salah satu pendorong menguatnya IHSG. Kebijakan
��
���������� �
�� tersebut diterjemahkan oleh pasar sebagai upaya Bank Indonesia
����������������������������

����������� �� untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap

� �� menjaga pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010. Selain itu,



��
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi mencapai 5,4% pada triwulan

��
IV 2009 disertai dengan perbaikan sovereign bond rating oleh S&P dan

� ��
Fitch menyebabkan IHSG mampu mencetak pertumbuhan tertinggi
� dibandingkan dengan negara kawasan.2

� � Di sisi lain, relatif terjaganya faktor fundamental mikro emiten mampu


� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
���� ���� ���� ���� cukup kuat menopang pertumbuhan IHSG selama triwulan I 2010.
Grafik 3.23 Fundamental emiten tersebut tercermin pada kemampuan sebagian besar
IHSG dan Volume Perdagangan perusahaan yang telah melakukan rilis laporan keuangan membukukan
laba operasional, bahkan di antaranya mampu meningkatkan laba
operasional. Rata-rata peningkatan laba operasional pada tahun

2009 ialah sebesar 23% (yoy). Sejalan dengan membaiknya indikator
��
profitabilitas, terdapat juga kecenderungan Debt to Equity Ratio (DER)
�� ����������

����������������������
yang menurun. Posisi DER rata-rata emiten turun dari 3,7% pada tahun
��

��
����������� 2008 menjadi 3,1% pada tahun 2009. Kondisi tersebut pada akhirnya
�� mendorong perbaikan rating secara sektoral oleh beberapa instansi.
��
Dari sisi sektoral, penguatan IHSG tercermin oleh perkembangan
��
sektoralnya, kecuali infrastruktur. Perkembangan sektoral IHSG tersebut

sejalan dengan relatif kuatnya fundamental emiten. Sektor berbasis

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ���� ���� ����
komoditas seperti pertambangan dan perkebunan kembali tumbuh
meski sempat terkoreksi cukup dalam pada Februari 2010. Rencana
Grafik 3.24
ekspansi beberapa emiten tambang turut membawa sentimen positif
Yield SUN, BI Rate dan SBI 1 Bulan
pada sektor tersebut. Perkembangan di sektor tambang tersebut
merupakan resultansi dari kenaikan harga minyak dunia (WTI) sebesar
2 Data Moneter dari LBU sampai dengan Desember 2009

25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

3,5% dan penurunan Baltic Dry Index sebesar 0,8%. Searah dengan

�� ���� perkembangan tersebut, terjadi kenaikan kapitalisasi sektor tradeable3
�����������������������
dari 47,7% menjadi 48,9% terhadap total kapitalisasi pasar.
��������������������� ����

�� Penguatan IHSG terjadi di tengah terbatasnya arus modal asing selama


���
triwulan I 2010. Kondisi pasar keuangan global sempat kembali
��� bergejolak pada Februari 2010 sehingga menyebabkan besarnya
��
net jual yang dilakukan oleh investor asing. Gejolak pasar keuangan
���
tersebut akibat ketidakpastian penyelesaian permasalahan fiskal pada

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
� negara-negara yang tergabung dalam PIGS (Portugal, Irlandia, Greece/
���� ���� Yunani, dan Spanyol) serta kecemasan yang melanda pasar AS setelah
������������������ ����������������������

Grafik 3.25 indeks kepercayaan konsumen AS terkoreksi pada level terendah dalam

Yield SUN dan CDS 10 bulan terakhir. Namun dalam perkembangan selanjutnya, investor
asing kembali masuk menyusul prakiraan bahwa negara berkembang
cenderung akan menerapkan exit policy lebih awal dibandingkan


dengan negara maju yang juga cenderung lunak terhadap inflasi.
�� ����
Dengan perkembangan tersebut, pada triwulan I 2010 investor asing
�����������������������

�����������
mencatatkan net beli sebesar Rp3,68 triliun atau lebih tinggi dari triwulan
���
��
IV 2009 sebesar Rp2,52 triliun. (Grafik 3.22). Perkembangan itu diikuti
oleh volume perdagangan di bursa domestik selama triwulan I 2010 yang
���
naik menjadi Rp4,12 triliun per hari dibandingkan dengan triwulan IV
��
���
2009 yang hanya mencapai Rp3,93 triliun per hari (Grafik 3.23).

Di pasar Surat Utang Negara (SUN), kebijakan Bank Indonesia


� �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� mempertahankan BI Rate direspons hampir secara merata
���� ����
������������������ ���������������������� untuk seluruh tenor Surat Berharga Negara (SBN), kecuali untuk
Grafik 3.26 tenor 1 tahun. Perkembangan kinerja SBN tersebut disebabkan oleh
Yield SUN dan EMBIG ekspektasi pelaku pasar terhadap tekanan inflasi jangka pendek yang
masih minimal yang didukung oleh stabilitas nilai tukar sehingga belum
akan mendorong penyesuaian BI Rate secara lebih lanjut. Faktor lain
���������� � yang turut mendorong kinerja SBN adalah membaiknya sovereign bond
�� ��


���������������������������� rating yang mendekati investment grade. Sementara itu, naiknya yield
����������� ��
� pada tenor 1 tahun sebesar 55bps lebih disebabkan oleh permasalahan
� ��
likuiditas yang tipis. Dengan perkembangan tersebut, yield SUN untuk

��

tenor jangka pendek, jangka menengah dan panjang bergerak turun
��
� masing-masing sebesar 13bps, 74bps dan 64bps (Grafik 3.24).
� ��
� Penurunan yield SUN selama triwulan I 2010 tidak terlepas


dari membaiknya kondisi pasar keuangan global. Meskipun
� �
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � sempat kembali bergejolak pada Februari 2010 akibat ketidakpastian
���� ���� ���� ����

Grafik 3.27 penyelamatan di negara PIGS, pasar keuangan global mampu kembali
Nilai Perdagangan SUN menuju fase pemulihan. Dalam perkembangannya, kinerja pasar
keuangan global kembali pulih setelah kebijakan moneter global kembali
3 Meliputi sektor: pertambangan, perkebunan, industri dasar, aneka industri, dan barang konsumsi

26
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010

menerapkan kebijakan suku bunga rendah. Berbagai indikator yang

���
���������� �
��
mendukung kondisi tersebut ialah penurunan faktor risiko EMBIG dan
��� ��
CDS. Posisi EMBIG dan CDS pada akhir triwulan I 2010 mencapai 259,2
��� dan 158,2 atau turun dari posisi triwulan IV 2009 yang mencapai 294,2
��
��� dan 192,0 (Grafik 3.25 dan Grafik 3.26).
��
���
�� Membaiknya risiko di pasar keuangan global pada gilirannya mendorong
���
�� aliran modal asing ke pasar SBN.4 Pada triwulan I 2010, net beli asing
���


di pasar SBN mencapai sekitar Rp24 triliun atau naik dibandingkan
��

� �
dengan net beli asing pada triwulan IV 2009 yang hanya berkisar
� ��
����
��� �� � ��
����
��� �� � ��
����
��� �� �
����
Rp14 triliun. Sejalan dengan peningkatan aliran modal asing, likuiditas

Grafik 3.28 pasar SBN turut membaik. Volume perdagangan SBN secara rata-rata

Frekuensi Perdagangan SUN naik menjadi Rp4,1 triliun per hari pada triwulan I 2010 dari rata-rata
triwulan IV 2009 yang mencapai sebesar Rp3,3 triliun perhari (Grafik
3.27). Meningkatnya aktivitas perdagangan di pasar SBN belum diikuti
oleh frekuensi rata-rata harian perdagangan SBN yang turun menjadi
��� sebesar 247 kali perhari pada triwulan I 2010 dibandingkan dengan
���
frekuensi perdagangan pada bulan triwulan IV 2009 yang mencapai
260 kali per hari (Grafik 3.28).
���

���
Perbaikan kinerja underlying asset performance khususnya saham
dan SBN menyebabkan kinerja reksadana meningkat cukup
���
pesat. Beberapa kelompok reksadana yang mengalami peningkatan
������������������
�� ��������������� cukup pesat diantaranya reksadana saham, pendapatan tetap dan
����
� campuran, sedangkan reksadana ber basis surat utang tergolong stabil.
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� Indeks reksadana saham, pendapatan tetap dan campuran bergerak
Grafik 3.29 naik sebesar 7,9%, 3,2% dan 8,9%. Dengan perkembangan tersebut,
Indeks Reksadana Campuran, Pendapatan Tetap dan Saham NAB per Februari 2010 mencapai sebesar Rp113 triliun dan berpotensi
meningkat 30% pada tahun 2010.

4 Posisi SBN termasuk SBSN dan SPN.

27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

4. Perekonomian Indonesia ke Depan


Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6,0% pada tahun 2010 dan
meningkat menjadi 6,0-6,5% pada tahun 2011. Dengan demikian, prospek ekonomi
Indonesia akan lebih baik dari prakiraan semula. Pemulihan ekonomi global yang lebih cepat
daripada prakiraan mendorong lebih optimisnya outlook pertumbuhan ekonomi dunia.
Pemulihan ekonomi terutama didorong oleh negara-negara berkembang Asia. Sejalan
dengan pemulihan perekonomian dunia tersebut, volume perdagangan dunia diprakirakan
meningkat di atas prakiraan sebelumnya. Dengan kondisi eksternal tersebut, pemulihan yang
terjadi di negara-negara mitra dagang Indonesia akan mendorong peningkatan barang-
barang ekspor Indonesia baik komoditas berbasis sumber daya alam maupun komoditas
manufaktur. Sementara itu, iklim investasi yang membaik disertai dengan konsumsi yang
tetap kuat merupakan faktor penopang pertumbuhan ekonomi dari sisi domestik. Perbaikan
iklim investasi tercermin pada peningkatan sovereign credit rating Indonesia. Peningkatan
kegiatan investasi tersebut disertai dengan perbaikan kinerja ekspor akan mendorong
terciptanya pendapatan masyarakat yang lebih tinggi. Berdasarkan imbangan risikonya,
volume perdagangan dunia merupakan faktor utama yang memengaruhi kinerja ekspor
dan sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi harga, secara keseluruhan inflasi ke depan diprakirakan tetap terjaga
pada sasaran yang ditetapkan yakni 5%±1% pada tahun 2010 dan 2011. Tekanan
inflasi diprakirakan belum signifikan sampai dengan paro pertama tahun 2010. Berdasarkan
sumbernya, tekanan inflasi dari eksternal terutama disumbang oleh peningkatan inflasi mitra
dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-
harga komoditas internasional. Dari sisi domestik, tekanan inflasi
Tabel 4.1 diprakirakan berasal dari peningkatan permintaan sejalan dengan
Proyeksi PDB Dunia (% yoy) prakiraan membaiknya perekonomian domestik. Namun, prakiraan
Proyeksi tersebut disertai dengan faktor risiko yang dapat timbul apabila sisi
2008 2009
2010 2011 produksi dan ekspektasi bergerak di luar dari yang diskenariokan.
PDB Dunia 3,0 -0,8 3,9 4,3
Negara Maju 0,5 -3,2 2,1 2,4
Amerika Serikat 0,4 -2,5 2,7 2,4
Kawasan Euro 0,6 -3,9 1,0 1,6
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Jepang -1,2 -5,3 1,7 2,2 Kondisi Perekonomian Internasional
Negara Maju Lainnya 1,7 -1,3 3,3 3,6
Pemulihan ekonomi global yang lebih cepat daripada
Negara Berkembang 6,0 2,0 6,0 6,3 prakiraan sebelumnya mendorong lebih optimisnya outlook
Afrika 5,3 1,8 4,2 5,3 pertumbuhan ekonomi dunia. Pemulihan ekonomi terutama
Eropa Timur dan Tengah 3,1 -4,3 2,0 3,7
Negara Persemakmuran 5,5 -7,5 3,8 4,0
didorong oleh negara-negara berkembang Asia seiring dengan
Negara Berkembangan Asia 7,6 6,4 8,3 8,3 tingginya ekspor dan permintaan domestik yang kuat. Khusus di
China 9,0 8,5 10,0 9,7
Asia, dampak stimulus fiskal China mengakibatkan proses pemulihan
India 7,3 5,6 7,7 7,8
Negara Timur Tengah 5,3 2,2 4,5 4,8 ekonomi China berjalan cukup cepat dan berhasil mendorong sektor
Amerika Latin 4,2 -2,3 3,7 3,8 manufaktur China. Sementara itu, pertumbuhan perekonomian
Sumber : MF, World Economic Outlook Update Januari 2010 negara Eropa diprakirakan relatif tertinggal terkait dengan masih

28
Perekonomian Indonesia ke Depan

tingginya level pengangguran dan persoalan defisit fiskal di beberapa negara Eropa. Namun,
fundamental perekonomian Asia yang cukup kuat mengakibatkan dampak lanjutan (spill-
over) krisis fiskal Uni Eropa menjadi relatif terbatas.

Perkembangan perekonomian dunia yang membaik tersebut menyebabkan IMF dalam


publikasinya di World Economic Outlook Update bulan Januari 2010 memprakirakan
pertumbuhan ekonomi dunia dapat mencapai 3,9% pada tahun 2010 dan meningkat menjadi
4,3% pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi dunia tersebut lebih tinggi dari prakiraan
sebelumnya sebesar 3,1% pada tahun 2010 (IMF, dalam publikasinya di World Economic
Outlook bulan Oktober 2009). Negara-negara berkembang, yang terutama didominasi oleh
China dan India, diprakirakan dapat tumbuh sebesar 6,0% pada tahun 2010. Pertumbuhan
tersebut menyamai kinerja pada tahun 2008. Sementara itu, negara maju diprakirakan dapat
tumbuh sebesar 2,1% pada tahun 2010 dan 2,4% pada tahun 2011 (Tabel 4.1).

Sejalan dengan pemulihan perekonomian dunia tersebut, volume perdagangan dunia


diprakirakan meningkat di atas prakiraan sebelumnya. IMF dan World Bank pada bulan
Januari 2010 merevisi ke atas prakiraan pertumbuhan volume perdagangan dunia pada
tahun 2010 menjadi sebesar 5,8% dan 4,3% (yoy), melonjak tajam dibandingkan dengan
prakiraan sebelumnya sebesar masing-masing 2,5% dan 3,8%. Sementara untuk tahun 2011,
lembaga-lembaga tersebut memprakirakan volume perdagangan dunia kembali meningkat
menjadi sebesar 6,3% dan 6,2% (yoy). Lembaga internasional lainnya yaitu World Trade
Organisation (WTO) memprakirakan volume perdagangan dunia pada tahun 2010 meningkat
sangat tajam menjadi sebesar 9,5% (yoy).

Skenario Kebijakan Fiskal


Seiring dengan perkembangan ekonomi makro Pemerintah merencanakan perubahan
APBN 2010 atau RAPBNP 2010. Perubahan APBN 2010 ditujukan antara lain untuk (i)
mengantisipasi perubahan indikator ekonomi makro, (ii) menjaga stabilitas harga barang
dan jasa di dalam negeri; serta (iii) mempercepat pelaksanaan program-program prioritas
pembangunan nasional di tahun 2010 dan jangka menengah. Perubahan tersebut berdampak
pada melebarnya defisit APBN dari sebelumnya 1,6% PDB menjadi 2,1% PDB akibat lebih
besarnya kenaikan pengeluaran dibandingkan dengan kenaikan penerimaan.

Di sisi penerimaan, terjadi tambahan pendapatan yang terutama bersumber dari penerimaan
migas sejalan dengan asumsi harga minyak mentah yang lebih tinggi. Di sisi pengeluaran,
terjadi tambahan belanja yang dilakukan dalam rangka mengakomodir perubahan asumsi
ekonomi makro, menjaga stabilitas harga barang dan jasa, menampung anggaran belanja
untuk program-program prioritas pembangunan yang belum diakomodir di dalam APBN
2010 dan menjaga rasio anggaran pendidikan agar tetap sebesar 20% dari total belanja
negara. Di sisi pembiayaan defisit, meningkatnya defisit tersebut sebagian besar akan dibiayai
melalui tambahan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA).

29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI


Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5%-6,0% pada tahun 2010 (lebih
baik dari prakiraan semula sebesar 5,0%-5,5%) dan meningkat menjadi 6,0%-6,5% pada
tahun 2011. Akselerasi kegiatan perekonomian didukung oleh sisi eksternal yang membaik
serta permintaan domestik yang tetap kuat. Dari sisi eksternal, kegiatan ekspor barang
dan jasa terutama bersumber dari pemulihan ekonomi global baik di negara maju maupun
negara berkembang. Pemulihan yang terjadi di negara-negara mitra dagang Indonesia
akan mendorong peningkatan barang-barang ekspor Indonesia. Selanjutnya, hal tersebut
akan mendorong sektor-sektor yang terkait ekspor untuk tumbuh tinggi seperti sektor
industri pengolahan serta sektor perdagangan. Di samping kinerja ekspor yang membaik
tersebut, kegiatan konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap tumbuh tinggi sejalan dengan
pendapatan yang lebih tinggi karena income effect dari perbaikan ekspor dan terjaganya
tingkat keyakinan konsumen.

Prospek Permintaan Agregat


Konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap mencatat pertumbuhan yang cukup
tinggi, yakni sebesar 4,5%-5,0% pada tahun 2010 dan 2011. Cukup tingginya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh perbaikan yang terjadi di sisi
eksternal. Ekspor yang telah menunjukkan kinerja positif pada triwulan IV 2009 memberikan
dampak bagi meningkatnya pendapatan masyarakat. Hal tersebut tercermin pada ekspektasi
penghasilan 6 bulan yang akan datang hasil Survei Konsumen Bank Indonesia.

Di sisi lain, iklim investasi yang semakin kondusif dan prospek perekonomian yang cerah akan
mendorong investor untuk melakukan investasi baik dalam bentuk peningkatan kapasitas
produksi maupun perluasan usaha. Investasi yang lebih tinggi akan turut berkontribusi pada
peningkatan pendapatan. Dalam situasi demikian, daya beli masyarakat akan semakin kuat.
Prakiraan akselerasi konsumsi rumah tangga yang cukup tinggi juga didukung oleh terjaganya
tingkat keyakinan konsumen dan inflasi. Berbagai indikator menunjukkan perkembangan
yang sangat baik bahkan tren yang terus meningkat. Pertumbuhan penjualan motor dan

YOY, Tahun Dasar 2000

Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan

2009
Kom ponen 2008 2009 2010* 2011*
I II III IV
Konsumsi Rumah Tangga 5,3 6,0 4,8 4,7 4,0 4,9 4,5 - 5,0 4,8 - 5,3

Konsumsi Pemerintah 10,4 19,2 17,0 10,3 17,0 15,7 5,9 - 6,9 8,8 - 9,8

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 11,9 3,5 2,4 3,2 4,2 3,3 8,8 - 9,3 10,8 - 11,3

Ekspor Barang dan Jasa 9,5 -18,7 -15,5 -7,8 -3,7 -9,7 10,2 - 11,0 11,0 - 12,0

Impor Barang dan Jasa 10,0 -24,4 -21,0 -14,7 1,6 -15,0 12,5 - 13,5 14,8 - 15,8

PDB 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,5 - 6,0 6,0 - 6,5
* Angka Proyeksi Bank Indonesia

30
Perekonomian Indonesia ke Depan

mobil menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Demikian juga, impor barang
konsumsi tercatat mengalami akselerasi.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada tahun 2010 diprakirakan mengalami


perlambatan sebesar 5,9%-6,9%, dan kembali meningkat menjadi sekitar 8,8%-
9,8% pada tahun 2011. Pada tahun 2010, perlambatan konsumsi pemerintah diprakirakan
terjadi baik di pusat maupun daerah, yang disebabkan oleh menurunnya alokasi bantuan
sosial dan belanja lainnya. Sementara pada tahun 2011, meningkatnya alokasi belanja
pegawai dan belanja barang serta kembali meningkatnya dana bantuan sosial akan
mendorong akselerasi konsumsi pemerintah. Selain itu, dana perimbangan untuk daerah
juga mengalami peningkatan seiring dengan prakiraan meningkatnya penerimaan pajak
dan migas pemerintah.

Perbaikan iklim investasi serta prospek perekonomian yang lebih cerah akan
mendorong akselerasi pertumbuhan investasi. Investasi diprakirakan mampu
tumbuh mencapai 8,8%-9,3% dan 10,8%-11,3% pada tahun 2010 dan 2011. Iklim
investasi pada tahun 2010 diprakirakan mengalami perbaikan seiring dengan peningkatan
credit rating oleh beberapa lembaga pemeringkat Internasional. Pada tanggal 25 Januari
2010, Fitch Ratings menaikkan sovereign rating Indonesia menjadi BB+ dari semula BB
dengan stable outlook. Dengan peningkatan tersebut, peringkat Indonesia tinggal 1 notch
lagi di bawah investment grade. Selain itu, pada tanggal 12 Maret 2010, S&P juga menaikan
sovereign rating Indonesia dari BB- ke BB.

Optimisme akan cerahnya prospek investasi turut diperkuat oleh beberapa hasil survei Bank
Indonesia. Hasil Survei Persepsi Pasar menunjukkan 80,3% dari responden menyatakan bahwa
tahun 2010 merupakan saat yang tepat melakukan investasi, sedangkan hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha menunjukkan peningkatan nilai investasi ke depan. Di sisi lain, akselerasi
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemulihan ekspor akan mendorong peningkatan
aktivitas di sisi produksi. Indikasi tersebut diperlihatkan oleh beberapa indikator seperti impor
bahan baku dan impor barang modal yang tercatat meningkat sejak triwulan IV 2009.

Berdasarkan jenis investasi, investasi nonbangunan diprakirakan mencatat pertumbuhan


yang tinggi. Relatif murahnya biaya kredit serta kondusifnya fundamental perekonomian
menjadi faktor pendorong bagi pertumbuhan investasi nonbangunan. Meskipun suku bunga
BI Rate tidak lagi mengalami penurunan sejak Agustus 2009 hingga saat ini namun suku
bunga kredit diprakirakan masih akan mengalami penurunan dikarenakan adanya jeda (lag)
kebijakan moneter. Secara historis, bunga kredit yang lebih murah diikuti oleh pertumbuhan
investasi nonbangunan yang meningkat karena kucuran kredit investasi yang diprakirakan
akan semakin tinggi.

Sementara itu, investasi bangunan pada tahun 2010 dan 2011 diprakirakan tumbuh
stabil. Pertumbuhan investasi bangunan didorong oleh berjalannya program-program
pemerintah terkait infrastruktur serta maraknya pembangunan properti. Optimisme terhadap
pertumbuhan investasi bangunan didukung oleh berbagai indikator seperti konsumsi semen
dan penjualan semen yang berada pada tren yang meningkat.

31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Perkembangan ekonomi global yang semakin membaik akan meningkatkan


permintaan barang-barang dari Indonesia sehingga ekspor diprakirakan tumbuh
sebesar 10,2%-11,0% pada tahun 2010 dan meningkat 11,0%-12,0% pada tahun
2011. Berdasarkan karakteristik negara tujuan ekspor, mitra dagang Indonesia terdiri dari
negara-negara berkembang (seperti China, India, dan negara-negara ASEAN) maupun negara
maju (terutama AS, Jepang dan Eropa). Namun, porsi ekspor dari Indonesia berdasarkan
negara tujuan tersebut menunjukkan perkembangan yang berbeda. Ekspor ke negara-negara
berkembang menunjukkan porsi yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, sementara
ekspor ke negara-negara maju menunjukkan hal yang sebaliknya.

Kondisi di atas menyebabkan ekspor dari Indonesia mempunyai potensi untuk terakselerasi
pada periode mendatang, karena negara-negara berkembang cenderung menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding dengan negara-negara maju. Potensi
akselerasi ekspor dari Indonesia tercermin pada prakiraan pertumbuhan ekonomi negara-
negara mitra dagang Indonesia. IMF memprakirakan bahwa negara-negara berkembang
kemungkinan tumbuh sebesar 6,0% pada tahun 2010 dan 6,3% pada tahun 2011.
Sementara itu, negara-negara maju diprakirakan tumbuh sebesar 2,1% pada tahun 2010
dan 2,4% pada tahun 2011.

Selain didukung oleh permintaan yang meningkat dari negara mitra dagang, prospek ekspor
juga didukung oleh karakteristik ekspor Indonesia yang sebagian besar adalah komoditas-
komoditas berbasis sumber daya alam. Pada semester kedua 2009 di saat pemulihan
ekonomi global mulai terjadi, komoditas ekspor berbasis sumber daya alam memberikan
kontribusi pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding dengan komoditas manufaktur.
Komoditas tersebut terdiri dari barang-barang hasil pertanian (seperti karet, kayu, hasil laut),
hasil pertambangan (seperti batu bara, nikel, dan tembaga), serta CPO (Crude Palm Oil).
Komoditas berbasis sumber daya alam merupakan input di bagian awal dari mata rantai
produksi untuk menghasilkan barang-barang sekunder seperti barang manufaktur. Dalam
kondisi pascakrisis, aktivitas proses produksi akan berlangsung dengan intensif sehingga
permintaan hasil ekspor Indonesia akan meningkat lebih tinggi.

Sementara itu, komoditas manufaktur juga akan mengalami peningkatan seiring dengan
prospek pemulihan ekonomi yang membaik terutama di negara-negara maju. Komoditas
manufaktur hasil ekspor Indonesia antara lain produk-produk kimia, kertas serta tekstil.

Pertumbuhan ekspor dan aktivitas permintaan domestik yang meningkat akan


mendorong kegiatan impor barang dan jasa untuk tumbuh mencapai 12,5%-13,5%
pada tahun 2010, dan selanjutnya tumbuh 14,8%-15,8% pada tahun 2011. Kegiatan
ekspor terutama ke negara-negara mitra dagang yang meningkat akan membutuhkan bahan
baku baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Kebutuhan bahan baku dari luar
negeri akan dipenuhi dalam bentuk impor sehingga mendorong impor barang dan jasa untuk
tumbuh meningkat. Hubungan yang kuat antara ekspor dan pemenuhan kebutuhan bahan
baku dalam bentuk impor ini terlihat pada pertumbuhan ekspor dan impor yang searah.

Dari sisi domestik, meningkatnya kegiatan investasi juga akan mendorong impor barang
modal dan penggunaan bahan baku impor yang meningkat. Impor barang modal antara lain

32
Perekonomian Indonesia ke Depan

berupa mesin/pesawat mekanik, peralatan listrik, dan lain-lain. Impor bahan baku berupa
besi dan baja, bahan-bahan kimia, dan lain-lain, yang akan menjadi input bagi sektor industri
di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kegiatan investasi dalam negeri, kegiatan impor
juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan barang konsumsi rumah tangga. Barang-barang
konsumsi yang dominan diimpor antara lain bahan makanan dan minuman jadi, pakaian,
dan juga kendaraan bermotor.

Prospek Penawaran Agregat


Secara umum, prakiraan sektor-sektor PDB terkini mengalami koreksi ke atas
dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya. Pemulihan ekonomi negara mitra dagang
telah mendorong sektor industri berorientasi ekspor tumbuh lebih tinggi. Sejalan dengan itu,
sektor perdagangan mulai menggeliat, didorong oleh meningkatnya impor.

Pertumbuhan sektor pertanian di tahun 2010 diprakirakan lebih tinggi dari tahun
sebelumnya (mencapai 4,1-4,4%) meskipun terkena imbas fenomena El Nino.
Selanjutnya pada tahun 2011, sektor pertanian diprakirakan dapat tumbuh 4,4%-
4,6%. Kinerja sektor pertanian diprakirakan mendapat dukungan penuh dari Pemerintah.
Pemerintah berupaya melakukan pengawalan dan pemantauan intensif daerah-daerah yang
berpotensi terjadi kekeringan akibat El Nino. Pemerintah juga akan memberikan batuan
berupa pompa air dan bantuan benih unggul. Selain itu, Pemerintah telah berencana untuk
tetap menjaga swasembada beras dalam rangka ketahanan pangan. Program ketahanan
dan swasembada pangan mendorong pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian
melalui ekspansi lahan tanam, penyediaan bibit unggul dan perbaikan infrastruktur
pertanian.

Pengembangan pertanian yang kini tengah digarap pemerintah terfokus pada 3 kawasan
yaitu Dumai (Riau), Sumatera Utara (bekas Inalum) dan Merauke (Papua). Untuk Dumai dan
Sumatera Utara, pengembangan lahan pertanian ditujukan dalam rangka mendukung daerah

YOY, Tahun Dasar 2000

Tabel 4.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran

2009
Sektor 2008 2009 2010* 2011*
I II III IV
Pertanian 4,8 5,9 2,9 3,3 4,6 4,1 4,1 - 4,4 4,4 - 4,6
Pertambangan & Penggalian 0,7 2,6 3,4 6,2 5,2 4,4 4,2 - 4,4 4,4 - 4,6
Industri Pengolahan 3,7 1,5 1,5 1,3 4,2 2,1 4,1 - 4,4 4,4 - 4,7
Listrik, Gas & Air Bersih 10,9 11,2 15,3 14,5 14,0 13,8 13,6 - 14,2 14,2 - 14,5
Bangunan 7,5 6,2 6,1 7,7 8,0 7,1 8,1 - 8,5 8,3 - 9,2
Perdagangan, Hotel & Restoran 6,9 0,6 (-0,0) (-0,2) 4,2 1,1 5,1 - 5,5 5,7 - 6,2
Pegangkutan & Komunikasi 16,6 16,8 17,0 16,4 12,2 15,5 12,6 - 14,3 12,8 - 14,2
Keuangan, Persewaan & Jasa 8,2 6,3 5,3 4,9 3,8 5,0 4,9 - 5,3 5,5 - 5,9
Jasa - Jasa 6,2 6,7 7,2 6,0 5,7 6,4 4,9 - 5,2 5,7 - 6,0
PDB 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,5 - 6,0 6,0 - 6,5
* Angka Proyeksi Bank Indonesia

33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

tersebut menjadi basis industri minyak kelapa sawit mentah (CPO). Di Merauke, Papua,
pemerintah mengembangkan lahan pangan yang cukup luas (food estate). Lahan pangan
tersebut berupa kawasan penanaman kelapa sawit, kedelai, tebu, jagung dan padi. Saat ini,
seluas 500 ribu hektar lahan telah digunakan untuk mengembangkan tanaman jagung sejak
tahun 2008. Pengembangan tanaman jagung tersebut dilakukan dalam rangka mendukung
swasembada pangan nasional.

Dalam rangka mendorong produksi beras, pemerintah mendorong pengembangan produksi


padi unggul. Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian
menunjukkan bahwa lembaga tersebut telah mampu mengembangkan 7 varietas padi
hibrida, yaitu Galur CMS A1, Galur CMS A2, Galur Restorer R.17, Galur Restorer R.32, Hipa
5 Ceva, Hipa 6 Jete dan IR 8025A/BR827-35. Namun produktivitas dari benih padi hibrida
tersebut masih kalah dengan varietas yang dimiliki China. Persaingan dari sisi harga dan
produktivitas beras China menjadi tantangan yang berat di tahun 2015. Untuk itu pemerintah
akan mendorong para peneliti di Kementerian Pertanian untuk menyiapkan dan menghasilkan
varietas padi unggul yang dapat bersaing dengan China.

Konsumsi jagung ke depan diprakirakan akan terus meningkat. Upaya pemerintah


mendorong peningkatan konsumsi jagung oleh masyarakat dimaksudkan untuk menurunkan
ketergantungan pada beras sebagai makanan pokok. Selain itu, pengembangan tanaman
jagung juga didorong oleh permintaan yang meningkat dari peternakan unggas. Produksi
unggas diprakirakan tumbuh cukup tinggi rata-rata sekitar 30% dan jagung merupakan
bahan pakan utama untuk peternakan unggas.

Kinerja sektor pertambangan pada tahun 2010 diprakirakan mencapai 4,2%-4,4%, dan
pada tahun 2011 tumbuh sebesar 4,4%-4,6%. Penurunan produksi tambang tercermin
pada target penjualan emas yang menurun di tahun 2010 dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Penetapan target tersebut telah mempertimbangkan ekspektasi kadar emas
serta jumlah produksi bijih. Selain itu produksi minyak dan gas Indonesia diprakirakan akan
di bawah harapan. Beberapa hal menjadi penyebab rendahnya produksi migas nasional, yaitu
(i) usia sumur yang sudah tua, rata-rata memiliki natural decline 12%, sehingga diperlukan
temuan lapangan sumur yang baru, (ii) kondisi peralatan penunjang produksi sebagian besar
telah memasuki usia tua dan membutuhkan investasi tambahan untuk pemeliharaan atau
penggantian, (iii) anggaran eksplorasi migas yang relatif masih terbatas.

Kinerja sektor pertambangan terutama didukung oleh pertambangan batubara. Produksi


batubara tahun 2010 diprakirakan malampaui produksi tahun 2009. Produksi batubara
tahun 2010 diprakirakan mencapai 280 juta ton, lebih tinggi dari produksi tahun 2009
yang mencapai 250 juta ton. Prakiraan meningkatnya produksi batubara nasional didukung
oleh perkembangan terakhir produksi batubara yang meningkat signifikan menjelang akhir
kuartal pertama tahun 2010. Permintaan pasokan batubara diprediksi datang dari negara-
negara seperti India, China dan Jepang. Meskipun permintaan dari eksternal diprakirakan
meningkat, hal itu tidak akan memengaruhi pasokan batubara domestik.

Sektor industri pengolahan diprakirakan tumbuh sebesar 4,1%-4,4% pada tahun


2010 dan 4,4%-4,7% pada tahun 2011. Membaiknya perekonomian domestik dan global

34
Perekonomian Indonesia ke Depan

mendorong optimisme di sektor industri pengolahan. Ekspor yang mulai membaik, daya beli
yang meningkat baik dari eksternal maupun domestik, mendorong peningkatan produksi
di sektor ini. Dengan komitmen pemerintah untuk memperbaiki berbagai kendala dalam
kegiatan usaha seperti infrastruktur (jalan dan energi) serta penyederhanaan berbagai aturan
akan mendorong kian berkembangnya sektor ini.

Industri makanan dan minuman merupakan industri yang tetap berkinerja baik di tahun
lalu sementara industri lain terpuruk. Kinerja yang baik tersebut diprakirakan tetap berlanjut
pada tahun-tahun mendatang. Produksi air minum dalam kemasan sepanjang tahun 2010
diprakirakan mencapai 13,7 miliar liter, atau tumbuh 7,03% dibandingkan dengan produksi
tahun 2009 yang mencapai 12,8 miliar liter. Kementrian Perindustrian telah menerbitkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk air minum dalam kemasan (AMDK). Penerbitan
SNI tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 69/2009 tanggal 3
Juli 2009 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) AMDK secara wajib. Dengan
berlakunya SNI, maka produk AMDK Indonesia diharapkan siap bersaing secara global.

Sementara itu, aktivitas yang meningkat dari pembangunan infrastruktur dan berbagai
pembangunan pabrik mendorong meningkatnya kegiatan di industri-industri terkait dengan
sektor bangunan. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan ke depan beberapa
pelaku di industri semen berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Tren
konsumsi yang meningkat juga mendorong peningkatan produksi industri baja dan industri
komponen otomotif.

Industri alas kaki akan menerima relokasi pabrik sepatu dari 10 investor yang berasal dari
Taiwan, China, Korea dan Thailand. Investasi dari investor-investor tersebut diprakirakan
mencapai 20 juta dolar AS. Sejumlah lokasi di Indonesia yang dinilai kondusif dan strategis
untuk pengembangan industri alas kaki dari investor-investor tersebut yakni Tangerang,
Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan dan Bandung. Dari sisi infrastruktur daerah-daerah tersebut
dinilai relatif siap dijadikan sebagai basis produksi. Investasi kesepuluh investor itu diprakirakan
dapat menyerap sekitar 10.000 tenaga kerja baru. Rencana relokasi perusahaan sepatu asing
ke Indonesia disebabkan oleh upah buruh yang relatif lebih murah di Indonesia. Selain itu,
perizinan dan kondisi politik di Indonesia terus membaik.

Kondisi ekonomi yang membaik serta daya beli yang meningkat diprakirakan
mendorong sektor perdagangan, hotel dan restoran untuk tumbuh mencapai
5,1%-5,5% pada tahun 2010, lalu berlanjut sebesar 5,7%-6,2% pada tahun 2011.
Peningkatan kegiatan subsektor perdagangan tercermin pada indeks penjualan eceran yang
berada dalam tren yang meningkat. Seiring dengan berlakunya pasar bebas Asean-China
Free Trade Agreement (ACFTA), para pedagang akan mempunyai sumber pasokan yang
lebih besar untuk diperdagangkan. Barang-barang impor diprakirakan cukup mempunyai
pasar yang besar di Indonesia, hal itu tercermin dari besarnya keterkaitan impor dengan
perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tumbuh tinggi dalam kisaran


12,6%-14,3% pada tahun 2010, dan 12,8%-14,2% pada tahun 2011. Aktivitas ekonomi
yang meningkat, seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi, diprakirakan mendorong

35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

peningkatan kegiatan transportasi. Untuk mengantisipasi meningkatnya aktivitas perjalanan,


beberapa maskapai penerbangan berinvestasi untuk peremajaan dan penambahan armada
baru serta membuka rute penerbangan baru. Investasi tersebut selanjutnya akan diikuti
oleh perbaikan pelayanan kepada konsumen agar maskapai penerbangan domestik dapat
bersaing dalam menghadapi ASEAN Open Sky Policy.

Untuk meningkatkan kinerja industri penerbangan pemerintah memberikan insentif


fiskal dalam bentuk pemberian bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk suku
cadang pesawat di Indonesia. Sebanyak 30 maskapai penerbangan berjadwal dan sewa
memanfaatkan insentif tersebut. Ke-30 maskapai itu akan memanfaatkan insentif fiskal
suku cadang pesawat dengan pagu Rp312 miliar.

Di subsektor komunikasi, saat ini produsen industri telekomunikasi memfokuskan diri pada
pengembangan broadband dalam rangka perluasan penetrasi internet. Pengembangan mobile
broadband dipercaya dapat bermanfaat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, baik
dari segi sosial maupun ekonomi. Hal tersebut dapat terwujud bila layanan broadband dapat
tersedia dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas yang baik. Untuk itu Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertekad mendorong keberadaan broadband agar
mampu mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi. Untuk mengembangkan mobile broadband
pemerintah telah mengeluarkan sebanyak 8 WiMAX licenses yang diberikan di beberapa zona
sejak Juli 2009, dan diprakirakan akan mulai melayani secara komersial awal 2010.

Sektor bangunan diprakirakan dapat tumbuh mencapai 8,1%-8,5% pada tahun 2010
dan 8,3%-9,2% pada tahun 2011. Aktivitas sektor bangunan diprakirakan didorong oleh
pembangunan infrastruktur. Pemerintah telah berkomitmen untuk memperbaiki kondisi
infrastruktur di Indonesia untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Dari proyek energi
10.000 MW tahap I telah beroperasi sekitar 1.900 MW tahun 2009. Tambahan sebesar 2.400
MW akan terealisir di tahun 2010 dan sebesar 5.000 MW di tahun 2011. Proyek 10.000
MW yang siap beroperasi tahun 2010 yaitu PLTU Labuan unit 1 dan 2, PLTU Rembang unit
1 dan 2, PLTU Suralaya, PLTU Indramayu unit 1,2, dan 3 serta Paiton. Dengan beroperasinya
beberapa PLTU dari program energi 10.000 MW tahap I diharapkan dapat memperkuat sistem
kelistrikan Jawa-Bali, mengingat kebutuhan listrik tiap tahun meningkat sekitar 7%.

Sementara itu, proyek energi 10.000 MW tahap II baru mulai ditenderkan pada pertengahan
April 2010 dan diprakirakan sudah beroperasi tahun 2014. Pembangunan proyek energi
10.000 MW tahap II akan dibagi dalam beberapa termin. Termin I akan dibangun sebesar
3.976 MW pada tahun 2010 dan termin II akan dibangun sebesar 3.500 MW. Sisanya
akan dilanjutkan pada tahun berikutnya. Nilai investasi proyek energi 10.000 MW tahap II
diprakirakan sebesar 16,34 miliar dolar AS, yang terdiri dari proyek pembangkit senilai 15,96
miliar dolar AS dan pembangunan transmisi sebesar 383 juta dolar AS. Pendanaan dari proyek
ini berasal dari APBN, kas PT PLN, Japan International Cooperation Agency (JICA), pinjaman
dari China, dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Proyek-proyek pembangkit listrik yang akan
dibangun akan menggunakan bahan bakar energi terbarukan, batubara dan gas.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa diprakirakan tumbuh 4,9%-5,3% pada tahun
2010, dan meningkat sebesar 5,5%-5,9% pada tahun 2011. Kegiatan ekonomi yang

36
Perekonomian Indonesia ke Depan

lebih aktif diprakirakan meningkatkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan.
Sementara itu, dengan munculnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global dan domestik
yang kian menguat, respons perbankan terhadap perkembangan suku bunga ke depan
diprakirakan semakin membaik. Beberapa bank telah menyatakan keinginannya untuk
mendukung perkembangan sektor riil, terutama UMKM. Dengan demikian dukungan
pendanaan bagi kegiatan ekonomi akan tersedia dengan lebih mudah dan murah.

PRAKIRAAN INFLASI
Di sisi harga, tekanan inflasi diprakirakan belum akan signifikan sampai dengan semester
I-2010. Secara keseluruhan, inflasi ke depan diprakirakan tetap terjaga pada
sasaran yang ditetapkan yakni 5%±1% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun
2010, tekanan inflasi dari sisi eksternal terutama disumbang oleh peningkatan inflasi mitra
dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-
harga komoditas internasional. Dari sisi domestik, tekanan inflasi diprakirakan berasal dari
peningkatan permintaan sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian domestik. Hal
tersebut sebagaimana diindikasikan oleh total kapasitas utilisasi yang menunjukkan sedikit
peningkatan. Di sisi lain, ekspektasi inflasi cenderung membaik, terlihat dari hasil berbagai
survei yang menunjukkan menurunnya ekspektasi inflasi pada tahun 2010. Membaiknya
ekspektasi inflasi ini sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk tetap menjaga inflasi
berada dalam kisaran sasaran. Dari sisi inflasi volatile food, gangguan cuaca berupa banjir
di beberapa sentra produksi beras diprakirakan hanya memberikan tekanan inflasi yang
moderat di tengah meningkatnya harga pangan internasional.

Selanjutnya pada tahun 2011, tekanan inflasi inti diprakirakan sejalan dengan perbaikan
perekonomian domestik dan global yang terus berlanjut. Sementara itu, inflasi volatile food
diprakirakan relatif tetap. Relatif tetapnya inflasi volatile food terutama karena produksi dan
distribusi bahan makanan diprakirakan berjalan lancar sebagaimana tahun 2010. Inflasi
administered diprakirakan sedikit meningkat sejalan dengan kenaikan harga komoditas
internasional dan harga minyak dunia. Selain itu, pada 2011 juga diprakirakan tidak terjadi
kenaikan harga barang/jasa yang bersifat strategis (strategic administered) seperti BBM
subsidi, tarif listrik, serta tarif angkutan.

Faktor Risiko
Pertumbuhan PDB yang lebih optimis dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya tetap
mengandung beberapa risiko baik yang bersumber dari faktor eksternal maupun domestik.
Tingginya ketidakpastian yang memengaruhi prakiraan tersebut menyebabkan diperlukannya
metode untuk mengkuantifisir berbagai imbangan risiko, salah satunya dengan menggunakan
fan chart.

Pemulihan ekonomi global yang terus menunjukkan perbaikan dapat mendorong volume
perdagangan dunia pada tahun 2010 tumbuh lebih tinggi dibanding dengan prakiraan.
Sejalan dengan peningkatan volume perdagangan dunia tersebut, harga komoditas nonmigas

37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

berpotensi tumbuh lebih tinggi dibanding dengan prakiraan. Apabila aktivitas perdagangan
dunia tumbuh lebih tinggi, permintaan barang-barang ekspor Indonesia diprakirakan
meningkat. Sementara itu, peningkatan harga komoditas akan mendorong eksportir untuk
melakukan ekspor lebih banyak.
� �
Selanjutnya, pada tahun 2011 perkembangan perekonomian dunia
� � secara umum diprakirakan membaik. Namun, terdapat faktor risiko
� �
global yang bersumber dari (i) kemungkinan timbulnya financial system
distress, (ii) masih terbatasnya ketersediaan kredit, dan (iii) risiko inflasi
� �
karena ekses likuiditas global dan asset price bubbles. Hal-hal tersebut
� �
menyebabkan pertumbuhan ekonomi global berisiko tumbuh lebih
� � rendah dari prakiraan. Dengan demikian, pada 2011 masih terdapat
� � downside risk dari volume perdagangan dunia.
�� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ����
Berdasarkan faktor-faktor di atas, prakiraan PDB ke depan beserta
Grafik 4.1 imbangan risikonya pada 2010 dan 2011 tergambar pada fan chart PDB
Fan Chart PDB 2010-2011 (Grafik 4.1). Fan chart PDB juga menggambarkan tingkat ketidakpastian/
uncertainty prakiraan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi pada
tahun 2011 dibanding dengan prakiraan PDB 2010, tercermin pada kisaran
����� �����
grafik fan chart yang semakin melebar dari tahun 2010 ke 2011.
�� ��

�� ��
Seperti halnya dengan prakiraan PDB, prakiraan inflasi juga disertai
�� ��
oleh faktor ketidakpastian yang cukup besar, terutama risiko terjadinya
�� ��
kenaikan harga administered. Selain itu, faktor risiko juga timbul apabila
� �
produksi dan distribusi pangan lebih buruk dari yang diprakirakan.
� �
Selain faktor risiko yang dapat membawa proyeksi inflasi lebih tinggi
� �
dari yang diprakirakan, juga terdapat faktor yang dapat menurunkan
� �
tekanan inflasi yang berasal dari membaiknya ekspektasi inflasi. Potensi
� �
lebih membaiknya ekspektasi inflasi diprakirakan bersumber dari
��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ����
meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap upaya Bank Indonesia

Grafik 4.2 dalam mencapai sasaran inflasi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut,

Fan Chart Inflasi 2010-2011 prakiraan inflasi ke depan beserta imbangan risikonya pada 2010 dan
2011 tergambar pada fan chart inflasi (Grafik 4.2).

38
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009

5. Respons Kebijakan Moneter


Triwulan I-2010

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 6 April 2010 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate sebesar pada level 6,50%. Keputusan tersebut diambil setelah
mencermati dan mengevaluasi perkembangan perekonomian pada triwulan I 2010 dan
membahas prospek ekonomi ke depan. Bank Indonesia memandang bahwa tingkat BI Rate
sebesar 6,50 % masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5%+1% dan
arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan
perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan.

Inflasi pada Maret 2010 menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Secara bulanan,
IHK tercatat deflasi sebesar 0,14% (mtm) atau secara tahunan tercatat sebesar 3,43% (yoy).
Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2010 secara keseluruhan diyakini akan
berada pada kisaran sasaran sebesar 5%±1%.

Kondisi perbankan hingga saat ini masih relatif terjaga. Likuiditas perekonomian menunjukkan
peningkatan selama triwulan I 2010. Hingga Februari 2010, pertumbuhan kredit juga
menunjukkan perkembangan yang positif hingga mencapai 9,4% (yoy). Di sisi mikro, industri
perbankan dalam kondisi stabil seperti tercermin dari masih tingginya tingkat kecukupan
modal CAR dan terjaganya NPL gross di level 4%.

Ke depan, kebijakan moneter diarahkan untuk secara konsisten menjaga inflasi yang
rendah dengan tetap memerhatikan upaya percepatan pemulihan ekonomi. Berbagai
upaya akan dilakukan untuk semakin mendorong efektifitas transmisi kebijakan moneter,
termasuk melalui peningkatan efisiensi perbankan. Di samping itu, Bank Indonesia juga
akan melakukan upaya untuk mengelola risiko agar stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan tetap dapat dipertahankan. Sejumlah langkah yang akan ditempuh antara lain
mengelola ekses likuiditas di pasar uang dan perbankan agar kondusif bagi upaya memelihara
stabilitas moneter dan stabilitas sistem keugangan, dan penguatan sinergi kebijakan antara
Bank Indonesia dan Pemerintah. Di tingkat pusat, sinergi dilakukan melalui Tim Koordinasi
Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI), dan di tingkat daerah
dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Melalui forum tersebu, diupayakan
tekanan-tekanan inflasi yang bersumber dari sisi penawaran (supply) dapat diatasi.

39
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang. Deposito Berjangka. dan Kredit
(Persen per Tahun)

Suku Bunga Deposito Berjangka ** Suku Bunga Kredit**


Suku Bunga Tingkat
Periode Pasar Uang Diskonto
1 3 6 12 24 Modal
Antarbank* SBI* Investasi
bulan bulan bulan bulan bulan Kerja

2005
Trw. I 5.95 7.44 6.50 6.93 7.35 8.04 9.42 13.31 13.78
Trw. II 6.95 8.25 6.98 7.19 7.11 7.11 8.05 13.36 13.65
Trw. III 6.92 10.00 9.16 8.51 8.01 8.65 8.82 14.51 14.47
Trw. IV 9.44 12.75 11.98 11.75 10.17 10.95 12.39 16.23 15.66

2006
Trw. I 10.28 12.73 11.61 12.19 12.10 12.02 12.64 16.35 15.90
Trw. II 10.23 12.50 11.34 11.70 12.09 12.28 12.61 16.15 15.94
Trw. III 8.90 11.25 10.47 11.05 11.52 12.36 12.47 15.82 15.66
Trw. IV 5.97 9.75 8.96 9.71 10.70 11.63 11.84 15.07 15.10

2007
Trw. I 7.52 9.00 8.13 8.52 9.29 10.17 11.73 14.49 14.53
Trw. II 5.58 8.75 7.46 7.87 8.40 9.54 11.73 13.88 13.99
Trw. III 6.83 8.25 7.13 7.44 7.80 8.91 11.24 13.31 13.45
Trw. IV 4.33 8.00 7.19 7.42 7.65 8.24 10.83 13.00 13.01

2008
Trw. I 8.01 7.96 6.88 7.26 7.57 7.79 10.06 12.88 12.59
Trw. II 8.43 8.73 7.19 7.49 7.79 7.78 9.91 12.99 12.51
Trw. III 9.37 9.71 9.26 9.45 9.14 9.34 9.83 13.93 13.32
Trw. IV 9.40 10.83 10.75 11.16 10.34 10.43 8.62 15.22 14.40

2009
Trw. I 8.04 8.21 9.42 10.65 10.45 11.31 8.33 14.99 14.05
Trw. II 6.96 6.95 8.52 9.25 9.75 11.37 9.03 14.52 13.78
Trw. III 6.30 6.48 7.43 8.35 8.71 10.80 9.14 14.17 13.20
Trw. IV 6.28 6.46 6.87 7.48 7.87 9.55 9.10 13.69 12.96

2010
Trw. I 6.18 6.41 7.09 7.31 7.59 9.12 7.68 13.75 13.24

* Posisi Pebruari 2010


** Posisi Januari 2010

40
Tabel Statistik

Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)



Periode Transaksi

antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi

2005
Trw. I 16.751 369.495 415.784 5 7 . 5 3 6
Trw. II 18.589 362.770 315.996 1 0 1 . 0 5 8
Trw. III 17.430 230.026 289.657 4 1 . 4 2 7
Trw. IV 20.316 183.663 150.534 7 4 . 6 3 2

2006
Trw. I 23.866 415.638 356.471 1 3 3 . 7 9 9
Trw. II 23.910 517.853 483.967 1 6 7 . 6 8 5
Trw. III 25.383 599.495 586.715 1 8 0 . 4 6 4
Trw. IV 27.706 665.673 636.381 2 0 9 . 7 5 6

2007
Trw. I 37.341 774.866 740.951 2 4 3 . 6 7 1
Trw. II 38.323 846.655 832.325 2 5 8 . 0 0 2
Trw. III 36.615 895.562 887.411 2 6 6 . 1 5 2
Trw.IV 32.061 777.247 795.475 2 4 7 . 9 2 6

2008
Trw. I 37.482 858.289 906.767 2 1 2 . 4 6 3
Trw. II 23.510 489.529 543.655 1 6 5 . 1 4 5
Trw. III 27.115 389.138 437.313 1 1 6 . 9 6 9
Trw. IV 14.029 404.071 340.913 1 8 0 . 1 2 8

2009
Trw. I 22.897 398.394 397.703 2 3 3 . 7 5 4
Trw. II 30.656 324.806 324.775 2 3 1 . 3 9 2
Trw. III 29.038 451.257 449.566 2 1 7 . 2 8 7
Trw. IV 24.566 631.233 592.046 2 5 3 . 7 5 6

1) Transaksi pagi hari


2) Hanya mencakup transaksi antar Bank Indonesia dengan perbankan. Sejak Maret 1994 termasuk SBPU Repo.

41
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)

2007 2008 2009 2010


I II III IV I II III IV I II III IV I*

1 Bank Pemerintah 282.633 301.186 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 533.945 520.865
- Pertanian 24.222 26.805 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 45.091 32.789
- Pertambangan 7.414 9.006 6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 16.795 14.196
- Perindustrian 71.600 69.959 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 92.485 90.957
- Perdagangan 63.561 68.172 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 129.497 65.460
- Jasa-jasa 39.477 44.868 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 93.320 93.431
- Lain-lain 76.359 82.376 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 156.757 224.031

2 Bank Umum Swasta Nasional 335.998 367.168 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 593.400 578.640
- Pertanian 11.312 12.053 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 21.359 20.049
- Pertambangan 5.409 7.321 7.076 10.678 9.621 10.137 10.850 11.137 8.979 9.697 10.861 15.013 14.409
- Perindustrian 59.826 63.319 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 92.738 88.948
- Perdagangan 86.783 95.549 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 134.434 129.676
- Jasa-jasa 80.252 90.497 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 162.535 143.922
- Lain-lain 92.416 98.429 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 167.321 181.636

3 Bank Pemerintah Daerah 58.851 65.123 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 120.701 118.671
- Pertanian 2.090 2.130 2.248 2.274 2.379 2.710 3.067 3.182 3.143 3.289 3.749 3.706 3.397
- Pertambangan 58 58 55 43 53 182 187 270 312 388 615 675 643
- Perindustrian 487 520 543 631 710 770 787 814 829 943 1.082 1.146 1.891
- Perdagangan 8.386 8.762 9.295 9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 15.278 13.685
- Jasa-jasa 6.776 7.747 9.850 8.879 8.615 10.831 13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 17.565 16.083
- Lain-lain 41.054 45.906 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 82.331 82.973

4 Bank Asing & Campuran 117.232 121.509 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 170.748 167.735
- Pertanian 5.395 5.460 5.933 7.817 7.449 6.425 6.505 6.419 7.020 6.669 5.535 5.236 4.725
- Pertambangan 2.287 2.540 2.629 3.972 4.591 3.910 4.478 5.327 6.081 4.712 6.235 9.076 8.810
- Perindustrian 50.219 51.029 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 59.314 54.578
- Perdagangan 7.691 9.035 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 12.873 14.857
- Jasa-jasa 30.709 31.540 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 52.828 51.962
- Lain-lain 20.931 21.905 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 31.421 32.802

5 Bank Perkreditan Rakyat 117.232 121.509 20.334 20.469 21.592 23.856 25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 28.014 28.353
- Pertanian 5.395 5.460 1.294 1.339 1.498 1.672 1.769 1.733 1.774 1.915 1.934 2.002 2.036
- Pertambangan 2.287 2.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- Perindustrian 50.219 51.029 324 333 367 391 436 426 433 456 486 505 507
- Perdagangan 7.691 9.035 7.831 7.664 7.973 8.866 9.516 9.307 8.998 9.368 9.746 9.801 9.866
- Jasa-jasa 30.709 31.540 2.084 2.093 2.185 2.433 2.684 2.672 2.705 2.861 2.935 3.054 3.084
- Lain-lain 20.931 21.905 8.801 9.040 9.569 10.494 11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 12.652 12.860

6 Sub jumlah (1 s.d. 4) 794.714 854.986 913.158 1.004.178 1.038.912 1.148.891 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 1.446.808 1.414.264
- Pertanian 43.019 46.448 49.654 57.203 57.562 61.413 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 77.394 62.996
- Pertambangan 15.168 18.925 16.310 25.336 27.634 29.151 30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 41.559 38.059
- Perindustrian 182.132 184.827 190.242 204.141 212.000 232.705 249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 246.188 236.881
- Perdagangan 166.421 181.518 192.985 214.804 211.719 235.898 249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 301.883 233.544
- Jasa-jasa 157.214 174.652 188.838 210.561 221.123 249.700 286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 329.302 308.482
- Lain-lain 230.760 248.616 275.129 292.133 308.874 340.024 369.513 379.832 384.437 404.942 424.923 450.482 534.301

* Data Januari 2010


1) Tidak termasuk pemerintah pusat. bukan penduduk. nilai lawan valas. RDI dan kredit kelolaan

42
Tabel Statistik

Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)

M2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar

Tagihan Tagihan
Akhir M1 Aktiva Tagihan Pada Pada
Periode Luar Bersih Lembaga Perusahaan
Uang Uang Uang Negeri Pemerintah Pemerintah Swasta dan Lainnya
Jumlah 1) Jumlah2) Kartal Giral Kuasi Bersih Pusat3) BUMN Perorangan Bersih4)

2004 1.033.877 245.946 109.028 136.918 785.261 253.260 500.318 13.908 605.927 -90.113
2005 1.202.762 271.140 123.991 147.149 929.343 301.573 495.686 17.220 733.183 -87.639
2006 1.382.493 347.013 150.654 196.359 1.032.865 401.710 507.337 27.648 821.649 -107.498
2007 1.649.662 450.055 182.967 267.089 1.196.119 509.843 507.120 39.891 1.005.739 -102.955
2008 1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144


2008
Trw. I 1.594.390 409.768 164.609 245.159 1.181.322 533.323 385.570 33.669 1.053.869 -94.992
Trw. II 1.703.381 453.047 189.040 264.007 1.247.213 550.015 371.647 36.516 1.159.311 -113.902
Trw. III 1.778.139 479.738 222.805 256.934 1.295.292 509.659 360.756 45.375 1.253.456 -93.287
Trw. IV 1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144


2009
Trw. I 1.916.752 448.034 186.119 261.914 1.466.364 691.465 363.536 46.541 1.303.885 -109.433
Trw. II 1.977.533 482.621 203.406 279.215 1.491.950 655.440 399.395 48.996 1.320.131 -103.076
Trw. III 2.018.031 490.022 210.343 279.679 1.525.204 688.891 390.295 55.139 1.348.814 -139.119
Trw. IV 2.141.384 515.824 226.006 289.818 1.622.055 663.635 449.977 66.589 1.408.724 -125.445


2010
Trw. I* 2.108.857 494.698 211.852 282.846 1.607.204 688.591 414.780 65.304 1.361.997 -117.003

* Posisi Januari 2010


1) M1 + uang kuasi + surat berharga selain saham dgn sisa jk.waktu s.d 1 thn
2) Uang Kartal ditambah uang giral
3) Termasuk rekening khusus pemerintah
4) Termasuk derivatif keuangan

43
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)

2007 2008 2009 2010



I II III IV I II III IV I II III IV I*

I. Uang Primer 272,239 289,727 310,265 379,582 325,044 349,649 392,136 344,688 304,718 322,994 354,297 402,118 380,145

a. Statutory Reserve Shortfall 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Uang yang diedarkan 155,498 173,888 189,221 220,785 198,940 224,342 270,243 264,391 226,672 244,634 273,744 279,029 255,418

- Uang kartal di masyarakat 129,618 146,715 160,327 183,419 164,995 189,453 223,166 209,378 186,538 203,838 210,822 226,382 207,226

- Kas bank umum 25,880 27,173 28,894 37,366 33,945 34,889 47,077 55,013 40,134 40,796 62,923 52,646 48,192

c. Saldo Giro Positif Bank 116,558 115,524 120,740 158,452 125,705 124,811 121,302 79,648 77,404 77,744 79,920 89,903 87,743

d. Giro Sektor Swasta 183 315 304 345 399 496 591 650 642 616 633 601 649

II. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Uang Primer

a. Net International Reserve 1) 305,744 330,295 337,523 356,883 351,874 351,561 355,967 338,692 354,727 356,930 376,681 403,858 434,958

b. Net Domestic Assets -33,505 -40,569 -27,258 22,699 -212,380 -192,491 -137,121 -213,668 -323,022 -259,388 -211,887 -183,794 -235,956

- Tagihan Bersih pada Pemerintah 200,460 187,081 184,961 249,069 128,907 117,614 123,797 172,012 105,571 136,202 144,747 200,956 146,762

- Bantuan Likuiditas 18,186 18,136 18,136 8,847 8,838 8,800 8,800 8,711 8,715 8,715 8,715 8,665 8,660

- Kredit Likuiditas 10,598 10,366 10,206 9,994 9,751 9,353 9,227 9,009 8,783 8,622 8,458 8,231 8,169

- Tagihan Lainnya 5,366 5,389 5,357 3,074 3,089 3,295 3,155 3,815 2,546 2,472 2,415 2,415 11,236

- Operasi Pasar Terbuka -247,525 -264,280 -254,096 -281,164 -219,099 -191,525 -152,563 -233,866 -257,701 -267,412 -242,991 -289,892 -303,893

- SBI (net) 2) -239,977 -257,998 -265,034 -247,688 -212,463 -165,145 -116,967 -179,879 -232,700 -232,731 -220,676 -226,887 -270,784

- FASBI -19,298 -21,615 -4,750 -48,933 -5,737 -4,989 -1,403 -4,223 -15,288 -28,277 -22,824 -36,416 -25,442

- Lain-Lain 3) 11,750 15,333 15,688 15,457 -899 -21,391 -34,193 -49,764 -9,714 -6,404 509 -26,589 -7,666

- Net Other Items -139,050 -121,610 -131,204 -141,151 -143,866 -140,027 -129,538 -173,348 -190,936 -147,987 -133,230 -114,170 -106,892

* Posisi Februari 2010


1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $
sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $
sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $
sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $
sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity)
2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah
3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)

44
Tabel Statistik

Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta $)

2006 2007 2008* 2009**

Total I II III IV Total I II III IV Total I II III IV

I. Transaksi Berjalan 10.859 2.638 2.271 2.152 3.431 10.492 2.742 -1.013 -967 -637 126 2.509 2.481 2.150 3.442

A. Barang bersih (Neraca
Perdagangan) 29.660 7.710 8.108 7.488 9.448 32.754 7.536 5.443 5.771 4.166 22.916 6.886 8.367 8.491 11.454
1. Ekspor f.o.b 103.528 26.626 29.202 30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.768 139.606 24.179 28.130 31.273 35.932
2. Impor f.o.b -73.868 -18.916 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.603 -116.690 -17.293 -19.763 -22.781 -24.478

B. Jasa-jasa (bersih) -9.874 -3.163 -2.991 -2.764 -2.922 -11.841 -3.071 -3.387 -3.313 -3.227 -12.998 -2.743 -3.310 -3.517 -4.585

C. Pendapatan (bersih) -13.790 -3.163 -4.023 -3.811 -4.527 -15.525 -3.093 -4.425 -4.756 -2.881 -15.155 -2.742 -3.776 -4.072 -4.742

D. Transfer Berjalan 4.863 1.254 1.178 1.240 1.432 5.104 1.371 1.356 1.331 1.305 5.364 1.109 1.200 1.247 1.315

II. Transaksi Modal dan Finansial 3.025 1.836 2.029 -934 661 3.592 -529 2.105 2.370 -5.822 -1.876 1.502 -1.757 2.523 1.405

A. Transaksi Modal 350 43 127 255 122 547 17 62 187 29 294 19 29 34 14

B. Transaksi Finansial 2.675 1.793 1.902 -1.189 539 3.045 -546 2.043 2.184 -5.850 -2.170 1.483 -1.785 2.489 1.390

1. Investasi Langsung 2.211 -246 1.426 764 309 2.253 630 197 1.871 720 3.419 453 400 472 988
a. Ke Luar Negeri (bersih) -2.703 -1.282 392 -1.427 -2.358 -4.675 -1.730 -1.436 -1.517 -1.217 -5.900 -1.451 -1.047 -515 26
b. Di Indonesia/FDI (bersih) 4.914 1.037 1.034 2.191 2.667 6.928 2.360 1.633 3.388 1.937 9.318 1.904 1.447 987 962
2. Investasi Portfolio 4.174 2.491 3.810 466 -1.200 5.567 1.984 4.188 -74 -4.377 1.721 1.859 1.959 2.988 3.298
a. Aset (bersih) -1.933 -497 -1.897 -1.257 -764 -4.415 -823 60 -65 -467 -1.294 133 362 -331 -403
b. Kewajiban (bersih) 6.107 2.988 5.707 1.723 -437 9.982 2.807 4.128 -9 -3.910 3.015 1.726 1.597 3.319 3.701
3. Investasi Lainnya -3.791 -452 -3.334 -2.419 1.430 -4.775 -3.160 -2.342 387 -2.194 -7.309 -829 -4.144 -970 -2.896
a. Aset (bersih) -1.588 -105 -2.283 -2.360 262 -4.486 -2.672 -1.974 -1.610 -4.498 -10.755 -307 -2.271 -6.325 -3.729
b. Kewajiban (bersih) 2) -2.204 -348 -1.051 -59 1.168 -289 -489 -367 1.998 2.304 3.446 -522 -1.873 5.355 833

III. Jumlah (I + II) 13.885 4.475 4.300 1.218 4.092 14.085 2.213 1.091 1.404 -6.459 -1.750 4.011 724 4.673 4.847

IV. Selisih Perhitungan 625 -95 -664 -38 -572 -1.369 -1.181 233 -1.493 2.246 -195 -56 328 -1.127 -893

V. Neraca Keseluruhan (III + IV) 14.510 4.379 3.637 1.179 3.520 12.715 1.032 1.324 -89 -4.212 -1.945 3.955 1.052 3.546 3.954

VI. Lalu Lintas Moneter 3) -14.510 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954
a. Perubahan Cadangan Devisa -6.902 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954

b. IMF: -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Penarikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pembayaran -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Memorandum:
Posisi Cadangan Devisa 4)
Transaksi Berjalan (% PDB) 42.586 47.221 50.924 52.875 56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 66.105
Rasio Pembayaran Utang (%) 5) 2.9 2.6 2.1 1.9 3.0 2.4 2.3 -0.8 -0.7 -0.5 0.0 2.2 1.9 1.5 2.2
a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan 24.8 19.8 21.4 15.2 21.2 19.4 16.2 17.8 15.2 24.2 18.1 23.4 24.4 19.3 23.9
Otoritas Moneter 6) 14.2 5.6 9.4 5.1 9.0 7.3 4.4 7.7 4.7 9.2 6.4 6.0 10.0 5.2 8.5

*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
1) Format baru sejak publikasi Januari 2004
2) Tidak termasuk pinjaman IMF
3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004. perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
4) Sejak 1988. posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000. posisi cadangan devisa memakai konsep
Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.
6) Terdiri dari Pemerintah. BUMN di luar bank. dan Bank Indonesia.

45
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)

2007 2008 2009 2010


Kelompok/Sub Kelompok
I II III IV I II III IV I II III IV I

I. Bahan Makanan 3,71 -1,21 4,00 4,43 5,91 1,28 4,75 0,60 1,44 -1,76 4,94 -0,67 1,67
A. Padi-padian. umbi-umbian dan
hasil-hasilnya 12,16 -6,50 0,69 3,48 2,59 2,11 0,60 0,91 2,76 -0,75 1,06 3,17 6,90
B. Daging dan hasil-hasilnya -2,93 5,12 9,08 -2,04 4,14 0,29 13,94 -4,64 2,39 -0,26 6,47 -4,14 0,72
C. Ikan segar 1,37 -2,71 4,65 2,11 5,84 2,01 12,12 2,94 2,25 -2,52 4,63 -3,25 0,09
D. Ikan diawetkan 0,35 0,39 3,06 0,73 7,87 1,84 8,04 4,32 2,24 -0,88 1,60 0,14 0,44
E. Telur. susu dan hasil-hasilnya -1,02 4,05 11,46 0,26 6,88 -0,19 8,94 -2,51 -0,34 -0,54 1,57 -0,51 0,01
F. Sayur-sayuran -0,30 -1,04 2,17 7,39 2,42 1,68 3,79 6,60 2,59 -5,97 6,34 -0,97 4,13
G. Kacang-kacangan 3,81 2,61 4,49 7,90 28,51 1,84 5,93 0,42 0,18 -2,59 1,18 0,47 -18,67
H. Buah-buahan 2,21 1,39 2,87 1,79 1,38 0,89 7,30 1,68 0,71 3,11 8,14 -1,81 0,34
I. Bumbu-bumbuan -3,70 -8,06 -0,43 25,17 2,85 -0,07 -10,49 8,28 1,66 -8,24 23,17 0,07 -4,89
J. Lemak dan minyak 8,63 12,79 7,09 6,71 15,72 1,47 -1,65 -6,81 -0,81 0,12 -1,30 -1,57 0,85
K. Bahan makanan lainnya 1,32 1,50 0,75 -1,47 2,02 1,00 3,57 1,20 1,62 0,61 2,37 -1,40 0,67

II. Makanan jadi. Minuman. Rokok
dan Tembakau 1,89 1,19 1,33 1,85 4,02 1,33 2,62 2,43 2,40 1,18 2,12 1,90 2,62
A. Makanan jadi 1,67 1,00 1,35 2,36 5,50 1,63 2,83 2,35 1,59 1,03 1,46 1,42 2,69
B. Minuman yang tidak beralkohol 1,75 0,20 0,46 -0,20 1,47 1,06 2,15 1,50 5,39 2,15 5,61 2,46 2,86
C. Tembakau dan minuman beralkohol 2,24 2,60 1,85 2,28 1,89 0,73 2,60 3,70 2,42 0,82 1,06 3,13 1,81

III. Perumahan 1,81 0,75 1,27 0,97 2,79 1,14 3,58 1,00 0,42 0,26 0,47 0,67 0,67
A. Biaya tempat tinggal 2,12 0,83 1,11 1,58 2,22 1,67 2,16 0,73 1,00 0,12 0,53 0,70 0,83
B. Bahan bakar. penerangan dan air 1,69 0,15 1,92 -0,45 4,69 -0,12 8,94 1,66 -1,48 0,29 0,55 0,83 0,51
C. Perlengkapan rumah tangga 1,20 0,52 0,57 1,05 1,45 0,97 1,66 1,10 0,95 0,68 0,75 0,67 0,31
D. Penyelenggaraan rumah tangga 1,70 1,79 1,61 1,30 2,71 0,86 1,71 1,08 1,00 0,53 -0,21 0,25 0,62

IV. Sandang 0,72 0,39 2,34 4,78 4,30 0,49 0,77 2,58 4,48 -1,88 1,06 2,31 -0,66
A. Sandang laki-laki 0,37 0,29 1,29 1,70 0,81 0,27 3,02 0,35 0,38 0,55 2,49 0,45 1,02
B. Sandang wanita 0,10 0,71 0,94 1,45 0,68 0,46 2,15 0,30 0,44 0,29 1,24 0,49 0,44
C. Sandang anak-anak 0,50 0,32 1,34 0,86 0,56 0,64 2,13 0,23 0,26 0,39 1,67 0,37 0,69
D. Barang pribadi dan sandang lainnya 2,09 0,35 5,53 13,60 12,66 0,59 -2,46 7,26 13,49 -6,30 -0,37 6,13 -2,88

V. Kesehatan 1,39 0,71 1,03 1,12 3,00 0,83 1,64 1,10 1,27 1,20 0,77 0,59 0,58
A. Jasa kesehatan dan obat-obatan 1,92 0,45 0,32 0,44 5,12 0,47 1,07 0,69 1,60 1,72 0,85 0,69 0,52
B. Obat-obatan 1,32 0,82 1,08 1,46 1,96 1,31 2,19 1,60 1,14 1,39 0,42 0,86 0,65
C. Jasa perawatan jasmani 1,16 1,85 0,61 0,73 1,15 1,10 2,36 1,61 1,39 0,73 1,38 1,38 0,84
D. Perawatan jasmani dan kosmetik 1,46 0,80 1,56 1,52 2,32 0,90 1,76 1,26 1,01 0,42 0,83 0,41 0,57

VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga 0,36 0,01 7,97 0,43 0,14 0,44 3,77 0,82 0,22 0,22 2,94 0,48 0,18
A. Biaya pendidikan 0,46 0,03 12,73 0,36 0,09 0,18 6,76 0,70 0,04 0,06 4,86 0,62 0,03
B. Kursus dan pelatihan 1,04 0,26 0,87 0,48 0,72 0,45 4,95 0,32 0,59 0,46 1,27 0,77 0,77
C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 0,36 0,36 1,58 0,66 0,30 0,72 1,14 1,11 0,37 0,16 0,74 0,19 0,30
D. Rekreasi 0,13 -0,23 0,01 0,64 0,20 0,92 0,51 1,02 0,48 0,55 0,74 0,30 0,37
E. Olah raga 0,79 0,36 0,35 2,23 0,47 0,20 0,91 0,49 0,51 0,33 0,52 0,75 0,87

VII. Transpor dan Komunikasi 0,22 0,46 0,15 0,42 0,37 8,72 0,92 -2,94 -4,66 0,32 1,16 -0,44 0,34
A. Transpor 0,24 0,60 0,00 0,49 0,27 12,98 1,03 -4,46 -6,95 0,54 1,70 -0,73 0,50
B. Komunikasi dan pengiriman 0,05 0,01 -0,02 0,00 0,01 -0,12 0,02 0,20 -0,07 -0,31 -0,32 -0,23 -0,40
C. Sarana dan penunjang transpor 0,50 0,24 2,43 1,27 1,40 0,84 1,34 1,64 1,38 0,34 0,87 1,07 0,96
D. Jasa Keuangan 0,01 0,01 0,00 0,00 4,90 0,01 3,89 0,00 0,00 0,00 0,65 0,00 0,00

U M U M 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002
(2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

46
Tabel Statistik

Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)

2007 2008 2009 2010


Kota
I II III IV I II* III IV I II III IV I

1. Lhokseumawe 2,16 -2,16 5,34 -1,05 4,84 4,38 2,92 2,97 -0,56 -0,37 4,37 0,53 -0,09
2. Banda Aceh 4,61 -1,67 5,85 1,94 3,49 2,75 1,36 1,39 0,35 0,14 4,12 -1,08 0,44
3. Padang Sidempuan 1,92 -2,34 3,76 2,51 4,65 2,53 1,27 1,56 -0,03 -1,07 2,66 0,33 0,38
4. Sibolga 6,92 -0,29 1,15 2,69 4,63 2,31 3,06 2,22 -0,52 -0,01 3,45 -1,28 1,21
5. Pematang Siantar 2,98 -0,55 3,78 1,97 3,07 2,88 1,37 1,33 -0,20 0,10 3,26 -0,41 1,04
6. M e d a n 1,63 -0,51 1,96 3,23 2,19 2,07 1,21 2,26 -0,84 -0,17 3,35 0,38 1,05
7. Padang 3,68 -1,96 2,06 3,05 4,35 4,09 2,04 2,07 0,04 -1,34 2,79 0,59 1,02
8. Pekanbaru 3,67 -1,49 1,92 3,31 4,15 2,46 3,17 0,55 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79
9. Batam 1,40 -0,34 2,15 1,56 2,91 2,29 1,72 0,58 0,64 -0,43 1,76 -0,09 1,72
10. Jambi 3,17 -1,22 2,57 2,75 2,16 4,19 1,76 -0,19 0,26 -0,72 2,37 0,58 1,53
11. Palembang 0,64 0,85 3,23 3,28 3,11 3,41 3,20 -0,29 -0,06 0,09 1,57 0,25 0,58
12. Bengkulu 1,36 -0,88 3,10 1,37 4,09 4,14 3,61 0,34 0,09 -0,74 4,06 -0,48 1,35
13. Bandar Lampung 0,71 0,12 3,40 2,22 3,29 2,93 4,95 0,74 0,92 -1,29 4,85 -0,25 0,15
14. Pangkal Pinang 2,62 -0,98 0,67 0,33 6,53 4,20 4,26 0,13 -0,78 -0,74 3,16 0,57 1,37
15. Dumai - - - - - 3,80 3,04 1,22 -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26
16. Tanjung Pinang - - - - - 2,45 3,33 1,19 0,32 -0,73 1,29 0,55 0,80
17. Jakarta 1,95 0,51 1,85 1,61 3,51 1,94 2,54 - - - - - -
18. Tasikmalaya 3,73 -0,04 1,65 2,20 2,57 2,54 3,64 - - - - - -
19. Serang - - - - - 2,21 4,50 - - - - - -
20. Tangerang - - - - - 3,04 3,21 0,00 0,32 -0,06 2,03 0,19 0,74
21. Cilegon - - - - - 2,11 0,88 1,57 0,63 0,36 1,89 0,20 0,87
22. Bogor - - - - - 1,15 2,38 0,46 0,79 -0,27 1,72 -0,08 1,11
23. Sukabumi - - - - - 2,80 3,42 1,32 1,67 0,35 1,25 0,18 0,61
24. Bekasi - - - - - 1,24 3,82 0,03 0,01 -0,26 1,76 0,41 1,26
25. Depok - - - - - 2,45 3,49 0,18 -0,87 -0,20 2,43 -0,03 0,75
26. Bandung 1,13 -0,26 2,48 1,82 2,81 2,76 2,28 -0,07 0,11 -0,14 1,64 0,50 0,84
27. Cirebon 3,24 0,15 2,22 2,06 3,52 3,33 4,04 0,19 0,91 0,04 2,49 0,62 0,36
28. Purwokerto 2,22 1,33 2,21 0,26 3,60 2,75 3,53 1,16 0,78 0,11 1,17 0,73 1,11
29. Surakarta 1,19 -0,34 0,99 1,42 2,74 2,13 1,74 0,13 1,06 0,19 1,21 0,14 0,68
30. Semarang 2,37 0,52 1,98 1,72 4,18 2,40 2,83 0,18 0,72 0,06 1,96 0,41 1,02
31. Tegal 1,66 1,24 2,84 2,88 2,72 1,82 2,36 0,45 1,05 1,05 3,15 0,47 0,62
32. Yogyakarta 1,86 0,18 3,17 2,59 2,85 2,51 3,16 - - - - - -
33. Jember 1,26 0,78 2,13 2,91 2,73 3,46 2,77 - - - - - -
34. Sumenep - - - - - 1,62 2,83 1,05 0,25 0,14 1,90 0,42 0,52
35. Kediri 2,50 -0,11 1,55 2,76 2,94 2,11 3,10 -0,35 0,90 0,02 2,04 0,61 0,63
36. Malang 1,30 0,13 2,12 2,28 4,06 2,77 2,93 0,38 1,28 0,16 1,38 0,54 1,00
37. Probolinggo - - - - - 1,81 3,85 0,00 0,60 0,07 1,84 1,00 0,72
38. Madiun - - - - - 4,05 2,27 -0,32 1,02 0,00 1,52 0,82 0,83
39. Surabaya 1,09 0,90 2,02 2,12 3,59 2,00 2,56 0,14 1,06 -0,41 1,97 0,74 0,63
40. Denpasar 2,19 0,29 1,36 1,95 3,35 1,78 3,14 - - - - - -
41. Mataram 3,59 1,00 1,14 2,78 3,23 3,21 3,23 - - - - - -
42. Bima - - - - - 4,94 3,16 0,77 2,41 -1,12 2,06 0,71 1,53
43. Maumere - - - - - 2,24 6,66 -2,44 0,39 1,10 3,47 0,19 2,11
44. Kupang 5,29 -0,39 0,90 2,47 3,33 2,31 0,46 - - - - - -
45. Pontianak 2,56 1,14 2,12 2,49 4,21 2,27 3,21 - - - - - -
46. Singkawang - - - - - 2,94 2,73 0,02 0,38 -0,90 2,44 -0,74 3,55
47. Sampit 0,81 0,39 1,84 4,38 1,60 2,87 1,72 - - - - - -
48. Palangka Raya 0,62 -0,14 2,38 4,95 4,48 2,22 3,62 - - - - - -
49. Banjarmasin 3,29 -0,66 2,60 2,39 4,12 2,48 2,23 - - - - - -
50. Balikpapan 0,81 0,39 4,54 1,40 3,75 2,88 1,84 - - - - - -
51. Samarinda 1,72 0,52 4,84 1,85 3,97 3,32 2,96 - - - - - -

47
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010

Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)

2007 2008 2009 2010


Kota
I II III IV I II* III IV I II III IV I

52. Tarakan - - - - - 2,48 5,54 0,82 0,53 1,34 3,52 1,66 2,89
53. Manado 3,34 -0,43 3,45 3,46 1,04 3,63 3,02 0,17 1,18 -2,08 0,74 2,50 0,72
54. P a l u 0,60 1,87 1,60 3,84 1,49 2,44 5,01 -0,63 1,78 -0,36 3,35 0,87 -0,64
55. Watampone - - - - - 6,26 3,62 0,27 2,14 0,84 2,85 0,87 1,42
56. Makassar 2,28 0,51 3,38 -0,54 4,45 3,39 3,50 - - - - -
57. Parepare - - - - - 2,76 4,21 0,43 0,40 -0,53 1,85 -0,32 0,48
58. Palopo - - - - - 3,15 3,50 1,16 1,14 -0,12 2,00 1,11 0,75
59. Kendari 1,94 2,20 0,15 2,94 2,91 6,49 3,30 0,74 2,99 -0,34 2,20 -0,28 -0,20
60. Gorontalo -1,24 0,46 3,22 4,51 -0,04 2,59 4,01 0,16 2,33 0,59 0,85 0,53 1,59
61. Mamuju - - - - - 3,04 5,86 -0,29 -0,35 0,06 1,45 0,62 0,84
62. Ambon 1,77 0,51 2,38 1,07 2,92 1,76 5,06 -4,80 2,26 -2,43 1,82 4,81 2,84
63. Ternate 2,39 2,06 0,44 5,21 4,71 1,17 4,30 -0,92 1,25 -0,27 1,32 1,54 1,79
64. Manokwari - - - - - 5,78 8,31 0,62 3,52 0,36 2,39 1,07 -0,44
65. Sorong - - - - - 5,72 7,29 -1,86 0,77 0,52 0,42 0,87 1,34
66. Jayapura 4,93 0,15 0,52 4,45 6,49 5,86 2,88 0,31 -0,06 -0,36 1,55 0,78 1,31

NASIONAL 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99

Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008. perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota. data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm
(month to month) bulan Juni 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

48
Tabel Statistik

Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)

Akhir Pertanian Pertambangan Industri Impor Ekspor Umum


Periode Total Nonmigas Migas

2004
Trw.I 1,26 9,77 1,18 3,10 3,91 2,90 6,75 2,35
Trw.II 3,20 1,55 2,34 6,67 7,32 2,26 21,16 4,37
Trw.III -1,29 0,35 0,60 3,41 4,68 0,89 13,39 1,80
Trw.IV 1,84 1,02 0,52 0,34 -1,48 2,42 -9,47 0,18

2005
Trw.I 3,80 3,00 8,04 9,11 10,73 4,61 24,20 8,02
Trw.II 0,00 0,70 1,34 0,69 1,43 0,00 5,13 1,38
Trw.III 2,76 0,70 1,32 6,85 9,15 3,28 20,49 4,08
Trw.IV 4,03 13,19 22,22 0,64 -3,87 2,38 -13,77 9,15

2006
Trw.I 3,87 0,61 1,60 -0,64 -1,34 -4,65 3,29 -1,20
Trw.II 4,97 1,83 2,11 5,13 8,84 6,50 13,64 4,85
Trw.III 5,33 2,40 2,58 0,61 0,00 2,29 -3,60 2,31
Trw.IV 6,74 3,51 1,51 1,82 -5,00 1,49 -16,18 0,56

2007
Trw.I 6,32 3,39 3,47 3,57 2,63 3,68 1,49 3,93
Trw.II 2,97 1,64 3,35 5,75 7,05 2,84 14,63 4,32
Trw.III 7,69 1,61 3,70 3,26 1,80 -0,69 6,38 3,63
Trw.IV 7,59 3,70 5,80 11,05 10,00 2,08 24,40 8,50

2008
Trw.I 7,05 4,08 7,17 6,64 5,88 5,44 6,43 6,45
Trw.II 7,75 10,78 12,60 15,56 14,14 5,16 28,10 12,55
Trw.III 4,68 3,54 1,40 -9,23 -5,31 2,45 -15,09 -1,92
Trw.IV 0,00 4,27 -4,14 -11,86 -13,55 9,58 -47,22 -6,67

2009
Trw.I 2,93 7,52 -0,26 5,28 2,44 13,96 -31,67 1,80
Trw.II 3,72 -0,51 1,42 0,93 -0,87 -5,92 23,91 1,23
Trw.III 5,48 0,37 1,57 2,83 0,33 0,70 14,00 2,17
Trw.IV 3,52 1,65 0,93 -2,28 -0,64 0,00 0,00 0,53

Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.
Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100).

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)

49

Anda mungkin juga menyukai