Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation
Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate,
(2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan
moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
Daftar Isi
1. Tinjauan Umum............................................................................. 1
Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 7
Inflasi............................................................................................... 19
Prakiraan Inflasi................................................................................ 37
Tabel Statistik.................................................................................... 40
ix
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia
x
Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum
Penguatan ekonomi domestik terus berlanjut didukung oleh kinerja ekonomi
global yang kondusif. Aktivitas ekonomi Indonesia menunjukkan peningkatan yang
cukup signifikan pada triwulan IV 2009. Pada triwulan tersebut perekonomian Indonesia
mampu tumbuh sebesar 5,4% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun 2009 perekonomian
tumbuh sebesar 4,5% (yoy). Kondisi perekonomian yang semakin menunjukkan suasana
optimis tersebut mendukung prospek ekonomi yang lebih baik dari perkiraan semula.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan tumbuh mencapai kisaran
5,5%-6,0% dan pada tahun 2011 mencapai 6,0%-6,5%. Stabilitas harga masih terjaga
sebagaimana tercermin pada perkembangan IHK yang rendah selama triwulan I 2010.
Hal ini sejalan dengan perkiraan tekanan inflasi yang signifikan, yang belum akan muncul
setidaknya sampai semester I 2010. Untuk keseluruhan tahun, inflasi IHK tahun 2010 akan
berada pada kisaran sasaran sebesar 5%±1%.
Pemulihan ekonomi global yang disertai dengan perbaikan persepsi risiko memicu
optimisme di pasar finansial dan pasar komoditas. Hal ini dicerminkan oleh indeks harga
di bursa saham global yang mencatat kenaikan dan harga komoditas di pasar internasional
yang cenderung meningkat. Aliran modal asing ke pasar keuangan emerging market terus
berlangsung seiring dengan semakin membaiknya persepsi risiko. Kondisi ini mendorong
penguatan nilai tukar mata uang di kawasan tersebut. Optimisme yang semakin kuat
terhadap pemulihan ekonomi global dan permintaan global yang membaik, mendorong
kenaikan harga berbagai komoditas. Kenaikan harga yang dibarengi oleh penguatan mata
uang sejauh ini belum memicu kenaikan inflasi global secara signifikan terutama di negara
maju. Dalam kondisi proses pemulihan ekonomi dunia yang belum sepenuhnya kembali
normal, otoritas moneter terutama di negara maju cenderung masih menerapkan stance
kebijakan moneter yang akomodatif. Sinyal kebijakan pengetatan moneter lebih banyak
tampak di emerging market terkait dengan meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan
ekspansi ekonomi yang tinggi.
Kinerja ekonomi domestik pada triwulan I 2010 berpotensi lebih baik dibandingkan
dengan perkiraan sebelumnya. Pada triwulan I 2010, ekonomi domestik diperkirakan
tumbuh 5,7% (yoy). Perkembangan tersebut didukung oleh hal-hal sebagai berikut.
Pertama, kinerja ekspor diperkirakan meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi global
dan membaiknya harga komoditas internasional. Kedua, konsumsi diperkirakan masih kuat
didukung oleh daya beli masyarakat dan ekspektasi konsumen yang terjaga. Ketiga, sejalan
dengan peningkatan ekspor dan konsumsi rumah tangga, pemulihan investasi diperkirakan
lebih kuat didukung oleh berbagai upaya Pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur.
1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Selain itu, iklim investasi pada tahun 2010 yang lebih baik juga didukung oleh perbaikan
sovereign credit rating Indonesia oleh S&P dari BB- ke BB. Dengan peningkatan tersebut,
rating Indonesia tinggal 1 notch menuju investment grade. Keempat, sejalan dengan
perbaikan kinerja di sisi eksternal, sejumlah sektor diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi
yakni sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Pertumbuhan sektor industri
pengolahan yang lebih tinggi didorong oleh membaiknya industri yang berorientasi ekspor
dan industri otomotif. Sementara itu, pertumbuhan sektor perdagangan yang lebih tinggi
sejalan dengan kenaikan kegiatan ekspor dan impor serta membaiknya kinerja industri
pengolahan. Namun demikian, terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan untuk
mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi terutama terkait dengan upaya mempercepat
implementasi program-program infrastruktur dan memanfaatkan secara optimal peluang
dari implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA).
Dari sisi harga, inflasi tetap terkendali pada triwulan I 2010. Tekanan inflasi pada
triwulan I 2010 cenderung rendah ditandai oleh deflasi pada Maret 2010 sebesar 0,14%
(mtm), sehingga secara tahunan inflasi IHK mencapai 3,43% (yoy). Terkendalinya inflasi pada
tingkat yang relatif rendah sejalan dengan kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah dan
kecukupan pasokan dalam merespons kenaikan permintaan. Selain itu, rendahnya inflasi di
bulan Maret 2010 juga didukung oleh meredanya tekanan inflasi yang bersumber dari volatile
food (terutama beras) karena mulainya musim panen di beberapa daerah dan minimalnya
tekanan inflasi yang bersumber dari administered price.
2
Tinjauan Umum
Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan I 2010 diperkirakan masih tetap
solid yang didukung oleh pemulihan ekonomi dunia. Transaksi berjalan diperkirakan
akan mencatat surplus. Hal tersebut sejalan dengan kinerja ekspor yang terus membaik
terutama berasal dari komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) di antaranya batubara dan
tembaga. Di sisi lain, impor juga meningkat sejalan dengan akselerasi permintaan domestik
dan ekspor. Dari sisi neraca transaksi modal dan finansial (TMF) triwulan I 2010 diperkirakan
juga mencatat surplus terkait dengan aliran modal masuk dan penerbitan obligasi valas
pemerintah. Indikator risiko Indonesia membaik, tercermin pada indikator credit default
swaps (CDS) Indonesia yang saat ini berada pada level terendah, penurunan yield spread
Government Bond Indonesia dengan US Treasury Note, serta perbaikan rating Indonesia.
Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Maret 2010 diperkirakan
mencapai 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri Pemerintah.
Sejalan dengan kinerja NPI yang solid, nilai tukar rupiah cenderung menguat. Secara
keseluruhan, selama triwulan I 2010 rupiah rata-rata menguat 2,2% ke level Rp9.254/USD.
Pada akhir triwulan I 2010, rupiah mencapai level Rp9.090/USD atau menguat 3,7% (point
to point). Penguatan nilai tukar rupiah didukung oleh kondisi fundamental makroekonomi
yang kondusif, tercermin pada kinerja NPI yang cukup baik dan membaiknya persepsi risiko.
Selain itu, penguatan rupiah juga didukung oleh imbal hasil rupiah tetap menarik tercermin
pada uncovered interest parity (UIP), covered interest parity (CIP) dan yield spread Government
Bond Indonesia yang relatif tinggi, bahkan tertinggi dibandingkan dengan negara kawasan
lainnya. Penguatan rupiah yang terjadi juga diikuti oleh volatilitas nilai tukar yang relatif stabil
mencapai 0,57% dibandingkan dengan triwulan IV 2009 yang mencapai 0,56%.
Kinerja sektor keuangan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi global dan
domestik. IHSG selama triwulan I 2010 mengalami penguatan yang cukup signifikan, yaitu
mencapai 10,2%. Kinerja IHSG tersebut merupakan yang tertinggi di negara kawasan.
Beberapa faktor yang mendorong perbaikan IHSG antara lain prospek perekonomian
Indonesia yang membaik, diikuti oleh menurunnya persepi risiko, perbaikan credit rating,
dan masih tingginya imbal hasil rupiah. Hal serupa juga tercermin pada indikator keuangan
lainnya seperti yield SUN yang menurun. Di pasar uang antar bank, ekses likuiditas masih
cukup besar sehingga mendorong suku bunga PUAB O/N mendekati koridor bawah BI
Rate. Langkah Bank Indonesia memperpanjang jangka waktu SBI antara lain dalam rangka
mendalamkan pasar (financial deepening) berjalan dengan baik tercermin dari menurunnya
spread suku bunga tertinggi dan terendah di pasar PUAB O/N. Selain itu, porsi SBI dengan
tenor 3 bulan saat ini porsinya meningkat menjadi 67,04% dari 24,64% di akhir triwulan
sebelumnya. Sejalan dengan menurunnya persepsi risiko perbankan, suku bunga deposito
dan kredit masih mengalami penurunan meskipun belum sebesar yang diharapkan. Ke
depan, transmisi kebijakan moneter diperkirakan akan semakin membaik seiring dengan
meningkatnya optimisme perbankan pada kondisi perekonomian.
Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil. Hal itu tercermin
dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per Februari sebesar 19,3%. Sementara
itu, rasio gross non-performing loan (NPL) tetap terkendali pada 4% dengan rasio neto NPL
3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
sebesar 1%. Selain itu likuiditas perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang antar bank
semakin membaik. Demikian pula dana pihak ketiga (DPK) menunjukkan peningkatan.
Perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik selama triwulan I-2010
diperkirakan akan terus berlanjut ke depan. Hal ini memperkuat keyakinan Bank
Indonesia bahwa prospek perekonomian Indonesia akan lebih baik dari perkiraan
semula. Pertumbuhan ekonomi pada 2010 diperkirakan mencapai kisaran 5,5%-6,0%,
lebih tinggi dari perkiraan semula sebesar 5,0%-5,5%. Perbaikan ekonomi tidak hanya
ditopang oleh konsumsi yang tetap kuat, tetapi juga didukung oleh peningkatan ekspor
sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Peningkatan permintaan yang dibarengi oleh
perbaikan iklim investasi diperkirakan mendorong peningkatan investasi secara signifikan.
Perbaikan ekonomi tersebut diperkirakan terus berlanjut pada 2011 dengan pertumbuhan
ekonomi dapat mencapai 6,0%-6,5%. Peningkatan permintaan yang dapat direspons sisi
penawaran secara memadai diharapkan dapat menjaga tekanan inflasi ke depan pada
tingkat yang rendah. Prospek ekonomi jangka menengah panjang (medium-terms) tahun
2010-2014 secara lengkap tersaji dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2009 yang dapat
diakses melalui website Bank Indonesia.
4
Perkembangan Makroekonomi Terkini
2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global turut mendukung kinerja perekonomian
domestik. Selama triwulan I 2010, pemulihan ekonomi global semakin merata yang didukung
oleh tetap solidnya perekonomian di kawasan Asia. Kondisi tersebut memberikan dampak
positif pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Pada triwulan I 2010, perekonomian
akan tumbuh lebih baik dari prakiraan semula yang didorong oleh adanya perbaikan ekspor
serta didukung oleh adanya indikasi peningkatan investasi. Membaiknya permintaan negara
mitra dagang yang disertai oleh masih tingginya harga komoditas berdampak positif pada
kinerja ekspor. Sejalan dengan itu, optimisme pelaku usaha terhadap membaiknya kondisi
perekonomian yang disertai dengan perbaikan iklim investasi domestik dan berbagai rencana
proyek infrastruktur pemerintah berdampak pada perbaikan kinerja investasi. Sementara itu,
konsumsi rumah tangga berada dalam arah yang membaik ditopang oleh masih kuatnya
daya beli masyarakat serta terjaganya optimisme konsumen. Di sisi penawaran, membaiknya
kinerja ekspor dan impor diprakirakan mendorong peningkatan kinerja sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Membaiknya permintaan ekspor
akan memberikan kontribusi positif terhadap sektor industri pengolahan, sementara kenaikan
impor akan berdampak positif terhadap kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan I 2010 terutama
dipengaruhi oleh adanya pergeseran masa panen ke awal triwulan II 2010. Sektor lainnya yang
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi adalah sektor listrik, gas dan
air bersih sejalan dengan berlanjutnya program konversi minyak tanah di beberapa daerah
dan sudah mulai beroperasinya beberapa proyek listrik 10.000 MW tahap I, serta sektor
pengangkutan dan komunikasi terkait dengan penetrasi bisnis usaha telekomunikasi.
5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
menggerakkan produksi yang juga ditopang oleh semakin rendahnya level inventory. Ekonomi
AS pada triwulan IV-2009 tumbuh sebesar 5,6% (qtq, annualize) atau sudah tumbuh positif
secara year-on-year sebesar -0,1%. Melihat perkembangan tersebut, ekonomi AS pada
triwulan I 2010 diprakirakan akan tumbuh positif. Berdasarkan informasi terkini, konsumsi di
AS mulai menguat ditopang oleh tertahannya laju peningkatan PHK. Membaiknya konsumsi
rumah tangga tercermin dari meningkatnya penjualan eceran selama 4 bulan berturut-turut.
Peningkatan konsumsi tersebut juga dipicu oleh pemutusan hubungan kerja yang semakin
melambat dan tertahannya peningkatan laju pengangguran yang kini mencapai 9,7%.
Kondusifnya pasar tenaga kerja tercermin dari penurunan rata-rata initial jobless claim pada
triwulan I 2010 sebesar 467 ribu orang dari 500 ribu orang pada triwulan sebelumnya. Selain
itu, pertumbuhan negatif angka payroll juga semakin mengecil. Sisi produksi AS semakin
membaik bahkan terindikasi sudah memasuki fase ekspansi. Stimulus fiskal pemerintah AS
berupa pembangunan proyek infrastruktur mampu memicu aktivitas produksi AS. Di sisi
lain, menguatnya penjualan eceran memicu turunnya level inventory dan direspons dengan
peningkatan produksi seperti tercermin dari indeks pembelian kalangan pabrikan (PMI) dan
industrial production yang meningkat.
Kinerja pasar keuangan global kembali dalam tren menguat setelah sempat jatuh
akibat ketidakpastian penyelesaian krisis fiskal di Eropa pada pertengahan triwulan.
Optimisme investor pada pasar keuangan global terus meningkat sebagaimana tercermin
pada bursa saham di negara maju yang menguat sepanjang triwulan I 2010. Namun
demikian, bursa saham sempat anjlok dipicu oleh membengkaknya defisit fiskal negara
GIPSY (Greece, Ireland, Portugal, Spain, dan Italy) serta ketidakjelasan solusi penyelesaiannya.
Memasuki akhir triwulan I 2010, risk appetite investor kembali membaik seiring dengan
solusi pendanaan defisit fiskal Yunani yang melibatkan Uni Eropa dan IMF. Pasar global
juga meningkat dipicu oleh rilis data fundamental ekonomi global yang terus mengalami
perbaikan dan laporan keuangan emiten yang sesuai dengan perkiraan.
Proses pemulihan ekonomi Asia pada triwulan IV-2009 mengalami kemajuan pesat
dan telah mencapai angka pertumbuhan positif. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi
Asia telah rebound setelah mengalami kejatuhan cukup dalam pada semester pertama tahun
2009. Beberapa negara di Asia yang perekonomiannya bertumpu pada sektor eksternal
mengalami perbaikan yang signifikan seiring dengan tingginya permintaan ekspor ke China
dan India. Selain itu, permintaan domestik juga cenderung meningkat yang didorong oleh
positive wealth assets seiring dengan meningkatnya harga rumah dan bursa saham Asia serta
tertahannya suku bunga di level yang rendah. Sementara itu, beberapa negara Asia lainnya
yang perekonomiannya lebih bertumpu pada permintaan domestik terus melanjutkan tren
positif. Ke depan, ekonomi China dan India masih menjadi motor utama perekonomian
di Asia. Perekonomian China dan India diperkirakan masing-masing akan tumbuh sebesar
11,1% (yoy) dan 7,9% (yoy) pada triwulan I 2010.
Tekanan inflasi dunia sepanjang triwulan I 2010 relatif terjaga. Berdasarkan data
realisasi inflasi yang dikompositkan, tekanan inflasi dunia masih relatif stabil jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi dunia pada Maret 2010 berada pada level
3,1% (yoy), tidak berubah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Harga komoditas
6
Perkembangan Makroekonomi Terkini
internasional yang meningkat terindikasi belum memberikan tekanan inflasi seiring dengan
aktivitas ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2010 diprakirakan semakin membaik.
Peningkatan kinerja ekspor yang cukup tinggi dan masih kuatnya konsumsi rumah tangga
mampu mendorong berlanjutnya perbaikan pertumbuhan ekonomi. PDB triwulan I 2010
diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni mencapai
5,7% (yoy). Hal tersebut didukung oleh perkembangan indikator penuntun PDB yang
mengindikasikan peningkatan (Grafik 2.1).
�������������������������������������������������������
Pertumbuhan PDB diperkirakan meningkat dengan bertopang pada
����� �����
perbaikan ekspor dan konsumsi rumah tangga (Tabel 2.1). Kinerja
��������� ���������������
�����
����� ekspor diprakirakan tumbuh semakin membaik seiring dengan perbaikan
����� ekonomi global dan masih tingginya harga komoditas internasional. Impor
�����
�����
juga diprakirakan tumbuh lebih tinggi sebagai respons dari membaiknya
���� permintaan eksternal terhadap komoditas industri pengolahan. Sejalan
���������������������
��������������������������������������������������������� ����
����������������������������������������������������������������������
dengan perbaikan kinerja ekspor, investasi diperkirakan akan meningkat,
���� �����������������������������
����
����������������������������������������������������������������������������� �������������������� ���� ����� baik berupa investasi yang dilakukan pemerintah maupun swasta.
������������������������������������������������������������������������� ������������������� ���� �����
���� ���� Sementara itu, konsumsi berada dalam arah yang membaik meskipun
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� angka pertumbuhannya pada triwulan I 2010 diprakirakan melambat.
Grafik 2.1 Hal tersebut lebih dipengaruhi oleh base effect factor periode tahun
Indikator Penuntun PDB sebelumnya yang tumbuh tinggi terkait Pemilu Legislatif.
7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
8
Perkembangan Makroekonomi Terkini
�� ���
pada triwulan I 2010 diprakirakan akan tumbuh sebesar 6,9% (yoy),
�� ��� lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dilihat dari
��
��
strukturnya, pangsa utama pertumbuhan investasi pada triwulan I 2010
����� ��
� diperkirakan masih didominasi oleh investasi bangunan.
��
�
��
�
Peningkatan pertumbuhan investasi didukung oleh perkembangan
�
� ���
berbagai indikator dini investasi. Investasi nonbangunan
���������������������
� ��� mengindikasikan perbaikan yang tercermin dari impor barang modal
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� yang cenderung meningkat hingga Februari 2010. Pola yang sama
juga tercermin pada pertumbuhan konsumsi semen (Grafik 2.6) yang
Grafik 2.5
membaik hingga Februari 2010 sejalan dengan bergulirnya realisasi
Pertumbuhan Impor Barang Modal
sektor bangunan dan proyek infrastruktur. Selain itu, perkembangan
kegiatan investasi tersebut sejalan dengan perkembangan realisasi PMA
dan PMDN yang cenderung membaik hingga akhir tahun 2009. Hal
�������� ����� tersebut didukung informasi BKPM bahwa realisasi investasi PMA pada
�� ��
�� triwulan I 2010 diperkirakan meningkat pada kisaran 9,2 – 11,7 miliar
��
��
��
dolar AS dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009. Selain
��
�
����� ��� Semakin membaiknya kondisi perekonomian negara mitra
����������������� ���
� ���
dagang dan harga komoditas mendorong kinerja ekspor tumbuh
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� meningkat. Hal tersebut tercermin dari kenaikan permintaan negara
maju seperti Amerika dan negara emerging markets terutama China
Grafik 2.6
(Grafik 2.8). Tren peningkatan indeks produksi, tingkat kepercayaan
Pertumbuhan Konsumsi Semen
konsumen serta sentimen bisnis negara G3 dan China hingga Februari
9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
��
berdampak positif pada tingginya volume perdagangan global yang
��
��
tercermin dari indeks Baltic Dry. Perdagangan dengan negara lainnya
�� seperti India juga diperkirakan semakin membaik sehubungan dengan
��
� disepakatinya Free Trade Agreement (AI-FTA) negara-negara ASEAN
��
dengan India serta mulai diimplementasikannya ACFTA secara penuh
�
�
� pada awal tahun 2010. Data ekspor BPS terkini mencatat nilai ekspor
�����������������
�� pada Februari 2010 mencapai 11,20 miliar dolar AS atau meningkat
������������
���
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
��
tajam 57,05% (yoy) dibandingkan dengan Februari 2009. Berdasarkan
���� ���� ���� ���� perkembangan tersebut, ekspor pada triwulan I 2010 diperkirakan
Grafik 2.7 tumbuh meningkat yaitu sebesar 19,0% (yoy). Sejalan dengan hal
Pertumbuhan Kredit Investasi dan PMTB tersebut, pertumbuhan ekspor non migas masih ditopang oleh ekspor
komoditas primer berupa produk pertambangan seperti batubara dan
produk hasil industri seperti minyak kelapa sawit.
�� ������� ����
Februari 2010 diwarnai oleh pencapaian target APBN yang lebih
�� ��������� ���� baik untuk penerimaan dan belanja negara dibandingkan tahun
�� ����
�������������������������������������������������������������������������������������
������������������������������������������������������������������
2009. Sebagaimana pola di tahun-tahun sebelumnya, realisasi APBN di dua
�� ����
��
���������������������������������������������������������������������������
����
bulan pertama 2010 mencatat surplus anggaran dan jumlah surplus di 2010
�� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
tersebut relatif sama dibandingkan tahun 2009. Namun demikian, realisasi
Grafik 2.9 pendapatan dan belanja negara tersebut terhadap targetnya,mengalami
Indikator Penuntun Impor perbaikan dibandingkan dengan tahun lalu. Penerimaan dan hibah negara
telah mencapai 11,4% dari target APBN, atau lebih tinggi dari tahun
10
Perkembangan Makroekonomi Terkini
2009 yang sebesar 10,7%. Peningkatan tersebut terutama bersumber dari hasil penerimaan
perpajakan yang membaik. Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh kinerja belanja negara yang
telah mencapai 9,3% dari target APBN, sedikit meningkat dari 9,2% dari target APBN di 2009.
Kondisi tersebut didorong oleh penyaluran belanja ke daerah yang lebih tinggi. Sementara itu,
realisasi Belanja Modal di awal tahun masih minimal. Di sisi pembiayaan, realisasi penerbitan
SBN telah mencapai sepertiga dari target APBN sejalan dengan perkembangan pasar SUN yang
kondusif, walaupun operasi keuangan masih mengalami surplus anggaran.
Di sisi pembiayaan, tingginya minat pelaku pasar berdampak pada penerbitan SBN
yang lebih besar dari targetnya selama triwulan I 2010. Total penerbitan SBN dan SBSN
(gross) selama triwulan I 2010 mencapai sekitar 66,5 triliun rupiah atau 38% dari target
APBN. Namun demikian, pencapaian tersebut masih lebih rendah dari tahun 2009 akibat
besarnya penerbitan global bond pada triwulan I 2009. Selain minat pelaku pasar yang
besar, tingginya penerbitan SBN juga didukung oleh pasar SUN yang kondusif sebagaimana
tercermin dari yield SUN pasar sekunder di hampir seluruh tenor yang mengalami penurunan
dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2009. Kondisi tersebut berimbas pada yield di pasar
primer yang juga menurun pada Maret 2010.
1 Terjadi kenaikan tarif Bea Keluar CPO dari 0% di tahun 2009 menjadi 3% sejak awal tahun 2010 akibat mulai meningkatnya harga
CPO
11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Penawaran Agregat
Kinerja sektor usaha pada triwulan I 2010 mengindikasikan perbaikan sejalan
dengan perkembangan indikator sektoral yang menunjukkan peningkatan (Tabel
2.2). Sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor bangunan, serta sektor keuangan, persewaan dan jasa tumbuh diprakirakan tumbuh
membaik pada triwulan I 2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Membaiknya
sektor perdagangan, hotel dan restoran terutama didorong oleh peningkatan subsektor
perdagangan besar (impor) serta terkait juga dengan penerapan Asean China Free Trade
Agreement (ACFTA). Sementara peningkatan pertumbuhan sektor pengangkutan dan
komunikasi masih didorong oleh subsektor telekomunikasi. Penyumbang utama dalam
pertumbuhan PDB triwulan I 2010 diprakirakan berasal dari sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sementara itu, pangsa terbesar terhadap perekonomian masih berasal dari sektor industri
pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor pertanian.
Pertanian 3,4 6,4 4,8 3,2 5,1 4,8 5,9 2,9 3,3 4,6 4,1 4,5
Pertambangan & Penggalian 2,0 -1,6 -0,4 2,3 2,4 0,7 2,6 3,4 6,2 5,2 4,4 5,0
Industri Pengolahan 4,7 4,3 4,2 4,3 1,8 3,7 1,5 1,5 1,3 4,2 2,1 4,2
Listrik, Gas & Air Bersih 10,3 12,3 11,8 10,4 9,3 10,9 11,2 15,3 14,5 14,0 13,8 14,0
Bangunan 8,6 8,2 8,3 7,8 5,9 7,5 6,2 6,1 7,7 8,0 7,1 8,1
Perdagangan, Hotel & Restoran 8,4 6,7 7,7 7,6 5,5 6,9 0,6 0,0 -0,2 4,2 1,1 5,1
Pengangkutan & Komunikasi 14,0 18,1 16,6 15,6 16,1 16,6 16,8 17,0 16,4 12,2 15,5 14,2
Keuangan, Persewaan & Jasa 8,0 8,3 8,7 8,6 7,4 8,2 6,3 5,3 4,9 3,8 5,0 4,2
Jasa-jasa 6,6 5,5 6,5 7,0 5,9 6,2 6,7 7,2 6,0 5,7 6,4 5,2
PDB 6,3 6,2 6,3 6,2 5,3 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,7
* Angka Proyeksi Bank Indonesia Sumber : BPS
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan I 2010 berada dalam arah yang
membaik dengan angka pertumbuhan yang diprakirakan relatif stabil. Membaiknya
permintaan eksternal menjadi faktor positif bagi perkembangan sektor industri pengolahan
terutama industri yang berorientasi ekspor seperti subsektor alat angkutan, mesin dan
peralatannya, subsektor kimia dan barang dari karet, subsektor tekstil, barang kulit dan alas
kaki, serta subsektor barang kayu dan hasil hutan. Indikator permintaan domestik sektor
industri seperti penjualan mobil dan sepeda motor juga menunjukkan tren perbaikan seiring
dengan masih cukup kuatnya daya beli masyarakat. Perkembangan kinerja sektor industri
juga dikonfirmasi oleh indikator penuntun sektor industri pengolahan yang berada dalam
fase ekspansi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh perkembangan indeks dan utilisasi kapasitas
produksi Survei Produksi BI serta impor bahan baku industri yang berada dalam tren yang
meningkat pada pertengahan triwulan I 2010. Impor bahan baku tumbuh sebesar 68,9%
(yoy) disertai peningkatan indeks produksi dan kapasitas utilisasi yaitu masing-masing sebesar
12
Perkembangan Makroekonomi Terkini
5,7% (yoy) dan 7,3% (yoy) pada Januari 2010. Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang
disalurkan kepada sektor industri sampai dengan pertengahan triwulan I 2010 tumbuh stabil
namun masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2009.
13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
dari perkembangan beberapa indikator dini sektor pengangkutan dan komunikasi yang
menunjukkan perbaikan. Masih tingginya pertumbuhan subsektor komunikasi tercermin dari
masih meningkatnya jumlah pelanggan seluler sampai dengan triwulan IV 2009. Beberapa
operator seluler utama mencatat terjadinya peningkatan jumlah pelanggan. Selain dari seluler,
meningkatnya sektor telekomunikasi juga didorong oleh meningkatnya penggunaan internet.
Sementara itu, membaiknya kinerja subsektor pengangkutan terindikasi dari meningkatnya
jumlah penumpang angkutan udara dan kereta api sampai dengan Februari 2010 yaitu
masing-masing tunbuh sebesar 23,3% (yoy) dan 1,4% (yoy). Indikator lain yaitu angkutan
kargo pada lima pelabuhan utama (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, dan
Makassar) sampai dengan awal triwulan I 2010 tumbuh cukup tinggi sebesar 5,6% (yoy).
Di sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor pengangkutan dan
komunikasi tumbuh sedikit menurun sampai dengan pertengahan triwulan I 2010.
Sektor bangunan pada triwulan I 2010 diprakirakan tumbuh membaik yaitu sebesar
8,1% (yoy). Membaiknya pertumbuhan sektor bangunan terindikasi dari beberapa indikator
dini diantaranya yaitu konsumsi dan produksi semen yang mengalami peningkatan sampai
dengan pertengahan triwulan I 2010. Konsumsi semen pada Februari 2010 tumbuh sedikit
meningkat yaitu dari 13,2% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 13,4% (yoy). Sementara
produksi semen tumbuh membaik dari 13,3% (yoy) pada Januari 2010 menjadi 14,5% (yoy)
pada Februari 2010. Di sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor
bangunan hingga Februari 2010 diperkirakan sudah tidak akan mengalami perlambatan
yang lebih dalam lagi.
Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I 2010 diprakirakan semakin membaik
yang didukung oleh masih kuatnya ekonomi di Jakarta, Sumatera, dan Kali-
Sulampua. Sementara itu, berlakunya AC-FTA telah menjadi peluang bagi daerah yang
berbasis sumber daya alam (SDA). Kinerja perekonomian Indonesia mengalami peningkatan
cukup signifikan pada triwulan IV tahun 2009 yang tumbuh sebesar 5,4%. Sehingga
secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2009 relatif kuat yakni mencapai 4,5%
(yoy). Secara umum, kuatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun
���
�����
2009 bersumber dari kinerja konsumsi di Jakarta dan Jabalnustra serta
��� kinerja ekspor di Sumatera dan Kali-Sulampua ke negara China dan
�� India. Sumber kuatnya kinerja konsumsi di daerah antara lain tingginya
��
realisasi belanja konsumsi APBD rata-rata sebesar 92,6%, lebih tinggi
��
��
dari tahun 2008 yang sebesar 83,1%, khususnya untuk belanja barang/
� jasa dan bantuan sosial.
���
Menguatnya perekonomian daerah diprakirakan berlanjut
���
14
Perkembangan Makroekonomi Terkini
����
di Jabalnustra akan menghadapi tantangan meskipun industri lainnya
���� ���� ���� (furniture, kerajinan) akan memiliki peluang.
����
����� �������� ������� ���������� ������������ Meskipun inflasi daerah pada triwulan I 2010 relatif rendah, namun
����������������
terdapat beberapa daerah yang diperkirakan di atas inflasi nasional
Grafik 2.11
terkait permasalahan distribusi. Beberapa daerah yang mengalami inflasi
Pertumbuhan Semen Wilayah
di atas inflasi nasional sebagian besar berada di wilayah Kali-Sulampua.
Masih rendahnya inflasi daerah disebabkan oleh masuknya panen pada
bulan Maret di beberapa daerah, sedangkan hambatan distribusi barang
�������� ��������
�
���������������������
�� akibat faktor cuaca menjadi faktor yang menekan harga di daerah,
���������������� �������������������������
�
�������������� ��������������������
���������������
������������������ ��������������������
��
kecuali di Jakarta. Di sisi permintaan, daya beli masyarakat di daerah
�������������
�����
� yang masih cukup tinggi dapat direspons dengan peningkatan produksi.
���
�
� �������� Namun, hambatan terjadi terkait dengan keterbatasan pasokan (gula,
� ������� ���� ����
�������
�
beras) dan bahkan terdapat potensi tekanan inflasi yang berasal dari
����
���� ����
� ����
����
����
����
����
���� ���� ����
����
����� ����
����
���� turunnya aktivitas arus barang ke Jawa dan luar Jawa.
���� ���� ����
���� ���� ���� ���� ����
����
���� ����
����
���� ���� ���� ���� ���� �
�
����� �����
����� ����� ����� ����� �����
�� ��
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � �
���� ���� ���� ���� NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Kondisi makroekonomi domestik yang kuat serta positifnya kondisi
Grafik 2.12
eksternal menopang solidnya kinerja eksternal Indonesia selama
Perkembangan Inflasi Jakarta
triwulan I 2010. Beredarnya sentimen positif seputar pemulihan ekonomi
dunia tetap menjadi faktor utama penopang kinerja Neraca Pembayaran
Indonesia, terutama di sisi perdagangan barang. Secara keseluruhan, NPI triwulan I 2010
diprakirakan akan mencatat surplus. Pencapaian surplus tersebut mendukung pencapaian
cadangan devisa sebesar 71,8 miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan
pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah. Kinerja ekspor diprakirakan membaik
ditopang oleh membaiknya perkembangan harga komoditas serta kuatnya permintaan atas
komoditas berbasis sumber daya alam oleh beberapa negara terutama negara berkembang.
Meski demikian, meningkatnya daya serap perekonomian domestik mendorong kenaikan impor
sehingga mampu mengimbangi kenaikan nilai ekspor. Dengan perkembangan tersebut, neraca
perdagangan diprakirakan akan mencatat surplus. Sementara itu, laju pemulihan kawasan
Asia yang relatif lebih cepat memberi tambahan daya tarik investasi pada aset finansial. Meski
sempat mengalami goncangan akibat sentimen negatif instabilitas fiskal di Yunani, kinerja
surplus transaksi modal dan finansial mencatat surplus di sisi portofolio yang lebih tinggi akibat
membaiknya minat investor asing. Namun, peningkatan surplus tersebut dibarengi dengan
meningkatnya penempatan aset domestik di luar negeri serta defisit transaksi ULN swasta.
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Transaksi Berjalan
Kinerja transaksi berjalan diprakirakan akan tetap mencatat surplus meski lebih
rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2009. Porsi utama surplus transaksi berjalan
tetap berasal dari neraca perdagangan. Prakiraan surplus transaksi berjalan disumbang oleh
penurunan defisit neraca jasa (karena menurunnya pembayaran jasa travel) dan pendapatan
(terutama penurunan pembayaran bunga ULN korporasi).
Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut
di atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan I 2010 mencapai 71,8
miliar dolar AS atau setara dengan 5,8 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
Pemerintah.
16
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010
Proses pemulihan ekonomi global yang masih terus berlangsung menunjukkan perkembangan
yang semakin baik. Kondusifnya perkembangan eksternal tersebut ditambah dengan solidnya
kondisi perekonomian domestik memberikan dukungan bagi pergerakan nilai tukar dan
inflasi selama triwulan I 2010. Nilai tukar rupiah bergerak menguat selama triwulan I
2010. Rata-rata nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 2,2% ke level Rp9.254 per dolar AS
yang diiringi dengan tingkat volatilitas yang tetap stabil dari 0,56% pada triwulan IV 2009
menjadi 0,57% pada triwulan I 2010. Di sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan I 2010
mulai menunjukkan sedikit peningkatan. Secara tahunan, inflasi IHK pada triwulan I
2010 mencapai 3,43% (yoy) atau lebih tinggi dari akhir tahun 2009 yang sebesar 2,78%
(yoy). Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya tekanan inflasi dari
faktor non-fundamental khususnya inflasi volatile food, sedangkan tekanan inflasi dari faktor
fundamental yang tercermin pada inflasi inti justru mengalami penurunan.
Di sisi lain, transmisi kebijakan moneter melalui berbagai jalur berlangsung semakin baik.
Di jalur suku bunga, kebijakan moneter ditransmisikan dengan baik khususnya di
suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) dan simpanan. Selain itu, penurunan suku
bunga kredit juga masih terus berlangsung. Di jalur kredit, transmisi kebijakan moneter
mengalami perbaikan pada triwulan I 2010. Pertumbuhan kredit sampai dengan Februari
2010 meningkat menjadi 9,4% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian akhir tahun 2009 yang
hanya sebesar 8,7% (yoy). Sementara itu, transmisi kebijakan moneter di pasar modal,
pasar SUN, dan pasar reksadana juga positif. Di pasar saham, IHSG meningkat cukup
signifikan dan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bursa di beberapa negara
di kawasan regional. Di pasar SUN, yield SUN menunjukkan penurunan di hampir seluruh
tenor. Sementara itu, pasar reksadana juga menunjukkan perkembangan yang baik searah
dengan dengan kinerja underlying assetnya.
������
�����
����� �����������
NILAI TUKAR RUPIAH
������
����� �������������������� Rupiah menunjukkan kinerja yang positif pada triwulan I 2010.
����� �����������������
������ Terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta semakin
�����
������
����� kuatnya kondisi fundamental ekonomi domestik memberikan dukungan
����� �����
yang positif bagi pergerakan nilai tukar. Secara rata-rata, rupiah menguat
����
���� �����
�����
����� �����
����� sebesar 2,2% menjadi Rp9.254 per dolar AS (Grafik 3.1). Selain menguat,
���� ����� volatilitas rupiah pun tetap terjaga (Grafik 3.2). Pada akhir triwulan I
����
� �� � �� �� � �� �� �� �� � �� �� �� �� � �� �� � �� �� ��� ��� �� 2010, rupiah ditutup pada level Rp9.090 per dolar AS.
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �� � �� �� �
���� ���� ���� ����
Berkembangnya sentimen negatif di pasar keuangan global terkait
Grafik 3.1
masalah defisit fiskal yang dialami beberapa negara di Eropa sempat
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
memberikan tekanan pada mata uang regional Asia, termasuk rupiah.
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
�
yang tertinggi dibandingkan dengan negara kawasan Asia lainnya (Grafik
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ����
3.5). Dengan membaiknya premi risiko maka daya tarik investasi dalam
������������������������ rupiah semakin besar, tercermin dari indikator CIP (Covered Interest
Grafik 3.4 Parity) yang berada dalam tren meningkat selama tahun 2010. Pada akhir
Premi Swap Berbagai Tenor Maret 2010, indikator CIP berada pada level 4,69%, merupakan yang
tertinggi dibandingkan negara kawasan Asia lainnya (Grafik 3.6).
18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010
INFLASI
� Inflasi tetap terkendali pada triwulan I 2010. Secara tahunan, inflasi
����
���
IHK pada triwulan I 2010 tercatat sebesar 3,43% (yoy), meningkat
��������� dibandingkan dengan akhir tahun 2009 sebesar 2,78% (yoy)(Grafik 3.7).
��� ����
Meskipun mengalami peningkatan, inflasi IHK masih tetap terkendali.
���
����
��������� Hal itu tercermin pada kecenderungan pergerakan inflasi IHK yang terus
���
����� ����
����
menurun setiap bulannya, bahkan tercatat mengalami deflasi pada Maret
���
2010 sebesar 0,14% (mtm).
����
��������
���� Lebih tingginya inflasi IHK pada triwulan I 2010 dibandingkan
��� ��� ��� ������ ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ���
���� ���� ����
dengan akhir tahun 2009 terutama disebabkan oleh tekanan
Grafik 3.5 pada kelompok bahan makanan yang bergejolak (volatile food).
Perbandingan UIP Beberapa Negara Mundurnya masa panen beras mengakibatkan pasokan komoditas
tersebut mengalami kendala yang pada gilirannya menyebabkan
kenaikan harga. Sementara itu, rendahnya imported inflation, terjaganya
ekspektasi inflasi serta belum adanya kebijakan Pemerintah yang bersifat
�
���
����
strategis mampu mengimbangi tekanan pada kelompok volatile food
���
���
sehingga inflasi tetap dapat dikendalikan.
����
���
Grafik 3.7 Sementara itu, dari sisi domestik, kondisi fundamental ekonomi yang
Perkembangan Inflasi solid mendorong terjaganya ekspektasi inflasi. Pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi mencapai 5,4% pada triwulan IV 2009, tingkat inflasi
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
yang relatif rendah serta nilai tukar rupiah yang menguat memberikan
������
���� pengaruh positif pada perkembangan ekspektasi inflasi. Hasil survei
������������� ������������
���� ��������� ������� Consensus Forecast (CF) pada Maret 2010 menunjukkan terjadinya
��������� �����������������������
���� �������������������������������������� ����������
���
penurunan ekspektasi inflasi untuk tahun 2010, sedangkan untuk tahun
���� 2011 ekspektasi inflasi relatif stabil (Grafik 3.11). Survei lainnya yakni
���
Survei Konsumen dan Survey Penjualan Eceran Bank Indonesia juga
���
mencerminkan ekspektasi konsumen dan ekspektasi pedagang yang
���
terjaga (Grafik 3.12 dan Grafik 3.13).
����
����
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � �
Di sisi kesenjangan output, mulai naiknya permintaan masih
���� ���� ���� ����
dapat direspon oleh sisi penawaran secara memadai. Hal tersebut
Grafik 3.8 menyebabkan tekanan dari sisi kesenjangan output pada inflasi
Inflasi per Kelompok relatif minimal. Indikasi mulai meningkatnya permintaan ditunjukkan
oleh pertumbuhan penjualan riil yang mengalami kenaikan (Grafik
3.14). Kenaikan tersebut terutama terjadi pada kelompok pakaian
dan perlengkapannya serta konstruksi. Sementara itu, indikator sisi
� ������ penawaran yang tercermin dari indeks produksi sektor pengolahan
��
��� terlihat menunjukkan tren meningkat (Grafik 3.15). Kondisi itu sejalan
�� ��������������������������
���
dengan kapasitas produksi terpakai di sektor industri pengolahan yang
��
���
juga berada pada tren yang meningkat (Grafik 3.16).
����������������������������������
��
��� Inflasi volatile food pada triwulan I 2010 menunjukkan
� ��� peningkatan. Kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 4,41%
� ����
(yoy), lebih tinggi dari akhir tahun 2009 sebesar 3,95% (yoy). Peningkatan
������������������������������� tersebut terutama bersumber dari tingginya harga komoditas beras pada
�� ����
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � �
���� ���� ���� ���� ���� ���� awal triwulan I 2010 yang disebabkan oleh mundurnya waktu musim
panen serta kendala distribusi. Naiknya harga beras pada gilirannya
Grafik 3.9
mendorong terjadinya peningkatan harga pada kelompok makanan jadi
Inflasi Mitra Dagang dan Nilai Tukar
terutama produk-produk turunan beras. Namun, kondisi tersebut dapat
teratasi memasuki akhir periode laporan. Sejak Maret 2010, kondisi
pasokan beras membaik dan mampu menahan kenaikan harga beras
� ������
�� �� lebih lanjut, bahkan menyebabkan kelompok volatile food mengalami
deflasi sebesar 1,14% (mtm).
�� ��
Pada kelompok administered prices, tekanan inflasi pada triwulan
�����������������������
�� �� I 2010 relatif minimal sejalan dengan tidak adanya kebijakan yang
������������ bersifat strategis. Belum adanya rencana kebijakan administered prices
� �� yang direalisasikan oleh Pemerintah sepanjang triwulan I 2010 dapat
�����������������������
menjaga terkendalinya inflasi administered prices. Komoditas rokok dan
� �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � �
bahan bakar rumah tangga merupakan dua komoditas yang dominan
memberikan sumbangan inflasi pada kelompok administered price, yakni
�� ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� sebesar 0,06% dan 0,03%. Sementara itu, komoditas bensin hanya
Grafik 3.10 memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,02% sepanjang triwulan I
Inflasi Komoditas Impor, inflasi inti dan IHPB Impor 2010. Hal itu terkait dengan naiknya harga minyak mentah internasional
sebesar 87,8% sejak awal tahun 2010. Dengan perkembangan tersebut,
20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010
�
KEBIJAKAN MONETER
Suku Bunga
�
Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga jangka
� pendek pada triwulan I 2010 berjalan dengan baik. Kondisi itu
khususnya didorong oleh melimpahnya likuiditas perbankan yang
�
� � � � � � � � � �� �� �� � � � menyebabkan suku bunga PUAB O/N (Pasar Uang Antar Bank – Over
���� ����
��������������������������� Night) bergerak cenderung turun mendekati koridor bawah BI Rate.
Grafik 3.11 Rata-rata harian PUAB O/N pada triwulan I 2010 menurun sebesar
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast 11bps menjadi 6,19% atau 31bps berada di bawah BI Rate (Grafik 3.17).
Perkembangan tersebut kemudian ditransmisikan ke suku bunga PUAB
dengan jangka waktu yang lebih panjang dengan struktur suku bunga
PUAB yang terus membaik. Sebagaimana pergerakan suku bunga PUAB
������ ������
��� ��
O/N, suku bunga PUAB dengan jangka waktu di atas O/N juga menurun
���
dengan besaran yang relatif sama (Grafik 3.18). Rata-rata tertimbang
��� ��
suku bunga PUAB jangka waktu 2-6, 7, 8-26 dan di atas 30 hari masing-
���
��� ��
masing menurun sebesar 7-11bps kecuali untuk suku bunga PUAB tenor
���
27-30 hari yang mengalami penurunan yang lebih besar yaitu 57bps.
��� ������������������������������������������ � Kondisi tersebut mengindikasi persepsi counterparty risk yang terus
��� ������������������������������������������ membaik sejalan dengan terus membaiknya risiko di pasar uang.
��������������������������������
��� �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � �
���� ���� ���� ���� ���� ���� Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga deposito
semakin membaik. Perbaikan transmisi tersebut terjadi baik pada
Grafik 3.12.
periode BI Rate tetap maupun menurun. Pada triwulan I 2010, suku
Ekspektasi Inflasi Konsumen
bunga deposito 1 bulan diindikasi menurun sebesar 18bps (Tabel 3.1).
(Survei Konsumen Bank Indonesia)
Dengan perkembangan tersebut, BI Rate yang tetap pada level 6,5%
sejak September 2009 telah direspon positif dengan penurunan suku
bunga deposito 1 bulan total sebesar 117bps (s.d Februari 2010), lebih
������ ������
������������������������������������������
��
baik bila dibandingkan dengan periode BI Rate tetap pada periode
���
������������������������������������������
�������������������������������� ��
sebelumnya (Agustus 2007 s.d Januari 2008). Sementara itu, sejak
���
���
Desember 2008 hingga Februari 2010, suku bunga deposito 1 bulan
��
���
telah menurun sebanyak 335bps dari total penurunan BI Rate sebesar
��� ��
300bps, atau lebih baik daripada periode penurunan BI Rate sebelumnya
���
(Mei 2006 s/d Juli 2007) sebesar 283bps dari total penurunan BI Rate
�
���
sebesar 425bps.
��� �
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � Penurunan suku bunga deposito juga diikuti oleh perbaikan struktur
���� ���� ���� ���� ���� ����
suku bunga deposito berbagai tenor. Hal itu tercermin pada struktur
Grafik 3.13.
suku bunga deposito yang cenderung datar (flat), meskipun suku bunga
Ekspektasi Inflasi Pedagang
deposito jangka waktu 12 bulan masih lebih tinggi dibandingkan dengan
(Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia)
suku bunga deposito tenor 24 bulan.
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
��
����������������������������������� bank asing dan campuran tercatat menurunkan suku bunga deposito
��
sebesar 20bps, atau terbesar di antara kelompok bank lainnya yaitu
��
bank persero (-12bps), BPD (-10bps) dan bank swasta (-7bps). Meskipun
�
demikian, selama periode BI Rate tidak berubah (sejak September 2009)
bank persero tetap menjadi kelompok bank yang paling agresif dalam
��
menurunkan suku bunga depositonya yaitu sebesar 149bps diikuti
���
oleh bank swasta sebesar 102bps. Secara level, kelompok bank asing
���
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � dan campuran merupakan kelompok bank yang menawarkan rata-rata
���� ���� ���� ���� ���� ����
suku bunga deposito yang terendah (7,3%) sementara kelompok BPD
Grafik 3.14
menawarkan rata-rata suku bunga tertinggi (8,7%).
Pertumbuhan Penjualan Riil
Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga kredit
masih terus berlangsung. Pada triwulan I 2010, penurunan suku
bunga kredit diindikasi masih berlanjut seiring dengan menurunnya persepsi risiko ekonomi
perbankan. Rata-rata penurunan suku bunga kredit hingga Februari
2010 (sejak September 2009) mencapai sebesar 56bps, atau hanya
���
������������������������������������������ separuh dari penurunan suku bunga deposito 1 bulan yang mencapai
117bps. Hal itu di antaranya terkait dengan masih tingginya persepsi
���
risiko penyaluran kredit dan upaya bank untuk mempertahankan margin
yang tinggi di tengah rendahnya permintaan kredit.
���
Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga KMK diperkirakan
menurun dengan besaran yang lebih signifikan. Seiring dengan
�� membaiknya persepsi risiko ekonomi oleh perbankan, suku bunga
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � �������
���� ���� ���� ���� ���� KMK diperkirakan menurun secara lebih agresif, sedangkan suku
Grafik 3.15 bunga Kredit Konsumsi (KK) diprediksi mengalami penurunan paling
Indeks Produksi Sektor Industri Pengolahan (SP) tipis terkait dengan karakteristiknya yang tidak terlalu elastis dengan
perubahan suku bunga (Tabel 3.1). Sementara itu, berdasarkan kelompok
Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Triwulan I-2009 Triwulan II-2009 Triwulan III-2009 Triwulan IV-2009 Triwulan I-2010
Suku Bunga (%)
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar
BI Rate 8,75 8,25 7,75 7,50 7,25 7,00 6,75 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50
Penjaminan Deposito 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00
Dep 1 bulan (Weighted Average) 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38 7,16 6,87 7,09 na na
Base Lending Rate 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20 13,00 12,96 13,01 12,94 12,83 12,65 12,66 12,65
Kredit Modal Kerja (KMK) 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 14,45 14,30 14,17 14,09 13,69 13,69 13,75 na na
Kredit Investasi (KI) 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 13,58 13,48 13,20 13,20 13,03 12,96 13,24 na na
Kredit Konsumsi (KK) 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 16,66 16,62 16,67 16,53 16,47 16,42 16,32 na na
22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010
��
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Pertumbuhan DPK pada triwulan I 2010 diperkirakan melambat
��
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � �������
���� ���� ���� ���� ����
sesuai pola historisnya pada awal tahun. Sampai dengan Februari
2010, pertumbuhan DPK hanya sebesar 9,3% (yoy), lebih rendah dari
Grafik 3.16
akhir tahun 2009 yang mencapai 12,5% (yoy) (Grafik 3.19). Dengan
Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan (SP)
perkembangan tersebut, pada triwulan I 2010 (sampai dengan Februari
2010), posisi DPK menurun sebesar Rp41,4 triliun menjadi Rp1.931,6
triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
� (Februari 2009), posisi DPK justru mengalami peningkatan sebesar
��
��� �������
�������������������������
Rp13,8 triliun. Hal itu terjadi karena pada saat krisis masyarakat enggan
��������������
� menggunakan dananya untuk melakukan kegiatan ekonomi dan lebih
���
memilih untuk menempatkan dananya di perbankan. Dengan kembali
�
normalnya perkembangan DPK pada triwulan I 2010 sesuai dengan pola
���
���
Di sisi lain, pertumbuhan kredit pada triwulan I 2010 menunjukkan
�� �� � �� � �� � �� � �� � �� �� �� �� �� �� � �� � �� � �� �� �� �� �� �� � �� � ��
��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
perkembangan yang positif. Pertumbuhan kredit (dengan channeling)
���� ����
������� �������� ��������� pada triwulan I 2010 (sampai dengan Februari 2010) mencapai 9,4%
������������ ������������ �������������������
�������������� (yoy), meningkat dari akhir tahun 2009 yang sebesar 8,7% (yoy) (Grafik
Grafik 3.17 3.19). Jika dibandingkan dengan akhir tahun 2009, posisi kredit pada
Suku Bunga PUAB O/N & Instr. Moneter triwulan I 2010 (sampai dengan Februari 2010) masih mengalami
penurunan sebesar Rp11,2 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya (Februari 2009), penurunan
�
��� posisi kredit pada saat itu jauh lebih besar dibandingkan dengan
�
penurunan posisi kredit saat ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perkembangan kredit telah mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya
���
yang juga dikonfirmasi oleh pola perubahan kredit bulanan di Februari
���
2010 yang telah lebih baik dibandingkan dengan pencapaian selama 3
��� tahun terakhir. Perkembangan kredit diperkirakan terus membaik seiring
���
dengan mulai pulihnya permintaan domestik dan luar negeri.
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
diindikasi dari spread antara suku bunga kredit dengan BI Rate yang
���������� �����������
��
�� semakin mengecil. Sementara itu, dari sisi penawaran, persepsi risiko
�� ��� ekonomi oleh perbankan yang mulai membaik memberikan kontribusi
��
�� �
pada suku bunga kredit untuk turun.
�� ���
��
�� � Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi (KK) dan
��
��� kredit investasi (KI) telah tumbuh positif, sedangkan kredit modal
��
�� � kerja (KMK) masih tumbuh negatif. Sampai dengan Februari 2010,
�
�
��� pertumbuhan KMK masih tercatat mengalami pertumbuhan negatif
� �
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� sebesar 4,8% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan KI dan KK mengalami
���� ���� ����
��������� ������������ ������� peningkatan mencapai 14,7% (yoy) dan 34% (yoy). Pertumbuhan KK
Grafik 3.19 merupakan yang paling agresif sebagai penopang pertumbuhan kredit
Pertumbuhan Dana, Kredit dan BI Rate secara agregat. Berdasarkan valutanya, perbaikan pertumbuhan kredit
pada triwulan I 2010 terutama terlihat pada kredit dalam Rupiah,
sedangkan kredit dalam valas (dalam USD) masih menunjukkan
������
pertumbuhan yang negatif.
���
�
yang dimiliki oleh perseorangan serta badan usaha milik swasta –
lainnya 1 sejalan dengan peningkatan kredit. Selain itu, pertumbuhan
�
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� �
���� ���� ���� ���� ���� ���� giro perseorangan yang selaras dengan pergerakan IHSG merefleksikan
Grafik 3.21 meningkatnya aktifitas masyarakat untuk melakukan transaksi di sektor
Pertumbuhan Uang Beredar Nominal finansial.Hal itu diindikasi masih terus terjadi pada triwulan I 2010 terkait
dengan masih positifnya return dari pasar saham. Berbagai kondisi
24
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010
���
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
� Pasar Keuangan
���� ���� ���� ����
IHSG menunjukkan kinerja yang positif selama triwulan I 2010.
Grafik 3.22
IHSG mengalami penguatan sebesar 10,2% selama triwulan I 2010
IHSG dan Net Beli Asing
dan ditutup pada level 2.777,3. Kebijakan Bank Indonesia untuk
mempertahankan BI Rate pada level 6,5% pada akhir triwulan I
2010 menjadi salah satu pendorong menguatnya IHSG. Kebijakan
��
���������� �
�� tersebut diterjemahkan oleh pasar sebagai upaya Bank Indonesia
����������������������������
�
����������� �� untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap
�
� ��
Fitch menyebabkan IHSG mampu mencetak pertumbuhan tertinggi
� dibandingkan dengan negara kawasan.2
�
�
����������������������
yang menurun. Posisi DER rata-rata emiten turun dari 3,7% pada tahun
��
��
����������� 2008 menjadi 3,1% pada tahun 2009. Kondisi tersebut pada akhirnya
�� mendorong perbaikan rating secara sektoral oleh beberapa instansi.
��
Dari sisi sektoral, penguatan IHSG tercermin oleh perkembangan
��
sektoralnya, kecuali infrastruktur. Perkembangan sektoral IHSG tersebut
�
sejalan dengan relatif kuatnya fundamental emiten. Sektor berbasis
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ���� ���� ����
komoditas seperti pertambangan dan perkebunan kembali tumbuh
meski sempat terkoreksi cukup dalam pada Februari 2010. Rencana
Grafik 3.24
ekspansi beberapa emiten tambang turut membawa sentimen positif
Yield SUN, BI Rate dan SBI 1 Bulan
pada sektor tersebut. Perkembangan di sektor tambang tersebut
merupakan resultansi dari kenaikan harga minyak dunia (WTI) sebesar
2 Data Moneter dari LBU sampai dengan Desember 2009
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
3,5% dan penurunan Baltic Dry Index sebesar 0,8%. Searah dengan
�
�� ���� perkembangan tersebut, terjadi kenaikan kapitalisasi sektor tradeable3
�����������������������
dari 47,7% menjadi 48,9% terhadap total kapitalisasi pasar.
��������������������� ����
Grafik 3.25 indeks kepercayaan konsumen AS terkoreksi pada level terendah dalam
Yield SUN dan CDS 10 bulan terakhir. Namun dalam perkembangan selanjutnya, investor
asing kembali masuk menyusul prakiraan bahwa negara berkembang
cenderung akan menerapkan exit policy lebih awal dibandingkan
�
dengan negara maju yang juga cenderung lunak terhadap inflasi.
�� ����
Dengan perkembangan tersebut, pada triwulan I 2010 investor asing
�����������������������
�����������
mencatatkan net beli sebesar Rp3,68 triliun atau lebih tinggi dari triwulan
���
��
IV 2009 sebesar Rp2,52 triliun. (Grafik 3.22). Perkembangan itu diikuti
oleh volume perdagangan di bursa domestik selama triwulan I 2010 yang
���
naik menjadi Rp4,12 triliun per hari dibandingkan dengan triwulan IV
��
���
2009 yang hanya mencapai Rp3,93 triliun per hari (Grafik 3.23).
�
���������������������������� rating yang mendekati investment grade. Sementara itu, naiknya yield
����������� ��
� pada tenor 1 tahun sebesar 55bps lebih disebabkan oleh permasalahan
� ��
likuiditas yang tipis. Dengan perkembangan tersebut, yield SUN untuk
�
��
�
tenor jangka pendek, jangka menengah dan panjang bergerak turun
��
� masing-masing sebesar 13bps, 74bps dan 64bps (Grafik 3.24).
� ��
� Penurunan yield SUN selama triwulan I 2010 tidak terlepas
�
�
dari membaiknya kondisi pasar keuangan global. Meskipun
� �
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � sempat kembali bergejolak pada Februari 2010 akibat ketidakpastian
���� ���� ���� ����
Grafik 3.27 penyelamatan di negara PIGS, pasar keuangan global mampu kembali
Nilai Perdagangan SUN menuju fase pemulihan. Dalam perkembangannya, kinerja pasar
keuangan global kembali pulih setelah kebijakan moneter global kembali
3 Meliputi sektor: pertambangan, perkebunan, industri dasar, aneka industri, dan barang konsumsi
26
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan I-2010
���
���������� �
��
mendukung kondisi tersebut ialah penurunan faktor risiko EMBIG dan
��� ��
CDS. Posisi EMBIG dan CDS pada akhir triwulan I 2010 mencapai 259,2
��� dan 158,2 atau turun dari posisi triwulan IV 2009 yang mencapai 294,2
��
��� dan 192,0 (Grafik 3.25 dan Grafik 3.26).
��
���
�� Membaiknya risiko di pasar keuangan global pada gilirannya mendorong
���
�� aliran modal asing ke pasar SBN.4 Pada triwulan I 2010, net beli asing
���
�
di pasar SBN mencapai sekitar Rp24 triliun atau naik dibandingkan
��
� �
dengan net beli asing pada triwulan IV 2009 yang hanya berkisar
� ��
����
��� �� � ��
����
��� �� � ��
����
��� �� �
����
Rp14 triliun. Sejalan dengan peningkatan aliran modal asing, likuiditas
Grafik 3.28 pasar SBN turut membaik. Volume perdagangan SBN secara rata-rata
Frekuensi Perdagangan SUN naik menjadi Rp4,1 triliun per hari pada triwulan I 2010 dari rata-rata
triwulan IV 2009 yang mencapai sebesar Rp3,3 triliun perhari (Grafik
3.27). Meningkatnya aktivitas perdagangan di pasar SBN belum diikuti
oleh frekuensi rata-rata harian perdagangan SBN yang turun menjadi
��� sebesar 247 kali perhari pada triwulan I 2010 dibandingkan dengan
���
frekuensi perdagangan pada bulan triwulan IV 2009 yang mencapai
260 kali per hari (Grafik 3.28).
���
���
Perbaikan kinerja underlying asset performance khususnya saham
dan SBN menyebabkan kinerja reksadana meningkat cukup
���
pesat. Beberapa kelompok reksadana yang mengalami peningkatan
������������������
�� ��������������� cukup pesat diantaranya reksadana saham, pendapatan tetap dan
����
� campuran, sedangkan reksadana ber basis surat utang tergolong stabil.
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� Indeks reksadana saham, pendapatan tetap dan campuran bergerak
Grafik 3.29 naik sebesar 7,9%, 3,2% dan 8,9%. Dengan perkembangan tersebut,
Indeks Reksadana Campuran, Pendapatan Tetap dan Saham NAB per Februari 2010 mencapai sebesar Rp113 triliun dan berpotensi
meningkat 30% pada tahun 2010.
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Dari sisi harga, secara keseluruhan inflasi ke depan diprakirakan tetap terjaga
pada sasaran yang ditetapkan yakni 5%±1% pada tahun 2010 dan 2011. Tekanan
inflasi diprakirakan belum signifikan sampai dengan paro pertama tahun 2010. Berdasarkan
sumbernya, tekanan inflasi dari eksternal terutama disumbang oleh peningkatan inflasi mitra
dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-
harga komoditas internasional. Dari sisi domestik, tekanan inflasi
Tabel 4.1 diprakirakan berasal dari peningkatan permintaan sejalan dengan
Proyeksi PDB Dunia (% yoy) prakiraan membaiknya perekonomian domestik. Namun, prakiraan
Proyeksi tersebut disertai dengan faktor risiko yang dapat timbul apabila sisi
2008 2009
2010 2011 produksi dan ekspektasi bergerak di luar dari yang diskenariokan.
PDB Dunia 3,0 -0,8 3,9 4,3
Negara Maju 0,5 -3,2 2,1 2,4
Amerika Serikat 0,4 -2,5 2,7 2,4
Kawasan Euro 0,6 -3,9 1,0 1,6
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Jepang -1,2 -5,3 1,7 2,2 Kondisi Perekonomian Internasional
Negara Maju Lainnya 1,7 -1,3 3,3 3,6
Pemulihan ekonomi global yang lebih cepat daripada
Negara Berkembang 6,0 2,0 6,0 6,3 prakiraan sebelumnya mendorong lebih optimisnya outlook
Afrika 5,3 1,8 4,2 5,3 pertumbuhan ekonomi dunia. Pemulihan ekonomi terutama
Eropa Timur dan Tengah 3,1 -4,3 2,0 3,7
Negara Persemakmuran 5,5 -7,5 3,8 4,0
didorong oleh negara-negara berkembang Asia seiring dengan
Negara Berkembangan Asia 7,6 6,4 8,3 8,3 tingginya ekspor dan permintaan domestik yang kuat. Khusus di
China 9,0 8,5 10,0 9,7
Asia, dampak stimulus fiskal China mengakibatkan proses pemulihan
India 7,3 5,6 7,7 7,8
Negara Timur Tengah 5,3 2,2 4,5 4,8 ekonomi China berjalan cukup cepat dan berhasil mendorong sektor
Amerika Latin 4,2 -2,3 3,7 3,8 manufaktur China. Sementara itu, pertumbuhan perekonomian
Sumber : MF, World Economic Outlook Update Januari 2010 negara Eropa diprakirakan relatif tertinggal terkait dengan masih
28
Perekonomian Indonesia ke Depan
tingginya level pengangguran dan persoalan defisit fiskal di beberapa negara Eropa. Namun,
fundamental perekonomian Asia yang cukup kuat mengakibatkan dampak lanjutan (spill-
over) krisis fiskal Uni Eropa menjadi relatif terbatas.
Di sisi penerimaan, terjadi tambahan pendapatan yang terutama bersumber dari penerimaan
migas sejalan dengan asumsi harga minyak mentah yang lebih tinggi. Di sisi pengeluaran,
terjadi tambahan belanja yang dilakukan dalam rangka mengakomodir perubahan asumsi
ekonomi makro, menjaga stabilitas harga barang dan jasa, menampung anggaran belanja
untuk program-program prioritas pembangunan yang belum diakomodir di dalam APBN
2010 dan menjaga rasio anggaran pendidikan agar tetap sebesar 20% dari total belanja
negara. Di sisi pembiayaan defisit, meningkatnya defisit tersebut sebagian besar akan dibiayai
melalui tambahan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA).
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Di sisi lain, iklim investasi yang semakin kondusif dan prospek perekonomian yang cerah akan
mendorong investor untuk melakukan investasi baik dalam bentuk peningkatan kapasitas
produksi maupun perluasan usaha. Investasi yang lebih tinggi akan turut berkontribusi pada
peningkatan pendapatan. Dalam situasi demikian, daya beli masyarakat akan semakin kuat.
Prakiraan akselerasi konsumsi rumah tangga yang cukup tinggi juga didukung oleh terjaganya
tingkat keyakinan konsumen dan inflasi. Berbagai indikator menunjukkan perkembangan
yang sangat baik bahkan tren yang terus meningkat. Pertumbuhan penjualan motor dan
Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2009
Kom ponen 2008 2009 2010* 2011*
I II III IV
Konsumsi Rumah Tangga 5,3 6,0 4,8 4,7 4,0 4,9 4,5 - 5,0 4,8 - 5,3
Konsumsi Pemerintah 10,4 19,2 17,0 10,3 17,0 15,7 5,9 - 6,9 8,8 - 9,8
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 11,9 3,5 2,4 3,2 4,2 3,3 8,8 - 9,3 10,8 - 11,3
Ekspor Barang dan Jasa 9,5 -18,7 -15,5 -7,8 -3,7 -9,7 10,2 - 11,0 11,0 - 12,0
Impor Barang dan Jasa 10,0 -24,4 -21,0 -14,7 1,6 -15,0 12,5 - 13,5 14,8 - 15,8
PDB 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,5 - 6,0 6,0 - 6,5
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
30
Perekonomian Indonesia ke Depan
mobil menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Demikian juga, impor barang
konsumsi tercatat mengalami akselerasi.
Perbaikan iklim investasi serta prospek perekonomian yang lebih cerah akan
mendorong akselerasi pertumbuhan investasi. Investasi diprakirakan mampu
tumbuh mencapai 8,8%-9,3% dan 10,8%-11,3% pada tahun 2010 dan 2011. Iklim
investasi pada tahun 2010 diprakirakan mengalami perbaikan seiring dengan peningkatan
credit rating oleh beberapa lembaga pemeringkat Internasional. Pada tanggal 25 Januari
2010, Fitch Ratings menaikkan sovereign rating Indonesia menjadi BB+ dari semula BB
dengan stable outlook. Dengan peningkatan tersebut, peringkat Indonesia tinggal 1 notch
lagi di bawah investment grade. Selain itu, pada tanggal 12 Maret 2010, S&P juga menaikan
sovereign rating Indonesia dari BB- ke BB.
Optimisme akan cerahnya prospek investasi turut diperkuat oleh beberapa hasil survei Bank
Indonesia. Hasil Survei Persepsi Pasar menunjukkan 80,3% dari responden menyatakan bahwa
tahun 2010 merupakan saat yang tepat melakukan investasi, sedangkan hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha menunjukkan peningkatan nilai investasi ke depan. Di sisi lain, akselerasi
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemulihan ekspor akan mendorong peningkatan
aktivitas di sisi produksi. Indikasi tersebut diperlihatkan oleh beberapa indikator seperti impor
bahan baku dan impor barang modal yang tercatat meningkat sejak triwulan IV 2009.
Sementara itu, investasi bangunan pada tahun 2010 dan 2011 diprakirakan tumbuh
stabil. Pertumbuhan investasi bangunan didorong oleh berjalannya program-program
pemerintah terkait infrastruktur serta maraknya pembangunan properti. Optimisme terhadap
pertumbuhan investasi bangunan didukung oleh berbagai indikator seperti konsumsi semen
dan penjualan semen yang berada pada tren yang meningkat.
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Kondisi di atas menyebabkan ekspor dari Indonesia mempunyai potensi untuk terakselerasi
pada periode mendatang, karena negara-negara berkembang cenderung menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibanding dengan negara-negara maju. Potensi
akselerasi ekspor dari Indonesia tercermin pada prakiraan pertumbuhan ekonomi negara-
negara mitra dagang Indonesia. IMF memprakirakan bahwa negara-negara berkembang
kemungkinan tumbuh sebesar 6,0% pada tahun 2010 dan 6,3% pada tahun 2011.
Sementara itu, negara-negara maju diprakirakan tumbuh sebesar 2,1% pada tahun 2010
dan 2,4% pada tahun 2011.
Selain didukung oleh permintaan yang meningkat dari negara mitra dagang, prospek ekspor
juga didukung oleh karakteristik ekspor Indonesia yang sebagian besar adalah komoditas-
komoditas berbasis sumber daya alam. Pada semester kedua 2009 di saat pemulihan
ekonomi global mulai terjadi, komoditas ekspor berbasis sumber daya alam memberikan
kontribusi pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding dengan komoditas manufaktur.
Komoditas tersebut terdiri dari barang-barang hasil pertanian (seperti karet, kayu, hasil laut),
hasil pertambangan (seperti batu bara, nikel, dan tembaga), serta CPO (Crude Palm Oil).
Komoditas berbasis sumber daya alam merupakan input di bagian awal dari mata rantai
produksi untuk menghasilkan barang-barang sekunder seperti barang manufaktur. Dalam
kondisi pascakrisis, aktivitas proses produksi akan berlangsung dengan intensif sehingga
permintaan hasil ekspor Indonesia akan meningkat lebih tinggi.
Sementara itu, komoditas manufaktur juga akan mengalami peningkatan seiring dengan
prospek pemulihan ekonomi yang membaik terutama di negara-negara maju. Komoditas
manufaktur hasil ekspor Indonesia antara lain produk-produk kimia, kertas serta tekstil.
Dari sisi domestik, meningkatnya kegiatan investasi juga akan mendorong impor barang
modal dan penggunaan bahan baku impor yang meningkat. Impor barang modal antara lain
32
Perekonomian Indonesia ke Depan
berupa mesin/pesawat mekanik, peralatan listrik, dan lain-lain. Impor bahan baku berupa
besi dan baja, bahan-bahan kimia, dan lain-lain, yang akan menjadi input bagi sektor industri
di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kegiatan investasi dalam negeri, kegiatan impor
juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan barang konsumsi rumah tangga. Barang-barang
konsumsi yang dominan diimpor antara lain bahan makanan dan minuman jadi, pakaian,
dan juga kendaraan bermotor.
Pertumbuhan sektor pertanian di tahun 2010 diprakirakan lebih tinggi dari tahun
sebelumnya (mencapai 4,1-4,4%) meskipun terkena imbas fenomena El Nino.
Selanjutnya pada tahun 2011, sektor pertanian diprakirakan dapat tumbuh 4,4%-
4,6%. Kinerja sektor pertanian diprakirakan mendapat dukungan penuh dari Pemerintah.
Pemerintah berupaya melakukan pengawalan dan pemantauan intensif daerah-daerah yang
berpotensi terjadi kekeringan akibat El Nino. Pemerintah juga akan memberikan batuan
berupa pompa air dan bantuan benih unggul. Selain itu, Pemerintah telah berencana untuk
tetap menjaga swasembada beras dalam rangka ketahanan pangan. Program ketahanan
dan swasembada pangan mendorong pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian
melalui ekspansi lahan tanam, penyediaan bibit unggul dan perbaikan infrastruktur
pertanian.
Pengembangan pertanian yang kini tengah digarap pemerintah terfokus pada 3 kawasan
yaitu Dumai (Riau), Sumatera Utara (bekas Inalum) dan Merauke (Papua). Untuk Dumai dan
Sumatera Utara, pengembangan lahan pertanian ditujukan dalam rangka mendukung daerah
Tabel 4.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2009
Sektor 2008 2009 2010* 2011*
I II III IV
Pertanian 4,8 5,9 2,9 3,3 4,6 4,1 4,1 - 4,4 4,4 - 4,6
Pertambangan & Penggalian 0,7 2,6 3,4 6,2 5,2 4,4 4,2 - 4,4 4,4 - 4,6
Industri Pengolahan 3,7 1,5 1,5 1,3 4,2 2,1 4,1 - 4,4 4,4 - 4,7
Listrik, Gas & Air Bersih 10,9 11,2 15,3 14,5 14,0 13,8 13,6 - 14,2 14,2 - 14,5
Bangunan 7,5 6,2 6,1 7,7 8,0 7,1 8,1 - 8,5 8,3 - 9,2
Perdagangan, Hotel & Restoran 6,9 0,6 (-0,0) (-0,2) 4,2 1,1 5,1 - 5,5 5,7 - 6,2
Pegangkutan & Komunikasi 16,6 16,8 17,0 16,4 12,2 15,5 12,6 - 14,3 12,8 - 14,2
Keuangan, Persewaan & Jasa 8,2 6,3 5,3 4,9 3,8 5,0 4,9 - 5,3 5,5 - 5,9
Jasa - Jasa 6,2 6,7 7,2 6,0 5,7 6,4 4,9 - 5,2 5,7 - 6,0
PDB 6,0 4,5 4,1 4,2 5,4 4,5 5,5 - 6,0 6,0 - 6,5
* Angka Proyeksi Bank Indonesia
33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
tersebut menjadi basis industri minyak kelapa sawit mentah (CPO). Di Merauke, Papua,
pemerintah mengembangkan lahan pangan yang cukup luas (food estate). Lahan pangan
tersebut berupa kawasan penanaman kelapa sawit, kedelai, tebu, jagung dan padi. Saat ini,
seluas 500 ribu hektar lahan telah digunakan untuk mengembangkan tanaman jagung sejak
tahun 2008. Pengembangan tanaman jagung tersebut dilakukan dalam rangka mendukung
swasembada pangan nasional.
Kinerja sektor pertambangan pada tahun 2010 diprakirakan mencapai 4,2%-4,4%, dan
pada tahun 2011 tumbuh sebesar 4,4%-4,6%. Penurunan produksi tambang tercermin
pada target penjualan emas yang menurun di tahun 2010 dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Penetapan target tersebut telah mempertimbangkan ekspektasi kadar emas
serta jumlah produksi bijih. Selain itu produksi minyak dan gas Indonesia diprakirakan akan
di bawah harapan. Beberapa hal menjadi penyebab rendahnya produksi migas nasional, yaitu
(i) usia sumur yang sudah tua, rata-rata memiliki natural decline 12%, sehingga diperlukan
temuan lapangan sumur yang baru, (ii) kondisi peralatan penunjang produksi sebagian besar
telah memasuki usia tua dan membutuhkan investasi tambahan untuk pemeliharaan atau
penggantian, (iii) anggaran eksplorasi migas yang relatif masih terbatas.
34
Perekonomian Indonesia ke Depan
mendorong optimisme di sektor industri pengolahan. Ekspor yang mulai membaik, daya beli
yang meningkat baik dari eksternal maupun domestik, mendorong peningkatan produksi
di sektor ini. Dengan komitmen pemerintah untuk memperbaiki berbagai kendala dalam
kegiatan usaha seperti infrastruktur (jalan dan energi) serta penyederhanaan berbagai aturan
akan mendorong kian berkembangnya sektor ini.
Industri makanan dan minuman merupakan industri yang tetap berkinerja baik di tahun
lalu sementara industri lain terpuruk. Kinerja yang baik tersebut diprakirakan tetap berlanjut
pada tahun-tahun mendatang. Produksi air minum dalam kemasan sepanjang tahun 2010
diprakirakan mencapai 13,7 miliar liter, atau tumbuh 7,03% dibandingkan dengan produksi
tahun 2009 yang mencapai 12,8 miliar liter. Kementrian Perindustrian telah menerbitkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk air minum dalam kemasan (AMDK). Penerbitan
SNI tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 69/2009 tanggal 3
Juli 2009 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) AMDK secara wajib. Dengan
berlakunya SNI, maka produk AMDK Indonesia diharapkan siap bersaing secara global.
Sementara itu, aktivitas yang meningkat dari pembangunan infrastruktur dan berbagai
pembangunan pabrik mendorong meningkatnya kegiatan di industri-industri terkait dengan
sektor bangunan. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan ke depan beberapa
pelaku di industri semen berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Tren
konsumsi yang meningkat juga mendorong peningkatan produksi industri baja dan industri
komponen otomotif.
Industri alas kaki akan menerima relokasi pabrik sepatu dari 10 investor yang berasal dari
Taiwan, China, Korea dan Thailand. Investasi dari investor-investor tersebut diprakirakan
mencapai 20 juta dolar AS. Sejumlah lokasi di Indonesia yang dinilai kondusif dan strategis
untuk pengembangan industri alas kaki dari investor-investor tersebut yakni Tangerang,
Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan dan Bandung. Dari sisi infrastruktur daerah-daerah tersebut
dinilai relatif siap dijadikan sebagai basis produksi. Investasi kesepuluh investor itu diprakirakan
dapat menyerap sekitar 10.000 tenaga kerja baru. Rencana relokasi perusahaan sepatu asing
ke Indonesia disebabkan oleh upah buruh yang relatif lebih murah di Indonesia. Selain itu,
perizinan dan kondisi politik di Indonesia terus membaik.
Kondisi ekonomi yang membaik serta daya beli yang meningkat diprakirakan
mendorong sektor perdagangan, hotel dan restoran untuk tumbuh mencapai
5,1%-5,5% pada tahun 2010, lalu berlanjut sebesar 5,7%-6,2% pada tahun 2011.
Peningkatan kegiatan subsektor perdagangan tercermin pada indeks penjualan eceran yang
berada dalam tren yang meningkat. Seiring dengan berlakunya pasar bebas Asean-China
Free Trade Agreement (ACFTA), para pedagang akan mempunyai sumber pasokan yang
lebih besar untuk diperdagangkan. Barang-barang impor diprakirakan cukup mempunyai
pasar yang besar di Indonesia, hal itu tercermin dari besarnya keterkaitan impor dengan
perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Di subsektor komunikasi, saat ini produsen industri telekomunikasi memfokuskan diri pada
pengembangan broadband dalam rangka perluasan penetrasi internet. Pengembangan mobile
broadband dipercaya dapat bermanfaat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, baik
dari segi sosial maupun ekonomi. Hal tersebut dapat terwujud bila layanan broadband dapat
tersedia dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas yang baik. Untuk itu Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertekad mendorong keberadaan broadband agar
mampu mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi. Untuk mengembangkan mobile broadband
pemerintah telah mengeluarkan sebanyak 8 WiMAX licenses yang diberikan di beberapa zona
sejak Juli 2009, dan diprakirakan akan mulai melayani secara komersial awal 2010.
Sektor bangunan diprakirakan dapat tumbuh mencapai 8,1%-8,5% pada tahun 2010
dan 8,3%-9,2% pada tahun 2011. Aktivitas sektor bangunan diprakirakan didorong oleh
pembangunan infrastruktur. Pemerintah telah berkomitmen untuk memperbaiki kondisi
infrastruktur di Indonesia untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Dari proyek energi
10.000 MW tahap I telah beroperasi sekitar 1.900 MW tahun 2009. Tambahan sebesar 2.400
MW akan terealisir di tahun 2010 dan sebesar 5.000 MW di tahun 2011. Proyek 10.000
MW yang siap beroperasi tahun 2010 yaitu PLTU Labuan unit 1 dan 2, PLTU Rembang unit
1 dan 2, PLTU Suralaya, PLTU Indramayu unit 1,2, dan 3 serta Paiton. Dengan beroperasinya
beberapa PLTU dari program energi 10.000 MW tahap I diharapkan dapat memperkuat sistem
kelistrikan Jawa-Bali, mengingat kebutuhan listrik tiap tahun meningkat sekitar 7%.
Sementara itu, proyek energi 10.000 MW tahap II baru mulai ditenderkan pada pertengahan
April 2010 dan diprakirakan sudah beroperasi tahun 2014. Pembangunan proyek energi
10.000 MW tahap II akan dibagi dalam beberapa termin. Termin I akan dibangun sebesar
3.976 MW pada tahun 2010 dan termin II akan dibangun sebesar 3.500 MW. Sisanya
akan dilanjutkan pada tahun berikutnya. Nilai investasi proyek energi 10.000 MW tahap II
diprakirakan sebesar 16,34 miliar dolar AS, yang terdiri dari proyek pembangkit senilai 15,96
miliar dolar AS dan pembangunan transmisi sebesar 383 juta dolar AS. Pendanaan dari proyek
ini berasal dari APBN, kas PT PLN, Japan International Cooperation Agency (JICA), pinjaman
dari China, dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Proyek-proyek pembangkit listrik yang akan
dibangun akan menggunakan bahan bakar energi terbarukan, batubara dan gas.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa diprakirakan tumbuh 4,9%-5,3% pada tahun
2010, dan meningkat sebesar 5,5%-5,9% pada tahun 2011. Kegiatan ekonomi yang
36
Perekonomian Indonesia ke Depan
lebih aktif diprakirakan meningkatkan permintaan akan jasa intermediasi sektor keuangan.
Sementara itu, dengan munculnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global dan domestik
yang kian menguat, respons perbankan terhadap perkembangan suku bunga ke depan
diprakirakan semakin membaik. Beberapa bank telah menyatakan keinginannya untuk
mendukung perkembangan sektor riil, terutama UMKM. Dengan demikian dukungan
pendanaan bagi kegiatan ekonomi akan tersedia dengan lebih mudah dan murah.
PRAKIRAAN INFLASI
Di sisi harga, tekanan inflasi diprakirakan belum akan signifikan sampai dengan semester
I-2010. Secara keseluruhan, inflasi ke depan diprakirakan tetap terjaga pada
sasaran yang ditetapkan yakni 5%±1% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun
2010, tekanan inflasi dari sisi eksternal terutama disumbang oleh peningkatan inflasi mitra
dagang sejalan dengan prakiraan membaiknya ekonomi global dan meningkatnya harga-
harga komoditas internasional. Dari sisi domestik, tekanan inflasi diprakirakan berasal dari
peningkatan permintaan sejalan dengan prakiraan membaiknya perekonomian domestik. Hal
tersebut sebagaimana diindikasikan oleh total kapasitas utilisasi yang menunjukkan sedikit
peningkatan. Di sisi lain, ekspektasi inflasi cenderung membaik, terlihat dari hasil berbagai
survei yang menunjukkan menurunnya ekspektasi inflasi pada tahun 2010. Membaiknya
ekspektasi inflasi ini sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk tetap menjaga inflasi
berada dalam kisaran sasaran. Dari sisi inflasi volatile food, gangguan cuaca berupa banjir
di beberapa sentra produksi beras diprakirakan hanya memberikan tekanan inflasi yang
moderat di tengah meningkatnya harga pangan internasional.
Selanjutnya pada tahun 2011, tekanan inflasi inti diprakirakan sejalan dengan perbaikan
perekonomian domestik dan global yang terus berlanjut. Sementara itu, inflasi volatile food
diprakirakan relatif tetap. Relatif tetapnya inflasi volatile food terutama karena produksi dan
distribusi bahan makanan diprakirakan berjalan lancar sebagaimana tahun 2010. Inflasi
administered diprakirakan sedikit meningkat sejalan dengan kenaikan harga komoditas
internasional dan harga minyak dunia. Selain itu, pada 2011 juga diprakirakan tidak terjadi
kenaikan harga barang/jasa yang bersifat strategis (strategic administered) seperti BBM
subsidi, tarif listrik, serta tarif angkutan.
Faktor Risiko
Pertumbuhan PDB yang lebih optimis dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya tetap
mengandung beberapa risiko baik yang bersumber dari faktor eksternal maupun domestik.
Tingginya ketidakpastian yang memengaruhi prakiraan tersebut menyebabkan diperlukannya
metode untuk mengkuantifisir berbagai imbangan risiko, salah satunya dengan menggunakan
fan chart.
Pemulihan ekonomi global yang terus menunjukkan perbaikan dapat mendorong volume
perdagangan dunia pada tahun 2010 tumbuh lebih tinggi dibanding dengan prakiraan.
Sejalan dengan peningkatan volume perdagangan dunia tersebut, harga komoditas nonmigas
37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
berpotensi tumbuh lebih tinggi dibanding dengan prakiraan. Apabila aktivitas perdagangan
dunia tumbuh lebih tinggi, permintaan barang-barang ekspor Indonesia diprakirakan
meningkat. Sementara itu, peningkatan harga komoditas akan mendorong eksportir untuk
melakukan ekspor lebih banyak.
� �
Selanjutnya, pada tahun 2011 perkembangan perekonomian dunia
� � secara umum diprakirakan membaik. Namun, terdapat faktor risiko
� �
global yang bersumber dari (i) kemungkinan timbulnya financial system
distress, (ii) masih terbatasnya ketersediaan kredit, dan (iii) risiko inflasi
� �
karena ekses likuiditas global dan asset price bubbles. Hal-hal tersebut
� �
menyebabkan pertumbuhan ekonomi global berisiko tumbuh lebih
� � rendah dari prakiraan. Dengan demikian, pada 2011 masih terdapat
� � downside risk dari volume perdagangan dunia.
�� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ����
Berdasarkan faktor-faktor di atas, prakiraan PDB ke depan beserta
Grafik 4.1 imbangan risikonya pada 2010 dan 2011 tergambar pada fan chart PDB
Fan Chart PDB 2010-2011 (Grafik 4.1). Fan chart PDB juga menggambarkan tingkat ketidakpastian/
uncertainty prakiraan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi pada
tahun 2011 dibanding dengan prakiraan PDB 2010, tercermin pada kisaran
����� �����
grafik fan chart yang semakin melebar dari tahun 2010 ke 2011.
�� ��
�� ��
Seperti halnya dengan prakiraan PDB, prakiraan inflasi juga disertai
�� ��
oleh faktor ketidakpastian yang cukup besar, terutama risiko terjadinya
�� ��
kenaikan harga administered. Selain itu, faktor risiko juga timbul apabila
� �
produksi dan distribusi pangan lebih buruk dari yang diprakirakan.
� �
Selain faktor risiko yang dapat membawa proyeksi inflasi lebih tinggi
� �
dari yang diprakirakan, juga terdapat faktor yang dapat menurunkan
� �
tekanan inflasi yang berasal dari membaiknya ekspektasi inflasi. Potensi
� �
lebih membaiknya ekspektasi inflasi diprakirakan bersumber dari
��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ����
meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap upaya Bank Indonesia
Fan Chart Inflasi 2010-2011 prakiraan inflasi ke depan beserta imbangan risikonya pada 2010 dan
2011 tergambar pada fan chart inflasi (Grafik 4.2).
38
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2009
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 6 April 2010 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate sebesar pada level 6,50%. Keputusan tersebut diambil setelah
mencermati dan mengevaluasi perkembangan perekonomian pada triwulan I 2010 dan
membahas prospek ekonomi ke depan. Bank Indonesia memandang bahwa tingkat BI Rate
sebesar 6,50 % masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5%+1% dan
arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan
perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan.
Inflasi pada Maret 2010 menurun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Secara bulanan,
IHK tercatat deflasi sebesar 0,14% (mtm) atau secara tahunan tercatat sebesar 3,43% (yoy).
Mencermati perkembangan tersebut, inflasi tahun 2010 secara keseluruhan diyakini akan
berada pada kisaran sasaran sebesar 5%±1%.
Kondisi perbankan hingga saat ini masih relatif terjaga. Likuiditas perekonomian menunjukkan
peningkatan selama triwulan I 2010. Hingga Februari 2010, pertumbuhan kredit juga
menunjukkan perkembangan yang positif hingga mencapai 9,4% (yoy). Di sisi mikro, industri
perbankan dalam kondisi stabil seperti tercermin dari masih tingginya tingkat kecukupan
modal CAR dan terjaganya NPL gross di level 4%.
Ke depan, kebijakan moneter diarahkan untuk secara konsisten menjaga inflasi yang
rendah dengan tetap memerhatikan upaya percepatan pemulihan ekonomi. Berbagai
upaya akan dilakukan untuk semakin mendorong efektifitas transmisi kebijakan moneter,
termasuk melalui peningkatan efisiensi perbankan. Di samping itu, Bank Indonesia juga
akan melakukan upaya untuk mengelola risiko agar stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan tetap dapat dipertahankan. Sejumlah langkah yang akan ditempuh antara lain
mengelola ekses likuiditas di pasar uang dan perbankan agar kondusif bagi upaya memelihara
stabilitas moneter dan stabilitas sistem keugangan, dan penguatan sinergi kebijakan antara
Bank Indonesia dan Pemerintah. Di tingkat pusat, sinergi dilakukan melalui Tim Koordinasi
Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI), dan di tingkat daerah
dilakukan melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Melalui forum tersebu, diupayakan
tekanan-tekanan inflasi yang bersumber dari sisi penawaran (supply) dapat diatasi.
39
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang. Deposito Berjangka. dan Kredit
(Persen per Tahun)
2005
Trw. I 5.95 7.44 6.50 6.93 7.35 8.04 9.42 13.31 13.78
Trw. II 6.95 8.25 6.98 7.19 7.11 7.11 8.05 13.36 13.65
Trw. III 6.92 10.00 9.16 8.51 8.01 8.65 8.82 14.51 14.47
Trw. IV 9.44 12.75 11.98 11.75 10.17 10.95 12.39 16.23 15.66
2006
Trw. I 10.28 12.73 11.61 12.19 12.10 12.02 12.64 16.35 15.90
Trw. II 10.23 12.50 11.34 11.70 12.09 12.28 12.61 16.15 15.94
Trw. III 8.90 11.25 10.47 11.05 11.52 12.36 12.47 15.82 15.66
Trw. IV 5.97 9.75 8.96 9.71 10.70 11.63 11.84 15.07 15.10
2007
Trw. I 7.52 9.00 8.13 8.52 9.29 10.17 11.73 14.49 14.53
Trw. II 5.58 8.75 7.46 7.87 8.40 9.54 11.73 13.88 13.99
Trw. III 6.83 8.25 7.13 7.44 7.80 8.91 11.24 13.31 13.45
Trw. IV 4.33 8.00 7.19 7.42 7.65 8.24 10.83 13.00 13.01
2008
Trw. I 8.01 7.96 6.88 7.26 7.57 7.79 10.06 12.88 12.59
Trw. II 8.43 8.73 7.19 7.49 7.79 7.78 9.91 12.99 12.51
Trw. III 9.37 9.71 9.26 9.45 9.14 9.34 9.83 13.93 13.32
Trw. IV 9.40 10.83 10.75 11.16 10.34 10.43 8.62 15.22 14.40
2009
Trw. I 8.04 8.21 9.42 10.65 10.45 11.31 8.33 14.99 14.05
Trw. II 6.96 6.95 8.52 9.25 9.75 11.37 9.03 14.52 13.78
Trw. III 6.30 6.48 7.43 8.35 8.71 10.80 9.14 14.17 13.20
Trw. IV 6.28 6.46 6.87 7.48 7.87 9.55 9.10 13.69 12.96
2010
Trw. I 6.18 6.41 7.09 7.31 7.59 9.12 7.68 13.75 13.24
40
Tabel Statistik
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
2005
Trw. I 16.751 369.495 415.784 5 7 . 5 3 6
Trw. II 18.589 362.770 315.996 1 0 1 . 0 5 8
Trw. III 17.430 230.026 289.657 4 1 . 4 2 7
Trw. IV 20.316 183.663 150.534 7 4 . 6 3 2
2006
Trw. I 23.866 415.638 356.471 1 3 3 . 7 9 9
Trw. II 23.910 517.853 483.967 1 6 7 . 6 8 5
Trw. III 25.383 599.495 586.715 1 8 0 . 4 6 4
Trw. IV 27.706 665.673 636.381 2 0 9 . 7 5 6
2007
Trw. I 37.341 774.866 740.951 2 4 3 . 6 7 1
Trw. II 38.323 846.655 832.325 2 5 8 . 0 0 2
Trw. III 36.615 895.562 887.411 2 6 6 . 1 5 2
Trw.IV 32.061 777.247 795.475 2 4 7 . 9 2 6
2008
Trw. I 37.482 858.289 906.767 2 1 2 . 4 6 3
Trw. II 23.510 489.529 543.655 1 6 5 . 1 4 5
Trw. III 27.115 389.138 437.313 1 1 6 . 9 6 9
Trw. IV 14.029 404.071 340.913 1 8 0 . 1 2 8
2009
Trw. I 22.897 398.394 397.703 2 3 3 . 7 5 4
Trw. II 30.656 324.806 324.775 2 3 1 . 3 9 2
Trw. III 29.038 451.257 449.566 2 1 7 . 2 8 7
Trw. IV 24.566 631.233 592.046 2 5 3 . 7 5 6
41
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
1 Bank Pemerintah 282.633 301.186 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 533.945 520.865
- Pertanian 24.222 26.805 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 45.091 32.789
- Pertambangan 7.414 9.006 6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 16.795 14.196
- Perindustrian 71.600 69.959 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 92.485 90.957
- Perdagangan 63.561 68.172 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 129.497 65.460
- Jasa-jasa 39.477 44.868 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 93.320 93.431
- Lain-lain 76.359 82.376 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 156.757 224.031
2 Bank Umum Swasta Nasional 335.998 367.168 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 593.400 578.640
- Pertanian 11.312 12.053 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 21.359 20.049
- Pertambangan 5.409 7.321 7.076 10.678 9.621 10.137 10.850 11.137 8.979 9.697 10.861 15.013 14.409
- Perindustrian 59.826 63.319 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 92.738 88.948
- Perdagangan 86.783 95.549 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 134.434 129.676
- Jasa-jasa 80.252 90.497 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 162.535 143.922
- Lain-lain 92.416 98.429 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 167.321 181.636
3 Bank Pemerintah Daerah 58.851 65.123 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 120.701 118.671
- Pertanian 2.090 2.130 2.248 2.274 2.379 2.710 3.067 3.182 3.143 3.289 3.749 3.706 3.397
- Pertambangan 58 58 55 43 53 182 187 270 312 388 615 675 643
- Perindustrian 487 520 543 631 710 770 787 814 829 943 1.082 1.146 1.891
- Perdagangan 8.386 8.762 9.295 9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 15.278 13.685
- Jasa-jasa 6.776 7.747 9.850 8.879 8.615 10.831 13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 17.565 16.083
- Lain-lain 41.054 45.906 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 82.331 82.973
4 Bank Asing & Campuran 117.232 121.509 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 170.748 167.735
- Pertanian 5.395 5.460 5.933 7.817 7.449 6.425 6.505 6.419 7.020 6.669 5.535 5.236 4.725
- Pertambangan 2.287 2.540 2.629 3.972 4.591 3.910 4.478 5.327 6.081 4.712 6.235 9.076 8.810
- Perindustrian 50.219 51.029 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 59.314 54.578
- Perdagangan 7.691 9.035 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 12.873 14.857
- Jasa-jasa 30.709 31.540 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 52.828 51.962
- Lain-lain 20.931 21.905 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 31.421 32.802
5 Bank Perkreditan Rakyat 117.232 121.509 20.334 20.469 21.592 23.856 25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 28.014 28.353
- Pertanian 5.395 5.460 1.294 1.339 1.498 1.672 1.769 1.733 1.774 1.915 1.934 2.002 2.036
- Pertambangan 2.287 2.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- Perindustrian 50.219 51.029 324 333 367 391 436 426 433 456 486 505 507
- Perdagangan 7.691 9.035 7.831 7.664 7.973 8.866 9.516 9.307 8.998 9.368 9.746 9.801 9.866
- Jasa-jasa 30.709 31.540 2.084 2.093 2.185 2.433 2.684 2.672 2.705 2.861 2.935 3.054 3.084
- Lain-lain 20.931 21.905 8.801 9.040 9.569 10.494 11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 12.652 12.860
6 Sub jumlah (1 s.d. 4) 794.714 854.986 913.158 1.004.178 1.038.912 1.148.891 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 1.446.808 1.414.264
- Pertanian 43.019 46.448 49.654 57.203 57.562 61.413 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 77.394 62.996
- Pertambangan 15.168 18.925 16.310 25.336 27.634 29.151 30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 41.559 38.059
- Perindustrian 182.132 184.827 190.242 204.141 212.000 232.705 249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 246.188 236.881
- Perdagangan 166.421 181.518 192.985 214.804 211.719 235.898 249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 301.883 233.544
- Jasa-jasa 157.214 174.652 188.838 210.561 221.123 249.700 286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 329.302 308.482
- Lain-lain 230.760 248.616 275.129 292.133 308.874 340.024 369.513 379.832 384.437 404.942 424.923 450.482 534.301
42
Tabel Statistik
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
Tagihan Tagihan
Akhir M1 Aktiva Tagihan Pada Pada
Periode Luar Bersih Lembaga Perusahaan
Uang Uang Uang Negeri Pemerintah Pemerintah Swasta dan Lainnya
Jumlah 1) Jumlah2) Kartal Giral Kuasi Bersih Pusat3) BUMN Perorangan Bersih4)
2004 1.033.877 245.946 109.028 136.918 785.261 253.260 500.318 13.908 605.927 -90.113
2005 1.202.762 271.140 123.991 147.149 929.343 301.573 495.686 17.220 733.183 -87.639
2006 1.382.493 347.013 150.654 196.359 1.032.865 401.710 507.337 27.648 821.649 -107.498
2007 1.649.662 450.055 182.967 267.089 1.196.119 509.843 507.120 39.891 1.005.739 -102.955
2008 1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144
2008
Trw. I 1.594.390 409.768 164.609 245.159 1.181.322 533.323 385.570 33.669 1.053.869 -94.992
Trw. II 1.703.381 453.047 189.040 264.007 1.247.213 550.015 371.647 36.516 1.159.311 -113.902
Trw. III 1.778.139 479.738 222.805 256.934 1.295.292 509.659 360.756 45.375 1.253.456 -93.287
Trw. IV 1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144
2009
Trw. I 1.916.752 448.034 186.119 261.914 1.466.364 691.465 363.536 46.541 1.303.885 -109.433
Trw. II 1.977.533 482.621 203.406 279.215 1.491.950 655.440 399.395 48.996 1.320.131 -103.076
Trw. III 2.018.031 490.022 210.343 279.679 1.525.204 688.891 390.295 55.139 1.348.814 -139.119
Trw. IV 2.141.384 515.824 226.006 289.818 1.622.055 663.635 449.977 66.589 1.408.724 -125.445
2010
Trw. I* 2.108.857 494.698 211.852 282.846 1.607.204 688.591 414.780 65.304 1.361.997 -117.003
43
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
I. Uang Primer 272,239 289,727 310,265 379,582 325,044 349,649 392,136 344,688 304,718 322,994 354,297 402,118 380,145
b. Uang yang diedarkan 155,498 173,888 189,221 220,785 198,940 224,342 270,243 264,391 226,672 244,634 273,744 279,029 255,418
- Uang kartal di masyarakat 129,618 146,715 160,327 183,419 164,995 189,453 223,166 209,378 186,538 203,838 210,822 226,382 207,226
- Kas bank umum 25,880 27,173 28,894 37,366 33,945 34,889 47,077 55,013 40,134 40,796 62,923 52,646 48,192
c. Saldo Giro Positif Bank 116,558 115,524 120,740 158,452 125,705 124,811 121,302 79,648 77,404 77,744 79,920 89,903 87,743
d. Giro Sektor Swasta 183 315 304 345 399 496 591 650 642 616 633 601 649
Uang Primer
a. Net International Reserve 1) 305,744 330,295 337,523 356,883 351,874 351,561 355,967 338,692 354,727 356,930 376,681 403,858 434,958
b. Net Domestic Assets -33,505 -40,569 -27,258 22,699 -212,380 -192,491 -137,121 -213,668 -323,022 -259,388 -211,887 -183,794 -235,956
- Tagihan Bersih pada Pemerintah 200,460 187,081 184,961 249,069 128,907 117,614 123,797 172,012 105,571 136,202 144,747 200,956 146,762
- Bantuan Likuiditas 18,186 18,136 18,136 8,847 8,838 8,800 8,800 8,711 8,715 8,715 8,715 8,665 8,660
- Kredit Likuiditas 10,598 10,366 10,206 9,994 9,751 9,353 9,227 9,009 8,783 8,622 8,458 8,231 8,169
- Tagihan Lainnya 5,366 5,389 5,357 3,074 3,089 3,295 3,155 3,815 2,546 2,472 2,415 2,415 11,236
- Operasi Pasar Terbuka -247,525 -264,280 -254,096 -281,164 -219,099 -191,525 -152,563 -233,866 -257,701 -267,412 -242,991 -289,892 -303,893
- SBI (net) 2) -239,977 -257,998 -265,034 -247,688 -212,463 -165,145 -116,967 -179,879 -232,700 -232,731 -220,676 -226,887 -270,784
- FASBI -19,298 -21,615 -4,750 -48,933 -5,737 -4,989 -1,403 -4,223 -15,288 -28,277 -22,824 -36,416 -25,442
- Lain-Lain 3) 11,750 15,333 15,688 15,457 -899 -21,391 -34,193 -49,764 -9,714 -6,404 509 -26,589 -7,666
- Net Other Items -139,050 -121,610 -131,204 -141,151 -143,866 -140,027 -129,538 -173,348 -190,936 -147,987 -133,230 -114,170 -106,892
44
Tabel Statistik
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta $)
I. Transaksi Berjalan 10.859 2.638 2.271 2.152 3.431 10.492 2.742 -1.013 -967 -637 126 2.509 2.481 2.150 3.442
A. Barang bersih (Neraca
Perdagangan) 29.660 7.710 8.108 7.488 9.448 32.754 7.536 5.443 5.771 4.166 22.916 6.886 8.367 8.491 11.454
1. Ekspor f.o.b 103.528 26.626 29.202 30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.768 139.606 24.179 28.130 31.273 35.932
2. Impor f.o.b -73.868 -18.916 -21.095 -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.603 -116.690 -17.293 -19.763 -22.781 -24.478
B. Jasa-jasa (bersih) -9.874 -3.163 -2.991 -2.764 -2.922 -11.841 -3.071 -3.387 -3.313 -3.227 -12.998 -2.743 -3.310 -3.517 -4.585
C. Pendapatan (bersih) -13.790 -3.163 -4.023 -3.811 -4.527 -15.525 -3.093 -4.425 -4.756 -2.881 -15.155 -2.742 -3.776 -4.072 -4.742
D. Transfer Berjalan 4.863 1.254 1.178 1.240 1.432 5.104 1.371 1.356 1.331 1.305 5.364 1.109 1.200 1.247 1.315
II. Transaksi Modal dan Finansial 3.025 1.836 2.029 -934 661 3.592 -529 2.105 2.370 -5.822 -1.876 1.502 -1.757 2.523 1.405
A. Transaksi Modal 350 43 127 255 122 547 17 62 187 29 294 19 29 34 14
B. Transaksi Finansial 2.675 1.793 1.902 -1.189 539 3.045 -546 2.043 2.184 -5.850 -2.170 1.483 -1.785 2.489 1.390
1. Investasi Langsung 2.211 -246 1.426 764 309 2.253 630 197 1.871 720 3.419 453 400 472 988
a. Ke Luar Negeri (bersih) -2.703 -1.282 392 -1.427 -2.358 -4.675 -1.730 -1.436 -1.517 -1.217 -5.900 -1.451 -1.047 -515 26
b. Di Indonesia/FDI (bersih) 4.914 1.037 1.034 2.191 2.667 6.928 2.360 1.633 3.388 1.937 9.318 1.904 1.447 987 962
2. Investasi Portfolio 4.174 2.491 3.810 466 -1.200 5.567 1.984 4.188 -74 -4.377 1.721 1.859 1.959 2.988 3.298
a. Aset (bersih) -1.933 -497 -1.897 -1.257 -764 -4.415 -823 60 -65 -467 -1.294 133 362 -331 -403
b. Kewajiban (bersih) 6.107 2.988 5.707 1.723 -437 9.982 2.807 4.128 -9 -3.910 3.015 1.726 1.597 3.319 3.701
3. Investasi Lainnya -3.791 -452 -3.334 -2.419 1.430 -4.775 -3.160 -2.342 387 -2.194 -7.309 -829 -4.144 -970 -2.896
a. Aset (bersih) -1.588 -105 -2.283 -2.360 262 -4.486 -2.672 -1.974 -1.610 -4.498 -10.755 -307 -2.271 -6.325 -3.729
b. Kewajiban (bersih) 2) -2.204 -348 -1.051 -59 1.168 -289 -489 -367 1.998 2.304 3.446 -522 -1.873 5.355 833
III. Jumlah (I + II) 13.885 4.475 4.300 1.218 4.092 14.085 2.213 1.091 1.404 -6.459 -1.750 4.011 724 4.673 4.847
IV. Selisih Perhitungan 625 -95 -664 -38 -572 -1.369 -1.181 233 -1.493 2.246 -195 -56 328 -1.127 -893
V. Neraca Keseluruhan (III + IV) 14.510 4.379 3.637 1.179 3.520 12.715 1.032 1.324 -89 -4.212 -1.945 3.955 1.052 3.546 3.954
VI. Lalu Lintas Moneter 3) -14.510 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954
a. Perubahan Cadangan Devisa -6.902 -4.379 -3.637 -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954
b. IMF: -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Penarikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pembayaran -7.608 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Memorandum:
Posisi Cadangan Devisa 4)
Transaksi Berjalan (% PDB) 42.586 47.221 50.924 52.875 56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 66.105
Rasio Pembayaran Utang (%) 5) 2.9 2.6 2.1 1.9 3.0 2.4 2.3 -0.8 -0.7 -0.5 0.0 2.2 1.9 1.5 2.2
a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan 24.8 19.8 21.4 15.2 21.2 19.4 16.2 17.8 15.2 24.2 18.1 23.4 24.4 19.3 23.9
Otoritas Moneter 6) 14.2 5.6 9.4 5.1 9.0 7.3 4.4 7.7 4.7 9.2 6.4 6.0 10.0 5.2 8.5
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
1) Format baru sejak publikasi Januari 2004
2) Tidak termasuk pinjaman IMF
3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004. perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
4) Sejak 1988. posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000. posisi cadangan devisa memakai konsep
Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.
6) Terdiri dari Pemerintah. BUMN di luar bank. dan Bank Indonesia.
45
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
I. Bahan Makanan 3,71 -1,21 4,00 4,43 5,91 1,28 4,75 0,60 1,44 -1,76 4,94 -0,67 1,67
A. Padi-padian. umbi-umbian dan
hasil-hasilnya 12,16 -6,50 0,69 3,48 2,59 2,11 0,60 0,91 2,76 -0,75 1,06 3,17 6,90
B. Daging dan hasil-hasilnya -2,93 5,12 9,08 -2,04 4,14 0,29 13,94 -4,64 2,39 -0,26 6,47 -4,14 0,72
C. Ikan segar 1,37 -2,71 4,65 2,11 5,84 2,01 12,12 2,94 2,25 -2,52 4,63 -3,25 0,09
D. Ikan diawetkan 0,35 0,39 3,06 0,73 7,87 1,84 8,04 4,32 2,24 -0,88 1,60 0,14 0,44
E. Telur. susu dan hasil-hasilnya -1,02 4,05 11,46 0,26 6,88 -0,19 8,94 -2,51 -0,34 -0,54 1,57 -0,51 0,01
F. Sayur-sayuran -0,30 -1,04 2,17 7,39 2,42 1,68 3,79 6,60 2,59 -5,97 6,34 -0,97 4,13
G. Kacang-kacangan 3,81 2,61 4,49 7,90 28,51 1,84 5,93 0,42 0,18 -2,59 1,18 0,47 -18,67
H. Buah-buahan 2,21 1,39 2,87 1,79 1,38 0,89 7,30 1,68 0,71 3,11 8,14 -1,81 0,34
I. Bumbu-bumbuan -3,70 -8,06 -0,43 25,17 2,85 -0,07 -10,49 8,28 1,66 -8,24 23,17 0,07 -4,89
J. Lemak dan minyak 8,63 12,79 7,09 6,71 15,72 1,47 -1,65 -6,81 -0,81 0,12 -1,30 -1,57 0,85
K. Bahan makanan lainnya 1,32 1,50 0,75 -1,47 2,02 1,00 3,57 1,20 1,62 0,61 2,37 -1,40 0,67
II. Makanan jadi. Minuman. Rokok
dan Tembakau 1,89 1,19 1,33 1,85 4,02 1,33 2,62 2,43 2,40 1,18 2,12 1,90 2,62
A. Makanan jadi 1,67 1,00 1,35 2,36 5,50 1,63 2,83 2,35 1,59 1,03 1,46 1,42 2,69
B. Minuman yang tidak beralkohol 1,75 0,20 0,46 -0,20 1,47 1,06 2,15 1,50 5,39 2,15 5,61 2,46 2,86
C. Tembakau dan minuman beralkohol 2,24 2,60 1,85 2,28 1,89 0,73 2,60 3,70 2,42 0,82 1,06 3,13 1,81
III. Perumahan 1,81 0,75 1,27 0,97 2,79 1,14 3,58 1,00 0,42 0,26 0,47 0,67 0,67
A. Biaya tempat tinggal 2,12 0,83 1,11 1,58 2,22 1,67 2,16 0,73 1,00 0,12 0,53 0,70 0,83
B. Bahan bakar. penerangan dan air 1,69 0,15 1,92 -0,45 4,69 -0,12 8,94 1,66 -1,48 0,29 0,55 0,83 0,51
C. Perlengkapan rumah tangga 1,20 0,52 0,57 1,05 1,45 0,97 1,66 1,10 0,95 0,68 0,75 0,67 0,31
D. Penyelenggaraan rumah tangga 1,70 1,79 1,61 1,30 2,71 0,86 1,71 1,08 1,00 0,53 -0,21 0,25 0,62
IV. Sandang 0,72 0,39 2,34 4,78 4,30 0,49 0,77 2,58 4,48 -1,88 1,06 2,31 -0,66
A. Sandang laki-laki 0,37 0,29 1,29 1,70 0,81 0,27 3,02 0,35 0,38 0,55 2,49 0,45 1,02
B. Sandang wanita 0,10 0,71 0,94 1,45 0,68 0,46 2,15 0,30 0,44 0,29 1,24 0,49 0,44
C. Sandang anak-anak 0,50 0,32 1,34 0,86 0,56 0,64 2,13 0,23 0,26 0,39 1,67 0,37 0,69
D. Barang pribadi dan sandang lainnya 2,09 0,35 5,53 13,60 12,66 0,59 -2,46 7,26 13,49 -6,30 -0,37 6,13 -2,88
V. Kesehatan 1,39 0,71 1,03 1,12 3,00 0,83 1,64 1,10 1,27 1,20 0,77 0,59 0,58
A. Jasa kesehatan dan obat-obatan 1,92 0,45 0,32 0,44 5,12 0,47 1,07 0,69 1,60 1,72 0,85 0,69 0,52
B. Obat-obatan 1,32 0,82 1,08 1,46 1,96 1,31 2,19 1,60 1,14 1,39 0,42 0,86 0,65
C. Jasa perawatan jasmani 1,16 1,85 0,61 0,73 1,15 1,10 2,36 1,61 1,39 0,73 1,38 1,38 0,84
D. Perawatan jasmani dan kosmetik 1,46 0,80 1,56 1,52 2,32 0,90 1,76 1,26 1,01 0,42 0,83 0,41 0,57
VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga 0,36 0,01 7,97 0,43 0,14 0,44 3,77 0,82 0,22 0,22 2,94 0,48 0,18
A. Biaya pendidikan 0,46 0,03 12,73 0,36 0,09 0,18 6,76 0,70 0,04 0,06 4,86 0,62 0,03
B. Kursus dan pelatihan 1,04 0,26 0,87 0,48 0,72 0,45 4,95 0,32 0,59 0,46 1,27 0,77 0,77
C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 0,36 0,36 1,58 0,66 0,30 0,72 1,14 1,11 0,37 0,16 0,74 0,19 0,30
D. Rekreasi 0,13 -0,23 0,01 0,64 0,20 0,92 0,51 1,02 0,48 0,55 0,74 0,30 0,37
E. Olah raga 0,79 0,36 0,35 2,23 0,47 0,20 0,91 0,49 0,51 0,33 0,52 0,75 0,87
VII. Transpor dan Komunikasi 0,22 0,46 0,15 0,42 0,37 8,72 0,92 -2,94 -4,66 0,32 1,16 -0,44 0,34
A. Transpor 0,24 0,60 0,00 0,49 0,27 12,98 1,03 -4,46 -6,95 0,54 1,70 -0,73 0,50
B. Komunikasi dan pengiriman 0,05 0,01 -0,02 0,00 0,01 -0,12 0,02 0,20 -0,07 -0,31 -0,32 -0,23 -0,40
C. Sarana dan penunjang transpor 0,50 0,24 2,43 1,27 1,40 0,84 1,34 1,64 1,38 0,34 0,87 1,07 0,96
D. Jasa Keuangan 0,01 0,01 0,00 0,00 4,90 0,01 3,89 0,00 0,00 0,00 0,65 0,00 0,00
U M U M 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002
(2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008
46
Tabel Statistik
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
1. Lhokseumawe 2,16 -2,16 5,34 -1,05 4,84 4,38 2,92 2,97 -0,56 -0,37 4,37 0,53 -0,09
2. Banda Aceh 4,61 -1,67 5,85 1,94 3,49 2,75 1,36 1,39 0,35 0,14 4,12 -1,08 0,44
3. Padang Sidempuan 1,92 -2,34 3,76 2,51 4,65 2,53 1,27 1,56 -0,03 -1,07 2,66 0,33 0,38
4. Sibolga 6,92 -0,29 1,15 2,69 4,63 2,31 3,06 2,22 -0,52 -0,01 3,45 -1,28 1,21
5. Pematang Siantar 2,98 -0,55 3,78 1,97 3,07 2,88 1,37 1,33 -0,20 0,10 3,26 -0,41 1,04
6. M e d a n 1,63 -0,51 1,96 3,23 2,19 2,07 1,21 2,26 -0,84 -0,17 3,35 0,38 1,05
7. Padang 3,68 -1,96 2,06 3,05 4,35 4,09 2,04 2,07 0,04 -1,34 2,79 0,59 1,02
8. Pekanbaru 3,67 -1,49 1,92 3,31 4,15 2,46 3,17 0,55 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79
9. Batam 1,40 -0,34 2,15 1,56 2,91 2,29 1,72 0,58 0,64 -0,43 1,76 -0,09 1,72
10. Jambi 3,17 -1,22 2,57 2,75 2,16 4,19 1,76 -0,19 0,26 -0,72 2,37 0,58 1,53
11. Palembang 0,64 0,85 3,23 3,28 3,11 3,41 3,20 -0,29 -0,06 0,09 1,57 0,25 0,58
12. Bengkulu 1,36 -0,88 3,10 1,37 4,09 4,14 3,61 0,34 0,09 -0,74 4,06 -0,48 1,35
13. Bandar Lampung 0,71 0,12 3,40 2,22 3,29 2,93 4,95 0,74 0,92 -1,29 4,85 -0,25 0,15
14. Pangkal Pinang 2,62 -0,98 0,67 0,33 6,53 4,20 4,26 0,13 -0,78 -0,74 3,16 0,57 1,37
15. Dumai - - - - - 3,80 3,04 1,22 -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26
16. Tanjung Pinang - - - - - 2,45 3,33 1,19 0,32 -0,73 1,29 0,55 0,80
17. Jakarta 1,95 0,51 1,85 1,61 3,51 1,94 2,54 - - - - - -
18. Tasikmalaya 3,73 -0,04 1,65 2,20 2,57 2,54 3,64 - - - - - -
19. Serang - - - - - 2,21 4,50 - - - - - -
20. Tangerang - - - - - 3,04 3,21 0,00 0,32 -0,06 2,03 0,19 0,74
21. Cilegon - - - - - 2,11 0,88 1,57 0,63 0,36 1,89 0,20 0,87
22. Bogor - - - - - 1,15 2,38 0,46 0,79 -0,27 1,72 -0,08 1,11
23. Sukabumi - - - - - 2,80 3,42 1,32 1,67 0,35 1,25 0,18 0,61
24. Bekasi - - - - - 1,24 3,82 0,03 0,01 -0,26 1,76 0,41 1,26
25. Depok - - - - - 2,45 3,49 0,18 -0,87 -0,20 2,43 -0,03 0,75
26. Bandung 1,13 -0,26 2,48 1,82 2,81 2,76 2,28 -0,07 0,11 -0,14 1,64 0,50 0,84
27. Cirebon 3,24 0,15 2,22 2,06 3,52 3,33 4,04 0,19 0,91 0,04 2,49 0,62 0,36
28. Purwokerto 2,22 1,33 2,21 0,26 3,60 2,75 3,53 1,16 0,78 0,11 1,17 0,73 1,11
29. Surakarta 1,19 -0,34 0,99 1,42 2,74 2,13 1,74 0,13 1,06 0,19 1,21 0,14 0,68
30. Semarang 2,37 0,52 1,98 1,72 4,18 2,40 2,83 0,18 0,72 0,06 1,96 0,41 1,02
31. Tegal 1,66 1,24 2,84 2,88 2,72 1,82 2,36 0,45 1,05 1,05 3,15 0,47 0,62
32. Yogyakarta 1,86 0,18 3,17 2,59 2,85 2,51 3,16 - - - - - -
33. Jember 1,26 0,78 2,13 2,91 2,73 3,46 2,77 - - - - - -
34. Sumenep - - - - - 1,62 2,83 1,05 0,25 0,14 1,90 0,42 0,52
35. Kediri 2,50 -0,11 1,55 2,76 2,94 2,11 3,10 -0,35 0,90 0,02 2,04 0,61 0,63
36. Malang 1,30 0,13 2,12 2,28 4,06 2,77 2,93 0,38 1,28 0,16 1,38 0,54 1,00
37. Probolinggo - - - - - 1,81 3,85 0,00 0,60 0,07 1,84 1,00 0,72
38. Madiun - - - - - 4,05 2,27 -0,32 1,02 0,00 1,52 0,82 0,83
39. Surabaya 1,09 0,90 2,02 2,12 3,59 2,00 2,56 0,14 1,06 -0,41 1,97 0,74 0,63
40. Denpasar 2,19 0,29 1,36 1,95 3,35 1,78 3,14 - - - - - -
41. Mataram 3,59 1,00 1,14 2,78 3,23 3,21 3,23 - - - - - -
42. Bima - - - - - 4,94 3,16 0,77 2,41 -1,12 2,06 0,71 1,53
43. Maumere - - - - - 2,24 6,66 -2,44 0,39 1,10 3,47 0,19 2,11
44. Kupang 5,29 -0,39 0,90 2,47 3,33 2,31 0,46 - - - - - -
45. Pontianak 2,56 1,14 2,12 2,49 4,21 2,27 3,21 - - - - - -
46. Singkawang - - - - - 2,94 2,73 0,02 0,38 -0,90 2,44 -0,74 3,55
47. Sampit 0,81 0,39 1,84 4,38 1,60 2,87 1,72 - - - - - -
48. Palangka Raya 0,62 -0,14 2,38 4,95 4,48 2,22 3,62 - - - - - -
49. Banjarmasin 3,29 -0,66 2,60 2,39 4,12 2,48 2,23 - - - - - -
50. Balikpapan 0,81 0,39 4,54 1,40 3,75 2,88 1,84 - - - - - -
51. Samarinda 1,72 0,52 4,84 1,85 3,97 3,32 2,96 - - - - - -
47
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2010
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
52. Tarakan - - - - - 2,48 5,54 0,82 0,53 1,34 3,52 1,66 2,89
53. Manado 3,34 -0,43 3,45 3,46 1,04 3,63 3,02 0,17 1,18 -2,08 0,74 2,50 0,72
54. P a l u 0,60 1,87 1,60 3,84 1,49 2,44 5,01 -0,63 1,78 -0,36 3,35 0,87 -0,64
55. Watampone - - - - - 6,26 3,62 0,27 2,14 0,84 2,85 0,87 1,42
56. Makassar 2,28 0,51 3,38 -0,54 4,45 3,39 3,50 - - - - -
57. Parepare - - - - - 2,76 4,21 0,43 0,40 -0,53 1,85 -0,32 0,48
58. Palopo - - - - - 3,15 3,50 1,16 1,14 -0,12 2,00 1,11 0,75
59. Kendari 1,94 2,20 0,15 2,94 2,91 6,49 3,30 0,74 2,99 -0,34 2,20 -0,28 -0,20
60. Gorontalo -1,24 0,46 3,22 4,51 -0,04 2,59 4,01 0,16 2,33 0,59 0,85 0,53 1,59
61. Mamuju - - - - - 3,04 5,86 -0,29 -0,35 0,06 1,45 0,62 0,84
62. Ambon 1,77 0,51 2,38 1,07 2,92 1,76 5,06 -4,80 2,26 -2,43 1,82 4,81 2,84
63. Ternate 2,39 2,06 0,44 5,21 4,71 1,17 4,30 -0,92 1,25 -0,27 1,32 1,54 1,79
64. Manokwari - - - - - 5,78 8,31 0,62 3,52 0,36 2,39 1,07 -0,44
65. Sorong - - - - - 5,72 7,29 -1,86 0,77 0,52 0,42 0,87 1,34
66. Jayapura 4,93 0,15 0,52 4,45 6,49 5,86 2,88 0,31 -0,06 -0,36 1,55 0,78 1,31
NASIONAL 1,91 0,17 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008. perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota. data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm
(month to month) bulan Juni 2008
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
48
Tabel Statistik
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
2004
Trw.I 1,26 9,77 1,18 3,10 3,91 2,90 6,75 2,35
Trw.II 3,20 1,55 2,34 6,67 7,32 2,26 21,16 4,37
Trw.III -1,29 0,35 0,60 3,41 4,68 0,89 13,39 1,80
Trw.IV 1,84 1,02 0,52 0,34 -1,48 2,42 -9,47 0,18
2005
Trw.I 3,80 3,00 8,04 9,11 10,73 4,61 24,20 8,02
Trw.II 0,00 0,70 1,34 0,69 1,43 0,00 5,13 1,38
Trw.III 2,76 0,70 1,32 6,85 9,15 3,28 20,49 4,08
Trw.IV 4,03 13,19 22,22 0,64 -3,87 2,38 -13,77 9,15
2006
Trw.I 3,87 0,61 1,60 -0,64 -1,34 -4,65 3,29 -1,20
Trw.II 4,97 1,83 2,11 5,13 8,84 6,50 13,64 4,85
Trw.III 5,33 2,40 2,58 0,61 0,00 2,29 -3,60 2,31
Trw.IV 6,74 3,51 1,51 1,82 -5,00 1,49 -16,18 0,56
2007
Trw.I 6,32 3,39 3,47 3,57 2,63 3,68 1,49 3,93
Trw.II 2,97 1,64 3,35 5,75 7,05 2,84 14,63 4,32
Trw.III 7,69 1,61 3,70 3,26 1,80 -0,69 6,38 3,63
Trw.IV 7,59 3,70 5,80 11,05 10,00 2,08 24,40 8,50
2008
Trw.I 7,05 4,08 7,17 6,64 5,88 5,44 6,43 6,45
Trw.II 7,75 10,78 12,60 15,56 14,14 5,16 28,10 12,55
Trw.III 4,68 3,54 1,40 -9,23 -5,31 2,45 -15,09 -1,92
Trw.IV 0,00 4,27 -4,14 -11,86 -13,55 9,58 -47,22 -6,67
2009
Trw.I 2,93 7,52 -0,26 5,28 2,44 13,96 -31,67 1,80
Trw.II 3,72 -0,51 1,42 0,93 -0,87 -5,92 23,91 1,23
Trw.III 5,48 0,37 1,57 2,83 0,33 0,70 14,00 2,17
Trw.IV 3,52 1,65 0,93 -2,28 -0,64 0,00 0,00 0,53
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.
Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2000 (2000 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
49