Anda di halaman 1dari 7

Nama

: Rafika Alifia Isti

NPM

: 1206204216

Judul essay : Arsitektur dan Musik


Essay ini membahas tentang bagaimana music diperlakukan
dalam arsitektur sebagai suatu metode dan apa hasil yang didapat
dari perlakuan tersebut

melalui metode yang dipakai oleh Daniel

Libeskind pada bangunan tambahan Jewish Museum di Berlin (19892001) dan juga Marcos Novak pada model Paracube (1997-1998).
Arsitektur dan musik merupakan produk dari seni yang
berkolaborasi dengan ilmu pengetahuan. Keduanya lahir dari suatu
talenta

yang

merupakan

kemampuan

untuk

berkreasi

dan

berinovasi. Untuk mejadi produk yang memiliki nilai tersebut,


keduanya diciptakan melalui suatu pola, pengaturan dan berefek
pada indera manusia. Pengaturan tersebut diungkapkan melalui
ritme, kesatuan, keragaman, dan harmoni yang diungkapkan
melalui matematika dan geometri. Karena arsitektur dan musik
mempengaruhi indera manusia, sehingga dapat dikatakan keduanya
berpengaruh terhadap emosi, keduanya dapat menghasilkan emosi
yang sama melalui pengaturan yang sama dan berkaitan.
Spaces generally inform the sounds we make in them. We
instinctively adjust our voices to suit our context. And music has
always been created to fit an environment. If the cave or chamber
or cathedral has a pleasing reverberation or tone, our ears will want
us to tune our sounds for pleasure...or drama1.
Jewish Museum merupakan suatu karya yang menghasilkan
emosi arsitektural melalui melankoli dan ketakutan. Jewish museum
using the Natural of dissonant angles, descending lines, discordant
cuts and slashes, and structure breaking through each other 2.
Secara konsep, Limbskind ingin mengungkapkan ekspresi terhadap
hilangnya kultur yahudi, di mana arsitektur menjadi suatu narasi

dan emosi yang disediakan bagi para pengunjung untuk mengalami


efek dari

Holocaust3. Untuk mencapai efek tersebut, Limbskind

menggunakan note musik karya Arnold Schoenberg yang berjudul


Last Opera, The Unfinished Moses Aroon.

An allegorical opera whose subject, according to the writer and


pianist Charles Rosen, is the impossibility of realizing an artistic
vision.

That

opera

is

an

unfinished

symphony

because

of

assassination of the German maestro during the Second World War4.


Form museum desainnya berdasarkan dua struktur linear
yang

dikombinasikan.

Garis

pertama

berbentuk

zigzag

dan

kemudian garis kedua berbentuk linear. Kedua garis tersebut saling


memotong dan hasil dari intersection dari kedua garis tersebut
merupakan void yang kontinu. void menerus

dari bawah ke atas

pada bangunan dan menjadi representasi struktur sentral pada


bangunan tambahan ini . dikelilingi oleh dinding beton yang tinggi
menciptakan atmosfer yang dingin oleh karena sedikit cahaya yang
masuk dari atas.
"The official name of the project is 'Jewish Museum' but I have
named it 'Between the Lines' because for me it is about two lines of
thinking, organization and relationship. One is a straight line, but
broken into many fragments, the other is a tortuous line, but
continuing indefinitely." (Daniel Libeskind, 1998)
Garis zigzag mengimitasi formasi dari melodi dan urutan dari
gelombang yang terdapat pada note melodi The Unfinished Moses
Aaron Opera. zig zag merepresentasikan ketetapan hati moses
untuk

terus

maju

membimbing

penduduk

Israel

di

saat

Ia

mengalami kegagalan misi membimbing penduduk Israel menuju


tanah

yang

dijanjikan.

direpresentasikan melalui void.

Kegagalan

tersebut

kemudian

Schoenberg, the quintessential modern 12-tone composer, breaks


off his opera at the point where Moses and Aaron are unable to
complete their mission with the people of Israel: Oh word, thou
word that I lack! Moses laments his inability to lead the people to
the promised land2.
In the early nineteen-twenties, however, he devised the twelvetone system, in which each work is based on a preset arrangement
of the twelve chromatic notes. This music was intensely alienating
to audiences early on, and it still has the power to send listeners
scurrying for the exits. But it added an entirely new set of colors to
the palette of sound, and everyone from Puccini to Miles Davis felt
its impact5.
Bentuk

zig

zag

tersebut

dibuat

sebagai

alur

berjalan

pengunjung dan berpengaruh pada pengalaman ruang, pengunjung


disajikan berbagai galeri, ruang kosong dan jalan buntu sebagai
symbol yang menggambarkan pengalaman moses seperti halnya
sistem dua belas nada pada the unfinished moses yang kedua karya
arsitektural maupun musical ini kemudian memberikan pengalaman
dan rasa yang sama bagi pengunjung maupun pendengar karya.
The visual alphabet he developed from these questions and the
laws governing Schnbergs twelve-tone technique form the basis of
the interactive audio-visual architectural generator Composing the
Lines. The installation consists of a touchscreen and two separate
projection surfaces. By interacting with the touchscreen, users
intuitively compose a row of twelve tones, each allocated to one of
the seven visual alphabets in the museum architecture. This row of
twelve notes the prime series is reversed, inverted and
retrograde-inverted according to the principles of twelve-tone
music. Projected onto the second screen, these two-dimensional
elements are arranged in a three-dimensional row and played so
that the composition can be experienced as a musical and

architectural structure6.

Model Paracube yang diciptakan oleh Marcos Novak dengan


eksplorasi alogaritmik dari suatu tektonik. Dalam eksplorasinya Ia
lebih mengutamakan manipulasi terhadap hubungan, bidang, dan
dimensi serta lekukan dari suatu ruang dibandingkan dengan
memanipulasi objek. Sehingga hasilnya adalah suatu parametic
design berupa cyber space yang merupakan ruang tidak terbatas
dalam program dan jaringan computer.
Parameterization allowed the smoothness each element to be
defined & manipulated through computational formulae; the frame
was derived from the same process, where the skin was computed
at high smoothness & the skeleton at law smoothness. The skeleton
was then mathematically extruded into the fourth dimension by
adding a fourth coordinate to every three dimensional point. Thus,
points became lines, lines became polygons, and polygons became
cubes

and

cubes

became

hyper-cubes.

The

resulting

four-

dimensional object was rotated about a plane in four- dimensional


spaces according to the appropriate matrix transformations4.
Setelah ia mengumpulkan data ia mengubah data-data
tersebut menjadi kumpulan bentuk alogaritma dan persamaan
matematika
alogaritma

kemudian
diinjeksi

ke

diklasifikasikan.
dalam

model

Setelah

itu,

berdasarkan

kumpulan
prioritas.

Perlakuan ini dilakukan dengan menggunakan program musikal


yaitu melalui frekuensi gelombang music yang diinjeksi ke dalam
setiap pixel, garis, permukaan dan kubik di dalam program yang
tersusun. Hasil yang didapat dari proses tersebut adalah Hypersurface forms4.
Limbskind menghasilkan arsitekturnya melalui susunan nada
dari melodi yang diaplikasikan ke susunan dan bentuk ruang.
Susunan tersebut kemudian menciptakan analogi musik pada

arsitektur yang analogi tersebut memberi efek pada sense manusia.


Di mana aspek musikalitas yang diaplikasikan pada museum
berefek pada sense manusia dan menciptakan suatu emosi ruang,
sebagaimana halnya susunan nada menciptakan emosi

pada

manusia.
Sedangkan, dalam penemuan Paracube, Kovak memakai
alogaritma yang diklasifikasi dan diinjeksi ke model. Penginjeksian
menggunakan frekuensi gelombang music dan ditemukan metode
desain baru di dunia arsitektur yang menghasilkan cyber space
berbasis program musical.
The understanding of tasting aesthetics in the past was depending
on extraction the musical symphonies through watching the
beautiful-successful architecture. But now, the vision of tasting
aesthetics is depending on injecting musical melodies inside
computer programs to obtain amazing fixable architectural
products4
Penemuan ini termasuk kemajuan perkembangan dalam metode
desain

arsitektur,

karena

cyber

space

menyediakan

ruang

berarsitektur tanpa batas untuk menuju kepada idealisme produk


desain.
Apabila melihat cara kedua arsitek tersebut, banyak metode
untuk mengaplikasikan musik ke dalam arsitektur, tergantung dari
tujuan dari mendesain itu sendiri. Baik musik maupun arsitektur
dapat digambarkan sebagai kolaborasi seni dengan geometri yang
menciptakan emosi bagi penikmatnya. Hal ini disebabkan oleh
music dan arsitektur yang sama-sama memiliki desain proses
dengan komponen dan elemen yang sama dan memiliki tanda dan
arti, menyebabkan metode yang berlaku pada salah satu bidang
tersebut dapat

diaplikasikan ke bidang lainnya tergantung pada

kesamaan/keterkaitan sifat dari elemen yang akan dieksplorasi.


Hasil dari aplikasi musik pada arsitektur ini akan beragam
karena adanya proses eksplorasi elemen-elemen dari keduanya.

Hasil tersebut dapat berupa karya arsitektur maupun metode baru


untuk mengembangkan proses desain ke tingkat yang lebih lanjut.
Sehingga injeksi music beserta eksplorasinya pada arsitektur akan
memperkaya metode desain dan karya-karya arsitektural.

Note:
1.

Shirrefr, Michael. Searching for Harmony in Architecture. 25


September 2013.
http://www.abc.net.au/radionational/programs/intothemusic/4

2.

969338
Jencks, Charles. Architecture Become Music. 6 Mei 2013.
http://www.architectural-review.com/essays/architecture-

3.

becomes-music/8647050.article
Kroll, Andrew. AD Classic: Jewish Museum, Berlin/Daniel
Libeskind. 25 November 2010.
http://www.archdaily.com/91273/ad-classics-jewish-museum-

4.

berlin-daniel-libeskind/
Maged Nabeel Aly, Khaled Mohamed Dewidar, Hebatallah Aly
Salama, AmrFarouk El-Gohary. Mutual Relation Role Between
music and Architecture. Pdf. Oktober 2006.
https://www.academia.edu/667434/MUTUAL_RELATION_BETW

5.

EEN_MUSIC_AND_ARCHITECTURE
Ross, Alex. Whistling In The Dark, Schoenbergs unfinished
revolution. 18 Febuari 2002.
http://www.newyorker.com/magazine/2002/02/18/whistling-

6.

in-the-dark-2
Art+Com studio. Composing The Lines. 2003.
https://artcom.de/en/project/composing-the-lines-2/

Anda mungkin juga menyukai