: Tn. R
Usia
: 24 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Cigentur
Pendidikan terakhir
: D3
IBU
Nama
: Ny.N
Usia
: 23 tahun
Pekerjaan
Alamat
: Cigentur
Pendidikan terakhir
: SMA
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang
Pasien datang dengan keluhan kejang 5 menit SMRS. Kejang yang
dialami pasien kurang lebih sebanyak 10 kali dan hampir setiap 2 jam
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien setiap
kejang terjadi selalu didahului dengan demam yang sangat tinggi, setiap
kejang terjadi selama 1 menit dan kejang terjadi pada seluruh tubuh.
Setelah kejang pasien terdiam sampai tidak sadar setelah itu pasien
kembali sadar tetapi seperti mengigau dan terlihat lemas.
Kejang didahului dengan adanya demam, demam ini terjadi 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien demam pada awalnya
tidak terlalu tinggi, tetapi keesokan harinya demam menjadi sangat tinggi
dengan suhu 40 derajat saat diperiksa dengan termometer dan setelah itu
terjadi kejang. Ibu pasien mengatakan adanya batuk pilek pada saat
demam.
Ibu pasien menyangkal adanya kebiruan saat demam, tidak ada
mual dan muntah, mencret, BAB dengan darah ataupun konstipasi.
Menurut ibu pasien, buang air kecil pada pasien tersebut masih normal
dan tidak mengeluhkan sakit saat BAK. Ibunya menyangkal adanya
penurunan nafsu makan pada pasien, tidak ada bintik kemerahan pada
kulit, sesak nafas, tidak ada kontak dengan pasien riwayat TB, menggigil,
dan riwayat berpergian ke daerah pantai.
: ASI
: ASI + bubur saring + bubur sus
Tengkurap
Duduk
: 8 bulan
Memegang benda
: 8 bulan
: 4 bulan
: 1 tahun
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan umum
Suhu
: 36,4 0C
Nadi
Respirasi
: 36 x/min
Status Gizi :
BB
: 10 kg
TB
: 82 cm
LK
: 43 cm
BMI
: 14,9
Leher
KGB
Kelenjar tiroid
Cardio
- Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
- Palpasi : tidak ada thrill
- Perkusi : ukuran jantung normal dengan apex jantung pada ics 4
garis mid clavikula.
- Auskultasi : suara jantung pada katup mitral, trikuspid, pulmonal
dan aorta normal tanpa suara tambahan
Pulmo
-
Abdomen
-
Ekstrmitas
-
Edema (-/-)
Sianosis (-/-)
Akral hangat
Ptechiae (-/-)
Status neurologis
-
Rangsang meningen
Laseq : (-)
Kerniq : (-)
RESUME
Seorang anak perempuan, status gizi baik, datang dengan
keluhan kejang sebanyak 10 kali dalam waktu sehari, selama 1 menit
setiap kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang didahului dengan demam tinggi,
kejang terjadi pada seluruh badan, setelah mengalami kejang pasien
mengalami penurunan kesadaran, setelah itu pasien kembali sadar seperti
mengigau.
Demam terjadi 2 hari sebelum masuk rumah sakit pada
awalnya tidak terlalu tinggi tetapi menjadi sangat tinggi keesokan harinya,
suhu
diukur
dengan
termometer
menunjukan
40
derajat.
Pasien
Nadi
Suhu
: 36,4 0C
: 11,4 gr/dL
Ht
: 34%
Leukosit
: 6.100
Trombosit
: 208.000
3x500 mg
Micasin
2x60 mg
Sanmol
16/12/2013
Follow up :
Kejang 2 hari yang
lalu, lama kejang 1
menit, lemas, panas
badan sejak 2 hari
yang lalu, batuk
pilek
17/12/2013
TTV:
N : 120x
S : 36,2
Ekstremitas :hangat, CTR ,
2dtk,
BB : 10 kg
Pemeriksaan fisik :
Ku : CM
Kepala : KK (-)
Abdomen : lebut NT(-)
BU (-)
Hasil
pemeriksaan
:
Cefotaxim 3x500 mg
Micasin 2x60 mg
Sanmol 3x1 cth / NGT
Diazepam iv (bila
kejang)
Diazepam pulv 3x1,8
mg
Jika ada penurunan
kesadaran lapor
Follow up :
Ku CM
Kejang tidak ada,
panas (-) pilek (+)
batuk (+)
TTV:
N : 136x/m
S : 36.2
Ekstremitas :Hangat,
CTR ,2dtk.
BB : 10kg
Neurologis :
kaku kuduk (-)
clonus (-)
babinski -/chaddok -/-
Hasil
pemeriksaan
:
Hb: 11,4
Ht:34
Leukosit:810
0
Trombosit:2
08.000
Penatalaksanaan:
Infus RL 10 cc/kg
Turunkan 7 cc/kg
Cefotaxim 3x500 mg
Micasin 2x60 mg
Sanmol 3x1 cth / NGT
Diazepam iv (bila
kejang)
Diazepam pulv 3x1,8
mg
Diet ML
Serial 12 jam
TTV:
S : 36,4
N : 112
Ekstremitas :hangat ,
CTR ,2dtk.
BB : 10 kg
Hasil
pemeriksaan
:
Hb: 11.5
Ht:35
Leukosit:310
0
Trombosit:2
67.000
Penatalaksanaan:
Infuse RL
4cc/kgBB/jam
Terapi lanjutkan
Pindah ruangan
Serial stop
Diet ML 3x
TTV;
S : 36,4
N : 112
Ekstremitas :hangat ,
CTR ,2dtk.
BB : 10 kg
Hasil
pemeriksaan
:
Hb: 11.5
Ht:35
Leukosit:310
0
Trombosit:2
67.000
Penatalaksanaan:
Terapi antibiotik 14
kali
18/12/2013
Follow up :
Pasien tidak ada
demam, kejang,
lemas. Tidak ada
mencret, mual,
muntah
Batuk pilek (+)
19/12/2013
Follow up :
Pasien tidak ada
demam, kejang,
lemas. Tidak ada
mencret, mual,
muntah
Batuk pilek (+)
20/12/2013
Follow up :
Pasien tidak ada
demam, kejang,
lemas. Tidak ada
mencret, mual,
muntah
Batuk pilek (+)
TTV :
S : 36,7
N : 110
Terapi lanjutkan
21/12/2013
Pasien tidak ada
demam, kejang,
lemas. Tidak ada
mencret, mual,
muntah
Batuk pilek (+)
TTV :
S : 36,8
N : 110
Terapi lanjutkan
Mucous syr 3x1 cth
22/12/2013
Follow up :
TTV;
S : 36,8
N : 110
Ekstremitas :hangat
, CTR ,2dtk.
BB : 10 kg
23/12/2013
Penatalaksanaa
n:
Terapi lanjut
Diazepam stop
Follow up :
TTV :
S : 36,7
Terapi
lanjutkan
N : 112
Ekstremitas :hangat
, CTR ,2dtk.
PEMBAHASAN
Diagnosis pasien mengalami kejang demam kompleks karena berdasarkan
:
1. Anamnesis
kejang demam.
2. Pemeriksaan
kejang)
Kepala : ubun-ubun datar
Mata : papil edema -/Hidung : sekret +/+
Tidak ada tanda-tanda meningeal maupun kelainan neurologis
lainnya
3. Lab
Etiologi :
Ekstrakranial
Infeksi
Kejang demam
Intrakranial
Neoplasma
Kejang Demam :
Dari anamnesa didapatkan demam dan Kejang yang muncul tibatiba, Selama + 2 jam kejang terjadi 10 kali, dengan lama kejang + 1
menit. Ini merupakan kejang yang kedua, kejang pertama terjadi
saat usia 7 bulan berlangsung 1 hari dan selama 1 menit
Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
PEMBAHASAN
KEJANG DEMAM
Definisi
Kejang
demam
adalah
bangkitan
kejang
yang
terjadi
pada
Etiologi
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang
didapat dari proses metabolisme. Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na rendah. Keadaan
sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut Potensial Membran Sel
Neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim
Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran sel
dipengaruhi oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran karena penyakit atau faktor keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%.
Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel,
dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel sekitar dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C sudah
terjadi kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu diatas 40 C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang
kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya
disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat.
Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan
meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak. Rangkaian kejadian di
atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada kejang yang lama.
Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan edema otak serta
kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di
daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini
diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsy.
Faktor Risiko
Faktor risiko utama kejang demam adalah usia, demam, dan genetik. Kejang demam
jarang terjadi pada usia diatas 5-7 tahun, tetapi kejang demam pada usia <6 bulan sering
dapat dibuktikan bukan kejang demam, melainkan meningitis.
Sebagian besar kejang demam muncul pada 24 jam pertama panas, biasanya terjadi
saat akselerasi panas badan meningkat. 75% anak mengalami kejang demam saat suhu tubuh
mencapai 390C, dan 25% saat suhu tubuh 400C. Anak yang mengalami kejang demam pada
suhu relative rendah mempunyai risiko mengalami kejang demam multiple dan harus
mendapatkan pengawasan.
Frekuensi kejang demam meningkat pada keluarga dengan riwayat kejang demam,
anak yang mempunyai saudara kandung kejang demam mempunyai risiko kejang demam 2-3
kali lebih besar. Telah ditemukan beberapa lokus pada kromosom 8q, 2q22-23, 9p sebagai
penyebab kejang demam.
Pemeriksaan neurologis:
o Tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan laboratorium:
o Pemeriksaan lab darah rutin, elektrolit, gula darah dilakukan atas indikasi untuk
mencari penyebab lain seperti ISPA, otitis media, diare, gangguan elektrolit.
Pemeriksaan radiologi:
o Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atau MRI jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
Papiledema.
Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan
kejang.
Setelah
kejang
berhenti,
tentukan
termasuk
demam
apakah
dalam
anak
kejang
yang
Lamanya pengobatan rumat adalah 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 tahun.
Obat yang diberikan adalah fenobarbital atau asam valproat setiap hari.
Fenobarbital diberikan dengan dosis 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis, sedangkan
asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar. Sedangkan asam valproat pada usia < 2 tahun dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati.
Pengobatan Intermitten
Pengobatan intermitten adalah pengobatan yang diberikan pada saat anak
mengalami demam untuk mencegah terjadinya kejang demam, dengan diberikan
antipiretik dan antikonvulsan.
Antipiretik: parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak boleh lebih dari 5 kali, atau ibuprofen 5-10 mg/kg/kali
diberikan 3-4 kali sehari.asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak < 18 bulan.
Antikonvulsan: diazepam oral dosis 0,3 mg/kg/8jam atau diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg/8jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat.
3. Pengobatan Lainnya
Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit
dasarnya.
Komplikasi
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
Kejang demam berulang.
Epilepsi.
Kelainan motorik.
Gangguan mental dan belajar.
Pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.
Prognosis
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah 80%. Namun,
bila sama sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali adalah 10-15%.
Kelainan neurologis atau kecacatan dan kematian tidak pernah dilaporkan untuk
kejang demam.
ANALISIS
Pada pasien anak perempuan berumur 2,5 tahun dengan berat badan 10 kg, dari hasil
anamnesa didapatkan keluhan kejang 5 menit sebeum masuk rumah sakit, Kejang yang
dialami pasien kurang lebih sebanyak 10 kali dan hampir setiap 2 jam
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kejang terjadi selalu didahului
dengan demam yang sangat tinggi, setiap kejang terjadi selama 1 menit
dan kejang terjadi pada seluruh tubuh. Setelah kejang pasien terdiam
sampai tidak sadar setelah itu pasien kembali sadar tetapi seperti
mengigau dan terlihat lemas. Kejang didahului dengan adanya demam,
demam ini terjadi 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam pada
awalnya tidak terlalu tinggi, tetapi keesokan harinya demam menjadi
sangat tinggi dengan suhu 40 derajat saat diperiksa dengan termometer
dan setelah itu terjadi kejang. Ibu pasien mengatakan adanya batuk pilek
kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran nafas dan ini telah memicu terjadinya
demam.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran komposmentis setelah sebelumnya
sempat tidak sadar setelah (tertidur) setelah kejang. Kepala pasien ubun-ubun datar, tetapi
bentuk kepala mikrosefal, dan pada pemeriksaan hidung nampak terlihat adanya sekret.
Pemeriksaan reflex meningeal menunjukkan hasil yang negatif. Ubun-ubun yang datar dan
hasil pemeriksaan reflex meningeal yang negatif, menunjukkan bahwa tidak terdapat infeksi
pada otak dan meningen.
Dari pemeriksaan laboratorium pada 17 Desember 2013, didapatkan bahwa hasil
pemeriksaan hematologi rutin pasien ini dalam batas normal.
Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah ensefalitis dan
meningitis.
Adapun perbedaan kedua penyakit tersebut dengan kejang demam adalah :
1. Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. Penyebab yang tersering dan terpenting ialah virus. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang sama.
Langkah diagnostik :
Anamnesis
Ensefalitis mempunyai berbagai penyebab, namun gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga gejala klinis tersebut dapat digunakan sebagai
penegak diagnosis.
Gejala berupa suhu mendadak naik ; seringkali ditemukan hiperpireksia.
Kesadaran dengan cepat menurun. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala
Pada pasien terdapat kejang tetapi suhu badan tidak mendadak naik tinggi dan tidak disertai
sakit kepala
Pemeriksaan fisis
2. Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi yang mengenai arakhnoid, piameter, dan cairan
serebrospinal di dalam sistem ventrikel yang dapat terjadi secara akut ataupun kronis.
Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan di seluruh dunia.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan serebrospinal yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
adalah radang selaput otak arachnoid dan piamater yang disertai cairan serebrospinalis yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa, dan disebut juga sebagai
meningitis tuberkulosis. Penyebab lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondii, Ricketsia,
maupun jamur. Meningitis purulenta adalah radang bernanah arachnoid dan piamater yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Neisseria meningitidis,
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus
influenza,
Streptococcus
haemolyticus,
Anamnesis =
Seringkali didahului infeksi pada saluran nafas atas atau saluran cerna, seperti demam, batuk,
pilek, diare, dan muntah. Demam, nyeri kepala, dan meningismus dengan atau tanpa
penurunan kesadaran merupakan hal yang sangat sugestif meningitis, tetapi tidak ada satu
gejalapun yang khas. Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak
kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala.
Pada pasien didahului oleh ISPA, tetapi pasien tidak pernah mengeluh sakit kepala dan
tidak terdapat meningeal sign
Pemeriksaan fisis =
Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas. Dapat juga
ditemukan ubun-ubun yang menonjol, kaku kuduk atau tanda rangsang meningeal lain,
kejang, dan deficit neurologic fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan
pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
Pada pasien disertai penurunan kesadaran tetapi hanya beberapa saat setelah kejang, pada
pasien tidak ditemukan adanya deficit neurologis.
Pemeriksaan penunjang =
Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan darah
Lumbal pungsi (LP) : jumlah sel 100-10.000/mm 3 dengan hitung jenis predominan sel
polimorfonuklear, protein 200-500 mg.dl, glukosa <40 mg/dl, pewarnaan gram,
diagnostik kecuali untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensitive)
Pemeriksaan CT atau MRI kepala (pada kasus berat)
Pemeriksaan EEG bila ada indikasi
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang berupa LP, CT-scan, dan EEG., tetapi
hasil dari pemeriksaan hematologi rutin pasien tidak mengalami kelainan.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik maupun penunjang, pada pasien ini tidak
mengalami kecocokan dengan diagnosa meningitis. Seperti keterangan yang telah tercantum
diatas, diagnosis banding meningitis dapat disingkirkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatric, 17 th edition.
2003. Pennsylvania: Saunders.
2. Garna Herry, Melinda Heda, Rahayuningsih Endah Sri. Pedoman Diagnosis dan
Terapi. Edisi ke-3. Bandung : RS. Hasan Sadikin Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung.