Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah


Satu visi atau gambaran keadaan masyarakat Indonesia di masa depan yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah terciptanya perilaku masyarakat
Indonesia Sehat 2010 yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesadaran, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes RI,
1999).
Pencapaian rencana pembangunan tersebut harus berawal dari upaya
kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat,
lembaga pemerintahan atau swadaya masyarakat. Upaya untuk mewujudkan
kesehatan tersebut dilihat dari empat aspek yaitu upaya pemeliharaan kesehatan yang
meliputi pengobatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan yang setelah sembuh dari
sakit (rehabilitatif) dan upaya peningkatan kesehatan berupa pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan itu sendiri (promotif) (Notoadmodjo 2005).
Menurut Depkes RI, (2006) upaya yang dilakukan oleh sektor kesehatan akan
lebih mengutamakan upaya preventif dan promotif tanpa meninggalkan upaya kuratif
dan rehabilitatif yang terdapat dalam paradigma sehat untuk mencapai sehat 2010.
Penyakit Tuberculosis (TBC) Paru adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberculosis) sebagian besar kuman
tersebut menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC, dengan
kematian karena TBC sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000
penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB Paru dengan BTA Positif
(Depkes RI 2008).
Di Indonesia, penyakit TB Paru masih menjadi perhatian serius karena negara
ini termasuk daerah endemis TBC. Kasus TB Baru di dunia sekitar 40% berada di
kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga di bawah Cina dan India.
Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB
di dunia, yaitu diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang terinfeksi TB
Paru. TB Paru di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TB
Paru lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua. Hasil
Survey Prevalensi di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB
dengan BTA Positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional TB
Paru Positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu wilayah Sumatera,
wilayah Jawa dan Bali diikuti dengan wilayah Indonesia Timur (Depkes,2008).
Hasil pendataan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama Tahun
2010, tercatat 73,8 persen penderita TB Paru BTA Positif di Sumatera Utara atau
sebanyak 15.614 orang.
Di Kabupaten Tapanuli Tengah jumlah penemuan kasus penderita TB Paru
BTA Positif tahun 2010, diketahui BTA Positif yang diobati sebanyak 444 orang
dengan perincian laki-laki sebanyak 263 orang dan perempuan sebanyak 181 orang
(Profil Dinkes Tapanuli Tengah, 2010).

Untuk mengatasi masalah Tuberkulosis diperlukan peran serta baik dari


pemerintah, swasta maupun masyarakat diajak untuk menanggulangi penyakit ini.
Program TBC dengan menggunakan pendekatan strategi DOTS (Directly Observer
Treatment Shortcause/ pengawasan makan obat secara langsung). Strategi DOTS
tersebut mencakup lima kategori : Pertama, adanya jaminan komitmen pemerintah
untuk menanggulangi TBC di suatu negara. Kedua, penemuan kasus dengan
pemeriksaan mikroskopik. Ketiga, pemberian obat secara langsung yang diawasi oleh
PMO. Keempat, jaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat
waktu. Kelima, sistem monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baik (Depkes
RI, 2002).
Penyakit TB paru disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung. Menurut (Notoatmodjo,2003) perilaku diartikan
sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi
apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut
rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku
tertentu pula.
Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan penderita sebagai
pasien TB paru. Pengetahuan pasien mengenai menjaga kesehatan agar tetap dalam
kondisi yang sehat baik jasmani maupun rohaninya, maka tak terlepas juga peran
pasien yang sangat diharapkan dapat mencegah penularan penyakit TB paru.

Faktor pengetahuan yang merupakan ilmu yang diketahui seseorang ataupun


pengalaman yang dialami oleh seseorang maupun orang lain. Dan klien yang
terdiagnosa TB Paru seharusnya mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya
penyakit TB Paru ini, dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap
pasien sangat menentukan dalam mencegah penularannya, karena jika sikap pasien
yang terdiagnosa TB Paru Positif mengerti apa yang sebenarnya dia lakukan maka
secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi anggota keluarga lainnya.
Perilaku di sini adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmodjo,2003). Jika
perilakunya baik maka akan membawa dampak positif bagi pencegahan penularan
TB paru.
Berdasarkan penelitian Himawan (2009), hasil yang diperoleh dari penelitian
tersebut adalah respon dan tindakan penderita TB paru masih sangat kurang, akibat
sosialisasi dan pengetahuan yang kurang mengenai penyakit TB paru secara detail
sehingga tindakan antisipasi baru dilakukan setelah positif terkena TB paru.
Menurut penelitian Riswan (2008), dengan judul Hubungan Antara
Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru Dengan Perilaku Keluarga dan penderita TB
Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak Kabupaten Malang, ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan tentang penyakit TB Paru dengan Perilaku keluarga
penderita TB Paru.
Kemudian Sudira (2005) dalam penelitianya berjudul Hubungan Antara
Pengetahuan dan Sikap Penderita TB Paru Tentang Pencegahan Penularan Dengan
Perilaku Dalam Membuang Sputum Di Wilayah Kerja Puskesmas Klangenan

Kabupaten Cirebon, Menunjukkan ada hubungan yang bermakna antar tingkat


pengetahuan dan perilaku penderita TB dalam membuang sputum.
Kasus baru TB Paru positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pandan
terjadi peningkatan penderita TB Paru positif tiap tahunnya. Pada tahun 2010 terjadi
peningkatan yang sangat besar, yaitu mencapai 111 orang dari 93 orang penderita TB
positif pada tahun 2009 sebelumnya. Pada tahun 2011 jumlah penderita TB Paru
positif berjumlah 138 orang penderita.
Setelah dilakukan pemantauan atau observasi, ada beberapa orang penderita
TB Paru Positif saat bersin dan batuk tidak menutup mulutnya baik dengan kertas
tissue, lap tangan ataupun dengan tangan dan membuang ludah atau dahak di
sembarangan tempat. Dari hasil wawancara peneliti dapatkan jawaban dari beberapa
orang penderita TB Paru Positif bahwa di rumah alat makan seperti piring, gelas, dan
sendok penderita tidak berbeda dengan anggota keluarga lainnya, serta penderita
tidak tinggal pada ruangan khusus.
Meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan menjawab permasalahan permasalahan yang terjadi di atas diperlukan suatu pengetahuan,

sikap dan

tindakan, dalam pencegahan penularan TB paru. Untuk mempelajari tentang perilaku


pasien dalam Penanggulangan penularan TB Paru maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang : Gambaran Perilaku penderita TB Paru Positif
Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan
Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan
dalam penelitian ini termasuk kurang berhasilnya perilaku penderita dalam
pencegahan TB paru dimana dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
faktor pengetahuan, sikap dan tindakan pasien tentang penanggulangan pencegahan
penularan TB Paru sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana
Gambaran Perilaku penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan
Tuberkulosis Pada Keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku penderita TB Paru positif dalam upaya
pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan penderita TB Paru positif dalam

upaya pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga Kecamatan Pandan


Kabupaten Tapanuli Tengah.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap penderita TB Paru positif dalam upaya
pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Pandan Kabupaten
Tapanuli Tengah.
c. Untuk mengetahui gambaran tindakan penderita TB Paru positif dalam upaya
pencegahan penularan Tuberkulosis pada keluarga di Kecamatan Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah.
6

1.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian tentang " Gambaran Perilaku penderita TB Paru
Positif

Dalam Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Pada Keluarga di

Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 adalah:


1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan untuk memberi penyuluhan tentang
penularan dan penanggulangan Tuberkulosis paru, khususnya bagian P2M.
2. Penelitian ini memberikan informasi kepada seluruh Petugas Kesehatan
tentang pencegahan penularan Tuberkulosis paru.
3. Penelitian ini bermanfaat bagi Penderita TB Paru Positif dalam upaya
tindakan pencegahan penularan Tuberkulosis paru.
4. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menambah wawasan dan
menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai