DR - Fajar - Imunlgbaru
DR - Fajar - Imunlgbaru
Fajar Admayana
Chairul Effendi
PENDAHULUAN
Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan yang terdiri atas
sistem imun nonspesifik (natural/innate) dan sistem imun spesifik (adaptive/
acquired). Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Disebut non-spesifik, karena tidak
ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Sistem imun spesifik (humoral/ selular)
berkembang kemudian yang timbul terhadap antigen tertentu (Karnen, 2004).
Sistem imun non-spesifik/ alami terdiri dari pertahanan selular dan biokimia
yang telah ada sebelum infeksi terjadi dan berespon dengan cepat terhadap infeksi.
Komponen utama dari imunitas non-spesifik/ alami adalah : Barier fisik dan kimia
seperti epitel dan substansi antimikroba yang diproduksi pada permukaan epitel, selsel fagosit (neutrofil, makrofag), sel yang melepas mediator inflamasi (basophil, mast
cell, eosinophil), Natural Killer Cell (sel NK), komponen molekular meliputi
komplemen, acute-phase protein, dan sitokin seperti interferon (Delves, 2000; Abbas,
2003).
Sistem imun spesifik humoral diperantarai oleh limfosit B atau sel B. Bila sel B
dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan
berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi. Fungsi utama antibodi
ini ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta
menetralisasi toksinnya. Sedangkan yang berperan pada sistem imun spesifik selular
adalah Limfosit T atau sel T. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah untuk
pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit dan
keganasan (Abbas, 2003; Haynes, 2005).
Pembersihan antigen memerlukan keikutsertaan sel-sel yang disebut sel
efektor. Sel-sel efektor adalah sel yang memproduksi dan melepas sitokin (sel T
helper (TH): sel TH1, sel TH2), sel yang membunuh virus, mikroba (sel NK,
makrofag), sel yang membunuh sel pejamu terinfeksi (CTL / Cytotoxic T
Lymphocytes) atau melepas antibodi (sel B yang berdiferensiasi) (Abbas, 2003;
Karnen, 2004).
Tinjauan Pustaka Bagian-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 15 Maret 2006
Dalam makalah ini akan dibahas mekanisme efektor pada imunitas seluler
yang diperantarai oleh sel TH1 dan CTL. Sedangkan sel TH2 dan sel B berperan
pada imunitas humoral sehingga tidak dibahas lebih lanjut.
SISTEM IMUN SPESIFIK SELULAR
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel tersebut
berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada orang dewasa, sel T
dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di
dalam kelenjar timus. Sel yang berperan pada imunitas selular adalah sel T CD4 +
(Cluster of Differentiation) yang diaktifkan kemudian berdiferensiasi menjadi sel TH1
yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba dan sel T
CD8+ yang membunuh sel terinfeksi (Karnen, 2004; Patek, 2004).
PEMATANGAN LIMFOSIT
Prekursor T berasal dari sumsum tulang bermigrasi melalui darah ke korteks
kelenjar timus. Dalam korteks, sel progenitor mengekspresikan TCR- (T-cell
receptor-) dan koreseptor CD4 dan CD8. Proses seleksi akan menyingkirkan
timosit (Limfosit di dalam timus) yang self-reaktif dan meningkatkan masa hidup
timosit yang TCR-nya mengikat molekul MHC (Major Histocompatibility Complex)
sendiri dengan afinitas rendah. Diferensiasi fungsi dan fenotipe menjadi CD4 + CD8atau CD4-CD8+ terjadi dalam medula. Sel T yang matang dilepas ke sirkulasi. Sel T
yang mengekspresikan TCR- juga berasal dari prekursor di sumsum tulang dan
menjadi matang dalam timus melalui jalur yang lain. TCR- merupakan bentuk TCR
terumum yang di ekspresikan baik oleh CD4 + maupun CD8+ dan mengenal antigen
peptida yang diikat molekul MHC (Male, 1996; Abbas, 2003; Karnen, 2004).
MEKANISME EFEKTOR
I.
Rute Antigen
Antigen seperti mikroba, pada umumnya masuk tubuh melalui kulit, epitel
saluran cerna dan nafas. Antigen mikroba dapat diproduksi di setiap jaringan
terinfeksi (Abbas, 2003). Antigen di perifer diambil oleh makrofag dan sel dendritik
kemudian diangkut menuju organ lymphoid perifer melalui limfatik (Afferent
lymph). Di dalam organ lymphoid antigen berikatan dengan BCR (B-cell receptor)
dari sel B dan atau dipresentasikan oleh sel dendritik yang berikatan dengan TCR
dari sel T, mengakibatkan pengaktifan sel B atau sel T (proliferasi dan
diferensiasi). Efektor limfosit mungkin tinggal dalam organ limfoid (TH2 dan
beberapa sel plasma) atau pergi melalui efferenth lymph menuju lokasi
peradangan (sel plasma dan sel TH1) (Patek, 2004).
II.
CD4+ hanya
3
mengenal dan mengikat peptida yang terutama berasal dari protein ekstraselular
yang ada dalam vesikel APC yang dipresentasikan molekul MHC-II, sedang reseptor
CD8+ /Cytotoxic T Lymphocyte (CTL) mengenal peptida yang berasal dari sitosol
yang dipresentasikan MHC-I (Roitt, 2003; Karnen, 2004).
Aktivasi sel T memerlukan 2 sinyal,
pada
makrofag dan sel dendritik yang diaktifkan untuk segera memproduksi IL-12.
(Gambar 3). Mikroba lain memacu sekresi IL-12 secara tidak langsung dengan
merangsang sel NK untuk memproduksi IFN- yang akan mempengaruhi
makrofag mensekresi IL-12. Sel T meningkatkan produksi IL-12 melalui CD40L
pada sel T dengan CD40 pada APC dan merangsang transkripsi gen IL-12 . IL-12
5
mengikat reseptor sel T CD4 + dan mengaktifkan faktor transkripsi STAT 4, dan
STAT 4 memicu diferensiasi sel T menjadi sel TH1. Suatu faktor transkripsi yang
disebut T-bet juga berperan penting, diproduksi sebagai respon terhadap IFN-,
yang kemudian memperkuat respon TH1 (Gambar 4) (Abbas, 2003; Karnen,
2004).
b. Diferensiasi TH2
Diferensiasi TH2 terjadi oleh karena respon terhadap cacing dan alergen,
yang menyebabkan rangsangan kronik sel T. Diferensiasi sel T menjadi subset
TH2 tergantung pada IL-4 yang berfungsi dengan mengaktifan STAT 6 , suatu
faktor transkripsi yang merangsang perkembangan TH2. Faktor transkripsi lain
disebut GATA-3 juga berperan penting, diproduksi sebagai respon terhadap
pengenalan antigen dan produksinya ditingkatkan oleh IL-4 yang kemudian
memperkuat respon TH2. Sel T CD4 + sendiri mensekresi sejumlah kecil IL-4 dari
pengaktifan awalnya. Jika antigen terdapat terus menerus dan terdapat pada
konsentrasi tinggi maka konsentrasi lokal dari IL-4 secara bertahap meningkat.
Jika antigen juga tidak memicu inflamasi dengan adanya produksi IL-12 hasilnya
adalah peningkatan diferensiasi sel T menjadi subset TH2. Demikian sel TH2
berkembang dalam respon terhadap parasit cacing dan alergen lingkungan sebab
mikroba dan antigen ini menyebabkan rangsangan sel T yang menetap dan
berulang dengan sedikit inflamasi atau pengaktifan makrofag. Didalam beberapa
situasi IL-4 diproduksi oleh sel mast (Abbas, 2003; Karnen, 2004).
2. Fungsi Efektor dari subset TH1 dan TH2
a. Fungsi Sel TH1
Sel T CD4+ yang berdiferensiasi menjadi sel TH1 mensekresi IFN ,
Limfotoksin (LT), dan TNF serta IL-2. IFN pada makrofag meningkatkan
fagositosis dan pembunuhan mikroba dalam fagolisosom, pada limfosit B
merangsang produksi antibodi Ig G yang mengopsonisasi mikroba untuk
fagositosis. LT dan TNF mengaktifkan neutrofil dan merangsang inflamasi. IL2 adalah growth faktor autokrin yang dibuat oleh sel subset ini (Gambar 5)
(Abbas, 2003; Braunstein, 2004).
Braunstein, 2004).
4. Efektor CD4+
Sel T CD4+ TH1 dan CD8+ mengaktifkan makrofag melalui kontak sinyal
yang dikirim oleh hubungan CD40L CD40 dan oleh sitokin IFN. (Gambar 6).
Makrofag yang diaktifkan membunuh mikroba yang difagosit terutama melalui
produksi enzim mikrobicidal Reactive oxygen intermediate (ROI) , oksida nitrit, dan
8
Sel T helper
mensekresi sitokin seperti IL-2 yang merangsang ekspansi klonal dan diferensiasi sel
T CD8+. Sel T helper yang dirangsang antigen mengekspresikan CD40L, yang
mengikat pada CD40 pada APC dan mengaktifkan APC ini untuk membuat lebih
efisien dalam perangsangan diferensiasi sel T CD8 + (Abbas, 2003; Karnen, 2004).
11
columbia.edu/dept/ps/2007/immuno/im08.pdf.
Accessed
12
www2. hawaii.
www2. hawaii.
----------oo0oo----------
13