Anda di halaman 1dari 14

Laporan Pendahuluan Pada Pasien TB Paru

Di Ruang 23 infeksius Rumah Sakit Saiful Anwar Malang


A. PENGERTIAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).


Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat

menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya. (Depkes RI, 2007).

B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN


Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.


1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif


Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative


Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
C. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm.
sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan
dalam lemari es).

Cara penularan TB (Depkes, 2006)


o Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
o Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
o Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
o Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
o Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran

pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya


melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus
Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga

banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ


tubuh.
Pathway

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2001):

1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit
tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps


spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).


Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.


Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.


Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas

penyakit.
Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku


kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-

lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif)
dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan
diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,


mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama


Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.
e. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
I.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang


di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi


dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10)Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi
: Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah, kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P 2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah.
Kriteria hasil :

Mempertahankan jalan nafas pasien


Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi :
Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot aksesori
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat
karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis
Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk
dan latihan napas dalam
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
Rasionalisasi :
Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental
atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkal
dan dapat memerlukan evaluasi
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernapasan
Mencegah obstruksi / aspirasi
2. Pertukaran gas, kerusakan dan resiko.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sering batuk atau
produksi sputum meningkat.
Kriteria hasil :
BB meningkat
Intervensi :

Catat status nutrisi pasien


Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai / tidak disukai
Berikan makanan sedikit tapi sering
Anjurkan keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan

berikan pada klien kecuali kontra indikasi


Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasionalisasi :
Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat
Pertimbangan keinginan dapat memperbaiki masukan diet
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan

Membantu memenuhi kebutuhan personal dan kultural


3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan tidak akurat dan tidak lengkap informasi yang ada.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit / prognosis dan kebutuhan
pengobatan
Intervensi :

Kaji kemampuan pasien untuk belajar


Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat
Berikan instruksi dan informasi tertulis
Anjurkan klien untuk tidak merokok
Kaji bagaimana TB ditularkan

Rasionalisasi :
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan
pada tahapan individu
Dapat menunjukkan kemajuan atu pengaktifan ulang penyakit atau
efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
Infomasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat
sejumlah besar informasi
Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB tetapi
meningkatkan disfungsi pernapasan
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen.
Kriteria hasil :
Menurunkan resiko penyebaran infeksi
Intervensi :
Kaji patologi penyakit
Identifikasi orang lain yang berisiko
Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan
menghindari meludah
Kaji tindakan kontrol infeksi
Awasi suhu sesuai indikasi
Kolaborasi dengan tim medis
Rasionalisasi :

Membantu pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi program


pengobatan
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran / terjadinya infeksi
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien
Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkan penyebaran infeksi

Anda mungkin juga menyukai