PENDAHULUAN
Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang
ditandai dengan gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa
gejala berikut : bersin, hidung tersumbat, hidung gatal dan rinore. Mata,
telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat. Rinitis alergi
merupakan penyebab tersering dari rinitis.
Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi
peradangan yang diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung,
sekret hidung cair, bersin-bersin, dan gatal pada hidung dan mata.
DEFINISI
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE.
KLASIFIKASI
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat
berlangsungnya, yaitu :
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat
berlangsungnya.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari
WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu
atau kurang dari 4 minggu
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau
lebih dari 4 minggu
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi
menjadi :
ETIOLOGI
Penyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada apakah gejalanya
musiman, perenial, ataupun sporadik/episodik. Beberapa pasien sensitif
pada alergen multipel, dan mungkin mendapat rinitis alergi perenial
dengan eksaserbasi musiman. Ketika alergi makanan dapat menyebabkan
rinitis, khususnya pada anak-anak, hal tersebut ternyata jarang
menyebabkan rinitis alergi karena tidak adanya gejala kulit dan
gastrointestinal.
Untuk rinitis alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen)
dan spora jamur. Sedangkan untuk rinitis alergi perenial pencetusnya bulu
binatang, kecoa, tikus, tungau, kasur kapuk, selimut, karpet, sofa,
tumpukan baju dan buku-buku.
Alergen inhalan selalu menjadi penyebab. Serbuksari dari pohon dan
rumput, spora jamur, debu rumah, debris dari serangga atau tungau
rumah adalah penyebab yang sering. Alergi makanan jarang menjadi
penyebab yang penting. Predisposisi genetik memainkan bagian penting.
Kemungkinan berkembangnya alergi pada anak-anak adalah masingmasing 20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua menderita alergi.
PATOFISIOLOGI
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari
2 fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1
jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah
terpapar dengan alergen spesifik.
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai
24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa
pemaparan tambahan.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag
atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah
diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin
seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi
Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13.
IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di
sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator
yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar
dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan
basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
terutama histamin.
Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi
pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi)
memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, terpapar pada
protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai
dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein
tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul
pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus)
terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel
mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah
mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin.
Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk
leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi
beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung
tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan,
tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang,
menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat,
menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan
kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan
bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit,
karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.
Anamnesis
Uji kulit