EKSEKUSI VISUAL
Salah satu hal tersulit dalam penyutradaraan adalah menerjemahkan bahasa teks
menjadi bahasa visual. Lebih sulit lagi apabila dalam prosesnya terdapat beberapa
batasan, semisal durasi, bujet dan logistik.
Dalam eksekusinya, setiap sutradara pasti akan memiliki beberapa tips yang
berbeda dalam penerjemahan tersebut. Ada yang lebih nyaman meniru mentahmentah pekerjaan orang lain, ada yang comot sini comot sana untuk kemudian
diramu ulang dan ada pula yang benar-benar ingin membuat trend-setter baru
dengan melahirkan pendekatan dan trik yang dianggap baru. Sudah pasti
pendekatan terakhir tersebut sangat kental dengan trial & error. Yang pastinya akan
berpengaruh kepada waktu persiapan / shooting dan bujet produksi. Adegan
flomo dimana objek seolah freeze sementara kamera berputar 360 derajat dalam
film Matrix adalah salah satu contoh kategori ini.
Kebanyakan dari sutradara akan maju dengan pendekatan kedua. Begitupula saya
sendiri. Biasanya saya akan membuat beberapa check list untuk menentukan
prioritas yang harus diambil.
1. Apa obyektif komunikasinya?
Apa pesan yang mau disampaikan?, Seberapa dalam sebuah naskah storyline
harus dikulik? Pertanyaan tersebut pastilah dimiliki oleh setiap sutradara dan
setiap penulis skenario. Pastilah mereka semua memiliki ruang visual yang beragam
saat membayangkan sebuah skenario. Pertanyaannya kemudian, seberapa piawai
sang sutradara mampu menerjemahkan bahasa tulisan tersebut kedalam bahasa
visual, dimana setiap orang yang menontonnya akan bisa ikutan larut kedalam
ruang imajinasi si sutradara.
2. Bagaimana Eksekusinya?
Setelah tahu apa yang ingin dikomunikasikan, sekarang giliran sutradara harus
menemukan cara untuk mengeksekusinya dengan pendekatan yang dia inginkan.
Bagi saya tidak ada konsep yang salah. Karena itu adalah kebebasan masingmasing individu dalam mengembangkan ruang visual dari masing-masing karya.
Persis seperti seorang seniman membuat karya seni murni, tidak ada satupun
kecuali si seniman tersebut yang berhak ikut campur. Namun, kenyataannya
masalahnya tidaklah sesimpel itu. Banyak sekali kendala-kendala yang harus
dihadapi oleh sutradara dalam menerjemahkan hasil kontemplasi-nya. Beberapa
hal yang lazim ditemui adalah sebagai berikut:
a. Mampukah si sutradara membayangkan ruang visual yang tepat bagi
naskahnya? Pendekatan sinema yang filmis? grafis?, fancy?, dokumenter style?...
Menentukan arah pendekatan yang akan diadopsi bagi visual dan audionya.
2.
3.
Memorable aspek.