NOMOR
TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN AIR TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA UTARA,
Menimbang:
Mengingat :
a.
b.
c.
1.
Undang-Undang
Nomor
24
Tahun
1956
tentang
Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan
Perubahan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1103);
2.
3.
4.
2
5.
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Negara Nomor 4844);
6.
Undang-Undang
Nomor
33
Tahun
2004
tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004
Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
7.
8.
9.
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2009
tentang
Perlindungan
dan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3225);
3
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pembinaan
dan
Pengawasan
atas
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4624);
4
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA,
dan
GUBERNUR SUMATERA UTARA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Sumatera Utara.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara.
3. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Utara.
4. Kabupaten/Kota adalah kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara.
5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota pada Kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Utara.
6. Dinas adalah Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi
Sumatera Utara.
7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi
di Provinsi Sumatera Utara.
8. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
9. Mata air adalah air tanah yang muncul ke permukaan tanah.
10. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh
air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan
meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis.
11. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air
tanah berlangsung.
5
12. Hidrogeologi adalah ilmu yang membahas mengenai air tanah
yang bertalian dengan cara terdapat, penyebaran, pengaliran,
potensi dan sifat kimia serta fisika air tanah.
13. Daerah imbuhan air tanah adalah daerah peresapan yang
mampu menambah air tanah yang berlangsung secara alamiah
pada suatu cekungan air tanah.
14. Daerah lepasan air tanah adalah daerah keluaran air tanah
yang berlangsung secara alamiah pada suatu cekungan air
tanah.
15. Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan
konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan
pengendalian daya rusak air tanah.
16. Ketentuan teknis adalah acuan teknis di bidang air tanah
berupa, pedoman, norma, persyaratan, prosedur, kriteria dan
standar.
17. Rekomendasi teknis adalah persyaratan teknis yang bersifat
mengikat dalam pemberian izin pemakaian air tanah atau izin
pengusahaan air tanah termasuk mata air.
18. Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, mengendalikan, mengawasi dan
mengevaluasi
penyelengaraan
kegiatan
inventarisasi,
konservasi, dan pendayagunaan.
19. Inventarisasi air tanah adalah
pencatatan, pengolahan, serta
informasi air tanah.
kegiatan mengumpulkan,
penyimpanan data dan
6
pengelolaan tanah sesuai dengan
undangan di bidang air tanah.
ketentuan
perundang-
23. Inspektur air tanah adalah Pejabat yang mempunyai tugas dan
fungsi pengawasan di bidang teknik pengelolaan air tanah di
lingkungan Pemerintah Daerah.
24. Pemulihan air tanah adalah kegiatan untuk memperbaiki atau
merehabilitasi kondisi dan lingkungan air tanah agar lebih
baik atau kembali seperti semula.
25. Pemantauan air tanah adalah kegiatan pengamatan dan
pencatatan secara terus menerus mengenai
perubahan
kuantitas, kualitas, dan lingkungan air tanah.
26. Pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air
tanah secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
27. Penatagunaan air tanah adalah upaya untuk menentukan zona
penggunaan air tanah.
28. Penggunaan air tanah adalah setiap kegiatan pemanfaatan air
tanah untuk berbagai keperluan.
29. Pengambilan air tanah adalah setiap kegiatan untuk
mengeluarkan air tanah melalui sumur gali, sumur bor, dan
bangunan penurapan, atau dengan cara lainnya.
30. Pengembangan air tanah adalah upaya peningkatan
kemanfaatan fungsi air tanah sesuai dengan daya dukungnya.
31. Pengeboran air tanah adalah kegiatan membuat sumur bor air
tanah sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemakaian dan
pengusahaan, pemantauan, atau imbuhan air tanah
32. Penggalian air tanah adalah kegiatan membuat sumur gali,
saluran air, dan terowongan air untuk mendapatkan air tanah
yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis sebagai
sarana
eksplorasi,
pengambilan,
pemakaian,
dan
pengusahaan, pemantauan atau imbuhan air tanah.
33. Rehabilitasi air tanah adalah upaya memulihkan kembali serta
memperbaiki dan meningkatkan kondisi lingkungan air tanah
yang sudah rawan dan kritis, agar dapat berfungsi kembali
secara optimal sebagai media pengatur tata air dan unsur
perlindungan lingkungan.
34. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau
muka dan/atau mutu air tanah pada akuifer tertentu.
7
35. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang
tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan air tanah pada
cekungan air tanah.
36. Sumur bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan
secara mekanis atau manual.
BAB II
ASAS, MAKSUD, TUJUAN, FUNGSI DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Air tanah dikelola berdasarkan asas kelestarian, berwawasan
lingkungan,
keseimbangan,
keadilan,
transparansi
dan
akuntabilitas
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 3
(1)
(2)
Bagian Ketiga
Fungsi
Pasal 4
Pengaturan pengelolaan air tanah dalam Peraturan Daerah ini
merupakan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah,
pendayagunaan air tanah dan pengendalian daya rusak air
tanah
bagi
Pemerintah
Daerah
maupun
Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 5
(1)
(2)
f. Cekungan
Air
Tanah
Gunung
Sitoli
42
Km 2
(972892.34-975625.52 bujur dan 0045 25.56012658.66 Lintang), terletak di Kabupaten Nias dan
Kota Gunung Sitoli;
9
g. Cekungan Air Tanah Lahewa seluas 20 Km2
(972892.34-975625.52bujur
dan
004525.56012658.66 Lintang) terletak di Kabupaten Nias Utara;
h. Cekungan Air Tanah Sirombu seluas 17 Km 2,
(971255.79- 973150.90 bujur dan 005318.60 011544.26 Lintang) terletak di Kabupaten Nias Barat;
i. Cekungan Air Tanah Kuala Batang Toru seluas 795 Km 2
(984236.89-99 0058.91 bujur dan 011217.13013907.70 Lintang), terletak di Kabupaten Tapanuli
Selatan;
j. Cekungan Air Tanah Pekan Baru seluas 21.799 Km 2
(994819.14-102 3203.58 bujur dan 004348.13024318.81 Lintang), terletak di Kabupaten Labuhan
Batu dan Kabupaten Padang Lawas;
k. Cekungan Air Tanah Banjarampa seluas 211 Km 2
(990343.05-9915 07.53 bujur dan 005808.87
-011506.31 Lintang), terletak di Kabupaten Tapanuli
Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal;
l. Cekungan Air Tanah Panyabungan seluas 242 Km 2
(
992433.21-9935 16.99 bujur dan 004703.03 010715.63 Lintang), terletak di Kabupaten Tapanuli
Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal;
m. Cekungan Air Tanah Pasarsibuhuan seluas 225 Km 2
(
993644.47 - 9950 38.47 bujur dan 005811.16 011152.51 Lintang), terletak di Kabupaten Padang
Lawas Selatan;
n. Cekungan Air Tanah Padangsidempuan seluas 240 Km2
(
990540.37 - 9929 54.98 bujur dan 011107.11 014734.26 Lintang), terletak di Kabupaten Tapanuli
Selatan dan Kota Padang Sidempuan;
o. Cekungan Air Tanah Natal-Ujunggading seluas 2825 Km 2
(
990131.95 - 9947 38.38 bujur dan 000525.98003329.82 Lintang), terletak di Kabupaten Mandailing
Natal;
(3) Wilayah di luar cekungan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi mata air, kawasan kars, pegunungan
lipatan, dan batuan terobosan.
(4) Cekungan air tanah lintas Kabupaten/Kota dan wilayah di
luar cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam lampiran sebagai bagian tak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
10
Pasal 6
(1)
(2)
11
evaluasi dalam pengelolaan air tanah diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur.
BAB III
KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR TANAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1)
(2)
Pasal 8
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 9
(1)
12
a. Zona perlindungan air tanah, yang meliputi daerah
imbuhan air tanah; dan
b. Zona pemanfaatan air tanah, yang meliputi zona aman,
zona rawan, zona kritis dan zona rusak.
(2) Zona Konservasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dituangkan dalam bentuk peta skala 1 : 25.000 yang
ditetapkan oleh Gubernur sesuai kewenangannya.
BAB IV
KONSERVASI DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Konservasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
Konservasi air tanah meliputi:
a. perlindungan dan pelestarian air tanah;
b. pengawetan air tanah;
c. pengelolaan
tanah;
kualitas
dan
pengendalian
pencemaran
air
Paragraf 2
Perlindungan dan Pelestarian Air Tanah
Pasal 11
Perlindungan dan pelestarian air tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf a, dilakukan dengan cara:
a.
b.
c.
13
mineral dalam radius 200 (dua ratus) meter maupun
penebangan hutan dari pemunculan mata air.
Paragraf 3
Pengawetan Air Tanah
Pasal 12
Pengawetan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf b, dilakukan dengan cara :
a.
b.
c.
d.
b.
daerah imbuhan
dan/atau
c.
yang
mengalami
perubahan
fisik;
b.
14
c.
d.
e.
f.
Paragraf 6
Pemantauan Air Tanah
Pasal 15
(1) Pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf e, dilakukan dengan cara:
a.
b.
c.
d.
mencatat jumlah
diusahakan;
e.
f.
air
tanah
yang
dipakai
atau
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 16
Rehabilitasi air tanah dilaksanakan di zona rawan, zona kritis
dan zona rusak, dengan cara membuat sumur injeksi atau
sumur imbuhan dan teknologi imbuhan buatan lainnya serta
memperbaiki daerah imbuhan air tanah.
15
BAB V
PENDAYAGUNAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
Kegiatan pendayagunaan air tanah meliputi penatagunaan,
penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air tanah.
Bagian kedua
Penatagunaan
Pasal 18
Penatagunaan air tanah ditujukan untuk menetapkan zona
pemanfaatan air tanah, yang merupakan acuan dalam
penerbitan rekomendasi teknis.
Bagian Ketiga
Penggunaan
Pasal 19
16
Bagian Keempat
Pengembangan
Pasal 20
Pengembangan air tanah dilakukan pada cekungan air tanah
yang terintegrasi dengan pengembangan air permukaan pada
wilayah sungai untuk memberikan jaminan pasokan di daerah
sulit air.
Bagian Kelima
Pengusahaan
Pasal 21
Pengusahaan air tanah hanya dapat dilakukan setelah
mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian keenam
Hak Guna Air Tanah
Paragraf 1
Umum
Pasal 22
(1) Hak guna air tanah terdiri atas hak guna pakai air tanah
dan hak guna usaha air tanah.
(2) Hak guna pakai air tanah diberikan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, pertanian rakyat dan kegiatan
bukan usaha.
(3) Hak guna usaha air tanah diberikan untuk memenuhi
kebutuhan usaha baik sebagai bahan baku produksi,
pemanfaatan potensi, media usaha, maupun penggunaan air
untuk bahan pembantu apabila telah memperoleh izin
17
untuk itu serta dibebankan biaya yang akan diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Paragraf 2
Hak Guna Pakai Air Tanah
Pasal 23
(1) Hak guna pakai air tanah dapat diperoleh tanpa izin untuk
kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat serta
penelitian dan penyelidikan air tanah.
(2) Ketentuan penggunaan air tanah untuk kebutuhan pokok
sehari-hari, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
b.
c.
b.
c.
(4) Hak guna pakai air tanah untuk kegiatan bukan usaha
wajib memiliki izin, dalam hal cara pengeboran atau
penggalian air tanah merubah kondisi dan lingkungan air
tanah, serta untuk memenuhi kebutuhan yang memerlukan
air tanah dalam jumlah besar.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh
Bupati/walikota setelah memperoleh rekomendasi teknis
dari Gubernur.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekomendasi teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Paragraf 3
Hak Guna Usaha Air tanah
18
Pasal 24
(1) Hak guna usaha air tanah diperoleh berdasarkan izin
pengusahaan air tanah yang diterbitkan Bupati/ Walikota
setelah mendapat rekomendasi teknis dari Gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekomendasi teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
Peraturan Gubernur.
Paragraf 4
Kewajiban Pemegang Izin
Pasal 25
(1) Setiap pemegang izin pengusahaan air tanah wajib
memberikan air sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen)
dari batasan debit yang ditetapkan dalam surat izin, kepada
masyarakat setempat.
(2) Setiap pemegang izin pemakaian dan/atau izin pengusahaan
air tanah, wajib membangun sumur imbuhan seimbang
dengan pengambilan air tanah.
(3) Apabila dalam pelaksanaan pengeboran atau penggalian air
tanah serta pemakaian dan pengusahaan air tanah
ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan,
pemegang izin wajib segera melaporkan kepada Dinas dan
mempertanggungjawabkannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Setiap pemilik sumur produksi yang tidak digunakan lagi
karena kualitas air tanahnya telah tercemar, wajib
melakukan upaya antisipasi agar tidak menimbulkan
dampak negatif yang lebih luas terhadap lingkungan.
(5) Setiap pemakaian dan/atau pengusahaan air tanah yang
mengakibatkan
terjadinya
kerusakan
kondisi
dan
lingkungan air tanah, wajib melakukan rehabilitasi air
tanah.
Pasal 26
(1)
19
pengusahaan air tanah sebesar 50 (lima puluh) liter per
detik atau lebih yang berasal lebih dari 1 (satu) sumur
dalam kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar, wajib
menyediakan 1 (satu) buah sumur pantau dan alat
pantaunya. Pengelolaan sumur pantau berikut alat
pantaunya sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b dan c
yang kepemilikannya lebih dari 1 (satu) orang atau lebih dari
1 (satu) badan usaha, biaya pengadaannya ditanggung
bersama.
(2) Pemilik sumur pantau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib
memelihara
sumur
pantau
dan
melakukan
pemantauan kedudukan muka air tanah dan melaporkan
hasilnya setiap 1 (satu) bulan kepada Bupati/Walikota
dengan tembusan kepada Gubernur.
(3) Pada tempat-tempat tertentu yang kondisi air tanahnya
dianggap rawan, pemegang izin diwajibkan membuat sumur
injeksi.
(4) Penetapan lokasi, jaringan dan konstruksi sumur pantau,
sumur resapan dan sumur injeksi pada cekungan air tanah
lintas kabupaten/kota ditentukan oleh Dinas atau Instansi
berkoordinasi dengan Kabupaten/Kota.
(5) Pada daerah-daerah tertentu untuk keperluan pengendalian
air tanah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah
Kabupaten/Kota membuat sumur pantau.
(6) Pembuatan sumur pantau dan alat pantau sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mengacu pada Standar
Nasional Indonesia.
Pasal 27
(1)
BAB VI
20
INSENTIF DAN DISINSENTIF
Pasal 28
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
(3)
21
BAB VII
PENGELOLAAN DATA AIR TANAH
Pasal 30
(1) Semua data dan informasi air tanah yang ada pada
Instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta yang belum
pernah disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota
dilaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Kepala Pusat Sumber Daya Air Tanah
dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi.
(2) Semua data dan informasi hasil kegiatan inventarisasi,
konservasi dan pendayagunaan air tanah wajib disampaikan
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Bupati/Walikota mengirim data sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Kepala Pusat Sumber Daya Air Tanah
dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi dan Gubernur.
(4) Semua data dan informasi air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) dikelola oleh Bupati/Walikota dan
Gubernur sebagai dasar pengelolaan air tanah di
wilayahnya.
BAB VIII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 31
Dalam pelaksanaan pengelolaan
mempunyai hak untuk:
air
tanah,
masyarakat
dalam
terhadap
penyusunan
penyimpangan
rencana
dalam
22
mengorbankan masyarakat dari pemegang izin pengusahaan
tanah.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Gubernur
melakukan
pembinaan
terhadap
penyelenggaraan
pengelolaan
air
tanah
yang
diselenggarakan
oleh
Pemerintah
Kabupaten/Kota
berdasarkan
pelimpahan
sebagian
kewenangan
pemerintah, sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Dinas.
Pasal 33
(1) Gubernur
melakukan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan
pengelolaan
air
tanah
yang
diselenggarakan
oleh
Pemerintah
Kabupaten/Kota
berdasarkan
pelimpahan
sebagian
kewenangan
Pemerintah, sesuai Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
dilakukan oleh Dinas dan Inspektur Air Tanah.
ayat
(1)
BAB X
LARANGAN
Pasal 34
(1) Setiap orang dan/atau badan usaha dilarang:
a. mengebor dan/atau menggali air tanah tanpa izin,
kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan
pertanian rakyat;
b. merusak, melepas, menghilangkan dan memindahkan
meter air atau alat ukur debit air dan/atau merusak
23
segel tera dan segel Instansi Teknis terkait pada meter air
atau alat ukur debit air;
c. mengambil air dari pipa sebelum meter air;
d. mengambil air melebihi debit yang ditentukan dalam izin;
e. menyembunyikan titik air atau lokasi pengambilan air;
f. memindahkan letak titik air atau lokasi pengambilan air;
g. memindahkan rencana letak titik pemboran atau lokasi
pengambilan air;
h. tidak menyampaikan laporan pengambilan air atau
melaporkan tidak sesuai dengan kenyataan;
i. tidak melaporkan hasil rekaman sumur pantau;
j. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
izin;
k. membuang limbah padat dan limbah cair di sembarang
tempat, terutama di daerah resapan air yang
menyebabkan terjadinya kerusakan kualitas air tanah,
sesuai ketentuan perundang-undangan;dan
l. menggunakan air tanah dengan debit tertentu di daerah
pantai yang dapat menyebabkan intrusi air laut ke air
tanah.
(2) Bupati/Walikota dilarang menerbitkan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5) dan Pasal 24, tanpa
adanya rekomendasi teknis dari Gubernur.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 35
(1) Setiap
pemegang
izin
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah ini,
dikenakan sanksi administrasi.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan
c. pencabutan izin.
24
BAB XII
BIAYA PAKSAAN PENEGAKAN HUKUM
Pasal 36
(1) Selain dapat dikenakan sanksi administrasi, sanksi pidana
dan denda, barang siapa yang melakukan pelanggaran
terhadap
Peraturan
Daerah
ini
dapat
dikenakan
pembebanan biaya paksaan penegakan hukum sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Biaya paksaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan
ke kas Daerah Provinsi Sumatera Utara.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 37
(1) Selain oleh pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 32, dapat
dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di
lingkungan Pemerintah Daerah, yang pengangkatannya
ditetapkan
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat
penyidik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat
kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil seseorang untuk
sebagai tersangka atau saksi;
didengar
dan
diperiksa
dalam
25
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat
petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup
bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana, dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut
kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melaksanakan
tugasnya sebagai penyidik, berada di bawah koordinasi
penyidik POLRI.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 38
(1) Barang siapa yang melakukan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) dan (2), Pasal
23 ayat (4), Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5),
Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 30 ayat (1) dan
(2), diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan
atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
(3) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tindak pidana terhadap pemeliharaan keberadaan air tanah
sebagai sumber daya air, kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup, diancam pidana sesuai ketentuan
peraturan perundangan-undangan.
(4) Dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan
pidana yang lebih tinggi dari ancaman pidana dalam
Peraturan Daerah ini, maka diberlakukan ancaman pidana
yang lebih tinggi.
(5) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penerimaan Daerah dan disetorkan ke Kas Daerah Provinsi
Sumatera Utara.
26
BAB XV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 39
Dinas melakukan pengendalian terhadap kegiatan pengelolaan
air tanah bersama organisasi Perangkat Daerah, Lembaga teknis
terkait, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap penggunaan dan pengelolaan air tanah secara
periodik
(2) Dalam
melaksanakan
monitoring
dan
evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah
berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi
diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Utara
Ditetapkan di Medan
pada tanggal
27
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA
NOMOR
TAHUN 2012
TENTANG
Umum
A.
Latar Belakang
Air tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang sangat penting
bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu menjadi kewajiban kita bersama
untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara bijaksana bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3). Dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dinyatakan bahwa: Air
tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas
dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta
pemulihannya sulit dilakukan.
Pengambilan air tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum,
rumah tangga maupun pembangunan semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan pemangunan. Hal
ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah yang dapat merugikan
apabila tidak dilakukan pengelolaan secara bijaksana.
Air tanah tersimpan dalam lapisan tanah pengandung air dan menjadi
bagian dari komponen daur hidrologi. Secara teknis air tanah temasuk
sumber daya alam yang dapat diperbaharui namun demikian waktu yang
diperlukan sangat lama. Pengambilan air tanah yang melampaui
kemampuan pengimbuhannya telah mengakibatkan pada beberapa daerah
terjadi kritis air tanah terutama air tanah dalam. Bahkan pada beberapa
daerah telah dijumpai gejala kemerosotan lingkungan antara lain
penurunan muka air tanah dan penurunan permukaan tanah serta
penyusupan air laut pada daerah pantai. Apabila kondisi tersebut tidak
segera di atasi sangat memungkinkan timbulnya kerugian lain yang lebih
besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya kegiatan industri secara tibatiba, kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir.
B. Pengelolaan
1. Asas Pengelolaan
Air tanah terdapat pada lapisan tanah dan batuan pada cekungan air
tanah. Cekungan air tanah meliputi daerah-daerah dimana kejadian
hidrogeologis berlangsung. Berdasarkan cakupan luasnya, maka batas
cekungan air tanah tidak selalu sama dengan batas administrasi, bahkan
pada satu cekungan air tanah dapat meliputi lebih dari satu daerah
28
administrasi Kabupaten/Kota, maka pengelolaan air tanah pada satu
cekungan harus dilakukan secara terpadu yaitu mencakup kawasan
pengimbuhan, pengaliran dan pengambilan. Oleh karena itu
pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi bersama-sama
pemerintah Kabupaten/Kota agar terwujud kebijakan yang utuh dan
terpadu dalam satu cekungan air tanah.
2. Kegiatan Pengelolaan
Pada prinsipnya kegiatan pengelolaan air tanah terbagi dalam kegiatan
inventarisasi, konservasi, dan pendayagunaan air tanah.
Inventarisasi dimaksudkan untuk mengetahui kondisi potensi air tanah
pada setiap cekungan air tanah serta untuk mengetahui kondisi
pengambilan air tanah diseluruh cekungan tersebut.
Konservasi bertujuan untuk melakukan perlindungan terhadap seluruh
tatanan hidrologis air tanah serta melakukan kegiatan pemantauan
muka air tanah serta pemulihan terhadap cekungan yang sudah
dinyatakan rawan atau kritis.
Perencanaan
pendayagunaan
bertujuan
untuk
melaksanakan
perencanaan terhadap pengambilan air tanah, pemanfaatan lahan di
daerah resapan, daerah pengaliran dan daerah pengambilan.
Pengawasan dan pengendalian bertujuan untuk mengawasi dan
mengendalikan terhadap kegiatan pengambilan air tanah, baik dari aspek
teknis maupun kualitas dan kuantitas.
3. Perizinan
Perizinan pengambilan air tanah merupakan salah satu alat pengendali
dalam pengelolaan air tanah. Pemberian perizinan pengambilan air tanah
dikeluarkan oleh Bupati/Walikota. Agar pelaksanaan pengelolaan secara
terpadu dalam suatu cekungan air tanah yang meliputi lebih dari satu
wilayah Kabupaten/Kota, maka perlu ditetapkan kebijakan yang sama.
Untuk itu, sebelum perizinan pengambilan air tanah diterbitkan oleh
Bupati/Walikota, terlebih dahulu harus memperoleh Rekomendasi teknis
dari Gubernur. Sesuai dengan fungsinya, maka izin pengambilan air
tanah merupakan dasar ditetapkannya pajak pengambilan air tanah.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan air tanah dilaksanakan secara
terkoordinasi
antara
Pemerintah
Provinsi
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota. Sepanjang menyangkut hal-hal yang bersifat teknis
Pemerintah Provinsi memberikan dukungan dan fasilitas sebagai dasar
pelaksanaan pengelolaan administratif oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, serta
mengingat bahwa Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara tentang
Pengelolaan Air Tanah sebagaimana telah diubah untuk pertama kalinya
dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 1985
29
tentang Pembinaan, Pemboran dan Pemakaian Air Bawah Tanah
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan
dewasa ini, oleh karenanya harus dicabut dan diganti dengan Peraturan
Daerah yang lebih dapat memenuhi harapan kita.
Pengaturan kembali Peraturan Daerah ini adalah dalam rangka
melaksanakan kewenangan di bidang pengelolaan air tanah sesuai yang
diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2008, Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2011.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Istilah-istilah dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya
salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan
pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
30
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Huruf a
Perlindungan dan pelestarian air tanah, ditujukan untuk menjaga
kelestarian kondisi dan lingkungan serta fungsi air tanah.
Huruf b
Pengawetan air tanah, ditujukan untuk menjaga kesinambungan
ketersediaan air tanah.
Huruf c
Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah,
ditujukan untuk menjaga kualitas air tanah sesuai dengan kondisi
alaminya.
Huruf d
Pencegahan penurunan kuantitas air tanah, ditujukan untuk
mencegah,
menanggulangi,
dan
memulihkan
terjadinya
penurunan kuantitas air tanah.
31
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 11
Huruf a
Kegiatan untuk menjaga fungsi daerah imbuhan air tanah, dapat
dilakukan melalui penghijauan, membangun waduk-waduk
resapan air di daerah imbuhan air tanah.
Huruf b
Kawasan kars yang memiliki fungsi hidrogeologis merupakan
kawasan yang wajib dilindungi, memiliki kriteria:
Mempunyai fungsi sebagai penyimpan air permukaan dan air
tanah secara tetap dalam bentuk telaga, akuifer kars,
genangan dan sungai bawah tanah, sehingga memiliki fungsi
umum hidrologi;
Mempunyai bentukan morfologi dipermukaan yang langka
dan atau khas yang jarang atau tidak mempunyai padanan di
tempat lain;
Mempunyai bentukan morfologi di bawah permukaan dalam
bentuk jaringan sistem perguaan aktif serta kekhasan
speleotem di dalamnya.
Huruf c
Memelihara kawasan sekitar mata air, dilakukan melalui
pelarangan kegiatan yang dapat mengubah debit air dan
mencemari mata air.
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penghematan penggunaan air tanah, dilakukan dengan cara
mengutamakan penggunaan air tanah untuk air minum dan
rumah tangga, penggunaan air secara daur ulang, pengambilan
sesuai kebutuhan, dan/atau penggunaan air tanah sebagai
alternatif terakhir.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 13
32
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Pengaturan kerapatan titik pengeboran, dilakukan dengan
menetapkan jarak antar titik pengeboran berdasarkan kondisi
hidrogeologis setempat
Huruf b
Pembatasan debit penggunaan air tanah, disesuaikan dengan
daya dukung atau kemampuan pasokan air tanah setempat.
Huruf c
Perlindungan zona jenuh air tanah di daerah kars, dilakukan
dengan melarang penambangan kars di atas zona jenuh air
tanah.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Pembatasan pengambilan air tanah pada akuifer yang kritis dan
rusak dilakukan dengan pelarangan pengambilan air tanah
selain untuk penggunaan air minum dan air rumah tangga.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Rehabilitasi air tanah ditujukan untuk memperbaiki kondisi dan
lingkungan air tanah yang telah mengalami penurunan kuantitas
dan kualitas.
Sumur injeksi atau sumur imbuhan adalah sumur resapan yang
dimaksudkan untuk mengisi kembali akuifer yang rusak akibat
33
pengambilan air tanah yang berlebihan. Kedalaman sumur injeksi
atau sumur imbuhan disesuaikan dengan kedalaman akuifer yang
menjadi sasaran, dan air yang diimbuhkan harus melalui proses
penyaringan terlebih dahulu.
Yang dimaksud teknologi imbuhan buatan lainnya adalah
pembuatan sumur bor ASR (Aquifer Storage and Recovery) yang
memiliki dwifungsi resapan maupun pengambilan, serta berbagai
metode pemanenan air hujan seperti: kolam resapan, parit resapan,
lubang galian tanah (biopori), serta areal pengumpulan air hujan
( danau, telaga, dan situ ).
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Zona pemanfaatan air tanah disusun dengan memperhatikan :
a.
b.
Fungsi kawasan;
c.
d.
e.
kepentingan masyarakat.
Pasal 19
Ayat (1)
Pengeboran atau penggalian air tanah adalah kegiatan pembuatan
sumur dengan tujuan untuk eksplorasi, pengambilan, pemantauan
atau sarana imbuhan air tanah.
Pengeboran atau penggalian air tanah dengan penurapan mata air
ditujukan untuk mengeluarkan air tanah dari akuifer melalui sumur
bor, sumur gali, dan bangunan penurapan atau dengan cara lainnya.
Kondisi hidrogeologis disajikan dalam peta zona konservasi air tanah
dan zona penggunaan air tanah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan penurunan kondisi dan lingkungan air
tanah meliputi antara lain penurunan muka air tanah menjadi
sangat dalam, pencemaran air tanah dan penurunan tanah.
Ayat (3)
Cukup jelas
34
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Pengembangan
air
tanah
merupakan
upaya
peningkatan
kemanfaatan fungsi air tanah sesuai dengan daya dukungnya.
Pengembangan air tanah hanya dapat dilaksanakan selama tidak
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Yang dimaksud dengan pengembangan air tanah dalam ketentuan ini
termasuk mata air, karena
keberadaannya berkaitan langsung
dengan air tanah pada cekungan air tanah, sehingga dalam
pengembangannya perlu mempertimbangkan:
a.
b.
c.
Pasal 21
Pengusaha air tanah dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
Pengusaha air tanah dilaksanakan dalam rangka :
a. meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat
terhadap air;
b. meningkatkan efisiensi, alokasi dan distribusi penggunaan air
tanah.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kebutuhan rumah tangga mencakup
keperluan air minum, masak, mandi, cuci, peturasan dan ibadah.
Yang dimaksud dengan pertanian rakyat merupakan budidaya
pertanian yang meliputi berbagai komoditi, yaitu pertanian tanaman
pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan yang
dikelola oleh rakyat dengan luasan tidak lebih dari 2 hektar dan
kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala
keluarga. Adapun prioritas penggunaan air tanah pada cekungan air
tanah adalah air minum, air rumah tangga, pelayanan fasilitas
35
umur,
pertanian,
pertambangan.
pertenakan,
pariwisata,
industri
dan
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masyarakat setempat adalah masyarakat di
sekitar lokasi pengusahaan air tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
36
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Kewajiban ini hanya berlaku untuk sumur dalam.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Pemasangan meter air atau alat pengukur debit air harus sesuai
dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
37
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
38
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
39
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR